• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERLAKSANANNYA PEMBAGIAN WARISAN

A. Sengketa dan Penyelesaian Sengketa Bidang Pertanahan Hak Atas Tanah Menurut UUPA

2. Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah

Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum atas tanah, peraturan yang dapat digunakan sebagai dasar hukum mengenai penyelesaian sengketa hukum atas tanah, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016. Adapun Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, diantaranya menetapkan ;

a. Kasus Pertanahan adalah Sengketa, Konflik, atau Perkara Pertanahan untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan.

b. Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

c. Konflik Tanah yang selanjutnya disebut Konflik adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.

d. Perkara Tanah yang selanjutnya disebut Perkara adalah perselisihan pertanahan yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan. Pada prosesnya pihak bersengketa dapat membuat pengaduan105 dan laporan atau juga keberatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada Kementerian ATR/BPN, Kemudian permasalahan tersebut akan ditinaklanjuti dengan;

1) Pengumpulan data106, baik itu data fisik dan data yuridis serta data pendukung lainnya.

2) Analisis data107analisa data digunakan untuk mengetahui kesalahan yang diperoleh atas permasalahan yang diadukan. Hal ini terkait mengenai sengketa atau konflik yang menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN sebagaimana dijelaskan pada Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016, meliputi:

a) Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan atau perhitungan luas.

b) Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat.

c) Kesalahan prosedur dalam proses penetapan atau pendaftaran hak tanah.

d) Kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar.

105Pasal 6 Ayat (2), Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016 106

Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016.

107

e) Tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan.

f) Kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah.

g) Kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti. h) Kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan.

i) Kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin. j) Penyalahgunaan pemanfaatan ruang.

k) Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan. 3) Pengkajian108 dilakukan untuk mengetahui pokok masalah, penyebab

terjadinya, potensi dampak, alternatif penyelesaian dan rekomendasi penyelesaian Sengketa dan Konflik.

4) Pemeriksaan lapangan109Kegiatan pemeriksaan lapangan bertujuan untuk melihat secara langsung keadaan dilapangan terkait tanah yang menjadi sengketa ataupun konfilik, pemeriksaan tersebut meliputi:

a) penelitian atas kesesuaian data dengan kondisi lapangan;

b) pencarian keterangan dari saksi-saksi dan/atau pihak-pihak yang terkait;

c) penelitian batas bidang tanah, gambar ukur, peta bidang tanah, gambar situasi/surat ukur, peta rencana tata ruang; dan/atau kegiatan lainnya yang diperlukan

108Pasal 17 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016. 109Pasal 18 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016.

5) Paparan110 bertujuan untuk memperoleh masukan ataupun pendapat, mempertajam pengkajian tentang sengketa ataupun konflik, dan memperoleh kesimpulan dan saran.

6) Laporan hasil penyelesaian sengketa111, dengan adanya laporan hasil ini maka pihak BPN atau Menteri Agraria dan Tata Ruang memberikan pennyelesaian sengketa atau konflik dengan menerbitkan;

a) Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah; b) Keputusan Pembatalan Sertifikat;

c) Keputusan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau Daftar Umum lainnya; atau

d) Surat Pemberitahuan bahwa tidak terdapat kesalahan administrasi Selain sengketa atau konflik tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang tidak berwenang menangani kasus pertanahan. Namun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa atau konflik melalui jalur mediasi. Jalur mediasi dalam aturan ini ditempuh juga untuk jenis sengketa atau konflik, baik yang menjadi kewenangan kementerian atau yang bukan menjadi kewenangan kementerian.

Penyelesaian melalui jalur mediasi dapat ditempuh apabila para pihak sepakat melakukan perundingan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat bagi kebaikan semua pihak. Jika salah satu pihak saja menolak, maka penyelesaiannya diselesaikan 110Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun

2016.

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Teknisnya, mediasi dilakukan paling lama 30 hari dimana untuk mediatornya berasal dari kementerian, Kantor Wilayah BPN atau Kantor Pertanahan.

Dalam hal mediasi ditemukan kesepakatan, maka selanjutnya dibuat perjanjian perdamaian berdasarkan berita acara mediasi yang mengikat para pihak. Setelah itu, perjanjian perdamaian itu didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat untuk memperolah kekuatan hukum mengikat. mediasi dianggap batal apabila setelah diundang tiga kali secara patut, para pihak atau salah satu pihak yang berselisih tidak hadir. Sehingga, para pihak dipersilahkan menyelesaikan sengketa atau konflik dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila usaha melalui jalan musyawarah tidak mendatangkan hasil maka sengketa harus diselesaikan oleh instansi yang berwenang yaitu pengadilan.112Dalam hal terjadi ketidakpuasan salah satu pihak yang bersengketa, dapat melalui jalur pengadilan dengan mengikuti hukum acara perdata. Sebagaimana diatur dalam hukum acara dalam Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dengan menunjukan lima alat bukti yang sah, yaitu :

a. Surat b. Saksi c. Persangkaan d. Pengakuan e. Sumpah 112Ibid. Hal. 24

Pada umumnya sifat dari sengketa adalah adanya pengaduan yang mengandung pertentangan hak atas tanah maupun hak-hak lain atas suatu kesempatan/prioritas atau adanya suatu ketetapan yang merugikan dirinya.

Para pihak menghendaki penyelesaian sengketa yang mendasarkan atau memperhatikan peraturan yang berlaku, memperhatikan keseimbangan kepentingan para pihak, menegakkan keadilan hukum dan penyelesaian tersebut harus tuntas. Pada masyarakat desa, ada juga peradilan adat, peran kepala desa/ pengurus adat sangat penting dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya. Persoalan yang menyangkut warga desa dimusyawarahkan terlebih dahulu dalam rapat desa berdasarkan hukum adat setempat atau dibicarakan dengan sesepuh desa untuk memperoleh pemecahan yang tepat dan memuaskan bagi semua pihak.

Upaya penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan juga peradilan adat, merupakan cerminan corak khas tata kehidupan masyarakat adat tradisional yang memiliki sifat kebersamaan, gotong-royong dan kekeluargaan,tanpa harus melibatkan aparat penegak hukum, kecuali para pihak tidak bersedia musyawarah maka, pengadilan merupakan jalan terakhir penyelasaian sengketa.

B. Solusi Hukum Penyelesaian Harta Warisan Yang Dihalangi Oleh Salah Satu Ahli Waris.

Apabila terjadi sengketa waris di antara ahli waris bagi orang Islam dapat mengajukan ke pengadilan, berdasarkan berdasarkan pasal 21 dan pasal 49 Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989, badan peradilan yang diberikan kekuasaan untuk mengadili perkara warisan adalah Pengadilan Agama. Pasal 2 menentukan, Peradilan

Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tentang, Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, dan Hibah dan Wakaf, Shadaqah.

Semua perkara tersebut akan diputuskan berdasarkan hukum Islam. Bagi masyarakat Aceh apa bila terjadi sengketa waris bagi orang yang beragama Islam dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar’iyah, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dan dengan berdasarkan Qanun Provinsi Nanggro Aceh Darussalam nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam.

Dengan diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) apakah telah menggantikan hukum kewarisan dari fikih mawaris atau Faraidh. Suatu hal yang dapat dipastikan adalah bahwa hukum kewarisan Islam selama ini yang bernamafikih mawaris atau Faraidh itu di jadikan salah satu bahkan sumber utama dari kompilasi.113

Pada hakikatnya mengenai harta warisan, bahwa Islam telah menentukan tata cara pengaliha dan pembagian warisan. Sehingga pentingnya untuk segera diselesaikan bila syarat pembagian warisan telah terpenuhi.

Apabila warisan dapat diselesaikan dengan segera setelah menunaikan kewajiban ahli waris untuk menuntaskan segala hutang piutang, wasiat yang berkaitann dengan pewaris maka mengenai harta yang ditinggalkan dapat segera

beralih kepemilikan. Islam sangat meganjurkan setiap harta harus memiliki tuan nya. Sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Terkait dengan masalah yang berkaitan dengan judul, maka apabila timbul suatu permasalahan sengketa waris maka dapat diselesaikan dengan merujuk pada Kompilasi Hukum Islam. Terhadap salah satu ahli waris yang menghalangi adanya pembagian warisan, di dalam ketentuan Al-quran dan Hadist tidak berpengaruh pada pengurangan bagian warisan atau menjadi terhalang mendapat warisan. Justru Islam telah menentukan bagian warisan masing masing sesuai golongannya. Terlebih pada kasus yang ditemukan ahli waris tersebut adalah anak kandung yang masih memiliki hubungan darah dengan pewaris.

Hanya saja dengan adanya sikap dari salah satu ahli waris yang menghalangi adanya pembagian waris telah memberikan pengaruh kepada ahli waris lainnya terkait tentang kepemilikan dan penggunaan harta warisan. Menunda nunda pembagian warisan dapat menimbulkan permasalahan antara sesama ahli waris selama warisan itu belum dibagi.

Dokumen terkait