• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Penyelesaian Kredit Macet

2. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Hukum

Penyelamatan kredit seperti yang di atas merupakan suatu kelaziman. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga kualitas kredit.

Selain penyelesaian melalui administratif, adapun praktik penyelesaian kredit macet dilakukan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum, diantaranya yaitu 148

a. Melalui mediasi perbankan atau arbitrase; :

146

Hasil wawancara dengan informan yaitu Pegawai Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai (Junior Account Officer 2) pada tanggal 23 Juni 2014.

147

Muhamad Djumhana, Op.Cit., hlm. 431.

148

b. Melalui panitia urusan piutang negara dan badan urusan piutang dan lelang negara (PUPN/BUPLN);

c. Melalui badan peradilan;

Tujuan penyelesaian kredit melalui lembaga hukum adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan. Penyelesaian kredit macet melalui lembaga hukum dikatakan sebagai langkah terakhir dikarenakan memerlukan waktu yang relatif lama. Mengingat penyelesaian melalui badan peradilan memerlukan waktu yang relatif lama, maka penyelesaiannya dapat pula melalui lembaga-lembaga lain yang kompeten dalam membantu menyelesaikan kredit macet tersebut. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut dimaksudkan dapat mewakili kepentingan kreditur dan debitur dalam penanganan kredit macet.149

Penyelesaian kredit macet debitur dengan bank perlu diupayakan secara sederhana dan cepat melalui mediasi perbankan. Mediasi perbankan merupakan proses penyelesaian sengketa antara debitur dengan kreditur yang difasilitasi oleh Bank Indonesia untuk mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan.

a. Penyelesaian Melalui Mediasi Perbankan atau Arbitrase

150

Terlibatnya Bank Indonesia dalam mediasi perbankan adalah sebagai penengah yang mengkaji ulang sengketa yang terjadi secara mendasar sehingga diharapkan diperoleh kesepakatan antara nasabah dengan bank. Bantuan yang diberikan oleh

149 Hermansyah, Op.Cit., hlm. 77. 150 pada tanggal 16 Juli 2014.

Bank Indonesia terhadap sengketa yang dialami oleh debitur dan kreditur adalah dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar dan memotivasi kedua belah pihak agar dapat mencapai kesepakatan.151

Tahun 2008 Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Mediasi Perbankan, yang menghapus ketentuan pasal 3 ayat 2 yang mengatur batas waktu pembentukan lembaga mediasi perbankan. Sehingga sampai dengan saat ini fungsi mediasi perbankan masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankannya. Dalam perkembangannya, Januari 2014 Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di

Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Pasal 3 ayat 1 dan 2 dari peraturan mediasi perbankan tersebut memandatkan pembentukan lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2007. Walaupun demikian, pasal 3 ayat 4 menyatakan bahwa “sepanjang lembaga mediasi perbankan independen belum dibentuk, fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia”. Akan tetapi, sampai pada tahun 2008 lembaga mediasi perbankan independen yang diamanatkan peraturan mediasi perbankan belum juga terbentuk. Hal ini memaksa Bank Indonesia untuk mengamandemen peraturan mediasi perbankan tersebut.

151

Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaiakan Sengketa Di Luar Pengadilan, (Jakarta : Visimedia, 2011), hlm. 131.

Sektor Jasa Keuangan, yang mengamanatkan pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor perbankan yang salah satunya adalah untuk melayani mediasi perbankan.

Penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank melibatkan pihak ketiga yakni mediator. Mediator adalah pihak yang tidak memihak dalam membantu pelaksanaan mediasi.152 Mediator hanyalah membantu mencari jalan keluar, agar para pihak bersedia duduk bersama menyelesaikan sengketa yang mereka alami.153

Terdapat lima prinsip atau filosofi yang merupakan kerangka kerja yang harus diketahui oleh mediator, yaitu154

1) Kerahasiaan adalah segala sesuatu yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak yang tidak boleh disiarkan kepada publik;

:

2) Sukarela adalah prinsip yang dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka, apabila mereka datang ketempat perundingan atas pilihan mereka sendiri;

3) Pemberdayaan adalah prinsip yang didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang untuk bermediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang diinginkan;

4) Netralitas adalah seorang mediator tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri yang memutuskan salah satu pihak atau benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak;

5) Solusi yang unik adalah bahwasanya solusi yang dihasilkan dari proses mediasi dapat dihasilkan dari proses kreativitas.

152

Lihat pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.

153

Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 15.

154

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 29.

Proses Mediasi berakhir dalam hal sebagai berikut155 1) Tercapainya kesepakatan;

:

2) Berakhirnya jangka waktu mediasi;

3) Terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi; 4) Nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau 5) Salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi.

Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu akta kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Yang dimaksud dengan bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan. Yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik.156

Penyelesaian kredit macet melalui arbitrase adalah dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian melalui arbitrase ini bisa dijalankan apabila dalam perjanjian kredit dimuat klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase yang dibuat para pihak setelah timbulnya kredit macet tersebut.157 Di dalam perjanjian kredit, debitur dan kreditur dapat menuangkan klausula arbitrase yang berisi bahwa jika terjadi sengketa antara kedua belah pihak (misalnya kredit macet), maka mereka akan menyelesaikan persoalannya melalui arbitrase.158

155

Surat Edaran Nomor 15/28/DPNP Tahun 2013 Kepada Semua Bank dan Nasabah Bank di Indonesia Perihal Mediasi Perbankan.

156

Ibid.

157

Budi Untung, Loc.Cit.

158

Adapun keuntungan dari penggunaan lembaga arbitrase dalam penyelesaian kredit macet telah dikemukakan oleh Sutan Remy Syahdeni, yaitu159

1) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase jauh lebih cepat bila dibandingkan penyelesaian melalui pengadilan;

:

2) Suatu putusan arbitrase tidak bisa diperjanjikan dalam klausula arbitrase sebagai putusan dalam tingkat pertama dan terakhir sehingga menambah cepatnya penyelesaian melalui arbitrase;

3) Putusan arbitrase tidak bisa dimintakan kasasi maupun peninjauan kembali. Bahkan upaya hukum ini tidak mungkin ditempuh sekalipun para pihak telah memperjanjikan demikian (pasal 642 RV);

4) Bila sengketa perkreditan diperjanjikan untuk diselesaikan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia, maka dimungkinkan bagi para pihak untuk menunjuk salah seorang arbiter itu dari pihaknya sehingga akan dapat membela kepentingan dalam majelis arbiter tersebut;

5) Dengan adanya peluang untuk menunjuk arbiter dari pihak sendiri (misalnya ahli perbankan), maka diharapkan keputusan yang diambil akan benar-benar adil karena diputuskan dengan memperhatikan seluk-beluk teknis perbankan yang pada umumnya tidak dikuasai oleh hakim pengadilan;

6) Semua pemeriksaan dalam sidang arbitrase dan putusannya dilaksanakan dengan pintu tertutup. Hal ini menguntungkan bagi para pihak yang ingin menghindari publikasi;

7) Putusan arbitrase dieksekusi seperti putusan hakim menurut cara-cara yang biasa bagi suatu pelaksanaan putusan.

b. Penyelesaian Melalui Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

Panitia urusan piutang negara dan badan urusan piutang dan lelang negara adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah khusus untuk menyelesaikan utang kepada negara atau utang kepada badan-badan, baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai negara. Tujuan utama dibentuknya lembaga ini adalah untuk mempercepat,

159

mempersingkat dan mengefektifkan penagihan piutang negara.160 Cara ini dilakukan untuk kredit macet yang terjadi di bank milik negara.161

Panitia urusan piutang negara dalam melaksanakan tugasnya berpedoman kepada ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Di dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas162

1) Membahas pengurusan piutang negara yakni utang kepada negara yang harus dibayar kepada instansi-instansi pemerintah atau Badan-badan usaha negara yang modal atau kekayaannya sebagian atau seluruhnya milik negara baik di pusat maupun di daerah;

:

2) Melakukan pengawasan terhadap utang-utang, kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh instansi-instansi pemerintah atau badan-badan usaha negara baik di pusat maupun di daerah.

Mekanisme penyelesian piutang negara melalui lembaga ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu163

1) Setelah dirundingkan oleh panitia dengan penanggung utang dan diperoleh kata sepakat tentang jumlah utangnya yang masih harus dibayar, termasuk bunga utang, denda, serta biaya-biaya yang bersangkutan dengan piutang ini, maka oleh ketua panitia dan penanggung utang atau penjamin utang dibuat suatu pernyataan

:

160

Hermansyah, Loc.Cit.

161

Budi Untung, Op.Cit., hlm. 137.

162

Muhamad Djumhana, Op.Cit., hlm. 434.

163

bersama yang memuat jumlah tersebut dan memuat kewajiban penanggung utang untuk melunasinya;

2) Pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap;

3) Pelaksanaan dilakukan oleh ketua panitia dengan suatu surat paksa, melalui cara penyitaan, pelelangan barang-barang kekayaan penanggung utang atau penjamin utang dan penyanderaan terhadap penanggung utang dan pernyataan lunas piutang negara.

c. Penyelesaian Melalui Badan Peradilan

Penyelesaian kredit macet bisa juga dilakukan melalui badan peradilan. Apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka kreditur bisa mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan yang dapat menyelesaikan kredit macet ini adalah badan peradilan umum melalui gugatan perdata dan peradilan niaga melalui gugatan kepailitan.164

Apabila sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang kemudian kekuatan hukum untuk dilaksanakan tetapi debitur tetap tidak melunasi utangnya, maka pelaksanaan keputusan tersebut dilaksanakan atas dasar perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri tersebut dilakukan penyitaan harta kekayaan debitur, untuk

164

kemudian dilelang dengan perantaraan kantor lelang. Dari hasil pelelangan itu kreditur memperoleh pembayaran utangnya.165

Dokumen terkait