BAB III : ANALISIS IMPLEMENTASI PENYELESAIAN KONFLIK
3.2. Penyelesaian Konflik Agraria Di Desa Padang Halaban
3.2.1. Penyelidikan atau Pengumpulan Data dan Fakta
Kegiatan ini merupakan pekerjaan tahapan awal menurut kepada peraturan menteri ATR No. 11 Tahun 2016. Berdasarkan pasal 10 ayat 1 tentang pengumpulan data dan analisis dalam peraturan tersebut diatur bahwa pejabat yang bertanggung jawab dalam hal ini pejabat instansi pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional Labuhan Batu Utara melakukan kegiatan pengumpulan data. Selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa data yang dikumpulkan berupa data fisik dan yuridis, putusan peradilan, berita acara dari Kepolisian Negara RI, kejaksaan RI, Komisi Permberantasan Korupsi, data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat berwenang, data lainnya yang terkait dan mempengaruhi serta memperjelas duduk persoalan sengketa dan konflik, serta keterangan saksi.
Kegiatan ini berdasarkan pengakuan dari Bapak Slamet selaku sekretaris Serikat Tani Padang Halaban (STPHL)-AGRA bahwa.
Orang BPN dari rantau prapat pernah datang ke desa ini terus menjumpai saya pas saya lagi di posko. Terus mereka menanyakan kronologis kasus
konflik agraria dengan PT. SMART. Mereka minta dokumen tentang putusan pengadilan, organisasi kami, dan sama bukti kepemilikan tanah yang berkonflik. Mereka datang sekitar bulan Maret 2015. Tapi bukti kepemilikan tanah gak saya kasih, karena ini dokumen penting sama kami90.
Keterangan oleh Bapak Slamet juga turut dibenarkan oleh Bapak Drs. Aminuddin Siregar selaku Kepala BPN Labuhan Batu menerangkan bahwa.
Petugas kami pernah datang ke Desa Padang Halaban pada tahun 2015 menanyakan terkait dokumen putusan pengadilan dan bukti kepemilikan tanah kepada masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan yang bernama PT. Smart. Dan ada beberapa Dokumen yang petugas kami kumpulkan dan Dokumen nanti akan menjadi bahan analisis kami untuk menjadi bahan acuan dalam menangani dan menyelesaikan konflik di desa tersebut. Oleh karena itu saya menyuruh petugas kami untuk langsung turun dan menjumpai masyarakat sekitar untuk mencari bukti data – data tersebut. Selanjutnya kami juga tidak hanya mengumpulkan data yang bersumber dari masyarakat, melainkan kami juga turut melakukan pengumpulan data yang bersumber dari PT. Smart terkait dokumen- dokumen yang berkenaan dengan konflik agraria yang berlangsung di Desa Padang Halaban. Berdasarkan arsip kami dokumen tersebut antara lain SK HGU yang dimiliki perusahaan, kronologis pendirian perusahaan, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkenaan dengan pengelolaan aset perusahaan di wilayah Desa Padang Halaban91.
Sementara dilain pihak dari PT. Smart yang diwakilkan oleh Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart, turut mengungkapkan kedatangan petugas BPN Labuhan Batu yang berkedudukan di Rantau Prapat kepada dirinya menanyakan kronologis dan beberapa dokumen tentang konflik area perkebunan PT. Smart di Desa Padang Halaban.
Pada sekitar tahun 2015, petugas BPN mengunjungi kami dan menanyakan kedudukan perkara konflik tanah yang terjadi antara
90
Wawancara bersama Bapak Slamet selaku sekretaris STPHL di secretariat STPHL tanggal 10 September 2016 pukul 10.15 Wib.
91
Wawancara bersama Bapak Drs. Aminuddin Siregar selaku Kepala BPN Labuhan Batu tanggal 11 September 2016 pukul 11.04 Wib.
perusahaan kami dengan masyarakat petani Desa Padang Halaban di area seluas 3.000 Ha. Pada saat itu saya jelaskan bahwa sejarah awal mulanya konflik pada tahun 1999 sebelum berakhirnya seluruhnya Hak Guna Usaha (HGU) PT. Smart Cooporation, dimana kami dari PT. Smart Cooporation memohon kepada gubernur pada saat itu untuk memperpanjang areal HGU PT. Smart Cooporation Tbk, di Kabupaten Labuhan Batu. Di karenakan adanya permohonan tersebut, gubernur membentuk tim D Plus (ini dikarenakan HGU PT. Smart Cooporation berakhir pada tahun 1997 dan 1998), dimana tugas dari tim D plus ini adalah meneliti, mengidentifikasi, menginvertarisasi, seluruh persoalan pertanahan. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata hasil yang diterima oleh gubernur hanya merekomendasikan tanah untuk perpanjangan HGU seluas ± 3.000 Ha. PT. Smart Cooporation pada saat itu mengganggap kementerian yang berwenang adalah kementerian BUMN pada saat itu (dictum 3 dan 4 berlaku untuk tanah sektar 3.000 Ha). kemudian terbit SK No. 42, 43, 44 / HGU / BPN / 2002 pada sekitar bulan februari 2002 yang menerangkan diktum 3 dan 4 menjadi milik negara yang dan pendistribusiannya, pemanfaatannya dilakukan oleh gubernur Sumatera Utara setelah memperoleh izin dari kementerian yang berwenang. Dari areal-areal tersebut yang tidak diperpanjang, P.T Smart Cooporation mesertifikasi HGU nya, terkhusus areal yang ada di daerah desa Padang Halaban adalah 100 % diberi HGU oleh BPN Sumatera Utara kepada P.T Smart Cooporartion. Luas lahan P.T Smart menjadi 3000 Ha dengan sertifikasi HGU 92/Padang Halaban/2001. Berdasarkan penguasaan ini pihak P.T Smart Cooporation melakukan penanaman kelapa sawit, tetapi kelompok ini tidak terinformasi. Selain itu amat disayangkan tindakan dari petani yang melakukan peracunan terhadap pohon-pohon sawit yang sudah siap 81 panen, dan berdirinya bangunan-bangunan liar di tengah-tengah perkebunan sawit yang notabene masih termasuk lahan P.T Smart Cooporation92.
Namun sebagai perbandingan yang dilakukan oleh penulis terkait data yang disampaikan oleh pihak PT. Smart, ditanggapi oleh petani Desa Halaban sebagai berikut.
Sertifikat HGU Padang Halaban No.92/2001 itu sifanya membodoh- bodohi rakyat. Kan gak ada wewenang BPN tingkat II mengeluarkan Hak Guna Usaha. HGU itu harus dikeluarkan BPN Pusat, bukan BPN Tingkat
92
Wawancara bersama Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart di kantor PT. Smart tanggal 14 September 2016 pukul 11.00 Wib.
II. Itu semua rekayasa karena perlu diketahui bahwa saat itu ada surat dari KAKANWIL Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tingkat II Sumatera Utara yang isinya menyatakan bahwa instruksi pelarangan pengukuran kepada Kepala Kantor BPN Kabupaten dan Kota, dan ada lagi surat yang terbit menyatakan kalau tidak dibenarkan membuat/mengeluarkan sertifikat HGU di atas tanah seluas 10 Ha keatas, tapi kok malah terbit HGU No. 92/2001 ini, kan ini sudah melanggar isi surat itu. Karena itulah pada waktu itu kami membuat surat permohonan agar HGU No. 92/2001 ini ditindaklanjuti kebenaran dari HGU No. 92/2001 ini. Sertifikat ini memang sah dan asli tapi apa ada hukumnya mengeluarkan surat itu? Sementara KAKANWIL bilang tidak boleh ngukur di atas 10 Ha, tapi dia kok ngukurnya sampai 3000 Ha. Kan sudah jelas itu ada yang tidak benar dalam pengurusan HGU ini. Kepala Kantor BPN Kabupaten Labura seharusnya sudah tahu ini kok malah dikeluarkan HGU ini, Kan dia tidak ada hak nya mengukur tanah itu. Lagi pula saya lihat Sertifikat HGU No. 92/2001 itu, berdasarkan kapan diukur dan saksinya kan tidak ada93.
Pengumpulan data dan fakta yang telah di lakukan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Labuhan Batu telah menjadi bagian dalam proses penyelesaian konflik agraria di Desa Padang Halaban, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri ATR No. 11 Tahun 2016. Beberapa dokumen yang telah terinventarisir oleh pihak BPN selanjutnya menjadi bahan analisis untuk kemudian menjadi acuan dalam tahapan kegiatan berikutnya. Namun sebelum dilakukannya proses analisis dan pengkajian terhadap data dan fakta yang telah dikumpulkan, BPN sendiri bertanggung jawab untuk melakukann validasi terlebih dahulu untuk menguji kebenaran dan keabsahan dokumen- dokumen tersebut baik yang bersumber dari pihak masyarakat Desa Padang Halaban maupun pihak perusahaan PT. Smart. Hal ini juga turut diatur di dalam Peraturan Menteri ATR No. 11 Tahun 2016 pasal 10 ayat 3 bahwa validasi
93
Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib.
terhadap data-data yang telah dikumpulkan yang selanjutnya dinyatakan kebenarannya oleh pejabat intansi pertanahan yang berwenang.
Namun dalam hal validasi terhadap data-data yang berkenaan dengan konflik agraria yang terjadi di Desa Padang Halaban baik yang bersumber dari perusahaan maupun pihak masyarakat, penulis tidak mendapatkan keterangan yang pasti dari pihak BPN sendiri terkait kebenaran data-data tersebut.
Selanjutnya adapun pengkajian atau analisis konflik dilakukan dengan melakukan pengkajian akar dan riwayat koflik untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi dampak dari terjadinya konflik. Pengkajian konflik pertanahan dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data konflik yang terjadi. Hasil dari penelitian dan analisa data dipergunakan untuk menentukan dan merumuskan pokok permasalahan atas terjadinya konflik. Terhadap pokok permasalahan konflik dilakukan penerapan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya, yang hasilnya kemudian dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan konflik.
3.2.2. Mediasi
Selanjutnya kegiatan dalam perjalanan konflik agraria di Desa Padang Halaban antara masyarakat dengan PT. Smart yang dapat digolongkan menjadi bagian dari proses penyelesaian berdasarkan Permen ATR No. 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yaitu kegiatan mediasi. Kegiatan ini sendiri diamanatkan di dalam Permen tersebut pada pasal 37 ayat 1 bahwa
penyelesaian sengketa atau konflik dapat dilakukan melalui kegiatan mediasi. Ayat 2 dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam satu pihak menolak untuk melakuukan mediasi maka penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan mediasi sendiri dilaksanakan dalam kaitannya proses penyelesaiaan kasus konflik agraria di Desa Padang Halaban antara masyarakat petani dengan PT. Smart merupakan rentetan dari beberapa upaya yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak baik pihak masyarakat maupun pihak PT. Smart sendiri. Dari pihak masyarakat sendiri, hal ini diungkapkan oleh Bapak Suratmin selaku ketua STPHL bahwa.
Jalan administrasi sudah kami tempuh, surat-menyurat sudah kami lakukan, bahkan kami sudah melakukan aksi turun ke jalan. Kami tidak pernah menyerang PT. SMART, tapi kami yang terus dihantam, dirusak tanaman yang sudah kami tanam, kami dipenjara. Saya rela dipenjara demi memperjuangkan tanah ini. Polisi sudah mencoba untuk melakukan agar duduk sama untuk menyelesaikan masalah ini, tapi toh malah PT. SMART yang tidak hadir. Gimana masalah ini bisa selesai. Tidak ada orang dibalik perjuangan kami ini. Kalau ada orang dibalik ini ngapain saya dan kawan- kawan sampai segitunya berjuang. Lagi pula kalau kita melihat dalam surat keputusan Gubernur saat itu No. 225, kan udah jelas dinyatakan, tapi yah realisasi tanahnya ini yang gak ada, selain itu Alas Hak kami berjuang jelas ada. Kami sudah menempuh jalan terbaik agar suara kami didengar, agar hak kami diberikan sebagaimana seharusnya94.
Sementara, tanggapan dari pihak PT. Smart terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam menyelesaikan kasus konflik agraria yang terjadi di area perkebunannya yang berada di wilayah Desa Padang Halaban.
94
Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib.
Bentuk usaha yang dilakukan PT. SMART untuk menangani konflik ini seperti : (a) surat menyurat, (b) peringatan-peringaan, (c) dilakukan konseling di DPRD, (d) konseling di polisi, dan (e) pada ujungnya ke pengadilan untuk membuat laporan-laporan, tetapi apa yang diharapkan oleh PT. SMART tidak tercapai sehingga persoalan tanggal 2 Juni 2012 menjadi puncak dari usaha yang tidak mendapat titik temu. Begitu banyak konflik yang bertikai dengan mengarahkan solusinya kepada hukum, ini dikarenakan pihak PT. SMART sudah ada merasakan tindak hukum yang pada tanggal 2 Juni 2012 lalu. Petani akan tetap miskin tetapi dibalik itu semua mereka ada investor besar dibelakangnya agar mereka bisa bergerak. Oleh karena itu petani akan selalu tetap termarginalkan. Dan siklus ini akan terus begitu terus95.
Dengan ungkapan demikian maka tentu kegiatan mediasi yang dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2015 di Hotel JW Marriot Medan merupakan hasil dari rentetan panjang upaya-upaya yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak.
Proses mediasi sendiri yang dilaksanakan antara pihak masyarakat petani Desa Padang Halaban dengan PT. Smart melalui beberapa prosedur pelaksanaan antara lain :
1. Proses pertama adalah persiapan yang mana pada proses ini akan ditentukan siapa yang akan menjadi juru penengah atau mediatornya, mediator atau juru penengah melakukan pemahaman terhadap sengketa yang terjadi, penentuan tempat penyelesaian, waktu, dan pihak-pihak lain yang akan dilibatkan, serta hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung mediasi.
95
Wawancara bersama Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart di kantor PT. Smart tanggal 14 September 2016 pukul 11.00 Wib.
2. Proses kedua adalah pembukaan yang mana dalam proses ini akan diperoleh keterangan-keterangan dari pihak pemohon/penggugat dan pihak termohon/tergugat berkaitan dengan sengketa serta mendengar keterangan dari para saksi-saksi yang berasal dari penggugat atau tergugat.
3. Proses ketiga yaitu penutup yang meliputi penyimpulan pembicaraan, pembuatan surat pernyataan perdamaian, penandatanganan kesepakatan oleh para pihak yang bersengketa (bila sudah disepakati), saksi dan penutupan musyawarah.
Hal diatas turut dikuatkan oleh Bapak Aminuddin Siregar selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional Labuhan Batu, bahwa :
Mediasi dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang kami atur bahwa tahapan awal yang harus dipersiapkan sebelum mediasi ialah menentukan siapa yang menjadi penengah atau mediator, tempat, dan waktu. Selanjutnya pada tahapan mediasi berlangsung, maka pihak penengah atau mediator harus mendengarkan kembali pihak-pihak yang berkepentingan terkait pendapat masing-masing pihak dalam memandang kedudukan perkara, kemudian ditahapan akhir akan diajukan kesimpulan sebagai resolusi dari proses mediasi yang berlangsung tersebut96.
Adapun tawaran solusi yang diajukan oleh perusahaan dalam proses mediasi yang berlangsung pada 12 Oktober 2015 yaitu dengan membangun kemitraan antara perusahaan dengan pihak masyarakat petani Desa Padang Halaban dalam bentuk perkebunan plasma di area seluas 83 Ha yang berkonflik. Usaha tersebut dilakukan pihak PT. SMART bekerjasama dengan pemerintah kabupaten, dan Badan Pertanahan Nasional Labuhan Batu. Terhadap konflik yang
96
Wawancara bersama Bapak Drs. Aminuddin Siregar selaku Kepala BPN Labuhan Batu tanggal 11 September 2016 pukul 11.04 Wib.
terjadi, PT. SMART mensinkronkan kepentingan masyarakat, kepentingan perusahaan dan kepentingan pemerintah bagaimana berjalan dengan seimbang agar tidak ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan. Perusahaan juga berperan aktif bagaimana langkah perusahaaan untuk pendekatan kepada masyarakat, pemerintah kabupaten dan pusat.
3.2.3. Menjalin Kemitraan
Selain menjalankan penyelesaikan konflik agraria melalui jalur hukum sesuai dengan undang-undang, pihak PT. SMART mencoba menjalankan kerja sama dengan masyarakat Desa Padang Halaban sesuai dengan hasil keputusan hasil mediasi. Ini merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan permasalahan batas lahan yang telah lama terjadi. Karena hal itu, sudah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku dalam bermitra, yaitu pihak dari masyarakat Desa Padang Halaban sebagai objek mitra untuk melakukan kembali penanaman bibit kelapa sawit. Tawaran bermitra tersebut disampaikan di Medan pada Tanggal 12 Oktober 2015, akan tetapi hal itu ditolak oleh perwakilan masyarakat.
Tentu saja penolakan yang dilakukan oleh masyarakat bukan tanpa alasan. Konsistensi yang tunjukan oleh pihak masyarakat berlandaskan kepada keyakinan bahwa tanah yang mereka duduki selama ini adalah tanah milik mereka. Ajakan dari pihak PT. SMART untuk menjadikan masyarakat sebagai mitra kerja dianggap langkah mundur yang hanya akan merugikan pihak masyarakat. Tuntutan masyarakat tetap bahwa konsesi PT.SMART yang sudah merusak dan menyerobot lahan pertanian masyarakat harus dikeluarkan dari areal konsesi PT. SMART.
Berikut hasil dari wawancara yan peneliti lakukan kepada Ketua masyarakat petani “Serikat Tani Padang Halaban Bapak Suratmin yang mengatakan:
Hasil dari mediasi yang difasilitasi oleh pemerintah sekitar tahun 2015 lalu yaitu disepakati program kemitraan antara masyarakat dengan perusahaan. Jadi masyarakat sebgai objek mitra dari PT. SMART dan PT. SMART sebagai guru yang bermitra. Akan tetapi, masyarakat tetap menolak dengan alasan itu karena dirasa hanya membodoh-bodohi dan menipu masyarakat. Karena program dari bermitra yang diusulkan PT. SMART dirasa hanya merugikan masyarakat, yang ujung-ujungnya juga terus menyerobot lahan masyarakat97.
Cara yang ditawarkan oleh PT.SMART bersama Badan Pertanahan Nasional Labuhan Batu pada tahun 2015 lalu merupakan langkah yang ditawarkan, akan tetapi ditolak oleh masyarakat dengan alasan mitra yang ditawarkan adalah warga didampingi oleh PT. SMART untuk melakukan pengelolaan atas lahan mereka. Hal ini masyarakat jauh memahami soal pengelolaan lahan, usaha yang ditawarkan juga memberatkan masyarakat. Masyarakat yang di damping oleh STPHL menyatakan ada beberapa hal peran serta masyarakat sekitar dalam penegeloaan lahan. Mengusulkan putusan Undang-undang No. 8 Tahun 1954 tentang pemakaian lahan yang oleh masyarakat dijadikan alas dasar kepemilikan lahan. Peran dalam tahap perencanaan pengelolaan lahan akan berdiri sampai dengan berproduksi harus mampu melihat fungsi lahan sebelum beroperasi.
Berikut tanggapan dari pihak PT. SMART terhadap perencaaan pengelolaan lahan di Desa Padang Halaban, melalui Bapak Syahnal:
Sejak berdirinya PT. Sinar Mas Agro Resourcse and technology dengan Surat Keputusan Kehakiman No. J.A.5/115/3 tanggal 29 Agustus 1963. Sebelum mendapatkan ijin PT. SMART sudah melakukan survey terlebih dahulu ke
97
Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib.
kabupaten-kabupaten yang berpotensi sebagai penyuplai bahan baku. Sebenarnya PT. SMART tidak melihat adanya konflik pada waktu meminta izin pada kementrian dari hasil rekomendasi dari Bupati Labuhan Batu Utara. Pada prinsipnya semua perizinan dan rekomendasi didukung98.
Rekomendasi dari masyarakat Desa Padang Halaban dalam mempercepat proses penyelesaian konflik meminta supaya pemerintah kabupaten yang berkepentingan memberikan waktu dalam hari kedepan dalam membuat undang- undang perlindungan masyarakat Desa Padang Halaban. Berikut jawaban yang harus dipikirkan bersama-sama untuk masalah batas lahan.
Tinjauan PT. SMART melakukan survey pada tahun 1970an untuk melihat potensi sumber daya alam yang digunakan, pada dasarnya beranggapan tanah di Indonesia khususnya di Sumatera Utara adalah hutan negara atau hutan register. Pada zaman Belanda sudah ada penempatan tanah yang menjadi milik negara dan masyarakat.
Setelah kehadiran PT. SMART di Kabupaten Labuhan Batu Utara banyak bentuk kegiatan yang berujung pada kekerasan dan kriminal yang dilakukan pihak aparat kepada masyarakat Desa Padang Halaban. Perjuangan akan menempuh penyelesaian yang dijalankan lebih banyak menggunakan non-litigasi seperti ajakan bermitra dan pemetaan ulang. Akan tetapi masyarakat dan STPHL melihat perjuangan seperti itu akan menjadikan masyarakat menjadi terpojok. Bukti masyarakat memperjuangkan lahan pertanian mereka dari pembabatan yang
98
Wawancara bersama Bapak Syahnal selaku Humas PT. Smart di kantor PT. Smart tanggal 14 September 2016 pukul 11.00 Wib.
dilakukan oleh PT. SMART adalah telah membuat GPS untuk memantau aktifitas kegiatan yang dilakukan perusahaan.
Pihak PT. SMART sebenarnya juga tidak mau melakukan cara-cara pengadilan karena masalah ini seperti halnya akan terjadi karena memandang Sumatera Utara yang luas secara geografis. Cara penyelesaian yang mulai dilakukan dengan melakukan pemetaaan ulang dan bermitra, tetapi dengan
kuatnya masyarakat membuat perusahaan bingung untuk memutuskan dan memenuhi tuntutan masyarakat. Bersama-sama dengan pemerintah juga telah diwadahi dengan adanya tim pansus yang harapannya mampu menengahi sebagai mediator dalam konflik.
Sebagaimana diketahui Undang-undang No.5 Tahun 1960 di dalam pasal 2, mengenai Hak negara atas tanah telah diuraikan bahwa kewenangan- kewenangan dari negara tersebut adalah berupa99:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Berdasarkan data yang diketahui peneliti bahwa alternative (non-litigasi)
penyelesaian sengketa di Desa Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dalam kenyataannya masih eksis dan menjadi kebutuhan yang
99
sangat penting bagi setiap warga masyarakat. Ada berbagai alasan yang mendorong masyarakat Desa Padang Halaban lebih memilih penyelesaian sengketa tanah ulayat melalui cara non litigasi/alternaif.
Penyelesaian sengketa non litigasi/alternatif yang didapat peneliti wawancara dengan Ketua Kelompok Tani, Bapak Suratmin adalah sebagai berikut:
Penyelesaian sengketa secara alternative lebih dipilih oleh masyarakat Desa Padang Halaban karena penyelesaian dengan cara ini tidak banyak biayanya. Mereka menyadari bahwa tidak mungkin mereka menyelesaikan sengketa tanahnya melalui jalur hukum karena biayanya yang mahal, sedangkan mereka sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak100.
Hal lain yang mendorong mereka lebih memilih menggunakan cara alternatif, karena cara ini sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan mereka dimana setiap terjadi sengketa dalam masyarakat akan diselesaikan secara musyawarah di antara mereka. Cara seperti ini telah berlangsung secara turun- temurun. Waktu penyelesaian yang relative singkat juga menjadi alasan yang mendorong peneliti ketahui dan terlebih mengetahui alasan masyarakat memilih penyelesaian secara alternatif. Untuk menyelesaikan satu sengketa biasanya hanya membutuhkan waktu beberapa minggu saja kalau saja ada koordinasi dari PT. SMART pada saat mendirikan lahan konsesi. Berbeda dengan penyelesaian melalui pengadilan yang menbutuhkan waktu yang relatif lama yaitu berbulan- bulan bahkan sampai bertahun-tahun.
100
Wawancara bersama Bapak Suratmin selaku koordinator STPHL di sekretariat STPHL tanggal 17 September 2016 pukul 20.15 Wib.