• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Penyebaran S iniae pada organ pasca infeks

Hasil pengamatan mikroskopis terhadap adanya bakteri S. iniae pasca infeksi diperiksa dalam jaringan organ internal dilakukan menggunakan pewarnaan Gram. Bakteri dapat dikenali dalam bentuk koloni dalam berbagai ukuran. Letak koloni ditemukan pada pembuluh darah, interstitium, serosa. Pengamatan dilakukan berdasarkan waktu pasca infeksi dan lokasi penyebaran pada organ. Pengamatan berdasarkan waktu pasca infeksi tampak pada Tabel 6. Berdasarkan lokasi tampak pada Gambar 42 sampai 49.

Penyebaran S. iniae pasca infeksi pada ikan yang diberi perlakuan 10 6

sel/ml terdeteksi pada hari ke 1 dan 2 di jaringan otak besar, ginjal, jantung, usus, hati dan dan limpa, hari ke 3 sampai berakhirnya perlakuan tidak terdeteksi. Pada perlakuan infeksi 10 9 sel/ml penyebaran S. iniae terdeteksi otak kecil, otak besar, ginjal, hati, jantung dan mata pada hari ke 1 sampai hari ke 5. Hari ke 6 atau hari terakhir masa pengamatan tidak terdeteksi pada setiap sampel organ tubuh. Meskipun dengan pewarnaan Gram ditemukan adanya koloni bakteri pada organ mata tetapi pada organ tidak ditemukan reaksi radang seperti pada organ lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi pada mata membutuhkan waktu yang cukup lama (kronis). Hal ini sejalan dengan temuan pada PA yang menunjukkan tidak ada perubahan pada mata.

Tabel 6. Hasil pengamatan penyebaran S. iniae pada berbagai organ pasca infeksi

No Hari ke Penyebaran

Perlakuan

10 6sel/ml 10 9sel/ml

1 1 Otak besar - Otak kecil

- Usus 2 2 Ginjal Jantung Usus Hati Limpa - Ginjal

- Otak kecil; otak besar - Mata 3 3 Negatif - Ginjal 4 4 Negatif - Ginjal - Hati 5 5 Negatif - Hati - Mata - Jantung - Ginjal 6 6 Negatif Negatif

H

Gambar 42. Penyebaran S. iniae pada otak. Koloni bakteri (KB) pada sisi buluh darah (BD), sel glia (SG) yang berisi bakteri, malacia (M)

Gambar 43. Penyebaran S. iniae pada pada bagian interstitialis ginjal (KB). Tampak juga lesio hemoragi (H). Pewarnaan Gram.

DL

Gambar 44. Penyebaran koloni S. iniae pada lumen (KB) dan epitel (B) saluran empedu (KB), sel hati mengalami degenerasi lemak (DL). Pewarnaan Gram.

Gambar 45. Penyebaran koloni S. iniae (KB) pada organ limpa, bakteri terdapat pada pulpa merah limpa. Pewarnaan Gram.

Gambar 46. Penyebaran koloni S. iniae (KB) pada pulpa merah limpa, dikelilingi oleh makrofag (M). Pewarnaan Gram.

.

Gambar 47. Penyebaran koloni S. iniae (KB) pada ruang peritoneum (KB1) dan pada tunica muscularis (KB 2) usus. Pewarnaan Gram.

2

Gambar 48. Penyebaran koloni S.iniae (KB) pada tunica muscularis usus. Pewarnaan Gram.

Reisolasi bakeri dari ikan uji yang diinfeksi dilakukan dari beberapa organ yaitu otak, hati, limpa dan ginjal. Isolat positif S. Iniae diperoleh dari organ ginjal dan limpa hari ke 2 pada ikan yang diberi perlakuan 10 6 sel/ml, sedangkan ikan 10

9sel/ml diperoleh dari organ ginjal hari ke 2 dan ke 3.

Dari data hasil pengamatan keberadaan sel bakteri pada sampel organ yang diperiksa dapat diketahui bahwa pada organ ginjal yang diberi perlakuan infeksi 10 9 sel/ml secara konsisten terdeteksi pada hari ke 2 sampai hari 5. Hari ke 1 hanya terdeteksi pada usus dan otak kecil menunjukan bahwa S. iniae yang diinfeksikan secara intraperitoneal pada tahap awal diduga langsung menggenangi rongga peritonium selanjutnya dalam waktu yang singkat melekat pada beberapa organ yang ada di area tersebut antara lain usus. Pada tahap awal ini S. iniae

mampu melekat dan mereplikasi pada lapis serosa bertahan dari proses fagositosis dan selanjutnya masuk dalam sistem peredaran darah selanjutnya dengan mengikuti sistem peredaran darah dimana aliran darah dari jantung disebarkan ke organ tubuh (Lahav et al. 2004).

Perubahan histopatologi berupa kongesti mengindikasikan adanya kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah, kapiler darah tampak melebar

penuh terisi eritrosit. Sinusoid hati dan limpa terisi eritrosit. Hemoragi mengindikasikan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik keluar tubuh maupun ke dalam jaringan tubuh, tampak adanya bintik hemoragi pada lapisan mukosa atau serosa pada organ tubuh. Perdarahan yang terbatas disebut hematoma. Bila perdarahan meluas akan terjadi purpura, dan eritrosit terlihat di luar pembuluh darah (Robert, 2001). Pada penelitian ini infeksi S. iniae terhadap ikan kerapu terbukti menyebabkan gangguan sirkulasi pada darah, yaitu timbulnya kongesti dan hemoragi. Perubahan makroskopis pada organ internal yang diinfeksi S. iniae

adalah: organ terlihat bengkak, warna merah tua berkesan suram dan pucat seperti terjadi pada hati, ginjal otak dan usus.

Infeksi S.iniae menyebabkan timbulnya degenerasi pada hati, dan ginjal. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Robert (2001), bahwa infeksi bakterial dapat menyebabkan gangguan metabolisme sel yang bersifat sementara (degenerasi) yang ditandai adanya akumulasi intraseluler dengan ciri mikroskopik yaitu banyak sel-sel membengkak, warna lebih pucat; sitoplasma keruh, tersebar dan kadang- kadang ditemukan adanya vakuola.

Hasil pemeriksaan mikroskopis, ditemukan radang pada organ insang, otak, jantung, hati, ginjal, limpa dan usus. Keberadaan EGC yang rusak di dalam jaringan akan membantu merangsang secara kimiawi datangnya makrofag secara kemotaktik untuk melakukan perbaikan dalam jaringan dan menghancurkan mikroorganisme patogen yang berada dalam jaringan (Tizard. 1982). Peradangan didefinisikan rangkaian reaksi yang terjadi pada suatu jaringan apapun penyebabnya termasuk yang diakibatkan agen patogen (Nabib & Pasaribu 1989; Rukmono 1973). Peradangan pada dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan yang reaksinya bisa merupakan indikasi awal terjadinya suatu penyakit. Migrasi sel radang merupakan reaksi tanggap kebal terhadap zat toksik yang masuk kedalam tubuh.

Nekrosis jaringan terjadi karena aktifitas enzim yang menurun sebagai akibat dari sel yang tidak dapat lagi mengadaptasi perubahan-perubahan yang terjadi dan apabila berlangsung lama menyebabkan kematian sel . Nekrosis sel hati diawali rusaknya susunan enzim. Kematian sel dapat disebabkan akibat toksin bakteri (Darmawan dalam Himawan 1996).

Degenerasi lemak terjadi sebagai indikasi adanya akumulasi lemak yang bersifat abnormal dalam sitoplasma parenkim yang dapat disebabkan oleh suatu keadaan anoksia, infeksi yang diserta keracunanan dan demam, penyakit metabolik, gizi buruk, alkohol dan keracunan. Robert (2001) menyatakan bahwa infeksi bakterial dapat menyebabkan gangguan metabolisme sel yang bersifat sementara (degenerasi) yang ditandai adanya akumulasi intraseluler dengan ciri mikroskopik yaitu, banyak sel membengkak, warna lebih pucat; sitoplasma keruh, tersebar dan kadang-kadang ditemukan adanya vakuola.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila (O. niloticus) berpotensi menginfeksi ikan Kerapu macan (E. fuscoguttatus). Gejala klinis infeksi S. iniae berupa perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, hemoragi pada operkulum dan rahang bagian bawah. Perubahan histopatologi berdasarkan data hasil pengamatan histopatologi, penyebaran S. iniae pasca infeksi dan hasil reisolasi, beberapa organ terlihat konsisten yaitu ensefalitis pada otak, nefritis pada ginjal, enteritis dan peritonitis pada usus. Gejala klinis dan perubahan histopatologi pada ikan yang diberi perlakuan infeksi dengan S. iniae

tidak terlihat secara konsisten sama dengan gejala klinis pada ikan Nila yang diinfeksi S. Iniae pada uji pengembalian virulensi ataupun beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh karakteristik media hidup S. iniae yang diisolasi dari ikan Nila dengan parameter pH, suhu, dan salinitas perairan tawar, selanjutnya diinfeksikan pada ikan Kerapu macan yang merupakan ikan laut, perbedaan karakteristik media hidup dari host maupun lingkungan dimana inangnya hidup menyebabkan kemampuan adaptasinya menurun selanjutnya hal ini mempengaruhi tingkat patogenitas. Menurut Philips et al. (2001), penyebaran atau penularan infeksi bakteri dipengaruhi oleh : (1) karakteristik “host” terhadap resiko; (2) konsentrasi / jumlah bakteri dan tingkat keganasan /virulensi; (3) Lingkungan. Kemampuan merusak sel bakteri (virulensi) terhadap organ inang tegantung kemampuannya untuk melekat, menembus, menyebar dan berkembang biak pada organ yang menjadi target (Robbins 1999). Russo et al. 2006 menyatakan bahwa patogenitas setiap agen patogen sangat berkaitan dengan kemampuannya dalam memproduksi enzim, toksin dan dalam mengatasi sistem kekebalan inang.

Perbandingan gejala klinis dan patologi pada ikan Nila dan Kerapu Macan Gejala klinis dan patolologi ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi dengan S.iniae yang diisolasi dari Nila menunjukan kesamaan pada beberapa jenis lesio. Data perbandingan kesamaan dan perbedaan PA dan patologi dituangkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data perbandingan gejala klinis, PA dan HP ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi S. iniae.

Pengamatan Nila Kerapu Macan

106 sel/ml 109 sel/ml

Gejala klinis

Nafsu makan Menurun (h1 – h6)

Normal (h7 – h12) Menurun (h1 – h4) Normal (h5- h7) kurang (h1 – h5) Normal (h5- h7) Respon (gebrak &

sentuh)

Lemah / Lethargy Lemah / Lethargy Lemah / Lethargy

Berenang Lemah, kepermukaan Lemah,

kepermukaan

Lemah, kepermukaan

Patologi Anatomi

Lesio area injeksi ada ada ada

Warna tubuh Lebih gelap Lebih gelap Lebih gelap

Hemoragi Operkulum; rahang

bagian bawah; tubuh

Operkulum; rahang bagian bawah

Operkulum; rahang bagian bawah

Sisik Rontok bagian lateral Rontok bagian

lateral

Rontok bagian lateral

Sirip Geripis bagian caudal - -

Insang Lesio (erosi) - -

Hati Pucat Bengkak Pucat Bengkak Pucat Bengkak

Limpa Bengkak Bengkak Bengkak

Ginjal Hemoragi - -

Tabel 7. Data perbandingan gejala klinis, PA dan HP ikan Nila dan Kerapu Macan yang diinfeksi S. iniae. (lanjutan)

Pengamatan Nila Kerapu Macan

106 sel/ml 109 sel/ml HP Insang - Branchitis (h1 – h5) Branchitis (h1- h6) Otak - Encephalitis (h1 – h4) Encephalitis (h1-h5) Jantung - Epicarditis (h1) Pericarditis (h2 – h4) Myokarditis Pericardits (h2 – h6)

Hati - Hepatitis (h1-h5) Hepatitis (h1-h5)

Limpa - Splenitis (h2 – h5) Splenits (h2 – h6) Ginjal - Nephritis (h1 – h5) Nephritis (h2 – h6) Usus - Enteritis Peritonitis ringan Enteritis Peritonitis

Hasil pengamatan kualitas air

Kualitas media hidup yaitu air merupakan salah satu faktor penentu terhadap kelangsungan hidup hewan aquatik. Hasil pengukuran nilai parameter kualitas air selama penelitian secara umum masih menunjukan dalam batas kewajaran untuk pemeliharaan ikan kerapu macan (Tabel 8).

Tabel 8. Data kualitas air media pemeliharaan uji infeksi Streptococcus iniae terhadap ikan Kerapu macan (Ephinephelus fuscogutattus).

Parameter Awal Tengah Akhir

Suhu 23 24 23

pH 7 – 8 7 – 8 7 – 8

Salinitas 30 31 32

DO 3,8 3,8 4,4

CO 2.6 mg/l 3 mg / l 3 mg / l

Al Qodri et al (2004) menyatakan bahwa kualitas air yang cocok untuk kerapu macan adalah suhu 25 – 32 ° C, salinitas 30 – 35 ppt, pH 7 – 8 dan DO < 5 ppm.

Dokumen terkait