• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Skabies

2.2 Sanitasi Lingkungan

2.2.1 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan manusia, karena tanpa air manusia tidak dapat hidup. Namun demikian air dapat menjadi malapetaka, bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar baik kuantitas maupun kualitasnya. Pertumbuhan penduduk dan kegiatan manusia menyebabkan pencemaran sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi persyaratan tertentu sulit diperoleh (Raini, 2004).

Selain sebagai komonen lingkungan, air juga merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain.

Volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat badannya, dan volume tersebut sangat bervariasi pada masing-masing orang, bahkan juga bervariasi antara bagian-bagian tubuh seseorang. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 100-200 liter atau 35-40 galon (Chandra, 2007).

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman, yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Dimana kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan syarat-syarat tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Syarat-syarat kualitas air bersih meliputi:

1. Syarat fisik

a. Tidak berwarna

Air untuk rumah tangga harus jernih, air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan (Slamet, 2007).

b. Tidak berbau

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air baik yang hidup maupun yang sudah mati (Slamet, 2007).

c. Tidak berasa

Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan oleh garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik (Slamet, 2007).

d. Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan padatan sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi tanah liat, lumpur, dan bahan-bahan anorganik (Slmaet, 2007).

2. Syarat kimia

Air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia maupun mineral karena selain menimbulkan gangguan kesehatan juga merusak instalasi penyediaan air bersih (Slamet, 2007).

3. Kesadahan

Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion (kation) logam valensi dua. Ion-ion semacam itu mampu bereaksi dengan sabun membentuk kerak air. Kesadahan dalam air sebagian besar adalah berasal dari kontaknya dengan tanah dan permukaan batuan. Pada umumnya air sadah berasal dari daerah dimana lapis tanah atas (topsil) tebal, dan ada pembentukan batu kapur (Sutrisno, 2006).

4. Syarat mikrobiologi

Air sebaiknya tidak mengandung bakteri pathogen dan tidak boleh mengandung bakteri golongan coli yang mengganggu kesehatan. Standar yang dipakai adalah total bakteri Coliform dengan batas tidak boleh lebih dari 1 coli/100 ml air (Sutrisno, 2006).

5. Syarat radioaktif

Yaitu adanya batas tertinggi yang diperkenankan adanya aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity) tidak boleh lebih dari 0,1 Bq/L dan aktivitas Beta (Gross Beta Activity) tidak boleh lebih dari 0,1 Bq/L (Slamet, 2007).

Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri. Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterbone disease atau water-related disease. Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007):

1. Water borne disease, yaitu jika kuman pathogen yang terdapat dalam diminum oleh manusia sehinggga terjadi penjangkitan penyakit pada orang yang meminum air dimaksud, misalnya penyakit cholera, thypus, abdominalis, hepatitis, dan disentri baselir. Pengawasan terhadap penularan penyakit ini sangat diperlukan terutama pengawasan terhadap penggunaan air bersih

2. Water based disease, yaitu penularan penyakit yang berkaitan erat dengan penggunaan untuk membersihkan alat-alat misalnya alat dapur, alat makan dan pembersihan alat lain. Penularan penyakit dengan cara water based ini antara kain infeksi saluran pencernaan, infeksi kulit seperti skabies dan selaput lendir.

3. Water washed disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya schistosomiasis

4. Vektor-vektor insektisida yang berhubungan dengan air yaitu penyakit yang berkembang biak dalam air, misalnya malaria, demam berdarah, yellow fever dan

trypanosomiasis.

Penyakit yang disebabkan oleh air hanya dapat menular apabila mikroorganisme penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air sangat banyak macamnya, antara lain virus, bakteri, protozoa, dan metozoa.

Perlindungan sumber air merupakan cara paling baik untuk mengamankan air minum dan akan terjadi relatif lebih mudah daripada melakukan pengolahan terhadap air yang telah terkontaminasi, guna menjamin kulitasnya agar sesuai untuk dikonsumsi (Depkes RI, 1996). Oleh karena itu masyarakat perkotaan membutuhkan

keberadaan PDAM untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang layak untuk dikonsumsi (Raini, 2004). Air PDAM adalah air yang diambil dari mata air atau sumber air dan dikelola oleh suatu Perusahaan Daerah Air Minum yang mana air tersebut telah disterilkan dengan bahan kimia yang disebut khlor dan didistribusikan kepada masyarakat dan digunakan untuk berbagai kehidupan sehari-hari termasuk sebagai sumber bahan baku air minum. Akan tetapi dalam kenyataannya pemakaian air PDAM tersebut tidak diiringi dengan usaha-usaha untuk menjaga kebersihan lingkungan sehinggan mengakibatkan terjadinya penurunan terhadap kualitas air sesuai dengan syarat kulitas air yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan (Raini, 2004).

2.2.2 Kondisi Fisik Rumah 1. Ventilasi

Udara segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.

Menurut Sarudji (2010), rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap ruang/kamar memerlukan ventilasi yang cukup untuk menjamin kesegaran penghuninya. Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia.

Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta mengurangi kelembaban. Keringat manusia juga dikenal mempengaruhi kelembaban. Semakin banyak manusia dalam satu ruangan, kelembaban semakin

tinggi khususnya karena uap air baik dari pernafasan maupun keringat. Kelembaban dalam ruangan tertutup dimana banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi dibanding di luar ruangan (Sarudji, 2010).

Ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, juga dengan kata lain mengencerkan konsentrasi debu ataupun kotoran terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Ventilasi juga merupakan tempat untuk memasukkan cahaya ultraviolet ke dalam rumah, hal ini akan semakin baik apabila konstruksi rumah menggunakan genteng kaca, maka hal ini merupakan kombinasi yang baik (Achmadi, 2008). Menurut persyaratan ventilasi yang baik adalah ≥10% dari luas

lantai rumah (Kepmenkes, 1999).

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan role meter. Menurut indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan adalah <10% luas lantai rumah (Kepmenkes, 1999).

Menurut Sarudji (2010), ventilasi yang baik dalam suatu ruangan memerlukan persyaratan tertentu, diantaranya yang penting adalah luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas ventilasi insidental (yang dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% dari luas lantai.

Menurut Notoatmodjo (2003), rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara dalam rumah tersebut tetap

segar. Luas ventilasi rumah yang ≤10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat

kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan meningkatnya kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit. Fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.

Menurut Notoatmodjo (2007), fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Selain itu luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah.

Kualitas udara di dalam rumah berkaitan dengan masalah ventilasi dan kegiatan penghuni di dalamnya. Bertambahnya jumlah penduduk dalam pemukiman di perkotaan maupun di pedesaan, menyebabkan kepadatan bangunan dan sulit membuat ventilasi dan bahkan ada rumah yang tidak mempunyai jendela, tidak ada lubang angin dan tidak pernah ada sinar matahari masuk, menyebabkan keadaan udara dalam rumah terasa pengap (Depkes, 2002).

Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya gas CO2, adanya bagu pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara bertambah. Kecepatan aliran udara adalah penting untuk

mempercepat pembersih udara ruangan. Kecepatan udara dikatakan sedang jika gerak udara 5-20 cm per detik atau pertukaran udara bersih antara 25-30 cfm (cubic feet per minute) untuk setiap yang berada di dalam ruangan (Depkes, 2002).

2. Kelembaban

Kelembaban udara adalah persentase jumlah kandungan air dalam udara. Kelembaban terdiri dari dua jenis yaitu kelembaban absolut dan kelembaban nisbi. Kelembaban absolut berat uap air per unit volume udara. Sedangkan kelembaban nisbi adalah banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh pada uap air pada temperatur tersebut (Suryanto, 2003).

Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar di udara. Kelembaban berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban yang standar apabila kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% (Suryanto, 2003).

Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002).

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroroganisme. 3. Pencahayaan

Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup, karena suatu rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit (Prabu, 2009).

Menurut Sukini (1989), sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah, khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan bakteri pathogen. Dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan didalam ruangan rumah terutama ruangan tidur.

Pencahayaan alami dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Kepmenkes, 1999).

Menurut Sarudji (2010), cahaya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena

dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus ditengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca dapat dibuat secara sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa pada waktu pembuatannya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca.

b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (brighness of the source). Pencahayaan buatan bisa terjadi dengan tiga cara yaitu direct, indirect dan

4. Kepadatan penghuni

Kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri penyebab penyakit menular. Selain itu kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran oleh karena CO2

dalam rumah akan cepat meningkatkan dan akan menurunkan kadar O2 yang diudara (Sukini, 1989). Manusia dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkan udara 33 m2 per jam atau 40 liter/menit. Dari 40 liter itu jumlah oksigen yang diambil adalah sebanyak 2 liter dan menghasilkan 1,7 liter gas asam arang. Dengan demikian akan meningkatkan kadar CO2 yang telah ada didalam rumah dan akan menurunkan kadar oksigen di dalam udara. Konsep Departemen Kesehatan RI yang menggunakan luas lantai kamar minimal sebesar 4,5 m2 dan anak-anak usia 1-10 tahun memerlukan 1,5 m2

5. Lantai rumah

, sedangkan ketentuan luas ruangan untuk setiap orang di lembaga pemasyarakatan menurut Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan tahun 2005 adalah 1,80 x 3,00 m/orang.

Lantai rumah jenis tanah memiliki peran terhadap proses kejadian penyakit, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu. Selain itu dapat menghindari naiknya tanah yang dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam ruangan. untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya dinaikkan

20 cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti tegel, semen dan keramik (Suyono, 2005).

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembang-biakan bakteri terutama vektor penyakit lainnya. Menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya (Suyono, 2005).