PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA
DAN HAMBATANNYA PADA
PT BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI
TESIS
Oleh
NOVRILANIMISY 127005050 / HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA
DAN HAMBATANNYA PADA
PT BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
TESIS
Oleh
NOVRILANIMISY 127005050 / HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
JUDUL TESIS : PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET
BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA
DAN HAMBATANNYA PADA PT BANK RAKYAT
INDONESIA CABANG BINJAI
NAMA : Novrilanimisy
NIM : 127005050
PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Ketua
(Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S)
(Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum)
Anggota Anggota
(Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum)
Ketua Program Studi Dekan
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum
ABSTRAK
Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yaitu salah satunya dengan memberikan kredit. Nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Akibatnya menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai memiliki cara untuk menyelamatkan kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kredit yang bertujuan memberikan kesempatan dalam rangka perbaikan kredit kepada debitur. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik perbankan; 2. Apakah ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi; 3. Apakah hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan, menginventarisir dan menganalisis teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan studi dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library research) yang berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini juga didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan.
kemudian, penjualan agunan dan kombinasi dari alternatif tersebut. Ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak dilakukan restrukturisasi adalah debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit dan debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Hambatan yang dihadapi dalam proses restrukturisasi kredit di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai diantaranya debitur sulit untuk diajak bekerjasama, tidak adanya keterbukaan debitur pada saat dilakukan negosiasi, bank mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap debitur karena sikap debitur yang tidak kooperatif, isi putusan restrukturisasi tidak dijalankan sesuai dengan kesepakatan, restrukturisasi kredit tidak didukung dengan informasi mengenai dokumen yang lengkap tentang usaha debitur serta bank mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap usaha debitur secara langsung.
Sebaiknya terdapat sinkronisasi peraturan mengenai restrukturisasi kredit antara peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan peraturan internal yang dibuat oleh Bank Rakyat Indonesia. Melakukan penilaian dengan baik dan tepat untuk melihat ukuran menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi. Serta meningkatkan pengawasan terhadap usaha maupun kondisi keuangan debitur serta melakukan pendekatan terhadap debitur yang tidak kooperatif agar nantinya pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat berjalan dengan baik.
ABSTRACT
A Bank plays an important role in people’s life because banking institution, especially a commercial bank, becomes the essence of each country’s financial system. Banking system is functioned as the support for human needs through credit system. Unfortunately, not all debtors can pay off the debt to the Bank on time; consequently, there will be non-performing credit. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai has its own way how to handle non-performing credit; that is, by credit restructuring in order to give an opportunity to debtors to improve their performance. The problems discussed in the research were as follows: 1. how about the arrangement of the restructuring of non-performing credit in banking system, 2. what parameter was used to determine which non-performing credit that could be restructured, and 3. whether there were obstacles in the restructuring process of non-performing credit in Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.
The research used judicial normative method which referred to legal norms in legal provisions and in court’s verdicts. Its nature was descriptive analytic which was aimed to describe, inventory, and analyze the theories and regulations related to the subject matter of the research. The data consisted of secondary data, supported by primary data. The data were gathered by conducting interviews with informants and documentation study through library research.
Bank Indonesia through the Regulation of Bank Indonesia No.
14/15/PBI/2012 on the Assessment on the Asset Quality of Commercial Bank, issued
the guidelines for the procedure of handling non-performing credit through credit restructuring. Credit restructuring is an attempt of a Bank to handle debtors who get difficulty in paying off their debts by decreasing interest rate, extending credit term, reducing the arrears of bank interest, reducing bank main arrears, increasing credit
facility, and/or conversing credit to temporary equity. Bank Rakyat Indonesia also
It is recommended that there should be synchronization about credit restructuring between the Regulation of Bank Indonesia and the internal regulation of Bank Rakyat Indonesia. Assessment should be done well and correctly in determining the parameter for non-performing credit which is feasible to be restructured. Supervision on debtors’ businesses and financial condition should be increased and approach to non-cooperative debtors should be carried out so that the implementation of credit restructuring can run smoothly.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Adapun judul
tesis ini adalah “Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Hukum (MH)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan
dorongan baik berupa masukan ataupun saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
selesai. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara
khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku
Pembimbing utama penulis, Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku
Pembimbing II penulis, dan Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku
Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan
arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Kemudian juga kepada Dosen Penguji yang terhormat Bapak Prof. Dr.
Suhaidi, S.H., M.H., dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., yang telah
berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini
sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga
Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSC, (CTM), DTM & H. Sp. A (K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini.
3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Magister Ilmu
Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini.
4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan
membimbing penulis.
5. Para pegawai pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal
Penulis juga turut mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Ayahanda Bapak Karno dan Ibunda Sariany Br. Bangun yang telah melahirkan,
mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulis
tesis ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan,
kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak.
Medan, Agustus 2014
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Novrilanimisy
Tempat/ Tgl. Lahir : Binjai/ 21 April 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jalan Letjen Jamin Ginting No. 30 Binjai
Pendidikan : Sekolah Dasar Ahmad Yani Binjai
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Binjai
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Binjai
Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Tamat Tahun 2012
Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat
Tahun 2014
Nama Orang Tua Laki-Laki : Karno
Nama Orang Tua Perempuan : Sariany Br Bangun
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teoretis dan Kerangka Konseptual ... 14
1. Kerangka Teoretis ... 14
2. Kerangka Konseptual ... 19
G. Metode Penelitian ... 20
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 20
2. Sumber Data ... 21
3. Teknik Pengumpulan Data ... 22
4. Analisis Data ... 23
BAB.II PENGATURAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET DALAM PRAKTIK PERBANKAN A. Hukum Perbankan di Indonesia ... 24
1. Pengertian Hukum Perbankan Indonesia ... 24
2. Sumber Hukum Perbankan Indonesia ... 25
3. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan ... 26
B. Kredit Dalam Perbankan ... 31
1. Pengertian Kredit ... 31
2. Jenis Kredit ... 33
3. Faktor Penilaian Kredit ... 36
4. Perjanjian Kredit ... 39
5. Jaminan Kredit ... 45
6. Kolektibilitas Kredit ... 50
C. Restrukturisasi Kredit ... 55
1. Pengertian Restrukturisasi Kredit ... 55
2. Alasan Restrukturisasi Kredit ... 57
D. Pengaturan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan Standar Operasional Perbankan ... 59
BAB.III UKURAN MENENTUKAN KREDIT MACET YANG LAYAK DILAKUKAN RESTRUKTURISASI A. Kredit Macet ... 72
1. Pengertian Kredit Macet ... 72
2. Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet ... 74
3. Akibat Terjadinya Kredit Macet ... 80
B. Penyelesaian Kredit Macet ... 82
1. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Administrasi Perkreditan ... 82
2. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Hukum ... 84
C. Perlindungan Hukum Debitur Yang Melakukan Restrukturisasi ... 92
BAB.IV HAMBATAN DALAM PROSES RESTRUKTURISASI KREDIT MACET DI BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BINJAI
A. Gambaran Umum PT Bank Rakyat Indonesia
Cabang Binjai ... 99
B. Proses Restruktursasi Kredit
Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai ... 107
C. Hambatan Dalam Proses Restrukturisasi Kredit
Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai ... 113
BAB.V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 117
B. Saran ... 119
ABSTRAK
Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yaitu salah satunya dengan memberikan kredit. Nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Akibatnya menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai memiliki cara untuk menyelamatkan kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kredit yang bertujuan memberikan kesempatan dalam rangka perbaikan kredit kepada debitur. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik perbankan; 2. Apakah ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi; 3. Apakah hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan, menginventarisir dan menganalisis teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan studi dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library research) yang berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini juga didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan.
kemudian, penjualan agunan dan kombinasi dari alternatif tersebut. Ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak dilakukan restrukturisasi adalah debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit dan debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Hambatan yang dihadapi dalam proses restrukturisasi kredit di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai diantaranya debitur sulit untuk diajak bekerjasama, tidak adanya keterbukaan debitur pada saat dilakukan negosiasi, bank mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap debitur karena sikap debitur yang tidak kooperatif, isi putusan restrukturisasi tidak dijalankan sesuai dengan kesepakatan, restrukturisasi kredit tidak didukung dengan informasi mengenai dokumen yang lengkap tentang usaha debitur serta bank mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap usaha debitur secara langsung.
Sebaiknya terdapat sinkronisasi peraturan mengenai restrukturisasi kredit antara peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan peraturan internal yang dibuat oleh Bank Rakyat Indonesia. Melakukan penilaian dengan baik dan tepat untuk melihat ukuran menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan restrukturisasi. Serta meningkatkan pengawasan terhadap usaha maupun kondisi keuangan debitur serta melakukan pendekatan terhadap debitur yang tidak kooperatif agar nantinya pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat berjalan dengan baik.
ABSTRACT
A Bank plays an important role in people’s life because banking institution, especially a commercial bank, becomes the essence of each country’s financial system. Banking system is functioned as the support for human needs through credit system. Unfortunately, not all debtors can pay off the debt to the Bank on time; consequently, there will be non-performing credit. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai has its own way how to handle non-performing credit; that is, by credit restructuring in order to give an opportunity to debtors to improve their performance. The problems discussed in the research were as follows: 1. how about the arrangement of the restructuring of non-performing credit in banking system, 2. what parameter was used to determine which non-performing credit that could be restructured, and 3. whether there were obstacles in the restructuring process of non-performing credit in Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.
The research used judicial normative method which referred to legal norms in legal provisions and in court’s verdicts. Its nature was descriptive analytic which was aimed to describe, inventory, and analyze the theories and regulations related to the subject matter of the research. The data consisted of secondary data, supported by primary data. The data were gathered by conducting interviews with informants and documentation study through library research.
Bank Indonesia through the Regulation of Bank Indonesia No.
14/15/PBI/2012 on the Assessment on the Asset Quality of Commercial Bank, issued
the guidelines for the procedure of handling non-performing credit through credit restructuring. Credit restructuring is an attempt of a Bank to handle debtors who get difficulty in paying off their debts by decreasing interest rate, extending credit term, reducing the arrears of bank interest, reducing bank main arrears, increasing credit
facility, and/or conversing credit to temporary equity. Bank Rakyat Indonesia also
It is recommended that there should be synchronization about credit restructuring between the Regulation of Bank Indonesia and the internal regulation of Bank Rakyat Indonesia. Assessment should be done well and correctly in determining the parameter for non-performing credit which is feasible to be restructured. Supervision on debtors’ businesses and financial condition should be increased and approach to non-cooperative debtors should be carried out so that the implementation of credit restructuring can run smoothly.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup
penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari
sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi
tempat bagi perusahaan-perusahaan, lembaga pemerintah, swasta maupun perorangan
menyimpan dananya dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkan melalui perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani
kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua
sektor perekonomian.1
Kegiatan operasional bank, baik dalam usaha menghimpun dana dari
masyarakat maupun mengelola dana, menanam kembali dana tersebut kepada
masyarakat, sampai dana tersebut kembali lagi ke bank, senantiasa terkait dengan
ketentuan hukum. Oleh karena itu, dengan semakin meningkat dan berkembangnya
kegiatan usaha perbankan, peranan bidang hukum dalam mendukung keberhasilan
itupun semakin dirasakan penting.
2
1
Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : STIE Perbanas-Gramedia, 1988), hlm.11.
2
Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
memberikan pengertian tentang Bank yaitu “Badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.” Bank merupakan salah satu sumber penyedia dana yang
diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat atau perorangan dan badan
usaha guna memenuhi kebutuhan konsumsi atau untuk meningkatkan produksi.3
Pada prinsipnya bank merupakan suatu lembaga perantara keuangan
(financial intermediary), di samping kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat,
bank tersebut juga mempunyai kegiatan berupa penarikan dana dari masyarakat. Jadi
dana yang ditarik dari masyarakat tersebut kemudian disalurkan kembali kepada
masyarakat. Oleh karena itu bank memperoleh keuntungan diantara kegiatan
penyaluran dana dan penarikan dana tersebut.
4
Pemberian kredit merupakan salah
satu kegiatan usaha bank dalam rangka mengelola dana yang dikuasainya agar
produktif dan memberikan keuntungan.5
3
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : CV. Alfabeta, 2003), hlm. 1.
4
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 9.
5
Kehidupan perekonomian manusia pada saat ini erat kaitannya dengan dunia
perbankan. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup
manusia dengan cara menjalankan usaha bank yaitu salah satunya dengan
memberikan kredit.6
Mengapa seseorang memerlukan kredit ? Karena manusia selalu berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia yang beraneka ragam sesuai
dengan harkatnya selalu meningkat, sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu
yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan
untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya. Dalam hal manusia berusaha, maka untuk
meningkatkan usahanya, manusia memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan.
Bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal inilah yang sering disebut dengan
kredit.7
Kredit sesuai dengan kata aslinya credo, berarti kepercayaan. Jika bank
memberikan kredit kepada para nasabahnya, berarti bank memberikan kepercayaan
kepada nasabah tersebut. Untuk mendukung kepercayaan tersebut diperlukan
beberapa faktor dalam penilaian kredit, sedangkan untuk menganalisis kepercayaan
itu diperlukan beberapa prinsip dalam pemberian kredit.8
6
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Simpanan, Jasa & Kredit), (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 8.
7
Thomas Suyatno, H.A.Chalik, Made Sukada, C.Tinon Yunianti, dan Djuhaepah T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 13.
8
Kredit dalam kehidupan perekonomian dan juga dalam perdagangan
mempunyai fungsi sebagai berikut9
1. Meningkatkan daya guna uang; :
2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang; 4. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi; 5. Meningkatkan kegairahan berusaha; 6. Meningkatkan pemerataan pendapatan; 7. Meningkatkan hubungan internasional.
Kredit menguntungkan bagi kedua pihak yaitu debitur dan kreditur. Sebagai
peminjam kredit, debitur dapat memenuhi kebutuhannya, dan sebagai pemberi kredit
akan menerima bunga kredit. Namun, hal itu terjadi apabila kredit dalam keadaan
lancar-lancar saja. Kredit juga bisa menjadi bermasalah, kredit bermasalah tidak
muncul begitu saja. Selalu ada indikasi awal atau tanda-tanda. Salah satu alasan
debitur tidak mau membayar kredit adalah karena debitur tidak mempunyai itikad
baik. Itulah sebabnya bank harus berhati-hati dalam memberikan kredit. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit.
Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit dapat digolongkan menjadi10
1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang diperjanjikan;
:
2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya di mana jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah debitur;
3. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan nasabah debitur berupa uang dan bunga atau imbalan;
9
Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta : Andi, 2000), hlm. 4.
10
4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah debitur, maka diadakan pengikatan jaminan atau agunan.
Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat
mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada
kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat
mengembalikan kredit kepada bank yang telah memberi pinjaman. Akibat nasabah
tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan perjalanan kredit terhenti
atau macet. Kredit macet adalah “suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak
mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya”.11
Kredit macet dalam dunia perbankan merupakan penyakit berbahaya yang
dapat membuat lumpuhnya suatu bank. Masalah kredit macet tidak saja akan
merugikan para pemilik saham bank tersebut, tetapi juga akan merugikan para
pemilik dana, yang sebagian besar adalah anggota masyarakat.
Untuk mencegah
terjadinya kredit macet, bank wajib melakukan pengelolaan kredit sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan kredit oleh bank yaitu
dengan melakukan upaya-upaya preventif agar kredit tidak menjadi bermasalah.
12
11
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 92.
12
As.Mahmoeddin, Op.Cit., hlm. 12.
Kredit yang
bersumber dari dana masyarakat harus disalurkan dengan memperhatikan prinsip
kehati-hatian dan aspek-aspek pemberian kredit yang sehat untuk menghindari risiko
dan mengganggu stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan perkataan lain kemacetan
kredit akan membawa pengaruh terhadap kesinambungan pembangunan nasional
yang sedang dilaksanakan karena sebagian dana mengendap dalam kredit macet.13
Terjadinya kredit macet selain berasal dari nasabah, dapat juga berasal dari
pihak bank. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang
berasal dari nasabah, yaitu nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya. Bank
juga dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya kredit macet, karena bank tidak
terlepas dari kelemahan yang dimilikinya. Salah satu kelemahan dari pihak bank
seperti kualitas pejabat bank yang kurang baik.14
1. Prinsip Kepercayaan yaitu pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur
selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa
kredit yang diberikannya bermanfaat sesuai dengan peruntukannya, dan terutama
sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang
kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Dalam memberikan kredit kepada nasabah, pejabat bank diwajibkan
melaksanakan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Prinsip-prinsip perbankan
tersebut diantaranya :
15
2. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle) yaitu bank dalam menjalankan
kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus
13
Yusuf Shopie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 34.
14
Ibid., hlm.94.
15
selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinisp ini antara lain
diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik
terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.16
3. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) yaitu prinsip yang
diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan
transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.17
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pejabat bank bertindak
menyimpang dari prinsip-prinsip perbankan tersebut seperti misalnya kualitas pejabat
bank, persaingan antar bank, hubungan ke dalam, dan pengawasan.18 Bank harus
mampu menganalisis dan memprediksi suatu permohonan kredit untuk dapat
meminimalkan risiko yang terkandung di dalam penyaluran kredit tersebut. Informasi
tentang calon debitur merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat risiko
yang akan dihadapi bank.19
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan panduan agar
bank dalam melaksanakan kegiatan pemberian kredit senantiasa mendasarkan pada
keyakinan bahwa debitur mampu mengembalikan kredit yang diperolehnya pada
16
Ibid.
17
Z. Dunil, Kamus Istilah Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 115.
18
Yusuf Shopie, Op.Cit., hlm. 94.
19
waktu yang telah diperjanjikan (kredit yang diberikan terjamin pengembaliannya).20
Penyelamatan kredit bermasalah merupakan suatu langkah penyelesaian kredit
bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dengan debitur. Perundingan
yang dimaksud adalah dengan restrukturisasi kredit.
Pemberian kredit senantiasa dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian
untuk menghindari kredit bermasalah, akan tetapi dalam kenyataannya tidak ada bank
tanpa kredit bermasalah.
21
Di dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang
dimaksud dengan restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan bank dalam kegiatan
perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui22
1. Penurunan suku bunga kredit;
:
2. Perpanjangan jangka waktu kredit; 3. Pengurangan tunggakan bunga kredit; 4. Pengurangan tunggakan pokok kredit; 5. Penambahan fasilitas kredit; dan/atau
6. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Bank memiliki berbagai cara untuk menyelamatkan kredit macet. Oleh karena
itu, penilaian karakter debitur harus menjadi prioritas dan wajib dilakukan dengan
seksama dan sedini mungkin yaitu sejak debitur memulai langkah pertama untuk
mendapatkan pinjaman.23
20
Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta : Institur Bankir Indonesia, 2002), hlm. 1.
21
Hermansyah, Op.Cit., hlm. 76.
22
Lihat Pasal 1 ayat 26 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
23
Restrukturisasi kredit macet dilaksanakan di Bank Rakyat Indonesia Cabang
Binjai. Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai pada awalnya melihat adanya prospek
usaha yang baik bagi debitur, oleh karena itu pihak bank memberikan kesempatan
yang bertujuan dalam rangka perbaikan kredit yaitu dengan melakukan restrukturisasi
(penyelamatan) agar debitur dapat digolongkan kembali ke dalam kualitas kredit
lancar. Debitur yang telah direstrukturisasi pada periode Januari 2013 sampai dengan
Maret 2014 adalah sebanyak 19 debitur dengan nominal dana diperkirakan sebesar
Rp. 6.000.000.000,00 (Enam Milyar Rupiah).24
24
Hasil wawancara dengan informan yaitu Pegawai Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai (Junior Account Officer 2) pada tanggal 10 April 2014.
Apabila kredit macet tidak ditangani secara tuntas, dikhawatirkan dapat
menjadi salah satu penghambat pertumbuhan kredit perbankan. Restrukturisasi
dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit macet dan kerugian keuangan yang lebih
besar.
Akan tetapi dalam pelaksanaan proses restrukturisasi tidak dapat berjalan
lancar. Terdapat hambatan-hambatan yang terjadi dalam melaksanakan restrukturisasi
kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai diantaranya seperti debitur
tidak memiliki prospek usaha dan debitur tidak kooperatif dalam memenuhi
kewajiban kreditnya.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, akan dikaji mengenai Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan
B. Permasalahan
Permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini
berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik
perbankan?
2. Apakah ukuran untuk menentukan kredit macet yang layak untuk dilakukan
restrukturisasi?
3. Apakah hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet di Bank
Rakyat Indonesia Cabang Binjai?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang restrukturisasi kredit macet dalam praktik
perbankan.
2. Untuk mengetahui ukuran dalam menentukan kredit macet yang layak dilakukan
restrukturisasi.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam proses restrukturisasi kredit macet
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan praktis. Atas dasar tujuan
tersebut, penelitian hukum positif “Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Binjai” akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran pada ilmu hukum, khususnya dalam hukum bisnis, lebih khusus lagi dalam
hukum perbankan dan memberikan tambahan wawasan kepada kalangan yang
berminat pada hukum bisnis dan pihak-pihak serta lembaga-lembaga yang terkait.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi bank,
dalam hal penanganan kredit macet dengan kebijakan dalam pengambilan keputusan
dalam melakukan proses restrukturisasi. Penelitian ini juga berguna bagi penulis
sebagai wadah mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teori yang telah dipelajari
selama kuliah, serta semakin menambah wawasan dan pengetahuan tentang
restrukturisasi kredit macet.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di
lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ada beberapa penelitian yang
1. Patar Hutasoit, 2000, Magister Ilmu Hukum, Restrukturisasi Kredit Ritel (Studi
Kasus Di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan Baru), dengan rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Apa tugas dan kewenangan Bank Rakyat Indonesia dalam pemberian kredit
ritel kepada pengusaha kecil dan menengah di kota medan?
b. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah?
c. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam menyelamatkan kredit bermasalah,
dan bagaimana upaya penyelamatan kredit tersebut ditinjau dari hukum yang
berlaku?
2. Yuanita Harahap, 2004, Magister Ilmu Hukum, Analisis Hukum Mengenai
Restrukturisai Utang PT Terbuka pada Proses Perdamaian Menurut
Undang-Undang Kepailitan, dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaturan restrukturisasi dalam hukum kepailitan di Indonesia?
b. Bagaimana pengaturan restrukturisasi utang PT Terbuka di Indonesia?
c. Bagaimanakah pelaksanaan restrukturisasi utang PT Terbuka melalui proses
perdamaian?
3. Lindia Halim, 2005, Magister Kenotariatan, Restrukturisasi Utang Untuk
Mencegah Kepailitan, dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaturan restrukturisasi utang dalam Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang?
c. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi utang dalam perbankan dan dunia
usaha di Indonesia?
4. Sri Murtini, 2009, Magister Ilmu Hukum, Analisis Yuridis Peraturan Bank
Indonesia No.13/09/2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank
Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah (UUS), dengan rumusan masalah sebagai
berikut :
a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Bank Indonesia mengeluarkan
kebijakan restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha
syari’ah?
b. Bagaimana bentuk restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit
usaha syari’ah berdasarkan ketentuan PBI No.13/9/PBI/2011?
c. Prinsip-prinsip apakah yang terkandung dalam restrukturisasi pembiayaan
perbankan syari’ah dan unit usaha syari’ah menurut ketentuan PBI
No.13/9/PBI/2011?
Penelitian ini menitikberatkan pembahasan mengenai Pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan
Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai. Dengan demikian
F. Kerangka Teoretis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoretis
Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan,
yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki
menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur, beberapa
ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun
sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan), juga simbolis.25
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kemanfaatan
(Utilitarisme). Utilitarisme dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Bagi
Jeremy Bentham, hukum barulah dapat diakui sebagai hukum, jika memberikan
kemanfaatan yang sebesar-besarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang. Prinsip ini
dikemukakan oleh Bentham dalam karyanya Introduction to the Principles of Morals
and Legislation (1789), yang bunyinya adalah the greatest happiness of the greatest
number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang).26
Bahwa tujuan perundang-undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi
masyarakat. Oleh karena itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai
empat tujuan, yaitu27
1. Untuk memberi nafkah hidup (to provide subsistence); :
2. Untuk memberikan makanan yang berlimpah (to provide abundance);
25
HR. Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hlm. 21.
26
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 76.
27
3. Untuk memberikan perlindungan (to provide security);
4. Untuk mencapai persamaan (to attain equality).
Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut
teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu atau dua orang melainkan masyarakat secara
keseluruhan.28 Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness), yang
tidak mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung
kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagiaan kepada
manusia atau tidak.29
Bahwa dengan memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk
mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Atas
dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan
kebahagiaan atau tidak. Demikian juga terhadap perundang-undangan, baik buruknya
ditentukan pula oleh ukuran tersebut di atas. Bahwa undang-undang yang banyak
memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai
undang-undang yang baik.30
Bentham menemukan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan
melihat apakah suatu kebijaksanaan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau
hasil yang berguna atau sebaliknya yaitu kerugian bagi orang-orang yang terkait.
28
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2010), hlm. 66.
29
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 179.
30
Menepati janji, berkata benar, atau menghormati milik orang adalah baik karena hasil
baik yang dicapai dengannya, bukan karena suatu sifat intern dari
perbuatan-perbuatan tersebut. Sedangkan, mengingkari janji, berbohong atau mencuri adalah
perbuatan buruk karena akibat buruk yang dibawakannya, bukan karena suatu sifat
dari perbuatan-perbuatan itu. Utilitarisme dapat memberi tempat juga kepada
kewajiban, tetapi hanya dalam arti bahwa manusia harus menghasilkan kebaikan dan
bukan keburukan. 31
Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarisme dapat dirumuskan tiga
kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai
suatu kebijaksanaan atau tindakan, antara lain32
a. Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik, sebaliknya kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
:
b. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya. Atau jika yang dipertimbangkan adalah soal akibat baik dan akibat buruk dari kebijaksanaan atau tindakan, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Dalam situasi tertentu, ketika kerugian tidak bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil (termasuk kalau dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).
c. Kriteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika
utilitarisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar
bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.
31
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta : Kanisius, 1998), hlm. 93.
32
Secara umum, utilitarisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda,
antara lain33
a. Sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak (sebagai prosedur untuk mengambil keputusan). Yaitu menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.
:
b. Sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Yaitu menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya, sejauhmana mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Teori kemanfaatan ini menggambarkan tentang apa yang sesungguhnya
dilakukan oleh orang yang rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup ini,
khususnya keputusan moral, termasuk juga dalam bidang bisnis. Teori ini
merumuskan prosedur dan pertimbangan yang banyak digunakan dalam mengambil
suatu keputusan, khususnya yang menyangkut kepentingan banyak orang. Teori ini
juga bisa membenarkan suatu tindakan sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu
ketika tujuan atau akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi banyak orang.34
33
Ibid., hlm. 98-99.
34
Ibid., hlm. 95.
Hal ini dapat dipahami dari alasan diberikannya bantuan dalam penyelamatan
kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kepada debitur yang masih
mungkin diselamatkan misalnya melalui penurunan suku bunga kredit, pengurangan
tuggakan bunga dan/atau pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan lain
sebagainya. Teori utilitarisme mengedepankan kepentingan umum yang dalam hal ini
difokuskan kepada peran Bank Indonesia mengemban berbagai kepentingan umum
Teori utilitarisme memberikan pemahaman bahwa sesuatu yang baik jika
membawa manfaat. Manfaat restrukturisasi yang dilakukan di Bank Rakyat Indonesia
Cabang Binjai sangat dirasakan oleh debitur yang mengalami kredit macet. Dengan
dilaksanakannya restrukturisasi, debitur yang masih memiliki prospek usaha dan
itikad baik dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kembali dengan cara diberikan
kelonggaran tertentu oleh pihak bank sebagai kreditur. Selain itu manfaat dari
restrukturisasi sangat membawa dampak yang positif bagi debitur. Dengan
restrukturisasi kredit, terbuka kesempatan bagi debitur yang masih mau membayar
namun kapasitas membayarnya menurun sehingga pembayaran tidak cukup untuk
menutupi angsurannya.
Dengan adanya pengaturan tentang restrukturisasi kredit bermasalah dalam
praktek perbankan, debitur dan kreditur dapat mencapai kesepakatan baru yang dirasa
lebih bermanfaat bagi keduanya. Sebagai contoh, bagi debitur usaha kecil menengah,
meskipun jumlah pinjaman dari mereka relatif kecil tetapi jumlah mereka sebagai
debitur sangat banyak. Apabila restrukturisasi dilakukan bagi mereka maka yang
memperoleh manfaat adalah rakyat banyak.
Manfaat restrukturisasi dapat dirasakan oleh kedua pihak yaitu debitur dan
kreditur. Bagi debitur yaitu untuk menyelamatkan usaha agar kembali sehat, akan
membuka kembali kemungkinan terbayarnya piutang baik pokok maupun bunga dan
menjaga nama baik debitur itu sendiri pada perbankan. Sedangkan, bagi kreditur yaitu
pembentukan risiko kredit macet agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga dengan
baik.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus
yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti
dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.35
a. Restrukturisasi Kredit adalah langkah-langkah untuk mengupayakan agar debitur
dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya pada bank melalui pemberian
kelonggaran tertentu.
Landasan konseptual ini dibuat untuk
menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam
penelitian, maka dengan ini perlu untuk memberikan beberapa konsep yang
berhubungan dengan judul dalam penelitian ini, yaitu :
36
b. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.37
c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan
35
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 79.
36
H.Masyhud Ali, Cermin Retak Perbankan Refleksi Permasalahan dan Alternatif Solusi, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 1999), hlm. 206.
37
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pembagian bunga.38
d. Kredit Macet adalah suatu keadaan di mana seorang nasabah tidak mampu
membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.39
e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
40
f. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.41
g. Bank Rakyat Indonesia adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis
normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat
38
Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
39
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 92.
40
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
41
dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan.
Penelitian yuridis normatif merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.42
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis hukum baik dalam
bentuk teori maupun praktik dari hasil penelitian di lapangan, bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara
sistematis, faktual dan akurat, termasuk di dalamnya peraturan perundang-undangan
yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum
positif yang menyangkut permasalahan di atas.
43
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didukung oleh data primer. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer44, bahan
hukum sekunder45
a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah , dan bahan hukum tersier.
42
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : UMM Press, 2007), hlm. 57.
43
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 63.
44
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 141.
45
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan peraturan-peraturan lain
yang terkait dengan restrukturisasi kredit macet.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, yaitu terdiri dari buku-buku teks yang berkaitan
dengan restrukturisasi kredit macet, hasil-hasil seminar atau karya ilmiah,
dokumen pribadi, dan pendapat lain dari kalangan pakar hukum yang relevan
dengan objek penelitian yang ditelaah.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan penunjang yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan internet yang relevan dengan
penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan studi
dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library
research) yang berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini juga
didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan.
Wawancara kepada pegawai dari Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai yang berguna
4. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterprestasikan.46 Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.47
Analisis Kualitatif dalam penelitian ini berdasarkan disiplin ilmu hukum yaitu
dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Kemudian dikelompokkan,
dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan
restrukturisasi kredit macet mengenai kebijakan-kebijakan dalam rangka
menyelesaikan kredit macet pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai.
Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara deduktif. Prosedur
deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui
dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus48
46
Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), hlm. 263.
47
Lexy. J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 3.
48
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Rajawali Pers, 1998), hlm. 13.
, sehingga pokok
BAB II
PENGATURAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET DALAM PRAKTIK PERBANKAN
A. Hukum Perbankan di Indonesia
1. Pengertian Hukum Perbankan Indonesia
Hukum Perbankan Indonesia merupakan hukum yang mengatur
masalah-masalah perbankan yang berlaku pada saat ini di Indonesia. Hukum perbankan adalah
“sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan
bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi eksistensinya, serta hubungannya
dengan bidang kehidupan yang lain”.49
Berdasarkan pengertian di atas, pengaturan dibidang perbankan akan
menyangkut diantaranya yaitu
50
a. Dasar-dasar perbankan yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan seperti norma, efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan perbankan, serta hubungan hak dan kewajibannya.
:
b. Kedudukan hukum pelaku dibidang perbankan, misalnya kaedah-kaedah mengenai pengelolanya seperti dewan komisaris, ataupun pihak yang terafiliasi. Serta mengenai bentuk hukum pengelolanya dan mengenai kepemilikannya. c. Kaedah-kaedah perbankan yang secara khusus memperhatikan kepentingan
umum, seperti kaedah-kaedah yang mencegah persaingan yang tidak wajar,
antitrust, dan perlindungan terhadap nasabah.
d. Kaedah-kaedah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti dewan moneter dan bank sentral.
49
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 1.
50
e. Kaedah-kaedah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan yang hendak dicapai melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya.
f. Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaedah-kaedah hukum tersebut.
2. Sumber Hukum Perbankan Indonesia
Sumber hukum perbankan Indonesia dapat dibedakan atas sumber hukum
dalam arti formal maupun sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam
arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri. Sumber
hukum formal tidak hanya terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan
adanya sumber hukum yang tidak tertulis.51 Berbicara mengenai sumber hukum
formal di Indonesia akan selalu menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
sumber utama. Sumber hukum formal yang tertulis mengenai bidang perbankan
antara lain sebagai berikut52
a. Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pasal 33); :
b. Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat terutama mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara;
c. Undang-Undang Pokok dibidang Perbankan dan undang-undang pendukung sektor ekonomi dan yang terkait lainnya seperti Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
d. Peraturan Pemerintah yaitu peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Perbankan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
51
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1989), hlm. 84.
52
Sumber hukum formal yang tidak tertulis antara lain yurisprudensi, konvensi
(kebiasaan), doktrin, dan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
kegiatan perbankan.53
3. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.54
Asas perbankan yang dianut di Indonesia diatur berdasarkan ketentuan Pasal 2
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu “Perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian.” Asas demokrasi ekonomi adalah demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi
ekonomi ini tertuang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.55 Yang dimaksud
dengan prinsip kehati-hatian adalah perbankan Indonesia diharapkan dalam
melakukan usahanya akan melindungi kepentingan masyarakat penyimpan dana dan
meningkatkan kegiatan ekonomi.56
53
Ibid.
54
Hermansyah, Op.Cit., hlm. 18.
55
Ibid.
56
Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 7.
Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3
Undang-undang Perbankan yang menyatakan bahwa, “Fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.” Berdasarkan ketentuan
di atas, fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana
(surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks
of funds). 57
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Pemberian kredit bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang
diperoleh akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam
bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana untuk usahanya. Tentunya
dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank mendapat sumber pendapatan dalam
bentuk bunga kredit. Bahwa pemberian kredit akan menimbukan risiko, oleh sebab
itu pemberiannya dilakukan harus dengan teliti dan memenuhi persyaratan.
58
4. Risiko Perbankan
Setiap usaha yang dijalankan selalu menghadapi risiko termasuk juga usaha
bank. Usaha bank merupakan usaha dibidang jasa keuangan yang menghadapi
berbagai macam risiko. Risiko usaha bank adalah tingkat ketidakpastian mengenai
57
Ibid.
58
keuntungan yang diharapkan akan diterima oleh bank. Ada sepuluh macam risiko
usaha yang dihadapi oleh bank. Kesepuluh risiko tersebut yaitu59
a. Risiko Kredit (default risk)
:
Risiko kredit adalah risiko akibat ketidakmampuan nasabah mengembalikan
pinjaman yang diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. Ketidakmampuan nasabah
memenuhi kontrak kredit yang disepakati kedua belah pihak disebut default.
b. Risiko Investasi (investment risk)
Risiko investasi adalah risiko yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerugian akibat penurunan nilai pokok portofolio surat-surat berharga yang
dimiliki bank, misalnya obligasi atau surat berharga lainnya.
c. Risiko Likuiditas (liquidity risk)
Risiko likuiditas adalah risiko yang mungkin dihadapi bank untuk memenuhi
kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permohonan kredit dan semua
penarikan dana oleh penyimpan pada suatu waktu. Hal ini menimbulkan masalah
karena bank tidak mengetahui dengan tepat kapan dan berapa jumlah dana yang
dibutuhkan atau ditarik baik oleh nasabah debitur maupun nasabah penyimpan.
Dalam kegiatan pengelolaan bank, manajer memperkirakan kebutuhan
likuiditasnya dan mencari cara pemenuhan kebutuhan dana pada saat diperlukan,
suatu masalah yang cukup kompleks.
59
d. Risiko Operasional (operating risk)
Risiko operasional adalah risiko yang berkenaan dengan ketidakpastian
mengenai kegiatan usaha bank. Risiko operasional antara lain dapat berasal dari
kerugian karena penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya
operasional bank dan/atau kegagalan jasa dan prosuk baru yang diperkenalkan.
e. Risiko Penyelewengan (fraud risk)
Risiko penyelewengan atau penggelapan adalah risiko yang berkaitan dengan
kerugian yang mungkin terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan, kebejatan moral,
atau perilaku yang tidak terpuji dari pejabat, karyawan dan nasabah bank. Untuk
menghindari kecurangan tersebut, bank telah mengembangkan auditing system
dan on line teller system.
f. Risiko Fidusia (fiduciary risk)
Risiko fidusia adalah risiko yang mungkin timbul apabila bank memberikan jasa
dengan bertindak sebagai wali amanat, baik untuk pribadi maupun badan usaha.
Kegagalan bank melaksanakan tugas tersebut dianggap risiko kerugian bagi wali
amanat.
g. Risiko Tingkat Bunga (interest rate risk)
Risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga,
akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga yang terjadi pada saat bank
membutuhkan likuiditas. Risiko terjadi apabila untuk memenuhi kebutuhan
h. Risiko Solvensi (solvency risk)
Risiko solvensi adalah risiko yang terjadi disebabkan oleh ruginya beberapa asset
yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank. Modal bank memberikan
perlindungan terakhir terhadap terjadinya insolvensi dan likuidasi bank. Fungsi
utama modal bank adalah melindungi deposan dari kerugian dengan
menanggulangi semua asset bank yang mengalami kerugian.
i. Risiko Valuta asing (foreign currency risk)
Risiko valuta asing adalah risiko yang dihadapi oleh bank devisa yang
melakukan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing. Ketidakstabilan nilai
tukar valuta asing dapat mempersulit bank mengelola aktiva dari pasiva
(kewajiban) valuta asing yang dimilikinya sehingga pada gilirannya akan
menyebabkan kerugian bank.
j. Risiko Persaingan
Produk-produk yang ditawarkan bank hampir seluruhnya bersifat homogen
sehingga persaingan antar bank lebih terfokus pada kemampuan bank
memberikan pelayanan kepada nasabah secara professional dan paling baik.
Risiko yang dikelola dengan baik dapat menjaga kinerja perusahaan terhindar
dari kerugian. Manajemen risiko dapat diartikan sebagai serangkaian prosedur dan
metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.60
60
Manajemen risiko perbankan diharapkan dapat mengendalikan risiko yang mungkin
terjadi untuk mengurangi kerugian. Untuk meminimalisir risiko yang dihadapi,
manajemen bank harus memiliki keahlian dan kompetensi yang memadai sehingga
berbagai risiko yang berpotensi mucul dapat diantisipasi.61
Penerapan manajemen risiko sekurang - kurangnya mencakup antara
lain pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, kecukupan kebijakan, prosedur,
dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko dan sistem pengendalian
intern yang menyeluruh.
62
B. Kredit Dalam Perbankan
1. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin yaitu “credere” (“credo” dan
“creditum”) yang kesemuanya berarti kepercayaan. Bahwa dapat dikatakan dalam
hubungan ini, kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan
perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan
bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama
dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.63
61
15 Agustus 2014.
62
Lihat Pasal 2 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
63
Kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang yang dilakukan antara
bank dan pihak lain yaitu nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam meminjam uang
dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu yang telah
ditentukan akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan kepada
bank disertai pembayaran sejumlah bunga sebagai imbalan jasanya.64
“Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.”
Pengertian kredit berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
Perbankan yaitu:
65
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang
sebagaimana di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit
perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut66
Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang dimaksud dengan :
a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang;
b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain;
c. Adanya kewajiban melunasi utang; d. Adanya jangka waktu tertentu; e. Adanya pemberian bunga kredit.
64
Ibid., hlm. 237.
65
Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
66
kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk, yaitu sebagai berikut :
a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak
dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain".
2. Jenis Kredit
Pada mulanya kredit didasarkan atas kepercayaan murni yaitu berbentuk
kredit perorangan karena kedua belah pihak saling mengenal. Dengan
berkembangnya waktu maka berkembang pula jenis-jenis kredit seperti yang ada
sekarang ini. Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria. Ditinjau dari
penggunaannya, pemberian kredit bank dapat berbentuk sebag