• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Istilah penyesuaian diri dalam kepustakaan berbahasa Inggris dikenal dengan dua istilah yaitu, adaptation atau adaptasi, dan adjustment (Mahmud, 1989). Mahmud juga menjelaskan bahwa istilah penyesuaian diri yang dikembangkan dari konsep adaptasi digunakan dalam ilmu biologi, sedangkan yang dikembangkan dari konsep adjustment digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya psikologi. Dalam bidang biologi, lebih difokuskan pada penyesuaian terhadap lingkungan fisiknya, dimana manusia dianggap sebagai mahkluk hidup yang mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih tinggi, baik terhadap tuntutan-tuntutan alam maupun tekanan-tekanan sosial dalam masyarakat (Vembriarto, 1984). Dalam bidang psikologi sendiri, penyesuaian diri atau adjustment didefinisikan sebagai proses dan hasil individu atau kelompok manusia menghadapi situasi-situasi baru dalam lingkungan hidupnya sehingga perilakunya dapat diterima di dalam hidup bersama dengan masyarakat sekitarnya (Fudyartanta, 2002). Daradjat (1970) mengatakan bahwa seseorang yang tidak dapat melakukan penyesuaian diri dan tidak dapat mengatasi masalahnya dengan wajar dapat mengalami gangguan jiwa.

Penyesuaian diri sangat erat kaitannya dengan lingkungan. Gerungan (1988) mengartikan penyesuaian diri dalam arti yang luas dimana dapat berarti manusia mengubah dirinya sesuai dengan lingkungannya dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan dirinya. Menurut Vembriarto (1984), penyesuaian diri merupakan reaksi manusia terhadap tuntutan-tuntutan baik dari lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap dirinya.

Jadi, disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang agar ia dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya baik lingkungan sosial maupun fisik dan juga dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya tanpa mengabaikan tuntutan internal maupun eksternal dengan mengubah dirinya sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah lingkungan sesuai dengan dirinya.

2. Kriteria Penyesuaian Diri

Untuk bisa menilai apakah penyesuaian diri yang dilakukan tersebut berhasil atau tidak, maka dibutuhkan beberapa kriteria yang menurut Mahmud (1989) dan Fudyartanta (2002) terdiri dari:

a. Kepuasan psikis atau konfortabilitas psikologis, dimana jika berhasil melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan kepuasan psikis, dimana orang merasakan kenyamanan dalam hidup, tidak merasakan adanya penyakit-penyakit kejiwaan yang dapat mengganggu dalam penyesuaian dirinya sedangkan bila gagal maka akan menimbulkan

ketidakpuasan dalam bentuk rasa kecewa, gelisah, lesu, depresi dan sebagainya.

b. Efisiensi kerja, dimana jika berhasil akan terlihat pada pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan dengan efisien, orang dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya masing-masing secara penuh di lingkungan sosialnya. Jika tidak berhasil akan membuat pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan menjadi tidak efisien.

c. Kesehatan fisik, dimana jika tidak berhasil melakukan penyesuaian diri, akan menimbulkan gejala-gejala fisik yang mengganggu kesehatan, seperti pusing kepala, sakit perut, gangguan pencernaan, diare, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi efisiensinya dalam melakukan penyesuaian diri. Bila berhasil gejala-gejala seperti itu tidak muncul karena organ-organ tubuhnya dapat berfungsi normal sehingga dapat melakukan penyesuaian diri yang baik.

d. Penerimaan sosial atau aseptabilitas sosial, dimana muncul penerimaan dari kelompok dan masyarakat luas jika penyesuaian diri yang dilakukan berhasil dengan tidak terdapatnya hambatan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, tidak terjadi konflik sosial maupun konflik batinnya sendiri, mampu mengikuti norma dan nilai hidup yang berlaku di lingkungan sosialnya. Jika terjadi konflik sosial maupun konflik batin dan tidak dapat mengikuti norma yang berlaku maka dianggap tidak dapat menyesuaikan diri (maladjustment).

Haber dan Runyon (1984) mengungkapkan beberapa kriteria yang dapat menandakan penyesuaian diri yang baik, antara lain:

a. Persepsi akurat terhadap realitas

Penyesuaian diri yang baik ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat, seperti yang dilakukan orang lain pada umumnya.

b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan

Keberhasilan untuk mencapai tujuan jangka panjang memberikan arah hidup yang lebih baik untuk bertahan atas kekalahan, frustrasi, dan stres yang terjadi terus menerus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang memiliki penyesuaian diri yang baik.

c. Self image yang positif

Penilaian terhadap diri sendiri, termasuk penilaian yang positif maupun negatif. Selain itu, bila menemukan aspek-aspek di dalam diri yang tidak menyenangkan, sebaiknya tidak hanya dipikirkan saja tetapi juga berusaha mengubahnya menjadi lebih baik.

d. Kemampuan untuk mengekspresikan segala jenis emosi

Ada dua masalah yang berkaitan dengan pengekspresian emosi, yaitu

overcontrol dan undercontrol. Overcontrol menimbulkan perasaan

yang tumpul, perasaan yang dibunuh, sedangkan undercontrol mengekspresikan perasaan secara berlebihan. Keduanya menandakan adanya permasalahan dalam penyesuaian diri.

e. Hubungan interpersonal yang baik

Manusia adalah mahkluk sosial, dimana manusia saling tergantung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya, baik fisik, sosial maupun emosi. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, mampu berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan.

Schneider (1964) menambahkan mengenai kriteria penyesuaian diri yang baik, yaitu:

a. Adanya proses pembelajaran baik terhadap pengalaman masa lalu dan juga terhadap situasi baru.

Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik jika ia dapat belajar untuk menghadapi konflik, frustrasi, stres atau berbagai situasi hidup yang lainnya berdasarkan atas pengalaman masa lalunya. Bila di masa lalu ia mengalami kegagalan maka ketika menghadapi situasi yang sama ia dapat belajar dari kegagalannya di masa lalu dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik. Ketika individu tersebut menghadapi situasi baru yang belum pernah ia alami, ia dapat melewatinya karena ia telah belajar terus menerus untuk menghadapi tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya. Dengan demikian dapat dilihat bagaimana proses perkembangan individu dalam memecahkan masalahnya sehingga kualitas kepribadiannya semakin hari semakin baik.

b. Bersikap realistis dan objektif

Sikap realistis dan objektif tidak hanya didasarkan pada kemampuan seseorang untuk memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan tetapi juga dilihat dari bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga sehingga dapat terlihat ketika individu menghadapi situasi yang kritis. Hal ini menunjukkan bahwa individu dapat menerima sebagian besar pendirian dan pandangan diri sendiri menjadi realistis dan objektif sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki penyesuaian diri yang sehat.

Dari beberapa kriteria penyesuaian diri baik dilihat sebagai hasil ataupun sebagai proses, dapat disimpulkan menjadi lebih sederhana. Kriteria tersebut antara lain:

a. Self image yang positif

Dilihat dari kemampuan menilai diri sendiri; menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki; berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada menjadi lebih baik.

b. Adanya kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik

Kenyamanan psikologis ini dapat ditunjukkan dengan tidak adanya emosi yang berlebihan; tidak ada perasaan frustrasi; tidak ada mekanisme pertahanan diri; tidak ada perasaan kecewa, gelisah, lesu, depresi, dan sebagainya; serta tidak adanya gejala-gejala fisik yang

mengganggu kesehatan sehingga bila fisik sehat maka dapat mendukung kesehatan psikologis juga.

c. aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal yang baik

dapat dilihat dari kemampuan berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan; ada penerimaan dari kelompok dan masyarakat; tidak terjadi konflik sosial maupun konflik batin; mampu mengikuti norma dan nilai hidup yang berlaku di lingkungan sosialnya.

d. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas, bersikap realistis dan objektif, dan memiliki efisiensi kerja

Terlihat dari kemampuan untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat; memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan; bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga; dengan sikap yang realistis dan objektif diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien, serta dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.

e. Adanya pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi

baru, dan adanya kemampuan mengatasi stres dan kecemasan

Ditunjukkan dengan kemauannya untuk belajar menghadapi konflik, frustrasi, stres atau berbagai situasi hidup yang lain berdasarkan atas pengalaman masa lalunya; dapat belajar dari kegagalan di masa lalu dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik; mampu menghadapi

tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya sehingga kualitas kepribadiannya semakin baik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Gerungan (1988) mengungkapkan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang, antara lain:

a. Frustrasi atau tekanan perasaan, yaitu perasaan yang disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri seseorang dalam mengatasi masalah dan kepercayaan terhadap lingkungan sekitarnya. Orang yang mengalami frustrasi merasa adanya hambatan dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau menyangka adanya hal yang menghalangi keinginannya sehingga tidak dapat menyesuaikan diri. Orang yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan menunda pemuasan kebutuhan dan dapat menerima keadaan frustrasi untuk sementara dan menunggu kesempatan untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

b. Konflik atau pertentangan batin, yaitu perasaan yang disebabkan adanya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan.

c. Kecemasan atau anxiety, yaitu manifestasi berbagai proses emosi yang bercampur baur, terjadi ketika seseorang mengalami frustrasi dan konflik. Ada perasaan yang disadari, seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, merasa berdosa atau bersalah, perasaan terancam, dan sebagainya. Ada juga perasaan yang diluar kesadaran, misalnya

merasa takut tanpa tahu sebabnya. Kecemasan ini timbul karena orang tidak dapat menyesuaikan diri.

B. Tuna Rungu

Dokumen terkait