• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebab Perceraian diluar Pengadilan di kecamatan Ulee

Berdasarkan kasus-kasus perceraian yang dilakukan di luar pengadilan pada masyarakat Kecamatan Ulee kareng Kota Banda Aceh, maka terdapat beberapa faktor penyebab, yaitu :

1. Faktor Ekonomi

Praktek cerai di luar Pengadilan Agama juga didasarkan pada kenyataan bahwasanya proses yang dilalui lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Biasanya proses perceraian di Pengadilan Agama berlarut-larut karena harus menjalani beberapa persidangan. Berbeda dengan perceraian yang dilakukan di depan penghulu yang langsung dapat diputuskan jika pasangan suami-isteri yang akan bercerai telah benar-benar menginginkan perceraian. Meskipun ada upaya

pendamaian, namun hal itu tidak berlarut-larut dan tidak melibatkan banyak orang melainkan hanya terpusat pada pasangan yang akan bercerai.69

2. Faktor Agama

Masyarakat menilai bahwa perceraian tersebut sah menurut agama, walaupun tanpa melalui Pengadilan. Dengan cara ini sangat mudah dan biayanya murah. Faktor-faktor pendorong praktek perceraian dalam Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Masalah cerai di luar Pengadilan/Mahkamah Syar”iyah yang dilakukan oleh masyarakat Ulee Kareng tidak lepas dari pemahaman masyarakat terhadap posisi hukum dalam kehidupan mereka. Pada umumnya, masyarakat memiliki pandangan bahwasanya hukum Islam adalah hukum dasar yang menjadi pijakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh sebab itu, sekali lagi, bagi mereka pelaksanaan hukum agama lebih penting dan lebih utama daripada pelaksanaan hukum lainnya.70 3. Faktor Sosial dan Kebiasaan Masyarakat Setempat

Praktek cerai di Luar Pengadilan di Ulee Kota Kareng Banda Aceh merupakan praktek yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Pada dasarnya, proses perceraian yang dilaksanakan di depan tokoh agama masyarakat ini dilaksanakan melalui tiga tahapan dengan penjelasan sebagai berikut:71

69

Hasil wawancara dengan hasbuh, tanggal 6 Oktober 2013

70 Hasil wawancara dengan Muhammad Irham, tokoh agama masyarakat Kecamatan Ulee

Kareng, tanggal 5 Oktober 2013.

a. Tahapan “pendaftaran”

Maksud dari pendaftaran ini tidak sama dengan pendaftaran pada proses perceraian di Pengadilan. Pendaftaran dalam proses perceraian cukup pemberitahuan kepada penghulu perihal keinginan suami isteri yang akan bercerai.

Pendaftaran tersebut dilakukan secara lisan kepada tokoh agama masyarakat, hasil dari proses pendaftaran tersebut tidak dibuktikan melalui hitam di atas putih melainkan hanya berlandaskan pada saling percaya antara masyarakat dengan tokoh agama masyarakat. Dalam proses “pendaftaran” juga disertakan kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Umumnya, jangka waktu antara penyampaian keinginan dari suami-isteri yang akan bercerai dengan penyelesaian masalah tidak lebih dari 1 (satu) minggu. Biaya untuk proses perceraian ini tidak ditentukan, namun umumnya, para pelaku memberikan uang tanda jasa kepada tokoh agama masyarakat, rata-rata sebesar Rp. 100.000,00-Rp. 250.000,00.

b. Tahapan “mediasi”

Proses ini terdiri dari dua proses, yakni proses penjelasan alasan-alasan yang menyebabkan suami-isteri ingin bercerai dan proses pemberian konsultasi Muhammad dan rekan kerja Muhammad kepada pasangan suami-siteri tersebut. Pada proses yang pertama, Muhammad akan mempertanyakan hal-hal yang menjadi penyebab suami-isteri menginginkan perceraian.

Hal ini penting karena menurut Islam, perceraian harus didasarkan pada sebab- sebab yang diperbolehkan oleh agama. Menurutnya, alasan-alasan yang diperbolehkan oleh agama Islam di antaranya adalah:

1. Salah satu pasangan murtad.

2. Terjadi perselisihan yang tidak dapat didamaikan dan apabila dipaksakan akan menimbulkan madharat bagi salah satu atau bahkan keduanya.

3. Beda Agama.

4. Tidak ada kejelasan kabar dari salah satu pasangan suami isteri dalam jangka waktu tertentu.

5. Adanya cacat permanen yang dapat mengganggu produktifitas keluarga, isteri tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai isteri.

6. Isteri melakukan zina (li’an).72

7. Isteri meninggalkan rumah suaminya tanpa izin dari suami dan tidak ada alasan syara’ atau suami terhalang memasuki rumah isteri yang ditempati berdua (nusyuz).

Alasan-alasan di atas yang mayoritas dijadikan alasan untuk melakukan talak adalah nomor 2, 3dan 4 yang tidak lain disebabkan karena mayoritas yang meminta perceraian adalah pihak laki-laki. Setelah adanya pemaparan tentang permasalahan yang dialami oleh pasangan suami-isteri, kemudian Muhammad akan memberikan

72

Li’andalam arti bahasa berasal dari katalaa’ana-yulaa’inu-li’aananyakni masingmasing melaknat pihak yang lain. Sedangkan menurut arti syara’ ialah kalimat-kalimat khusus dipergunakan sebagai alasan bagi pihak yang memerlukan untuk menuduh orang lain yang menodai kehormatannya atau tidak mengakui anak. Lih. Ulaudin,Badaiush Shana’iek, Jilid 3, Mesir, Cet. ke-1, 1910, hal. 237.

konsultasi terkait dengan permasalahan yang dialami kecuali untuk permasalahan murtad. Muhammad beranggapan bahwa: “Masalah agama merupakan masalah pribadi yang sangat privasi bagi setiap orang. Saya tidak berhak memaksakan salah satu pasangan untuk kembali kepada agama asal demi menyelamatkan perkawinan mereka. Hal ini tentu akan bertentangan dengan konsep Islam kaffah”.73

Sementara menurut KUH Perdata mengenai putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 199, 200-206b, 207-232a dan 233-249. Pasal 199 menerangkan putusnya perkawinan disebabkan:

a. karena meninggal dunia;

b. karena keadaan tidak hadirnya salah seorang suami isteri selama sepuluh tahun diikuti dengan perkawinan baru isterinya / suaminya sesuai dengan ketentuanketentuan dalam bagian ke lima bab delapan belas;

c. karena putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan tempat tidur dan pendaftaran putusnya perkawinan itu dalam register catatan sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian kedua bab ini;

d. karena perceraian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian ketiga bab ini.

Kemudian dalam Pasal 209 KUH Perdata menyebutkan beberapa alasan yang mengakibatkan terjadinya perceraian, yaitu:

a. zinah;

b. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat; 73Hasil wawancara dengan Hasbuh, Tanggal 6 Oktober 2013.

c. penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan;

d. melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si isteri terhadap isteri atau suaminya, yang demikian sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.

Alasan-alasan perceraian diatur juga dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 39 ayat (2) menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagi berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Perceraian boleh dilakukan dengan satu alasan saja diantara beberapa alasan hukum yang ditentukan dalam pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974. Jadi secara yuridis, alasan-alasan perceraian tersebut bersifat alternatif, dalam arti suami atau isteri dapat mengajukan tuntutan perceraian cukup dengan satu alasan hukum saja.

Selain hal tersebut, yang telah menjadi ketetapan hukum formal di negara Republik Indonesia, maka dalam Islam hal-hal yang menjadi sebab terjadinya perceraian itu menurut Sayuti Thalib adalah:74

1. Terjadinya Nusyuz isteri, dimana sumber hukum tentang hal ini ditemukan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 34, yang artinya:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian: mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

Maksudnya adalah tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya. Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.Nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri.

Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. Maksudnya untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat oleh suaminya, bila

74

nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukulnya dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

2. Terjadinya Nusyuzsuami, yang dasar hukumnya dalam Al-Qur’an Surat An- Nisa ayat 128, yang artinya:

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara isterimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

3. TerjadinyaSyiqaqantara suami isteri, yang diatur dalam Al-Qur’an Surat An- Nisa ayat 35, yang artinya:

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

4. Bila salah satu pihak melakukan Fahisyah yang dasar hukumnya dalam Al- Qur’an, Surat An-Nisa ayat 15, yang artinya:

“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”.

Dari kasus keinginan cerai pasangan suami-isteri yang ditangani oleh Muhammad dan Hasbuh, hanya ada beberapa kasus yang dapat didamaikan

kembali pada proses mediasi. Namun tidak sedikit yang berakhir pada perceraian. Proses konsultasi hanya dilakukan satu kali dan apabila memang keputusan untuk bercerai dari pasangan suami-isteri telah bulat, maka kemudian melangkah pada tahap selanjutnya.

Proses konsultasi tersebut tidak melibatkan keluarga dari masing-masing pasangan. Hal ini disebabkan keberadaan pasangan suami isteri telah dapat memberikan gambaran keadaan rumah tangga yang mereka alami. Jadi tidak perlu menghadirkan keluarga dalam proses konsultasi. Terlebih lagi, tidak jarang kehadiran keluarga malah akan menimbulkan keributan dalam proses konsultasi pasangan suami-isteri.

c. Tahapan “putusan”

Apabila proses konsultasi gagal, maka kemudian Muhammad mempersilahkan pasangan tersebut untuk bercerai dengan adanya ikrar talak dari pihak suami. Pengucapan ikrar tersebut dilakukan di depan Muhammad dan hasbullah dan isteri. Namun jika tidak ada pihak isteri (isteri tidak diketahui kejelasan keberadaannya), maka ikrar talak tersebut dilakukan di depan Muhammad. Ikrar talak yang diucapkan merupakan ikrar talak dalam fiqih Islam. Ikrar talak yang diucapkan dalam proses perceraian di masyarakat Desa Ulee Kareng adalah sebagai berikut: “Saya talak isteri saya yang bernama...binti... dengan talak... sejak... karena...”.75

Dalam pengucapan ikrar talak tersebut juga disebutkan kualitas talak yang diikrarkan. Hal ini untuk memperjelas posisi kemungkinan rujuk bagi pasangan suami-isteri atau hilangnya kemungkinan rujuk tersebut.

d. Tahapan “pencatatan”

Setelah adanya pengucapan ikrar talak, maka tahapan berikutnya adalah pencatatan hasil perceraian. Catatan ini hanya berupa tulisan tangan dari Muhammad yang disertai dengan tanda tangan Muhammad sebagai legalitas perceraian. Catatan ini berfungsi untuk informasi tentang status baru yang dialami oleh pasangan suami-isteri yang telah bercerai. Selain itu, catatan tersebut juga berguna sebagai pedoman bagi pasangan suami-isteri dalam melaksanakan perkawinan yang baru. Meski demikian, catatan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum bagi pernikahan berdasar hukum negara. Dalam catatan perceraian tersebut harus tertera aspek-aspek berikut ini:

1. Nama suami-isteri yang bercerai. 2. Tanggal perceraian.

3. Tempat pelaksanaan perceraian. 4. Alasan perceraian.

5. Tanda tangan pasangan yang bercerai. 6. Tanda tangan Muhammad

e. Tahapan “pemberian nasehat”

Setelah selesai proses perceraian dengan adanya ikrar talak, maka kemudian memberikan nasehat kepada suami-isteri yang telah bercerai. Nasehat tersebut

terkait dengan hak dan kewajiban yang diakibatkan dari adanya perceraian, baik yang menyangkut suami-isteri, harta benda, atau hak dan kewajiban kepada anak-anak mereka. Nasehat yang diberikan juga mencakup masalah masaiddah, hubungan kekeluargaan berbasis persaudaraan antara mantan suami dengan mantan istri. Materi ini sangat penting karena tidak jarang setelah adanya perceraian, hubungan persaudaraan antara keluarga mantan suami dan mantan isteri tidak baik dan bahkan cenderung bermusuhan. Kasus-kasus yang ditangani oleh Muhammad dan Hasbuh dalam proses perceraian antara lain adalah mencakup permasalahannusyuz, syiqaq, hingga nikah hamil.

Implikasi cerai di luar Pengadilan Agama dan implikasinya pada masyarakat yaitu setelah melakukan cerai di Luar Pengadilan, kemudian melaksanakan pernikahan kembali dengan jalan nikah sirri. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwasanya pelaku cerai di luar Pengadilan berasal dari kelompok laki-laki dan wanita. Pada kelompok laki-laki, alasan yang digunakan untuk melakukan cerai di luar Pengadilan adalah karena telah ditinggal pergi oleh isteri. Sedangkan pada kelompok wanita tidak ada alasan selain karena faktor agama dan kemudahan dalam proses perceraiannya. Dari hasil perkawinan tersebut, ada yang memperoleh anak dan ada yang tidak memperoleh anak

Dokumen terkait