• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Penyelesaian yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan Jakarta ketika pihak konsumen mengalami penyalahgunaan data oleh layanan

C. Penyelesaian yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan Jakarta ketika pihak konsumen mengalami penyalahgunaan data oleh layanan Fintech, sehingga

2. Upaya Penyelesaian yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan Jakarta ketika pihak konsumen mengalami penyalahgunaan data oleh layanan

Fintech,sehingga memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.

a. Mekanisme Pengaduan Konsumen Fintech Bagan 1 :

Mekanisme pengaduan konsumen Fintech

1. Konsumen dapat melakukan pengaduan kepada OJK melalui layanan konsumen yang disediakan oleh OJK pada kontak 157 nomor tersebut dapat

Konsumen melengkapi dokumen pengaduan Konsumen menyampaikan aduan ke layanan konsumen OJK OJK memverifikasi aduan konsumen Aduan ditolak Oleh OJK

Aduan diterima dan diteruskan kepada bagian pengawasan

Fintech

dihubungi pada hari kerja yaitu Senin – Jumat, serta dapat melalui surat elektronik di konsumen@ojk.go.id.

2. Konsumen dapat melakukan pengaduan secara resmi ke OJK dengan melengkapi dokumen sebagai berikut :

a. Bukti telah menyampaikan pengaduan kepada lembaga jasa keuangan terkait dan/atau jawabannya

b. Identitas diri atau surat kuasa (bagi yang diwakili) c. Deskripsi/kronologis pengaduan

d. Dokumen pendukung

3. OJK melakukan pengecekan terhadap aduan konsumen tersebut terkait identitas konsumen, identitas penyelenggara yang bersangkutan, kronologi permasalahan serta bukti-bukti pendukung yang dilampirkan konsumen, serta kelengkapan dokumen yang diminta oleh OJK.

4. Pengaduan dari konsumen dapat ditolak oleh OJK jika dokumen yang diminta tidak dilengkapi selama 20 hari, misalnya identitas penyelenggara tidak disebutkan dengan jelas, serta tidak ada kronologi permasalahan yang dijelaskan oleh konsumen.

5. Jika aduan diterima oleh OJK, maka aduan tersebut akan langsung diteruskan kepada bagian Departemen Pengawas Industri Keuangan Non Bank 2A dengan Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech.

Pengaduan dari konsumen mengenai penyalahgunaan data dan informasi oleh penyelenggara layanan Fintech, merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap layanan atau merasa dirugikan oleh perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bersangkutan. Selama ini aduan yang masuk lebih banyak melalui layanan konsumen Kontak 157 OJK, dan email OJK yaitu : konsumen@ojk.go.id. hal ini merupakan salah satu bukti keberadaan OJK sudah diketahui oleh masyarakat luas dan pemahaman sebagian masyarakat OJK adalah lembaga yang memiliki tugas untuk melindungi konsumen di sektor jasa keuangan, maka dari itu masyarakat awam ketika mengalami permasalahan dengan Fintech peer to peer lending tidak menghubungi pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terlebih dahulu, akan tetapi konsumen yang merasa dirugikan melakukan pengaduan langsung kepada OJK.

Kantor OJK Surabaya maupun di wilayah lainnya selain OJK pusat atau Jakarta hanya bisa menerima pengaduan dari masyarakat terkait penyalahgunaan data dan informasi konsumen oleh layanan Fintech, lalu aduan tersebut akan disampaikan kepada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Jakarta, karena yang melaksanakan pengawasan dan pengaturan hanya OJK pusat, kecuali ada perintah khusus dari OJK pusat kepada OJK Surabaya untuk melakukan pemeriksaan atau tindakan untuk menindak lanjuti pengaduan dari masyarakat, hal ini sesuai denga Delegasi Wewenang yang terdapat dalam peraturan internal OJK. Saat ini perusahaan Fintech yang terdaftar/berizin di OJK dan menjalankan usahanya di daerah Surabaya ada

empat penyelenggara, 3 perusahaan menjalankan usahanya dengan sistem konvensional, dan 1 perusahaan dengan sistem syariah. Meskipun terdapat 4 perusahaan Fintech yang terdaftar/berizin di kota Surabaya, pengawasan terhadap 4 perusahaan Fintech tersebut langsung dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan Jakarta.

Terkait dengan pihak konsumen yang melakukan pengaduan kepada OJK mengenai penyalahgunaan data dan informasi konsumen, menurut penulis hal tersebut sudah sesuai dengan pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan OJK No.1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang berbunyi :

(1)Konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan.

(2)Konsumen dan/atau masyarakat dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan kepada Otoritas JasaKeuangan.

OJK menerima aduan dari konsumen tentu saja sebagai salah satu upaya untuk melindungi konsumen sektor jasa keuangan, sehingga memberikan kepastian kepada konsumen kemana harus melakukan pengaduan ketika terjadi permasalahan dengan pelaku usaha jasa keuangan.

b. Upaya Penyelesaian yang dilakukan Oleh OJK ketika konsumen mengalami penyalahgunaan data dan informasi oleh layanan Fintech.

Tindak lanjut OJK Jakarta dari adanya pengaduan mengenai penyalahgunaan data dan informasi konsumen oleh layanan Fintech Lending selama ini adalah melanjutkan pengaduan tersebut kepada bagian pengawasan Industri Keuangan Non Bank 2A dengan Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology, dari aduan tersebut akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu mengenai dokumen pendukung dari konsumen mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penyelenggara, dan status penyelenggara layanan Fintech lending tersebut, apakah penyelenggara tersebut terdaftar/berizin di OJK atau Fintech Ilegal, Karena hal ini berkaitan dengan wewenang OJK yang hanya bisa melakukan pengawasan dan menetapkan sanksi admnistratif kepada penyelenggara yang terdaftar/berizin di OJK.

Kemudian jika penyalahgunaan data dan informasi konsumen dilakukan oleh Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar di OJK, maka pihak penyelenggara tersebut akan dipanggil oleh Pengawas IKNB 2A terlebih dengan dahulu ke OJK untuk diperiksa terkait dengan aduan yang disampaikan oleh konsumen, apabila pihak penyelenggara tersebut terbukti menyalahgunakan data dan informasi konsumen, maka OJK Jakarta dapat memberikan sanksi kepada penyelenggara yang bersangkutan yaitu Pembatasan Kegiatan Usaha tanpa didahului surat peringatan tertulis, dalam pemberian sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha, pihak penyelenggara dilarang untuk melakukan kegiatan usahanya sampai waktu yang telah ditentukan,

misalnya OJK Jakarta memberikan waktu 1 bulan untuk sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha, maka selama 1 bulan tersebut penyelenggara dilarang untuk melakukan transaksi apapun dalam kegiatan usahanya serta penyelenggara harus dapat membuktikan kepada OJK bahwa sistemnya tidak lagi dapat menghimpun data dan informasi konsumen, apabila masih diketahui menyimpan data dan informasi konsumen maka OJK Jakarta dapat memberikan sanksi tegas berupa Pencabutan Izin Usaha91.

Menurut penulis langkah OJK dalam menetapkan sanksi administratif kepada penyelenggara Fintech yang terdaftar/berizin di OJK, telah sesuai dengan wewenang OJK dalam pasal 9 huruf (g) Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dimana dalam pasal 9 huruf (g) dijelaskan bahwa OJK mempunyai wewenang menetapkan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Kemudian sanksi yang diberikan OJK kepada penyelenggara yang telah melanggar kewajiban untuk menerapkan prinsip dasar perlindungan pengguna terkait dengan kerahasiaan data dan keamanan data melalui perbuatan penyalahgunaan data dan informasi konsumen, menurut penulis telah sesuai dengan pasal 47 ayat (1) Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 tentang

91

Wawancara dengan konsultan peneliti Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan Jakarta pada 9 Desember 2019.

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnolgi Informasi yang berbunyi :

“Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:

a. peringatan tertulis;

b. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;

c. pembatasan kegiatan usaha; dan d. pencabutan izin.”

Menurut penulis, dalam hal pemberian sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha kepada penyelenggara yang melakukan penyalahgunaan data dan informasi konsumen tanpa didahului oleh surat peringatan tertulis juga telah sesuai dengan pasal 47 ayat (2) Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Tekhnologi Informasi yang berbunyi :

“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.”

Akan tetapi jika dilihat dari mekanisme penyelesaian yang dilakukan oleh OJK Jakarta terhadap aduan penyalahgunaan data pribadi dan informasi konsumen ini kurang sesuai pelayanan pengaduan konsumen yang diatur dalam pasal 29 huruf (c) Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan berbunyi :

“Memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”

Menurut pasal 42 Peraturan OJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan yang dilaksanakan oleh OJK merupakan upaya untuk mempertemukan Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepekatan penyelesaian.

Menurut Penulis, dalam penyelesaian pegaduan konsumen Fintech saat ini untuk mempertemukan konsumen dan pelaku usaha secara langsung merupakan sesuatu hal yang cukup sulit, dikarenakan keterbatasan jarak dan waktu, layanan jasa keuangan tidak seperti lembaga jasa keungan lainnya yang memiliki kantor di setiap daerah serta domisili tempat tinggal konsumen biasanya satu wilayah dengan domisili kantor Pelaku Usaha. Tetapi dalam layanan Fintech sangat mungkin terjadi letak pelaku usaha dan konsumen sangat berjauhan, misalnya pihak pelaku usaha memiliki kantor di Jakarta dan konsumen berada di Nusa Tenggara Barat, dan menurut pendapat penulis hal inilah salah satu faktor yang membuat penyelesaian Fintech masih belum sempurna.

Ketika OJK memberikan penyelesaian terkait dengan pengaduan konsumen mengenai penyalahgunaan data dan informasi, sebelum aduan tersebut diselesaikan di Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang bersangkutan,

menjadikan hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 41 huruf (c) Peraturan OJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang berbunyi :

Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan Konsumen oleh Otoritas Jasa Keuangan dilakukan terhadap pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan harus memenuhi persyaratan :

(c) Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan namun Konsumen tidak dapat menerima penyelesaian tersebut atau telah melewati batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini;

Penyelesaian yang dilakukan oleh OJK tanpa diselesaikan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang bersangkutan terlebih dahulu menurut penulis juga tidak sesuai dengan pasal 2 Peraturan OJK No.1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berbunyi :

(1) Pengaduan wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh Lembaga Jasa Keuangan.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsumen dan Lembaga Jasa Keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu melalui Lembaga Alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan Oleh OJK, Setiap Sektor Jasa Keuangan sedikitnya mempunyai layanan penyelesaian sengketa berupa: Mediasi, Arbitrase dan Ajudikasi. Saat ini masih terdapat 6 sektor jasa keuangan yang memiliki LAPS yaitu Perasuransian, Pasar Modal, Dana Pensiun, Perbankan, Penjaminan, Pembiayaan dan Pergadaian.

Sampai saat ini penyelesaian pengaduan terkait permasalahan Fintech belum sepenuhnya sempurna, karena layanan Financal Technology belum memiliki Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sampai saat ini, sehingga berpengaruh terhadap mekanisme penyelesaian pengaduan yang belum jelas, akan tetapi saat ini OJK tengah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk Layanan Financial Technology dan diharapkan selesai pada tahun 2020, sehingga pengaduan dari konsumen akan terselesaikan dengan cepat.92

Menurut penulis harus terdapat perbedaan dalam penyelesaian pengaduan pada layanan Fintech karena sistem transaksinya berbasis Technology Informasi, sehingga sangat mungkin lokasi antara Penyelenggara dengan Konsumen berjauhan, misalnya lokasi Pelaku Usaha berada di Jakarta dan Konsumen berada di Sumatera, melihat factor seperti itu kecil kemungkinan untuk dilakukan mediasi mengingat keterbatasan waktu,biaya dan jarak antara keduanya.

Menurut pendapat penulis, meskipun penyelesaian permasalahan Fintech masih belum sempurna atau sesuai dengan peraturan yang berlaku, langkah OJK untuk menyelesaikan pengaduan tanpa harus melalui pelaku usaha jasa terlebih dahulu harus tetap dihargai, karena hal itu merupakan bentuk dari upaya OJK untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Hal ini

92

Wawancara dengan konsultan peneliti Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan Jakarta pada 9 Desember 2019.

sesuai dengan tujuan dibentuknya ojk dalam pasal 4 huruf (c) Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi :

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b.mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

berkelanjutan dan stabil; dan

c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Uraian diatas mengenai upaya tekhnis yang dilakukan OJK terkait dengan penyelesaian sengketa antara konsumen dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan, namun perlu diperhatikan, upaya tersebut hanya dapat dilakukan kepada konsumen yang menggunakan layanan Fintech terdaftar/berizin di OJK, mengenai pengaduan konsumen terkait penyalahgunaan data dan informasi yang disalahgunakan oleh layanan Peer to Peer Lending Ilegal Pihak Otortitas Jasa Keuangan tidak bisa menyelesaikannya secara langsung, hal tersebut dikarenakan OJK tidak memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan serta pengaturan terhadap perusahaan Fintech yang tidak terdaftar/illegal.

Mengenai pengaduan dari konsumen kepada OJK terkait dengan penyalahgunaan data dan informasi yang dilakukan oleh Fintech Ilegal akan diproses melalui Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari beberapa intansi yaitu OJK, KOMINFO, Kepolisian, Google Indonesia, kemudian jika setelah ditelusuri oleh KOMINFO ternyata benar aplikasi tersebut tidak terdaftar di OJK, maka selanjutnya upaya yang dapat dilakukan satu-satunya hanya melakukan blokir terhadap aplikasi Fintech Ilegal, sampai dengan akhir 2019

Satgas Waspada Investasi telah berhasil melakukan penutupan atau blokir kepada 1.773 penyelenggara Fintech Ilegal. Secara rutin Satgas Waspada Investasi terus menerus melakukan penelusuran terhadap keberadaan Fintech Ilegal, namun SWI juga mengharapkan peran dari masyarakat untuk membantu menghilangkan Fintech illegal dengan cara melaporkan kepada OJK atau SWI ketika menemukan adanya Fintech Lending Ilegal.

Meskipun Fintech ilegal keberadaannya menjadi target oleh Satgas Waspada Investasi untuk diblokir, hal tersebut bukanlah menjadi alasan bagi konsumen untuk tidak melakukan kewajibannya membayar pinjaman yang telah diterima dari aplikasi Fintech ilegal tersebut, akan tetapi bagi penerima pinjaman dari aplikasi Fintech Ilegal yang telah diblokir dan pinjaman tersebut belum lunas, pihak konsumen disarankan menunggu penagihan yang dilakukan oleh pihak perusahaan, hal yang perlu diperhatikan dalam penagihan tersebut adalah nomor rekening yang dituju untuk melakukan pembayaran. Rekening yang diberikan untuk melakukan pembayaran tersebut harus atas nama perusahaan bukan atas nama perorangan, hal ini untuk meminimalisir adanya penipuan93.

Menurut Penulis, upaya OJK dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha, baik itu dalam hal pemberian sanksi seperti Denda, Pembatasan Kegiatan Usaha, Peringatan Tertulis dan,

93 Wawancara dengan Staff Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Surabaya, pada 09 Januari 2020.

Pencabutan Izin Usaha telah sesuai dengan teori perlindungan hukum represif, dimana menurut Philipus M.Hadjon perlindungan represiv bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa.

Dari paparan diatas mengani upaya penyelesaian yang dilakukan OJK ketika terjadi penyalahgunaan data dan informasi konsumen oleh layanan Fintech, terdapat perbedaan proses penyelesaian yang dilakukan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Fintech yang terdaftar/ berizin dengan Fintech Ilegal, perbedaan tersebut antara lain :

Tabel 3 :

Perbedaan Penyelesaian Permasalahan Fintech Terdaftar/Berizin Dengan

Fintech Ilegal FINTECH