• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN) Chapter III V"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYAH NOMOR : 0220/PDT.G/2015/MS-TKN TELAH MEMENUHI

KEADILAN KEPADA AHLI WARIS

A. Deskripsi Kasus

1. Pihak-Pihak yang Berpekara

a. Abdullah Bin Muhammad Sejuk, Umur ± 64 tahun, Pekerjaan Tani, Alamat di

Kampung Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah.

Untuk selanjutnya disebut sebagai Penggugat I.

b. Arifin Bin Muhammad Sejuk, Umur ± 63 tahun, Pekerjaan Tani, Alamat di

Kampung Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara, KabupatenAceh Tengah.

Untuk selanjutnya disebut sebagai Penggugat Ii.

Melawan

a. Bantasyani Bin Muhammad Sejuk, Umur ± 65 tahun, Pekerjaan Pensiunan

PNS, beralamat di Kampung Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara,

Kabupaten Aceh Tengah. Untuk selanjutnya disebut sebagai Tergugat.

b. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Tengah, beralamat di Jalan

Rumah Sakit Umum, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. Untuk

selanjutnya disebut sebagai Turut Tergugat.

2. Tentang Duduk Perkara

a. Bahwa almarhum Muhammad sejuk telah meninggal dunia pada tahun 1969

(2)

b. Bahwa dari perkawinan Muhammad Sejuk dan Rafiah Inen Mustafa

dilahirkan 3 (tiga) orang anak laki-laki yaitu:

1) Bantasyani bin muhammad sejuk (tergugat);

2) Abdullah bin muhammad sejuk (penggugat i);

3) Arifin bin muhammad sejuk (penggugat ii);

c. Bahwa semasa hidupnya Alm Rafiah Inen Mustafa mempunyai harta warisan

(pusaka) peninggalan dari orang tua kandungnya berupa sebidang tanah sawah

dengan ukuran 3 (tiga) kaleng bibit padi atau seluas ± 8.463. m² yang terletak

di Kampung Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh

Tengah dengan batas-batas sebagai berikut:

1) Barat berbatas dengan tanah M. Salim A. Mustar;

2) Timur berbatas dengan Jalan Raya

3) Utara berbatas dengan Jalan Raya

4) Selatan berbatas dengan Aman Timah/Aman Rabu.

Selanjutnya di sebutsebagai Objek Warisan;

d. Bahwa harta seperti tersebut dalam point 3 (tiga) adalah merupakan harta

bawaan Rafiah Inen mustafa yang diperoleh dari warisan orang tua

kandungnya, dan Penggugat I dan Penggugat II bersama-sama mengerjakan

tanah warisan tersebut semenjak Muhammad Sejuk meninggal dunia pada

tahun 1969, dan pada tahun 1993 semasa hidup Rafiah Inen Mustafa,

Penggugat I meminta izin kepada Rafiah Inen Mustafa untuk mendirikan

(3)

M berdinding papan, lantai semen dan beratap seng, dan bahagian belakang

rumah berukunan 8 x 10 M sudah permanen, lantai semen dan beratap seng ;

e. Bahwa setelah Rafiah Inen Mustafa meninggal dunia tahun 1996, tanah objek

perkara tersebut dikerjakan dan digarap oleh Abdullah Bin Muhammad Sejuk

dan Arifin Bin Muhammad Sejuk, sedang Bantasyani Bin Muhammad

Sejuk berdomisili di Jakarta sejak tahun 1964;

f. Bahwa pada tahun 1993 semasa Rafiah Inen Mustafa masih hidup, Badan

Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Tengah melaksanakan Progran

Prona di Kecamatan Silihnara, Penggugat II berinisiatif untuk

mensertifikatkan tanah warisan tersebut agar harta warisan tersebut

mempunyai bukti kepemilikan yang otentik, dan Penggugat II sendiri yang

memohonkan kepada Badan Pertanahan Nasional Aceh Tengah, dan

dikarenakan Tergugat I sebagai anak yang tertua maka Penggugat II meminta

kepada Badan Pertanahan Nasional terhadap harta warisan tersebut dibuatkan

atas nama Tergugat I sebelum tanah tersebut dibagikan kepada ahli waris

Rafiah Inen Mustafa;

g. Bahwa Penggugat II mempunyai itikad baik untuk menjaga dan melindungi

harta warisan peninggalan dari alm. Rafiah Inen Mustafa baik dari sisi untuk

mengurus surat bukti kepemilikan hak atas tanah ataupun menjaga amanah

dari alm. Rafiah Inen Mustafa, dan dikarenakan Penggugat II percaya kepada

(4)

Rafiah Inen Mustafa, maka Penggugat II menyerahkan sertifikat Hak Milik

Nomor : 98 tahun 1994 kepada Tergugat untuk dilakukan pemecahan;

h. Bahwa setelah meninggal dunia Rafiah Inen Mustafa, harta warisan

peninggalan almh. Rafiah Inen Mustafa hingga kini belum pernah dibagikan,

dan Para Penggugat sudah berulang kali menyampaikan tentang hal tersebut

kepada Tergugat baik secara langung ataupun dengan melalui peranataraan

aparat desa tetapi Tergugat sama sekali tidak mengindahkannya ;

i. Bahwa sekembalinya Tergugat dari Jakarta ke Takengon tahun 2012,

Tergugat justru mengklaim bahwa tanah objek terperkara adalah miliknya

berdasarkan sertipikat yang atas nama Tergugat, dan perbuatan Tergugat yang

ingin menguasai harta warisan dari Rafiah Inen mustafa sendiri tentu sangat

merugikan Para Penggugat sebagai ahli waris dari Rafiah Inen Mustafa ;

j. Bahwa upaya yang ditempuh oleh para Penggugat telah dilakukan demi

kebaikan antara para Penggugat dan Tergugat yang merupakan ahli waris Alm

Rafiah Inen Mustafa, tapi Tergugat tetap bersikukuh tidak mau membagikan

warisan peninggalan Alm Rafiah Inen Mustafa tersebut dan ingin menguasai

sendiri; Bahwa para Penggugat mengkhawatirkan adanya itikat tidak baik dari

Tergugat dengan cara jual beli/hibah atau pun dijadikan sebagai jaminan

hutang kepada pihak lain, maka sangat beralasan hukum terhadap tanah objek

(5)

k. Bahwa putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dapat dijalankan secara

serta merta (Voerbaar bij voorad) walaupun Tergugat melakukan upaya Hukum verzet, Banding, ataupun Kasasi

l. Bahwa bila Tergugat lalai melaksanakan isi putusan ini, sudah sepatutnya

Tergugat membayar uang paksa (dwang soom) sebesar Rp.100.000.- (seratus ribu rupiah) perhari setiap keterlambatan melaksanakan isi putusan ini;

m. Menghukum Tergugat membayar segala biaya perkara yang timbul.

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan para Penggugat adalah

sebagaimana yang tersebut di atas;

Menimbang, bahwa perkara ini adalah perkara kewarisan, maka berdasarkan

pasal 49 ayat (1) huruf b yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 dan diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Peradilan Agama, maka penyelesaian sengketa kewarisan di kalangan orang

Islam Indonesia menjadi kewenangan absolute dari Pengadilan Agama/Mahkamah

Syar’iyah; Menimbang, bahwa para Penggugat dan Tergugat serta objek harta

warisan berada dalam wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Takengon, karena itu

berdasarkan pasal 142 R.Bg, maka penyelesaian perkara kewarisan ini menjadi

kompetensi relative Mahkamah Syar’iyah Takengon;

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 146 dan pasal 718 R.Bg

untuk kepentingan pemeriksaan pokok perkara ini kepada para Penggugat dan

(6)

diwakili oleh kuasa hukumnya dan Tergugat datang sendiri menghadap ke

persidangan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 154 R.Bg Majelis Hakim telah

berusaha untuk mendamaikan Para Penggugat dan Tergugat agar perkaranya dapat

diselesaikan secara kekeluargaan dan perdamaian, bahkan untuk keperluan tersebut

sesuai ketentuan yang terdapat dalam PERMA Nomor 01 Tahun 2008 kepada para

Penggugat dan Tergugat telah dimediasi oleh seorang mediator yaitu : A. Ghoni, SH

(Hakim Mahkamah Syar’iyah Takengon), namun usaha-usaha tersebut tidak berhasil

karena masing-masing pihak menyatakan tetap pada prinsipnya;

Menimbang, bahwa sengketa kewarisan ini pada mulanya telah dicoba untuk

dilakukan penyelesaiannya secara kekeluargaan di Desa/Kampung melalui orang

tua/perangkat Desa/Kampung, namun tidak berhasil sehingga para Penggugat

mengajukan perkara ini ke Mahkamah Syar’iyah Takengon, karena itu para

Penggugat dipandang sebagai orang yang berkepentingan(persona standi in judicio)

dalam perkara ini;

Menimbang, bahwa para Penggugat mengajukan gugatan kewarisan adalah

terhadap harta peninggalan ibu kandungnya yang bernama Rafi’ah Inen Mustafa yang

telah meninggal dunia pada tahun 1996, dan di saat ia meninggal dunia meninggalkan

tiga orang anak laki-laki, yaitu: Bantasyani bin Muhammad Sejuk (Tergugat),

Abdullah bin Muhammad Sejuk (Penggugat I) dan Arifin bin Muhammad Sejuk

(Penggugat II), sedangkan suaminya Alm. Muhammad Sejuk telah meninggal dunia

(7)

Menimbang, bahwa Rafiah Inen Mustafa (Pewaris) adalah isteri ketiga dari

Muhammad bin Sejuk, hal ini dibenarkan oleh Tergugat dan hasil perkawinannya

telah lahir 3 (tiga) orang anak laki-laki yaitu Penggugat I, Penggugat II dan Tergugat;

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 171 huruf (b), (c) dan (d)

INPRES No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Indonesia, dalam penyelesaian

masalah kewarisan perlu diperjelas lebih dahulu tentang pewaris, ahli waris dan objek

warisan;

Menimbang, bahwa berkaitan dengan pewaris adalah ibu kandung para

Penggugat dan Tergugat yaitu Rafiah Inen Mustafa, menurut Tergugat bukan Rafiah

Inen Mustafa tetapi Rafi’ah Inen Ali Hasan, namun setelah terjadi jawab menjawab

dalam persidangan dibenarkan oleh Tergugat bahwa Rafiah Inen Ali Hasan yang

dimaksudkan adalah benar juga sebutan nama Rafiah Inen Mustafa dan Tergugat juga

mengakui bahwa namanya semasa kecil adalah Mustafa bukan Bantasyani. Tergugat

merubah nama dari Mustafa ke Bantasyani setelah menjelang beberapa tahun

kemudian. Berdasarkan adat kebiasaan masyarakat Gayo di Aceh bahwa sebutan

nama ibu dinisbahkan dengan Inen (artinya ibu dari) sedangkan untuk ayah

dinisbahkan dengan aman (ayah dari) dan biasanya dikaitkan dengan anak yang

tertua/pertama, dalam hal ini Rafiah Inen Mustafa. Berkaitan dengan pewaris

disepakati yaitu Rafiah Inen Mustafa, karena itu Majelis Hakim menetapkan bahwa

yang menjadi Pewaris dalam perkara ini adalah Rafi’ah Inen Mustafa (ibu kandung

(8)

Menimbang, bahwa berkaitan dengan ahli waris dari Rafiah Inen Muastafa

telah diakui oleh Tergugat yaitu tiga orang anak laki-laki kandung (Bantasyani bin

Muhammad Sejuk/Tergugat, Abdullah bin Muhammad Sejuk/Penggugat I dan Arifin

bin Muhammad Sejuk/Penggugat II), hal ini juga dikuatkan dengan bukti P. 3 dan

P.4. Karena itu Majelis Hakim menetapkan ahli waris waris dari Rafiah Inen Mustafa

adalah:

a) Bantasyani bin Muhammad Sejuk, nama semasa kecil Mustafa (anak laki-laki

kandung)/ Tergugat .

b) Abdullah bin Muhammad Sejuk (anak laki-laki kandung)/Penggugat I.

c) Arifin bin Muhammad Sejuk (anak laki-laki kandung)/Penggugat II.

Menimbang, bahwa Tergugat membantah bahwa objek terperkara adalah

milik almarhum Ibunya (Rafiah Inen Mustafa), karena menurut Tergugat bahwa

objek perkara sebagaimana yang dicantumkan oleh para Penggugat dalam gugatannya

adalah milik pribadi Tergugat yang diperoleh dari bagian orang tuanya semasa masih

hidup dahulu dan para Penggugat juga telah mendapat bagiannya masing-masing;

Menimbang, bahwa para Penggugat bersikeras bahwa tanah objek sengketa

yang tercantum dalam gugatannya adalah milik Almarhumah Ibu kandungnya yang

bernama Rafi’ah Inen Mustafa), karena itu kepada para Penggugat telah

diperintahkan untuk membuktikannya;

Menimbang, bahwa para Penggugat untuk menguatkan dalil gugatannya

setentang objek harta warisan telah mengajukan bukti-bukti ke persidangan yaitu

(9)

dengan asal usul tanah terperkara dan bukti P. 2 (surat penyelesaian masalah tanah

warisan yang dikeluarkan oleh Camat Silih Nara tanggal 14 Februari 2013);

Menimbang, bahwa bukti P.1 bukanlah akta authentik yang mempunyai

kekuatan sempurna dan menentukan, karena itu ia hanya dipandang sebagai bukti

awal yang memerlukan kepada alat-alat bukti yang lain sehingga dapat ditetapkan

bahwa benar harta yang yang diperkarakan tersebut adalah milik dari Rafiah Inen

Mustafa;

Menimbang, bahwa bukti P. 2 hanya membuktikan bahwa pihak Kecamatan

pernah mencoba untuk menyelesaikan persoalan ini namun tidak berhasil, bukan

menjelaskan kebenaran bahwa objek terperkara adalah benar milik alm. Rafiah Inen

Mustafa;

Menimbang, bahwa bukti P.3 (Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan

oleh Kepala Kampung Simpang Kemili, tanggal 18 Maret 2013) dan bukti P. 4 (

Silsilah keluarga), karena itu bukti P.3 dan P.4 dipandang sebagai bukti pelengkap

terhadap kebenaran tentang pewaris dan ahli waris yang sebelumnya telah diakui oleh

Tergugat ;

Menimbang, Penggugat telah mengajukan 3 (tiga) orang saksi ke persidangan

yaitu: M. Yusuf bin Thaib, Armaya bin Abdullah Hasan dan Mulyadi bin

Abdurrahman. Ketiga orang saksi ini adalah mengenal para Penggugat dan Tergugat,

tidak mempunyai hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda, tidak

mempunyai hubungan kerja atau menerima upah pada Penggugat dan tidak ada

(10)

diberikan di bawah sumpah, karena itu saksi-saksi yang dihadirkan oleh para

Penggugat berdasarkan pasal 172 R.Bg secara formil dapat diterima;

Menimbang, bahwa saksi M. Yusuf bin Thaib menerangkan bahwa ia kenal

dengan Rafiah Inen Mustafa dan juga mengenal dengan para Penggugat dan

Tergugat, karena saksi pernah menjabat sebagai Kepala Kampung Simpang Kemili

pada tahun 2001 dan saksi pada pokoknya menerangkan bahwa mengetahui tentang

persoalan tanah yang disengketakan, mengetahui letak dan batas-batasnya namun

tidak ingat berapa luas sebenarnya, menurut saksi tanah tersebut adalah milik orang

tua Penggugat dan Tergugat yang sampai saat ini belum pernah dibagikan/

difaraidhkan;

Menimbang, bahwa saksi Armaya bin Abdullah Hasan menerangkan bahwa ia

kenal dengan para Penggugat dan Tergugat dan orang tuanya, karena mereka adalah

warga desanya, saksi mengetahui tentang objek perkara yang disengketakan. Bahwa

tanah itu adalah milik Muhammad Sejuk dengan Rafiah yaitu ayah dan ibu kandung

dari para Penggugat dan Tergugat, tanah tersebut menurut saksi belum pernah dibagi,

karena pada tahun 2013 pernah muncul persoalan terhadap objek perkara ini, Waktu

itu Penggugat melaporkan kepada saksi dalam kapasitas sebagai Kepala Kampung,

bahwa tanah yang diperkarakan sekarang ini belum pernah difaraidhkan, sedangkan

Tergugat menyatakan bahwa tanah itu adalah miliknya sembari menunjukkan surat

bukti pemilikan;

Menimbang, bahwa saksi Mulyadi bin Abd. Rahman menerangkan bahwa ia

(11)

mengetahui tentang letak objek sengketa yang sedang diperkarakan yaitu di Kampung

Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara, sepengetahuan saksi tanah yang

dimaksudkan adalah milik Rafiah Inen Mustafa yang telah meninggal dunia pada

tahun 1996, tanah tersebut dikuasai oleh Arifin (anak Rafiah) dan saksi pada tahun

1981 pernah memotong padi pada tanah objek perkara tersebut dan upahnya dibayar

oleh Arifin;

Menimbang, bahwa keterangan ketiga saksi Penggugat dibenarkan seluruhnya

oleh Penggugat, sedangkan Tergugat dalam tanggapannya hanya mengatakan bahwa

tanah objek terperkara adalah miliknya;

Menimbang, bahwa karena Tergugat membantah gugatan Penggugat

setentang objek terperkara dan mengatakan bahwa itu adalah miliknya, maka kepada

Tergugat telah diberikan kesempatan secara berimbang untuk membuktikannya

Menimbang, bahwa Tergugat menyampaikan kepada Majelis Hakim, untuk

membuktikan kebenaran bahwa objek sengketa yang disebutkan dalam gugatan

Penggugat adalah miliknya, Tergugat hanya mengajukan bukti-bukti surat dan tidak

akan mengajukan bukti lainnya. Tergugat mengajukan bukti, yaitu bukti : T.1,

T.2,T.3 dan T.4;

Menimbang, bahwa bukti T.1 (Foto copy Sertifikat yang telah dicocokkan

dengan aslinya) yang diajukan oleh Tergugat, pada dasarnya merupakan akta autentik

karena dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang (ketentuan pasal 285

(12)

ketentuan bahwa proses lahirnya sertifikat tersebut sesuai dengan ketentuan hukum

dan tidak cacat hukum;

Menimbang, bahwa proses lahirnya sertifikat ini berdasarkan jawaban Turut

Tergugat/Kuasanya melalui jawaban tertulis tanggal 10 Juli 2015, sebagaimana

diterangkan pada angka 2 dan 3. Pada angka 2 disebutkan bahwa penerbitan Sertifikat

Hak Milik Nomor 98 Tahun 1994 atas nama Bantasyani diproses melalui kegiatan

Sertifikat Massal Program Proyek Nasional (PRONA) tahun 1993/1994 telah

memenuhi syarat-syarat penerbitannya yaitu syarat data fisik dan data yuridis serta

tahapan-tahapan proses penerbitan selama satu tahun kegiatan. Sedangkan pada

angka 3 diterangkan bahwa adapun syarat-syarat yuridis yaitu Alas Hak Pemohon,

berupa Surat Warisan Tanggal 03 januari 1992 (bukti T.2) dan Surat Keterangan

Tanah No. 80/SKT/1993 tanggal 02 Juli 1993 (bukti T.3). Bukti T.2 dan T.3

dijadikan sebagai dasar yuridis lahirnya Sertifikat bukti Pemilikan oleh Tergugat

terhadap objek perkara ini;

Menimbang, bahwa bukti T. 2 (foto copi surat warisan tanpa ditunjukkan

aslinya) yang diajukan oleh Tergugat, terdapat keganjilan dimana pada foto copi surat

tersebut nampak ada rekayasa sehingga pada foto copi tersebut bukanlah

menunjukkan surat keterangan warisan yang sesungguhnya, nama Bantasyani

(Tergugat ) ditulis pada nomor 5 yang yang turut mengesahi warisan dan disebelah

kiri sejajar dengan namanya ditulis yang menerima, begitu juga pada bagian bawah

sudut kiri dan kanan terdapat ada hal yang janggal, karena itu menurut Majelis Hakim

(13)

yang lahir atas dasar bukti T. 2 ini adalah cacat hukum dan tidak dapat dijadikan

sebagai alat bukti sehingga tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut;

Menimbang, bahwa bukti T. 3 (foto copy surat keterangan tanah tanpa

ditunjukkan aslinya) yang diajukan oleh Tergugat adalah lahir atas dasar bukti T. 2,

karena bukti T.2 adalah cacat hukum maka bukti T. 3 juga dipandang cacat hukum

dan tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut;

Menimbang, bahwa karena bukti T.2 dan T.3 merupakan persyaratan yuridis

lahirnya Sertifkat Tanah Nomor 98 Tahun 1994 adalah cacat hukum, maka Majelis

Hakim berpendapat bahwa sertifikat No. 98 Tahun 1994 meskipun asli dan autentik,

tetapi ia cacat hukum karena lahir dari proses yang salah yaitu tidak sesuai dengan

prosedur yang diatur dalam pasal 24 dan 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah. Karena hal demikian maka keberadaan sertifikat

tersebut dianggap cacat hukum dan tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang

mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, sehingga untuk membuktikan

kebenaran bahwa objek terperkara adalah miliknya memerlukan bukti bukti lainnya;

Menimbang, bahwa Tergugat tidak mengajukan bukti-bukti selain bukti T.1,

T.2, T.3 dan T.4, sementara bukti-bukti surat tersebut belum dapat menerangkan

bahwa benar tanah objek terperkara tersebut adalah miliknya, bukti-bukti yang

Tergugat ajukan tersebut belum dapat mengalahkan bukti-bukti yang diajukan oleh

para Penggugat, karena itu keterangan Tergugat yang menyatakan bahwa tanah objek

(14)

Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Sertifikat No. 98 Tahun 1994

(T.1) adalah cacat hukum, maka alat bukti tersebut dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan dan tidak bernilai sehingga keberadaan sertifikat tersebut sebagai bukti

pemilikan harus dikesampingkan;

Menimbang, bahwa bukti T. 4 (foto copi surat keterangan) yang dikeluarkan

oleh Kepala Desa Pepayungan Angkup tanggal 19 Januari 1996 menerangkan bahwa

Tergugat (Drs. Bantasyani) adalah anak kandung dari almarhumah Inen Ali Hasan,

tidak perlu dipertimbangkan lagi, karena Inen Ali Hasan yang dimaksudkan oleh

Tergugat juga diakui nama Rafiah Inen Mustafa;

Menimbang, bahwa untuk memastikan tentang keberadaan objek terperkara

Majelis Hakim berdasarkan Putusan Sela Nomor 220/Pdt-G/2015/MS-Tkn, tanggal

27 Januari 2016 telah melakukan pemeriksaan di lapangan (discente) dalam pemeriksaa lapangan tersebut dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat serta perangkat

Desa dan ternyata berkaitan dengan objek yang disengketakan menyangkut dengan

letak, luas dan batas-batasnya telah sesuai sebagaimana disebutkan dalam gugatan

Penggugat;

Menimbang, bahwa dari bukti-bukti yang terungkap di persidangan,

ditemukan fakta hukum bahwa:

1. Bahwa benar Rafiah Inen Mustafa (pewaris) telah meninggal dunia pada

tahun 1996;

2. Bahwa, benar di saat almarhumah Rafiah Inen Mustafa meninggal dunia

(15)

(dahulu namanya Mustafa)/Tergugat, Abdullah dan Arifin) dan ketiganya

tidak dipersalahkan secara hukum untuk saling mewarisi dengan Pewaris;

3. Bahwa, benar objek warisan yang tersebut dalam gugatan Penggugat adalah

milik sempurna dari Alm. Rafiah Inen Mustafa yang belum difaraidhkan

kepada ahli warisnya sampai sekarang;

Menimbang, bahwa salah satu asas dalam hukum kewarisan Islam adalah asas

Ijbari artinya kalau sudah terbukti seorang pewaris meninggal dunia dan

meninggalkan ahli waris dan harta warisan, maka harta warisannya harus segera

dibagi kepada ahli warisnya menurut hak dan bagiannya masing setelah ditunaikan

hutang-hutang dan wasiatnya;

Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya gugatan Pengugat tentang

kebenaran pewaris, ahli waris dan harta warisan (tirkah), maka tuntutan para Penggugat dalam gugatannya tentang hal itu dinyatakan dapat dikabulkan;

Menimbang, bahwa permintaan para Penggugat petitum nomor 6 gugatannya,

tidak perlu dipertimbangkan lagi karena menurut Majelis Hakim sertipikat No. 98

Tahun 1994 atas nama Bantasyani yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan

Nasional Kabupaten Aceh Tengah adalah cacat hukum, sehingga tidak dapat

dipertimbangkan untuk dikabulkan;

Menimbang, bahwa tuntutan Penggugat pada petitum 8 dalam gugatannya

yaitu mengenai putusan ini dapat dijalankan secara serta merta, adalah tuntutan yang

(16)

Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2000, karena itu

tuntutan tersebut tidak dapat dipertimbangkan untuk dikabulkan;

Menimbang, bahwa permintaan Penggugat dalam gugatannya pada petitum 9

untuk menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwang soom) sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) atas keterlambatan melaksanakan putusan ini tidak

dapat dipenuhi, karena suatu perkara dapat dilaksanakan eksekusi riil apabila

mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga tuntutan uang paksa(dwangsoom)tidak perlu dipertimbangkan untuk dikabulkan dan harus dinyatakan ditolak, hal ini sesuai

dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I Nomor 307/K/Sip/1976 tanggal 7

Desember 1976;

Menimbang, bahwa karena telah terbukti ahli waris dari Rafi’ah Inen Mustafa

(Pewaris) hanya tiga orang anak laki-laki yaitu Bantasyani bin Muhammad Sejuk,

Abdullah bin Muhammad Sejuk dan Arifin bin Muhammad Sejuk dan ketiganya tidak

dipersalahkan untuk menerima harta warisan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal

173 INPRES NO. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia;

Menimbang, bahwa sesuai ketentuan Pasal 174 INPRES NO. 1 Tahun 1991,

bahwa anak adalah merupakan kelompok ahli waris menurut hubungan darah, karena

semua ahli ahli waris dari alm. Rafi’ah Inen Mustafa adalah tiga orang anak laki-laki

dan tidak ada ahli waris lainnya, maka kepada tiga orang anak laki-laki tersebut

menjadi ahli waris golongan ashabah sehingga dapat mewarisi seluruh harta

peninggalan pewaris, dalam kasus posisi ini masing-masing mereka mendapat 1/3

(17)

Menimbang, bahwa dalam persidangan tidak pernah terungkap bahwa alm.

Rafi’ah Inen Mustafa mempunyai hutang-hutang dan wasiat semasa hidupnya, karena

itu Majelis Hakim berpendapat bahwa Rafi’ah tidak mempunyai hutang dan wasiat

sehingga seluruh harta warisannya dapat dibagikan kepada ahli warisnya;

Menimbang, bahwa karena Tergugat dalam perkara ini dipandang sebagai

pihak yang kalah, maka kepadanya dibebankan untuk membayar biaya perkara, hal

ini sesuai dengan ketentuan pasal 192 R.Bg;

Mengingat segala dalil syar'i dan pasal-pasal dari perundang-undangan yang

berkaitan dengan perkara ini;

Mengadili :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat I dan Penggugat II untuk sebagian;

b. Menetapkan Rafiah Inen Mustafa yang meninggal dunia pada tahun 1996

adalah sebagai Pewaris;

c. Menetapkan ahli dari Rafiah Inen Mustafa, yaitu:

1) Bantasyani bin Muhammad Sejuk (anak laki-laki);

2) Abdullah bin Muhammad Sejuk (anak laki-laki);

3) Arifin bin Muhammad Sejuk (anak laki-laki);

d. Menetapkan harta warisan (tirkah) Rafiah Inen Mustafa, yaitu Sebidang Tanah seluas lebih kurang 8.463 m, yang teletak di Kampung Simpang

Kemili, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, dengan

batas-batasnya sebagai berikut:

(18)

2) Timur berbatasan dengan Jalan Raya ;

3) Utara berbatasan dengan Jalan Raya ;

4) Selatan berbatasan dengan Tanah Aman Timah/Aman Rabu

e. Membagi dan menetapkan bagian masing-masing ahli waris sebagai berikut:

1) Bantasyani bin Muhammad Sejuk, mendapat 1/3 (sepertiga).

2) Abdullah bin Muhammad Sejuk, mendapat 1/3 (sepertiga).

3) Arifin bin Muhammad Sejuk, mendapat 1/3 (sepertiga).

f. Menghukum Tergugat atau siapa saja yang menguasai tanah objek perkara

untuk menyerahkan kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan bagian

yang telah ditetapkan pada dictum 5 putusan ini.

g. Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 98 Tahun 1994 yang dikeluarkan oleh

Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Tengah tanggal 14 Mei

1994 atas nama Bantasyani/Tergugat adalah cacat hukum tidak mempunyai

kekuatan hukum;

h. Menolak gugatan Penggugat I dan Penggugat II selebihnya.

i. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam

perkara ini sebesar Rp. 2.144.000,- (dua juta seratus empat puluh empat ribu

rupiah).

B. Dasar Pertimbangan Hakim

Adapun Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariyah dalam Memutus

(19)

1. Perkara ini adalah perkara kewarisan, maka berdasarkan pasal 49 ayat (1)

huruf b yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan

diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Peradilan Agama, maka penyelesaian sengketa kewarisan di kalangan

orang Islam Indonesia menjadi kewenangan absolute dari Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar’iyah; bahwa para Penggugat dan Tergugat serta

objek harta warisan berada dalam wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah

Takengon, karena itu berdasarkan pasal 142 R.Bg, maka penyelesaian perkara

kewarisan ini menjadi kompetensi relative Mahkamah Syar’iyah Takengon;

2. Sesuai dengan ketentuan pasal 146 dan pasall 718 R.Bg untuk kepentingan

pemeriksaan pokok perkara ini kepada para Penggugat dan Tergugat telah

dilakukan pemanggilan dengan sah dan sepatutnya, Penggugat hadir diwakili

oleh kuasa hukumnya dan Tergugat datang sendiri menghadap ke

persidangan;

3. Berdasarkan pasal 154 R.Bg Majelis Hakim telah berusaha untuk

mendamaikan Para Penggugat dan Tergugat agar perkaranya dapat

diselesaikan secara kekeluargaan dan perdamaian, bahkan untuk keperluan

tersebut sesuai ketentuan yang terdapat dalam PERMA Nomor 01 Tahun 2008

kepada para Penggugat dan Tergugat telah dimediasi oleh seorang mediator

yaitu : A. Ghoni, SH (Hakim Mahkamah Syar’iyah Takengon), namun

usaha-usaha tersebut tidak berhasil karena masing-masing pihak menyatakan tetap

(20)

4. Sengketa kewarisan ini pada mulanya telah dicoba untuk dilakukan

penyelesaiannya secara kekeluargaan di Desa/Kampung melalui orang

tua/perangkat Desa/Kampung, namun tidak berhasil sehingga para Penggugat

mengajukan perkara ini ke Mahkamah Syar’iyah Takengon, karena itu para

Penggugat dipandang sebagai orang yang berkepentingan (persona standi in judicio) dalam perkara ini;para Penggugat mengajukan gugatan kewarisan adalah terhadap harta peninggalan ibu kandungnya yang bernama Rafi’ah Inen

Mustafa yang telah meninggal dunia pada tahun 1996, dan di saat ia

meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak laki-laki, yaitu: Bantasyani

bin Muhammad Sejuk (Tergugat), Abdullah bin Muhammad Sejuk

(Penggugat I) dan Arifin bin Muhammad Sejuk (Penggugat II), sedangkan

suaminya Alm. Muhammad Sejuk telah meninggal dunia lebih dahulu yaitu

pada tahun 1969;

5. Rafiah Inen Mustafa (Pewaris) adalah isteri ketiga dari Muhammad bin Sejuk,

hal ini dibenarkan oleh Tergugat dan hasil perkawinannya telah lahir 3 (tiga)

orang anak laki-laki yaitu Penggugat I, Penggugat II dan Tergugat;

6. Sesuai dengan ketentuan pasal 171 huruf (b), (c) dan (d) INPRES No. 1 Tahun

1991 tentang Kompilasi Hukum Indonesia, dalam penyelesaian masalah

kewarisan perlu diperjelas lebih dahulu tentang pewaris, ahli waris dan objek

warisan;

7. Berkaitan dengan pewaris adalah ibu kandung para Penggugat dan Tergugat

(21)

tetapi Rafi’ah Inen Ali Hasan, namun setelah terjadi jawab menjawab dalam

persidangan dibenarkan oleh Tergugat bahwa Rafiah Inen Ali Hasan yang

dimaksudkan adalah benar juga sebutan nama Rafiah Inen Mustafa dan

Tergugat juga mengakui bahwa namanya semasa kecil adalah Mustafa bukan

Bantasyani. Tergugat merubah nama dari Mustafa ke Bantasyani setelah

menjelang beberapa tahun kemudian. Berdasarkan adat kebiasaan masyarakat

Gayo di Aceh bahwa sebutan nama ibu dinisbahkan dengan Inen (artinya ibu

dari) sedangkan untuk ayah dinisbahkan dengan aman (ayah dari) dan

biasanya dikaitkan dengan anak yang tertua/pertama, dalam hal ini Rafiah

Inen Mustafa. Berkaitan dengan pewaris disepakati yaitu Rafiah Inen Mustafa,

karena itu Majelis Hakim menetapkan bahwa yang menjadi Pewaris dalam

perkara ini adalah Rafi’ah Inen Mustafa (ibu kandung dari Penggugat I dan II

serta Tergugat);

8. Berkaitan dengan ahli waris dari Rafiah Inen Muastafa telah diakui oleh

Tergugat yaitu tiga orang anak laki-laki kandung (Bantasyani bin Muhammad

Sejuk/Tergugat, Abdullah bin Muhammad Sejuk/Penggugat I dan Arifin bin

Muhammad Sejuk/Penggugat II), hal ini juga dikuatkan dengan bukti P. 3 dan

P.4. Karena itu Majelis Hakim menetapkan ahli waris waris dari Rafiah Inen

Mustafa adalah:

a) Bantasyani bin Muhammad Sejuk, nama semasa kecil Mustafa (anak

laki-lakikandung)/ Tergugat .

(22)

c) Arifin bin Muhammad Sejuk (anak laki-laki kandung)/Penggugat II.

9. Tergugat membantah bahwa objek terperkara adalah milik almarhum

Ibunya (Rafiah Inen Mustafa), karena menurut Tergugat bahwa objek

perkara sebagaimana yang dicantumkan oleh para Penggugat dalam

gugatannya adalah milik pribadi Tergugat yang diperoleh dari bagian

orang tuanya semasa masih hidup dahulu dan para Penggugat juga telah

mendapat bagiannya masing-masing;

10. Para Penggugat bersikeras bahwa tanah objek sengketa yang tercantum

dalam gugatannya adalah milik Almarhumah Ibu kandungnya yang

bernama Rafi’ah Inen Mustafa), karena itu kepada para Penggugat telah

diperintahkan untuk membuktikannya;

11. Para Penggugat untuk menguatkan dalil gugatannya setentang objek harta

warisan telah mengajukan bukti-bukti ke persidangan yaitu bukti P.1

(surat keterangan dari Baram A. Dolah) tanggal 5 Januari 2015, berkaitan

dengan asal usul tanah terperkara dan bukti P. 2 (surat penyelesaian

masalah tanah warisan yang dikeluarkan oleh Camat Silih Nara tanggal 14

Februari 2013;

12. Bukti P.1 bukanlah akta authentik yang mempunyai kekuatan sempurna

dan menentukan, karena itu ia hanya dipandang sebagai bukti awal yang

memerlukan kepada alat-alat bukti yang lain sehingga dapat ditetapkan

bahwa benar harta yang yang diperkarakan tersebut adalah milik dari

(23)

13. Bukti P. 2 hanya membuktikan bahwa pihak Kecamatan pernah mencoba

untuk menyelesaikan persoalan ini namun tidak berhasil, bukan

menjelaskan kebenaran bahwa objek terperkara adalah benar milik alm.

Rafiah Inen Mustafa;

14. Bukti P.3 (Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala

Kampung Simpang Kemili, tanggal 18 Maret 2013) dan bukti P. 4 (

Silsilah keluarga), karena itu bukti P.3 dan P.4 dipandang sebagai bukti

pelengkap terhadap kebenaran tentang pewaris dan ahli waris yang

sebelumnya telah diakui oleh Tergugat ;

15. Penggugat telah mengajukan 3 (tiga) orang saksi ke persidangan yaitu: M.

Yusuf bin Thaib, Armaya bin Abdullah Hasan dan Mulyadi bin

Abdurrahman. Ketiga orang saksi ini adalah mengenal para Penggugat dan

Tergugat, tidak mempunyai hubungan keluarga baik sedarah maupun

semenda, tidak mempunyai hubungan kerja atau menerima upah pada

Penggugat dan tidak ada halangan untuk menjadi saksi dalam persidangan

dan keterangannya telah diberikan diberikan di bawah sumpah, karena itu

saksi-saksi yang dihadirkan oleh para Penggugat berdasarkan pasal 172

R.Bg secara formil dapat diterima;

16. Saksi M. Yusuf bin Thaib menerangkan bahwa ia kenal dengan Rafiah

Inen Mustafa dan juga mengenal dengan para Penggugat dan Tergugat,

karena saksi pernah menjabat sebagai Kepala Kampung Simpang Kemili

(24)

mengetahui tentang persoalan tanah yang disengketakan, mengetahui letak

dan batas-batasnya namun tidak ingat berapa luas sebenarnya, menurut

saksi tanah tersebut adalah milik orang tua Penggugat dan Tergugat yang

sampai saat ini belum pernah dibagikan/ difaraidhkan;

17. Saksi Armaya bin Abdullah Hasan menerangkan bahwa ia kenal dengan

para Penggugat dan Tergugat dan orang tuanya, karena mereka adalah

warga desanya, saksi mengetahui tentang objek perkara yang

disengketakan. Bahwa tanah itu adalah milik Muhammad Sejuk dengan

Rafiah yaitu ayah dan ibu kandung dari para Penggugat dan Tergugat,

tanah tersebut menurut saksi belum pernah dibagi, karena pada tahun 2013

pernah muncul persoalan terhadap objek perkara ini, Waktu itu Penggugat

melaporkan kepada saksi dalam kapasitas sebagai Kepala Kampung,

bahwa tanah yang diperkarakan sekarang ini belum pernah difaraidhkan,

sedangkan Tergugat menyatakan bahwa tanah itu adalah miliknya sembari

menunjukkan surat bukti pemilikan;

18. Saksi Mulyadi bin Abd. Rahman menerangkan bahwa ia kenal dengan

para Penggugat dan tidak mengenal dengan Tergugat, dan saksi

mengetahui tentang letak objek sengketa yang sedang diperkarakan yaitu

di Kampung Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara, sepengetahuan saksi

tanah yang dimaksudkan adalah milik Rafiah Inen Mustafa yang telah

(25)

(anak Rafiah) dan saksi pada tahun 1981 pernah memotong padi pada

tanah objek perkara tersebut dan upahnya dibayar oleh Arifin;

19. Keterangan ketiga saksi Penggugat dibenarkan seluruhnya oleh

Penggugat, sedangkan Tergugat dalam tanggapannya hanya mengatakan

bahwa tnah objek terperkara adalah miliknya;

20. Tergugat membantah gugatan Penggugat setentang objek terperkara dan

mengatakan bahwa itu adalah miliknya, maka kepada Tergugat telah

diberikan kesempatan secara berimbang untuk membuktikannya

21. Tergugat menyampaikan kepada Majelis Hakim, untuk membuktikan

kebenaran bahwa objek sengketa yang disebutkan dalam gugatan

Penggugat adalah miliknya, Tergugat hanya mengajukan bukti-bukti surat

dan tidak akan mengajukan bukti lainnya. Tergugat mengajukan bukti,

yaitu bukti : T.1, T.2,T.3 dan T.4;

22. Bukti T.1 (Foto copy Sertifikat yang telah dicocokkan dengan aslinya)

yang diajukan oleh Tergugat, pada dasarnya merupakan akta autentik

karena dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang (ketentuan

pasal 285 R.Bg) sehingga mempunyai nilai pembuktian yang sempurna

(volledeg) dan mengikat (bindende) dan tidak memerlukan kepada alat bukti lainnya, dengan ketentuan bahwa proses lahirnya sertifikat tersebut

sesuai dengan ketentuan hukum dan tidak cacat hukum;

23. Proses lahirnya sertifikat ini berdasarkan jawaban Turut

(26)

sebagaimana diterangkan pada angka 2 dan 3. Pada angka 2 disebutkan

bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 98 Tahun 1994 atas nama

Bantasyani diproses melalui kegiatan Sertifikat Massal Program Proyek

Nasional (PRONA) tahun 1993/1994 telah memenuhi syarat-syarat

penerbitannya yaitu syarat data fisik dan data yuridis serta

tahapan-tahapan proses penerbitan selama satu tahun kegiatan. Sedangkan pada

angka 3 diterangkan bahwa adapun syarat-syarat yuridis yaitu Alas Hak

Pemohon, berupa Surat Warisan Tanggal 03 januari 1992 (bukti T.2) dan

Surat Keterangan Tanah No. 80/SKT/1993 tanggal 02 Juli 1993 (bukti

T.3). Bukti T.2 dan T.3 dijadikan sebagai dasar yuridis lahirnya Sertifikat

bukti Pemilikan oleh Tergugat terhadap objek perkara ini;

24. Bukti T. 2 (foto copi surat warisan tanpa ditunjukkan aslinya) yang

diajukan oleh Tergugat, terdapat keganjilan dimana pada foto copi surat

tersebut nampak ada rekayasa sehingga pada foto copi tersebut bukanlah

menunjukkan surat keterangan warisan yang sesungguhnya, nama

Bantasyani (Tergugat ) ditulis pada nomor 5 yang yang turut mengesahi

warisan dan disebelah kiri sejajar dengan namanya ditulis yang menerima,

begitu juga pada bagian bawah sudut kiri dan kanan terdapat ada hal yang

janggal, karena itu menurut Majelis Hakim bahwa bukti T.2 adalah cacat

baik materil dan formil, sehingga surat-surat lainnya yang lahir atas dasar

bukti T. 2 ini adalah cacat hukum dan tidak dapat dijadikan sebagai alat

(27)

25. Bukti T. 3 (foto copy surat keterangan tanah tanpa ditunjukkan aslinya)

yang diajukan oleh Tergugat adalah lahir atas dasar bukti T. 2, karena

bukti T.2 adalah cacat hukum maka bukti T. 3 juga dipandang cacat

hukum dan tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut;

26. Bukti T.2 dan T.3 merupakan persyaratan yuridis lahirnya Sertifkat Tanah

Nomor 98 Tahun 1994 adalah cacat hukum, maka Majelis Hakim

berpendapat bahwa sertifikat No. 98 Tahun 1994 meskipun asli dan

autentik, tetapi ia cacat hukum karena lahir dari proses yang salah yaitu

tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal 24 dan 42 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Karena hal

demikian maka keberadaan sertifikat tersebut dianggap cacat hukum dan

tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan yang

sempurna dan mengikat, sehingga untuk membuktikan kebenaran bahwa

objek terperkara adalah miliknya memerlukan bukti bukti lainnya;

27. Tergugat tidak mengajukan bukti-bukti selain bukti T.1, T.2, T.3 dan T.4,

sementara bukti-bukti surat tersebut belum dapat menerangkan bahwa

benar tanah objek terperkara tersebut adalah miliknya, bukti-bukti yang

Tergugat ajukan tersebut belum dapat mengalahkan bukti-bukti yang

diajukan oleh para Penggugat, karena itu keterangan Tergugat yang

menyatakan bahwa tanah objek terperkara adalah miliknya belum terbukti;

28. Dengan telah terbuktinya Sertifikat No. 98 Tahun 1994 (T.1) adalah cacat

(28)

dan tidak bernilai sehingga keberadaan sertifikat tersebut sebagai bukti

pemilikan harus dikesampingkan;

29. Bukti T. 4 (foto copi surat keterangan) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa

Pepayungan Angkup tanggal 19 Januari 1996 menerangkan bahwa

Tergugat (Drs. Bantasyani) adalah anak kandung dari almarhumah Inen

Ali Hasan, tidak perlu dipertimbangkan lagi, karena Inen Ali Hasan yang

dimaksudkan oleh Tergugat juga diakui nama Rafiah Inen Mustafa;

30. Untuk memastikan tentang keberadaan objek terperkara Majelis Hakim

berdasarkan Putusan Sela Nomor 220/Pdt-G/2015/MS-Tkn, tanggal 27

Januari 2016 telah melakukan pemeriksaan di lapangan (discente) dalam

pemeriksaa lapangan tersebut dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat serta

perangkat Desa dan ternyata berkaitan dengan objek yang disengketakan

menyangkut dengan letak, luas dan batas-batasnya telah sesuai

sebagaimana disebutkan dalam gugatan Penggugat;

31. Salah satu asas dalam hukum kewarisan Islam adalah asas Ijbari artinya

kalau sudah terbukti seorang pewaris meninggal dunia dan meninggalkan

ahli waris dan harta warisan, maka harta warisannya harus segera dibagi

kepada ahli warisnya menurut hak dan bagiannya masing setelah

ditunaikan hutang-hutang dan wasiatnya;

32. Dengan telah terbuktinya gugatan Pengugat tentang kebenaran pewaris,

(29)

33. Permintaan para Penggugat petitum nomor 6 gugatannya, tidak perlu

dipertimbangkan lagi karena menurut Majelis Hakim sertikat No. 98

Tahun 1994 atas nama Bantasyani yang dikeluarkan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Tengah adalah cacat hukum,

sehingga tidak dapat dipertimbangkan untuk dikabulkan;

34. Tuntutan Penggugat pada petitum 8 dalam gugatannya yaitu mengenai

putusan ini dapat dijalankan secara serta merta, adalah tuntutan yang

sangat berlebihan karena bertentangan ketentuan pasal 191 ayat (1) R.Bg

dan Surat Edaran mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2000, karena itu tuntutan tersebut tidak dapat dipertimbangkan untuk

dikabulkan;

35. Permintaan Penggugat dalam gugatannya pada petitum 9 untuk

menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwang soom) sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) atas keterlambatan melaksanakan putusan

ini tidak dapat dipenuhi, karena suatu perkara dapat dilaksanakan eksekusi

riil apabila mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga tuntutan uang

paksa (dwang soom) tidak perlu dipertimbangkan untuk dikabulkan dan harus dinyatakan ditolak, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah

Agung R.I Nomor 307/K/Sip/1976 tanggal 7 Desember 1976;

36. karena telah terbukti ahli waris dari Rafi’ah Inen Mustafa (Pewaris) hanya

tiga orang anak laki-laki yaitu Bantasyani bin Muhammad Sejuk,

(30)

ketiganya tidak dipersalahkan untuk menerima harta warisan,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 173 INPRES NO. 1 Tahun 1991

tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia;

37. Sesuai ketentuan Pasal 174 INPRES NO. 1 Tahun 1991, bahwa anak

adalah merupakan kelompok ahli waris menurut hubungan darah, karena

semua ahli ahli waris dari alm. Rafi’ah Inen Mustafa adalah tiga orang

anak laki-laki dan tidak ada ahli waris lainnya, maka kepada tiga orang

anak lai-laki tersebut menjadi ahli waris golongan ashabahsehingga dapat mewarisi seluruh harta peninggalan pewaris, dalam kasus posisi ini

masing-masing mereka mendapat 1/3 (sepertiga) bagian dari harta

peninggalan alm. Rafi’ah Inen Mustafa;

38. Dalam persidangan tidak pernah terungkap bahwa alm. Rafi’ah Inen

Mustafa mempunyai hutang-hutang dan wasiat semasa hidupnya, karena

itu Majelis Hakim berpendapat bahwa Rafi’ah tidak mempunyai hutang

dan wasiat sehingga seluruh harta warisannya dapat dibagikan kepada ahli

warisnya;

C. Analisa Pertimbangan Hakim

Menurut Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan

kehakiman, pertimbangan hukum adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim

dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat meringankan atau

(31)

tertulis terhadap perkara yang sedang di periksa dan menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari putusan.

Dalam sebuah putusan bagian pertimbangan adalah bagian yang dimulai

dengan tentang pertimbangan hukumnya atau tentang hukumnya yang memuat :95

1. Gambaran Tentang bagaimana hakim mengkualifisir, yaitu mencari dan

menemukan hukum yang harus diterapkan pada suatu fakta dan kejadian yang

diajukann.

2. Penilaian hakim tentang fakta-fakta yang diajukan.

3. Pertimbangan hakim secara kronologis dan rinci setiap item, baik dari pihak

penggugat maupun tergugat.

4. Dasar Hukum yang digunakan hakim dalam menilai fakta dan memutus

perkara, hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

Pertimbangan Hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam

menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan

(ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan

hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermit. Apabila pertimbangan hakim

tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan

hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.96

95Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pengadilan Agama, Cet VI, (Yogyakarta : Pustaka

Belajar, 2005), hal, 263-264.

(32)

Pengadilan Mahkamah Syariyah Takengon dalam memeriksa Perkara telah

sesuai dengan hukum yang berlaku dengan melihat:

1. Bukti P.1 bukanlah akta authentik yang mempunyai kekuatan sempurna dan

menentukan, karena itu ia hanya dipandang sebagai bukti awal yang

memerlukan kepada alat-alat bukti yang lain sehingga dapat ditetapkan bahwa

benar harta yang yang diperkarakan tersebut adalah milik dari Rafiah Inen

Mustafa;

2. Bukti P. 2 hanya membuktikan bahwa pihak Kecamatan pernah mencoba

untuk menyelesaikan persoalan ini namun tidak berhasil, bukan menjelaskan

kebenaran bahwa objek terperkara adalah benar milik alm. Rafiah Inen

Mustafa;

3. Bukti P.3 (Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala

Kampung Simpang Kemili, tanggal 18 Maret 2013) dan bukti P. 4 ( Silsilah

keluarga), karena itu bukti P.3 dan P.4 dipandang sebagai bukti pelengkap

terhadap kebenaran tentang pewaris dan ahli waris yang sebelumnya telah

diakui oleh Tergugat ;

4. Bukti T.1 (Foto copy Sertifikat yang telah dicocokkan dengan aslinya) yang

diajukan oleh Tergugat, pada dasarnya merupakan akta autentik karena dibuat

oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang (ketentuan pasal 285 R.Bg)

(33)

ketentuan bahwa proses lahirnya sertifikat tersebut sesuai dengan ketentuan

hukum dan tidak cacat hukum;

Proses lahirnya sertipikat ini berdasarkan jawaban Turut Tergugat/Kuasanya

melalui jawaban tertulis tanggal 10 Juli 2015, sebagaimana diterangkan pada

angka 2 dan 3. Pada angka 2 disebutkan bahwa penerbitan Sertifikat Hak

Milik Nomor 98 Tahun 1994 atas nama Bantasyani diproses melalui kegiatan

Sertifikat Massal Program Proyek Nasional (PRONA) tahun 1993/1994 telah

memenuhi syarat-syarat penerbitannya yaitu syarat data fisik dan data yuridis

serta tahapan-tahapan proses penerbitan selama yaitu satu tahun kegiatan.

Sedangkan pada angka

diterangkan bahwa adapun syarat-syarat yuridis yaitu Alas Hak Pemohon,

berupa Surat Warisan Tanggal 03 januari 1992 (bukti T.2) dan Surat

Keterangan Tanah No. 80/SKT/1993 tanggal 02 Juli 1993 (bukti T.3). Bukti

T.2 dan T.3 dijadikan sebagai dasar yuridis lahirnya Sertifikat bukti Pemilikan

oleh Tergugat terhadap objek perkara ini;

5. Bukti T. 2 (foto copi surat warisan tanpa ditunjukkan aslinya) yang diajukan

oleh Tergugat, terdapat keganjilan dimana pada foto copi surat tersebut

nampak ada rekayasa sehingga pada foto copi tersebut bukanlah menunjukkan

surat keterangan warisan yang sesungguhnya, nama Bantasyani (Tergugat )

ditulis pada nomor 5 yang yang turut mengesahi warisan dan disebelah kiri

sejajar dengan namanya ditulis yang menerima, begitu juga pada bagian

(34)

Majelis Hakim bahwa bukti T.2 adalah cacat baik materil dan formil, sehingga

surat-surat lainnya yang lahir atas dasar bukti T. 2 ini adalah cacat hukum dan

tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti sehingga tidak perlu dipertimbangkan

lebih lanjut;

6. Bukti T. 3 (foto copy surat keterangan tanah tanpa ditunjukkan aslinya) yang

diajukan oleh Tergugat adalah lahir atas dasar bukti T. 2, karena bukti T.2

adalah cacat hukum maka bukti T. 3 juga dipandang cacat hukum dan tidak

perlu dipertimbangkan lebih lanjut;

7. Bukti T.2 dan T.3 merupakan persyaratan yuridis lahirnya Sertifkat Tanah

Nomor 98 Tahun 1994 adalah cacat hukum, maka Majelis Hakim berpendapat

bahwa sertifikat No. 98 Tahun 1994 meskipun asli dan autentik, tetapi ia cacat

hukum karena lahir dari proses yang salah yaitu tidak sesuai dengan prosedur

yang diatur dalam pasal 24 dan 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah. Karena hal demikian maka keberadaan

sertifikat tersebut dianggap cacat hukum dan tidak dapat dikatakan sebagai

alat bukti yang mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, sehingga

untuk membuktikan kebenaran bahwa objek terperkara adalah miliknya

memerlukan bukti bukti lainnya;

8. Tergugat tidak mengajukan bukti-bukti selain bukti T.1, T.2, T.3 dan T.4,

sementara bukti-bukti surat tersebut belum dapat menerangkan bahwa benar

tanah objek terperkara tersebut adalah miliknya, bukti-bukti yang Tergugat

(35)

Penggugat, karena itu keterangan Tergugat yang menyatakan bahwa tanah

objek terperkara adalah miliknya belum terbukti;

9. Dengan telah terbuktinya Sertifikat No. 98 Tahun 1994 (T.1) adalah cacat

hukum, maka alat bukti tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan dan

tidak bernilai sehingga keberadaan sertifikat tersebut sebagai bukti pemilikan

harus dikesampingkan;

Berdasarkan pertimbangan hakim dan bukti-bukti yang diajukan oleh para

pihak, maka dalam pengambilan putusan hakim atas perkara tersebut telah sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu menguatkan kepemilikan semua ahli

waris dan menyatakan masih sebagai hak bersama setelah pengambilan putusan

hakim atas perkara tersebut, dinyatakan bahwa sertipikat di dasarkan atas alas hak

yang cacat hukum, dengan ditemukannya ada bagian yang di rekayasa dalam

pembuatannya, apalagi tidak dapat menunjukan bukti asli, alas hak oleh karenannya

menyebabkan sertipikat tersebut menjadi cacat dan tidak dapat pula di katakan

(36)

BAB IV

SOLUSI HUKUM ATAS PENYELESAIAN HARTA WARISAN DAN ADANYA SALAH SATU AHLI WARIS YANG MENGHAMBAT

TERLAKSANANNYA PEMBAGIAN WARISAN

A. Sengketa dan Penyelesaian Sengketa Bidang Pertanahan Hak Atas Tanah Menurut UUPA

1. Pengertian Tanah dan Sengketa

Sebutan "tanah" dalam bahasan ini dapat dipahami dengan berbagai arti, maka

penggunaannya perlu diberi batasan agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut

digunakan. Dalam hukum tanah sebutan istilah "tanah" dipakai dalam arti yuridis,

sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA).

Tanah dalam pengertian yuridis mencakup permukaan bumi sebagaimana

diatur Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

dinyatakan bahwa; “Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula

tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air”.

Hak tanah mencakup hak atas sebagian tertentu yang berbatas di permukaan

bumi sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA).. "Atas dasar hak menguasai dari Negara ..., ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang.". Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk

(37)

tersebut tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai

permukaan bumi saja.

Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan

sebagai tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang angkasa yang di

permukaan bumi. Oleh karena itu, dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA) dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan

wewenang untuk menggunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang

bersangkutan yang disebut "tanah", tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan

air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, dengan demikian yang dipunyai dengan

hak atas tanah adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi,

tetapi wewenang menggunakan yang bersumber dengan hak tersebut diperluas hingga

meliputi juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah, air serta

ruang yang ada di atasnya, tetapi dengan batas-batasan tertentu.97

Menurut Parlindungan, tanah hanya merupakan salah satu bagian dari

bumi.98Pembatasan pengertian tanah dengan permukaan bumi seperti itu juga

diatur dalam penjelasan Pasal Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagaimana

tertuang dalam Pasal 1 bagian II angka I bahwa dimaksud dengan tanah ialah

permukaan bumi.99

97Boedi harsono,op. Cit, hal. 18

98A. P. Parlindungan. Landreform di indonesia : suatu perbandingan, (Bandung : Mandar

Maju, 1990), hal. 90

(38)

Pengertian tanah dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960

tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atas Kuasanya,

menyangkut setatusnya yaitu, dirumuskan:100

a. Tanah yang langsung dikuasai oleh negara

b. Tanah yang tidak dikuasai oleh negara yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh

perorangan atau badan hukum.

Tanah dalam pengertian geologis agronomis, diartikan lapisan permukaan

bumi yang paling atas yang dimanfaatkan untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang

disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan, dan

tanah bangunan yang digunakan untuk mendirikan bangunan.101

Beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan

pengertian tanah ialah bagian permukaan bumi termasuk tubuh bumi di bawahnya

serta yang berada di bawah air yang langsung dikuasai oleh negara atau dipunyai

dengan sesuatu hak oleh perorangan atau badan hukum.

Fokus kajian dalam tesis ini dibatasi pada sengketa102 pertanahan di

permukaan bumi sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 Ayat (2) Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016 , khususnya yang terkait

dengan hak milik atas tanah.

100Ibid. Hal. 624

101Sunindhia dan Widiyanti,Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran),(Jakarta :

Bina Aksara, 1988), Hal. 8.

102 Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara

(39)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sengketa adalah segala sesuatu yang

menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atau perbantahan.103 Timbulnya

sengketa hukum mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau

badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik

terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat

memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan

yang berlaku.104

Sifat permasalahan dari suatu sengketa secara umum ada beberapa macam,

antara lain :

a. Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai pemegang hak

yang sah atas tanah yang berstatus hak, atau atas tanah yang belum ada

haknya;

b. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai

dasar pemberian hak;

c. Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan

yang kurang atau tidak benar;

d. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis.

Alasan yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak

yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh

103Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka, 1982) hal. 643 104Rusmadi murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung : Bandar Maju,

(40)

karena itu penyelesaian hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari sifat

permasalahan yang diajukan dan cara penyelesaian yang di limpahkan dan ada

kalanya prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh suatu

keputusan.

2. Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah

Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum atas tanah,

peraturan yang dapat digunakan sebagai dasar hukum mengenai penyelesaian

sengketa hukum atas tanah, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor

11 Tahun 2016. Adapun Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang

Penyelesaian Kasus Pertanahan, diantaranya menetapkan ;

a. Kasus Pertanahan adalah Sengketa, Konflik, atau Perkara Pertanahan untuk

mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan.

b. Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan

pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak

berdampak luas.

c. Konflik Tanah yang selanjutnya disebut Konflik adalah perselisihan

pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan

hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak

(41)

d. Perkara Tanah yang selanjutnya disebut Perkara adalah perselisihan

pertanahan yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

Pada prosesnya pihak bersengketa dapat membuat pengaduan105 dan laporan

atau juga keberatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada

Kementerian ATR/BPN, Kemudian permasalahan tersebut akan ditinaklanjuti

dengan;

1) Pengumpulan data106, baik itu data fisik dan data yuridis serta data

pendukung lainnya.

2) Analisis data107analisa data digunakan untuk mengetahui kesalahan yang

diperoleh atas permasalahan yang diadukan. Hal ini terkait mengenai

sengketa atau konflik yang menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN

sebagaimana dijelaskan pada Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria

dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016, meliputi:

a) Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan atau

perhitungan luas.

b) Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan atau

pengakuan hak atas tanah bekas milik adat.

c) Kesalahan prosedur dalam proses penetapan atau pendaftaran hak

tanah.

d) Kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar.

105Pasal 6 Ayat (2), Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016 106

Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun 2016.

107

(42)

e) Tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas

haknya jelas terdapat kesalahan.

f) Kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran

tanah.

g) Kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti.

h) Kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan.

i) Kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin.

j) Penyalahgunaan pemanfaatan ruang.

k) Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.

3) Pengkajian108 dilakukan untuk mengetahui pokok masalah, penyebab

terjadinya, potensi dampak, alternatif penyelesaian dan rekomendasi

penyelesaian Sengketa dan Konflik.

4) Pemeriksaan lapangan109Kegiatan pemeriksaan lapangan bertujuan untuk

melihat secara langsung keadaan dilapangan terkait tanah yang menjadi

sengketa ataupun konfilik, pemeriksaan tersebut meliputi:

a) penelitian atas kesesuaian data dengan kondisi lapangan;

b) pencarian keterangan dari saksi-saksi dan/atau pihak-pihak yang

terkait;

c) penelitian batas bidang tanah, gambar ukur, peta bidang tanah,

gambar situasi/surat ukur, peta rencana tata ruang; dan/atau kegiatan

lainnya yang diperlukan

(43)

5) Paparan110 bertujuan untuk memperoleh masukan ataupun pendapat,

mempertajam pengkajian tentang sengketa ataupun konflik, dan

memperoleh kesimpulan dan saran.

6) Laporan hasil penyelesaian sengketa111, dengan adanya laporan hasil ini

maka pihak BPN atau Menteri Agraria dan Tata Ruang memberikan

pennyelesaian sengketa atau konflik dengan menerbitkan;

a) Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah;

b) Keputusan Pembatalan Sertifikat;

c) Keputusan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah

dan/atau Daftar Umum lainnya; atau

d) Surat Pemberitahuan bahwa tidak terdapat kesalahan administrasi

Selain sengketa atau konflik tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang

tidak berwenang menangani kasus pertanahan. Namun, Kementerian Agraria dan

Tata Ruang dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa atau

konflik melalui jalur mediasi. Jalur mediasi dalam aturan ini ditempuh juga untuk

jenis sengketa atau konflik, baik yang menjadi kewenangan kementerian atau yang

bukan menjadi kewenangan kementerian.

Penyelesaian melalui jalur mediasi dapat ditempuh apabila para pihak sepakat

melakukan perundingan dengan prinsip musyawarah untuk mufakat bagi kebaikan

semua pihak. Jika salah satu pihak saja menolak, maka penyelesaiannya diselesaikan

110Pasal 21 dan Pasal 22 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/KBPN Nomor 11 Tahun

2016.

(44)

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Teknisnya, mediasi dilakukan paling

lama 30 hari dimana untuk mediatornya berasal dari kementerian, Kantor Wilayah

BPN atau Kantor Pertanahan.

Dalam hal mediasi ditemukan kesepakatan, maka selanjutnya dibuat

perjanjian perdamaian berdasarkan berita acara mediasi yang mengikat para pihak.

Setelah itu, perjanjian perdamaian itu didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan

Negeri setempat untuk memperolah kekuatan hukum mengikat. mediasi dianggap

batal apabila setelah diundang tiga kali secara patut, para pihak atau salah satu pihak

yang berselisih tidak hadir. Sehingga, para pihak dipersilahkan menyelesaikan

sengketa atau konflik dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila usaha melalui jalan musyawarah tidak mendatangkan hasil maka

sengketa harus diselesaikan oleh instansi yang berwenang yaitu pengadilan.112Dalam

hal terjadi ketidakpuasan salah satu pihak yang bersengketa, dapat melalui jalur

pengadilan dengan mengikuti hukum acara perdata. Sebagaimana diatur dalam

hukum acara dalam Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dengan menunjukan lima alat bukti yang sah, yaitu :

a. Surat

b. Saksi

c. Persangkaan

d. Pengakuan

e. Sumpah

(45)

Pada umumnya sifat dari sengketa adalah adanya pengaduan yang

mengandung pertentangan hak atas tanah maupun hak-hak lain atas suatu

kesempatan/prioritas atau adanya suatu ketetapan yang merugikan dirinya.

Para pihak menghendaki penyelesaian sengketa yang mendasarkan atau

memperhatikan peraturan yang berlaku, memperhatikan keseimbangan kepentingan

para pihak, menegakkan keadilan hukum dan penyelesaian tersebut harus tuntas.

Pada masyarakat desa, ada juga peradilan adat, peran kepala desa/ pengurus adat

sangat penting dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya. Persoalan

yang menyangkut warga desa dimusyawarahkan terlebih dahulu dalam rapat desa

berdasarkan hukum adat setempat atau dibicarakan dengan sesepuh desa untuk

memperoleh pemecahan yang tepat dan memuaskan bagi semua pihak.

Upaya penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan juga peradilan adat,

merupakan cerminan corak khas tata kehidupan masyarakat adat tradisional yang

memiliki sifat kebersamaan, gotong-royong dan kekeluargaan,tanpa harus melibatkan

aparat penegak hukum, kecuali para pihak tidak bersedia musyawarah maka,

pengadilan merupakan jalan terakhir penyelasaian sengketa.

B. Solusi Hukum Penyelesaian Harta Warisan Yang Dihalangi Oleh Salah Satu Ahli Waris.

Apabila terjadi sengketa waris di antara ahli waris bagi orang Islam dapat

mengajukan ke pengadilan, berdasarkan berdasarkan pasal 21 dan pasal 49

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, badan peradilan yang diberikan kekuasaan untuk

(46)

Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tentang, Perkawinan,

Kewarisan, Wasiat, dan Hibah dan Wakaf, Shadaqah.

Semua perkara tersebut akan diputuskan berdasarkan hukum Islam. Bagi

masyarakat Aceh apa bila terjadi sengketa waris bagi orang yang beragama Islam

dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar’iyah, berdasarkan Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Syar’iyah dan

Mahkamah Syar’iyah Provinsi di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dan dengan

berdasarkan Qanun Provinsi Nanggro Aceh Darussalam nomor 10 tahun 2002 tentang

Peradilan Syariat Islam.

Dengan diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) apakah telah

menggantikan hukum kewarisan dari fikih mawaris atau Faraidh. Suatu hal yang dapat dipastikan adalah bahwa hukum kewarisan Islam selama ini yang bernamafikih mawaris atau Faraidh itu di jadikan salah satu bahkan sumber utama dari kompilasi.113

Pada hakikatnya mengenai harta warisan, bahwa Islam telah menentukan tata

cara pengaliha dan pembagian warisan. Sehingga pentingnya untuk segera

diselesaikan bila syarat pembagian warisan telah terpenuhi.

Apabila warisan dapat diselesaikan dengan segera setelah menunaikan

kewajiban ahli waris untuk menuntaskan segala hutang piutang, wasiat yang

berkaitann dengan pewaris maka mengenai harta yang ditinggalkan dapat segera

(47)

beralih kepemilikan. Islam sangat meganjurkan setiap harta harus memiliki tuan nya.

Sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Terkait dengan masalah yang berkaitan dengan judul, maka apabila timbul

suatu permasalahan sengketa waris maka dapat diselesaikan dengan merujuk pada

Kompilasi Hukum Islam. Terhadap salah satu ahli waris yang menghalangi adanya

pembagian warisan, di dalam ketentuan Al-quran dan Hadist tidak berpengaruh pada

pengurangan bagian warisan atau menjadi terhalang mendapat warisan. Justru Islam

telah menentukan bagian warisan masing masing sesuai golongannya. Terlebih pada

kasus yang ditemukan ahli waris tersebut adalah anak kandung yang masih memiliki

hubungan darah dengan pewaris.

Hanya saja dengan adanya sikap dari salah satu ahli waris yang menghalangi

adanya pembagian waris telah memberikan pengaruh kepada ahli waris lainnya

terkait tentang kepemilikan dan penggunaan harta warisan. Menunda nunda

pembagian warisan dapat menimbulkan permasalahan antara sesama ahli waris

selama warisan itu belum dibagi.

1. Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Pengadilan (Litigasi)

Penyelesaian sengketa tanah yang diketahui dan dipraktekkan selama ini

adalah melalui lembaga peradilan umum, karena secara umum ke sanalah setiap

permasalahan mengenai kasus-kasus tanah dibawa oleh masyarakat pencari keadilan.

(48)

pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan di lingkungan peradilan umum

dijalankan oleh:114

a. Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama,

b. Pengadilan Tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding,

c. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum berpuncak pada

Mahkamah Agung RI sebagai pengadilan negara tertinggi, dengan tingkat

Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Pengadilan Negeri berkedudukan di Kabupaten/Kota. Daerah hukumnya

meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di

Ibukota Provinsi. Daerah hukumnya meliputi daerah provinsi. Dalam penyelesaian

perkara sengketa tanah di Pengadilan Umum berlaku ketentuan-ketentuan Perdata

seperti KUHPerdata dan ketentuan lain di luarnya, seperti UUPA. Tugas dan

kewenangan badan peradilan perdata adalah menerima, memeriksa, mengadili serta

menyelesaikan sengketa di antara pihak yang berperkara.

Penyelesaian sengketa pertanahan dilakukan di pengadilan umum, walaupun

terhadap hakim masih merdasarkan hukumnnya, sesuai Buku II KUHPerdata.

Walaupun buku II KUHPerdata sudah dihapus setelah pemberlakuan UUPA, hingga

saat ini belum ada hukum acara yang berfungsi untuk mempertahankan UUPA

tersebut. Jadi HIR/RBg masih dipakai.115 Selain itu HIR/RBg digunakan sebagai

hukum acara penyelesaian sengketa pertanahan karena tanah itu mencakup status dan

114Ibid, Hal 226

(49)

hak sekaligus, keduanya tak mungkin dipisahkan. Juga tidak mungkin diselesaikan

dengan memisahkan subjek (pemegang haknya) dan objeknya (tanahnya).

Sengketa mengenai hak adalah sengketa perdata jadi merupakan kewenangan

pengadilan umum.116 Semua perselisihan mengenai hak milik atau juga dinamakan

perselisihan mengenai hak-hak perdata (artinya hak-hak yang berdasarkan hukum

perdata atau hukum sipil) adalah semata-mata termasuk kekuasaan atau wewenang

hakim atau pengadilan untuk memutuskannya, dalam hal ini hakim atau pengadilan

perdata. Hakim atau peangadilan ini merupakan alat perlengkapan dalam satu negara

hukum yang ditugaskan menetapkan perhubungan hukum yang sebenarnya antara dua

pihak yang terlibat dalam perselisihan atau persengketaan tadi.117

Apabila usaha-usaha penyelesaian sengketa tersebut mengalami jalan buntu,

atau ternyata ada masalah-masalah prinsipil yang harus diselesaikan oleh instansi lain

yang berwenang, misalnya pengadilan, maka kepada yang bersangkutan disarankan

untuk mengajukan masalahnya ke pangadilan. Hal tersebut tidak menutup

kemungkinan bagi instansi agraria untuk dapat memutuskan sengketa dengan

mengeluarkan sesuatu keputusan administrasi sesuai dengan kewenangan yang ada

berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Jadi pada umumnya sifat dari sengketa ini adalah karena adanya pengaduan

yang mengandung pertentangan hak atas tanah maupun hak-hak lain atas suatu

kesempatan /prioritas atau adanya suatu ketetapan yang merugikan dirinya. Pada

116Ibid, Hal.234

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan terkait abnormal return dan Trading Volume Activity saham sebelum dan sesudah hari libur Imlek, Idul Fitri, dan

Ciptaan nilai tambah menurut penggunaan para pelaku aktivitas produksi dan transaksi komoditi perikanan di TPI Sodohoa tahun 2015 adalah sebesar Rp199.410.000.000,-

Keterangan: Dalam perbandingan berpasangan kluster green distribution pada pembacaan tabel diatas kotak yang berwarna hijau bahwa penilaian oleh responden 3 pada kriteria

Saya ucapkan terima kasih atas terselesaikannya skripsi yang berjudul Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) terhadap Hasil Belajar

Rendahnya nilai kalori yang dihasilkan disebabkan karena kandungan lemak, protein, dan karbohidrat yang rendah pada nugget jamur kuping.. Tekstur merupakan penginderaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham baik secara parsial

Pada Terminal BBM Semarang Group mesin pompa produk yang sering breakdown, yang dapat membuat kerugian waktu pengiriman bahan bakar ke SPBU di Jawa Tengah dan

Selanjutnya ada 8 risiko yang tergolong medium risk yaitu risiko tidak tersedia bahan yang diminta, bagian pembelian salah melakukan pemesanan, pihak suplier salah kirim