• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyesuaian diri individu tuna rungu dalam melanjutkan pendidikan di sekolah reguler/umum [sekolah menengah ataupun sekolah tinggi] - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penyesuaian diri individu tuna rungu dalam melanjutkan pendidikan di sekolah reguler/umum [sekolah menengah ataupun sekolah tinggi] - USD Repository"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

PENYESUAIAN DIRI INDIVIDU TUNA RUNGU

DALAM MELANJUTKAN PENDIDIKAN DI

SEKOLAH REGULER/ UMUM

(SEKOLAH MENENGAH ATAUPUN SEKOLAH

TINGGI)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Maria Stephani WR. NIM : 019114086

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

XAI"IIMAN PERIIETUJU'N PEMBTITiBING

SKRIPSI

PENYESUAIAN DIRI INDIYIDU TT'NA RT'NGU DALAM MELANJWKAN PENDIDITAN DI SEKOLAf, RDGI'LER/ T'MUM

(SEKOLAS MBNENGAfl ATAI]?I'N SEKOLAfl TINGGI)

Pqnbinbing

n'b/.-4"?",ffi#?$

^O-

Nn{5or.lt

Hom

p'

NlMs0lcttloE6

O-K

-Ti

E.

E ffiY-ffitr

5

a

//firtn".,nl5lo$o,n\\ A

Z 4;=Jd\

? - - r o

5

.

*J-^

|

.ott

(3)

IIAI,IIIIIIN PENGf,SAEAI\I

SKR]PSI

PEITYESUAIAII DTRI INI'IVIDU TUNA RUNGU DAI,A1}{ MELANJUTKAITI PENDII'IKAN I}I SEKOLAf, REGUIJW IJMIM

(SEI(OLAE MEI\IENGAE ATAIIPUN SEKOLAE TING1GD

Disusrm oldr :

Nana l. Dr. T. 2. Y. Heri

3. Agnes Inds Etitlwdi,

Yogysksrtr, 2oJanuari 2009

$a*srt'#.;5

f:ffi-q'

a f f i s

fin*""{

(4)

HALAMAN MOTTO

Ketika engkau dilahirkan, kau menangis dan dunia bersukacita.

Isilah hidupmu dengan kebaikan sehingga ketika engkau mati,

dunia menangis dan engkau bersukacita...(

Anonim

)

Ketika segala sesuatu menjadi serba salah sebagaimana kadang terjadi,

Ketika jalan yang susah payah kau lalui tampak terus mendaki,

Ketika kesukaan tiada dijumpai dan kebahagiaan sulit digapai,

Ingin rasanya tersenyum namun hanya keluh yang terucap,

Ketika kesusahan menekan,

Istirahatlah jika perlu, tetapi JANGAN BERHENTI!!!

(Anonim)

Biarkan keyakinanmu 5 cm menggantung... mengambang...

di depan keningmu

Dan yang kamu butuhkan hanyalah...

Hanya KAKI yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,

TANGAN yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,

MATA yang akan menatap lebih lama dari biasanya,

LEHER yang akan lebih sering melihat ke atas,

Lapisan TEKAD yang 1000 kali lebih kuat dari baja,

Dan HATI yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,

Serta MULUT yang akan selalu berdoa....

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Bunda Maria

, Pelindungku

Bapak dan Ibu

Adikku Sela

Serta semua orang yang mencintaiku dan telah mendukungku

Karya yang kuberikan ini tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan

(6)

PEXNYATATN XEASIIAN KAIYA

SEya m€nydaklo dslgan se$mgguhrys b$s,& skipsi yang saya tulis ini tidrk rDcrnud hys du bagie l.[y& o(mg lsi4 kctdi yug ssya hrlisltn

dalnn kutipe dal d& Etct*a, s€ba8limea layalotya ka'ya ilniafr

Yos|ltrtq2 Jmlad 2009 Perulis,

(7)

ABSTRAK

Maria Stephani WR. (2009). Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma.

Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyesuaian diri individu tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum/ perguruan tinggi dengan berbagai hambatan yang dimiliki terutama berkaitan dengan adanya hambatan komunikasi.

Jumlah subjek penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari dua orang mahasiswa dan dua orang siswa SMK. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi yang mencoba menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (atau topik atau konsep) pada beberapa individu. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi langsung. Untuk melihat kredibilitas penelitian digunakan intersubjective validity dengan melakukan konfirmasi pada subjek mengenai hasil wawancara yang telah dilakukan, serta menggunakan sumber data majemuk dengan melakukan observasi langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga orang subjek tidak mengalami hambatan yang berarti dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan selama subjek berada di sekolah umum. Sedangkan satu orang subjek memiliki hambatan dalam penyesuaian diri karena sifatnya yang pemalu menghambat relasi interpersonalnya, tetapi dia cukup berhasil mengikuti proses belajar di sekolah umum.Faktor yang menunjang keberhasilan ketiga subjek tersebut adalah rasa percaya diri dan rasa ingin tahu yang cukup besar sehingga mendukung mereka untuk berkembang, baik dalam interaksi sosialnya ataupun dalam bidang akademik. Penerimaan dari lingkungan juga menjadi hal yang sangat penting. Penolakan atau pandangan negatif dari lingkungan dapat menghancurkan kepercayaan diri yang akan mengganggu penyesuaian diri subjek.

(8)

ABSTRACT

Maria Stephani WR. (2009). A Deaf Individual Adjustment in Getting Education in Regular Schools/ Universities. Yogyakarta: Faculty of Psychology

Sanata Dharma University.

This qualitative research is aimed at finding out how the process of a deaf individual adjustment in joining regular schools/universities concerning with the difficulty they have especially with the communication problem.

The subjects of the research are four students, two of them are university students and the other two are vocational school students. Phenomenology research method is used to describe the meaning of an experience of a phenomenon (a topic, or a concept) towards those individuals. Interview and direct observation is used in data collecting process. To assure the credibility of the research, not only inter subjective validity is used by confirming the result of the interview to the subjects, but also multiple data source by doing direct observation.

The result of the research shows that three subjects don’t find any meaningful difficulty in the process of adjustment when they are in regular schools, on the other hand, one subject finds a problem concerning with her shyness which obstructs interpersonal relationship, but she is good enough at the learning process. The factor which supports the success of those three subjects in developing themselves both in social interaction and academic field is their big self-confidence and curiosity. The acceptance of the people around them is also very important. The rejection or negative thought from the society can ruin their self-confidence and in turn it will hinder their adjustment.

(9)

Lf,,MBAR PERIYYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAII T]NTUK KEPENNNGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanala Dharma : Nama : Meria Stephani WR.

Nomor Mal|asiswa : 0l9l14086

Demi pengembangan ilmu pengetahuarl saya membetikan kepada perpustakaaa Universitas sanata Dharma karya ilmiah seya yang berjudul :

Penyesualat Dhi LtdivtoIl Ttrn4 Rung. dalarn MelatjutkaE Perrdidikan di Sekohh Regaler/ arr.am (SdobL Menengoh atanpw S&loh Thgi)

beserta p€rangkat yang dipolukan (bila ada). Dengan demikian sayo memberikan kepada Perpustakaa[ Universitas Sanata Dharma hak untuk menlmpar\ mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikarmya di lnternet atau media lain urtuk kepentingan alodemis tanpa perlu meminta ijin dati saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap m€ncantumkan nama saya sebagai perulis.

Demikian pemyataan ini yang saya bual dqBan sebenamya

Dibual di Yog/akarta

Pada t$ggal : 2a Ja,]uai 2U)9

Yans menvatakan

(10)

KATA PENGANTAR

Syukur yang tak terhingga penulis haturkan pada Yesus Kristus atas curahan Roh Kudus-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta dengan bantuan Bunda Maria yang terus-menerus menyertai perjalanan panjang penulis.

Proses yang cukup lama dengan berbagai hambatan dan tantangan untuk menyelesaikan skripsi ini. Peristiwa kehilangan, kesakitan dan cobaan untuk mengalahkan berbagai penyakit yang penulis alami, serta anugerah-anugerah lainnya yang diterima, akhirnya berhasil dilalui dengan berusaha untuk ikhlas dan pasrah sehingga penulis dapat tetap menyelesaikan skripsi yang seringkali tertunda ini.

Untuk semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku pembimbing skripsi, yang selalu bersedia membaca, memeriksa dan memberikan masukan demi terselesaikannya skripsi ini.

(11)

4. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.Si. serta Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Si., yang pernah menjadi pembimbing akademik peneliti, serta Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi., terima kasih sudah menjadi teman berbagi pengalaman.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Mbak Nanik, Mas Gan.., Mas Doni, dan Pak Gi yang senantiasa membantu dan selalu rajin bertanya kapan daftar ujian hehehehe...

6. Buat semua responden yang telah membantu penulis untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Terima kasih teman-teman!!! Semoga semakin banyak teman-teman tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum. Sukses buat kalian!!!

7. Terima kasih untuk SLB/ B Dena Upakara, SLB Kali Bayem, SLB Bintaran, SMK BOPKRI 2 Bintaran yang telah menerima kehadiran peneliti dan memberikan bantuan dan informasi yang dibutuhkan dengan sangat terbuka. Buat teman-teman yang pernah mengajarkan Bahasa Isyarat di halaman Kampus Paingan : Mbak Galuh, Wahyu, Mas Dhoni dan teman-teman dari GERKATIN-DIY, juga yang pernah bekerjasama saat pementasan “A Letter to God” di PPPG Kaliurang, senang bisa kenal kalian...

(12)

9. Sela...adikku yang tinggal satu. Hehehe...maaf ya kita sering berantem. Buat alm. Ari adikku yang sudah bahagia di tempat terindah, terima kasih sudah hadir dan menjadi bagian terindah dalam hidup kami.

10.Taey2...Adrianus Dian makasih banyak buat dukungan, pengorbanan, perhatian dan cinta yang begitu besar dan tulus. Tengkyu ya...udah setia dampingin aku dalam susah dan senangku, sehat dan sakitku. Love you

taey...

11.Keluarga besarnya Adrie di Purwokerto dan Semarang, terima kasih buat perhatian dan dukungannya. Buat Hani-Gogon & Dino, sesama saudara dilarang merusak, nanti Tuhan Yesus marah hehehe....cerita-cerita kalian yang konyol membuatku terhibur.

12.Sahabat-sahabatku yang selalu cerewet dan selalu mengingatkanku biar cepet lulus, Tien-Oty-Gege’ thanks a lot...

13.Teman-teman eks-anak 99999 Diana, Crodel, Emi, Cicil, Bora, Cuprit, Okta, Feni, Vino, Jule, Hani, Grace terima kasih buat suka dukanya. Buat teman-teman yang sudah “meracuni” otakku Laora & Aan, Mbeng, Dian. 14.Tika & Nimas yang selalu usil menggangguku.

15.Serta semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD tidak dapat saya sebutkan satu persatu (terutama angkatan 2001) yang senantiasa menyemangati dalam penyelesaian tugas ini.

Yogyakarta, Desember 2008

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN DATA... ABSTRAK... ABSTRACT... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR SKEMA... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Masalah Penelitian... C. Tujuan... D. Manfaat Penelitian... BAB II LANDASAN TEORI... A. Penyesuaian Diri...

i ii iii iv

v vi vii viii ix

(14)

1. Definisi Penyesuaian Diri... 2. Kriteria Penyesuaian Diri... 3. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... B. Tuna Rungu...

1. Definisi Tuna Rungu... 2. Klasifikasi Tuna Rungu... 3. Penyebab Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu... 4. Akibat dari Gangguan Pendengaran... C. Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah

Tinggi)... D. Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan

Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi)... E. Kerangka Penelitian... BAB III METODOLOGI PENELITIAN... A. Jenis Penelitian... B. Subjek Penelitian... C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah... D. Metode Pengumpulan Data... 1. Wawancara... 2. Observasi... E. Analisis Data... F. Kredibilitas Penelitian...

8 9 15 16 16 17 19 21

24

(15)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Identitas dan Gambaran Subjek... 1. Identitas Subjek... 2. Gambaran Subjek... B. Tahap Pengambilan Data... C. Hasil Penelitian... 1. Subjek 1... 2. Subjek 2... 3. Subjek 3... 4. Subjek 4... D. Pembahasan... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA ...

(16)

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Aspek Penelitian ... TABEL 2. Panduan Wawancara... TABEL 3. Identitas Subjek... TABEL 4. Tahap Pengumpulan Data ... TABEL 5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data... TABEL 6. Ringkasan Hasil Penelitian...

(17)

DAFTAR SKEMA

Skema 1: Kerangka penelitian... Skema 2: Hasil Penelitian Subjek 1... Skema 3: Hasil Penelitian Subjek 2... Skema 4: Hasil Penelitian Subjek 3... Skema 5: Hasil Penelitian Subjek 4... Skema 6: Hasil Penelitian... Skema 7: Keberhasilan... Skema 8: Kekurangberhasilan...

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Koding Wawancara Subjek... LAMPIRAN 2. Koding Observasi Subjek...

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam ilmu biologi, makhluk hidup yang dilahirkan ke dunia harus dapat beradaptasi terhadap lingkungannya agar dapat bertahan hidup (Vembriarto, 1984). Manusia berperilaku sebagai reaksi atas tuntutan lingkungannya, manusia juga mempunyai cara untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, bahkan dapat menyerah dan mengikuti apa yang ada di sekitarnya. Hal itu biasa disebut dengan penyesuaian diri, yang mana manusia berusaha untuk menyamakan dirinya dengan keadaan sekitarnya baik dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan sosial. Manusia juga dapat melawan dan menguasai lingkungannya (Fudyartanta, 2002). Apabila manusia dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik maka ia akan diterima oleh lingkungan sosialnya.

(20)

Sebagian besar manusia pada masa remaja melakukan penyesuaian diri didasarkan atas apa yang dituntut oleh lingkungan untuk menghindari hukuman, ancaman dan memperoleh perhatian serta kasih sayang dari orang lain. Menurut Carballo (dalam Sarlito, 1989), semakin manusia beranjak dewasa, penyesuaian yang dilakukan tidak hanya sekedar untuk menghindari hukuman atau ancaman saja melainkan demi kenyamanan dirinya sendiri ketika berada dalam lingkungannya.

Sebagai manusia normal yang dianugerahi dengan lima indera yang berfungsi dengan baik, tentunya dapat lebih mendukung proses penyesuaian diri tersebut. Namun, tidak semua manusia dilahirkan secara normal dengan fungsi-fungsi indera yang bekerja dengan sempurna. Manusia ada yang lahir dalam keadaan cacat atau mempunyai kelainan, baik kelainan fisik maupun mental, dimana ada yang salah satu inderanya tidak dapat berfungsi dengan baik, anggota tubuh yang tidak lengkap, dan sebagainya. Dalam hal ini, penyesuaian diri akan dikhususkan pada manusia yang mengalami kelainan pendengaran total yang disebut dengan tuna rungu atau tuli total.

(21)

proses komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain pun terganggu. Walaupun demikian, individu tuna rungu diberi kemampuan untuk lebih mengoptimalkan fungsi indera lainnya, seperti indera penglihatan (Somantri, 2006). Dengan menggunakan indera penglihatan mereka lebih cepat berkembang dalam hal motorik dan dapat mengerti gerak bibir lawan bicaranya serta membantu dalam penggunaan bahasa isyarat sebagai salah satu media komunikasi. Hal tersebut mendukung individu tuna rungu untuk memiliki berbagai keterampilan yang dapat membantu mereka untuk berkembang yang belum tentu dimiliki juga oleh orang normal.

(22)

Sebagian besar individu tuna rungu di Indonesia menempuh pendidikan dasar di sekolah-sekolah luar biasa, lalu ada yang melanjutkan ke sekolah menengah reguler/ umum dan bahkan sampai perguruan tinggi. Menurut Kushariadi (2004), salah satu alasan yang membuat para orang tua menyekolahkan anaknya yang tuna rungu ke sekolah khusus adalah karena adanya penolakan dari masyarakat ataupun dari pihak pengelola lembaga pendidikan. Di Jakarta dan di beberapa daerah di Indonesia, sekolah dari tingkat SD-SMU ada yang telah menerima siswa dengan gangguan fisik untuk belajar bersama dengan teman-teman seusia mereka yang normal. Bahkan ada salah satu sekolah yang telah melakukan program ini sejak tahun 1989, dan siswa yang memiliki kebutuhan khusus itu mampu mengangkat nama sekolahnya dengan mampu masuk perguruan tinggi (Permanasari, 2005).

(23)

Hambatan yang paling besar bagi individu tuna rungu adalah masalah komunikasi, dimana mereka biasanya mempunyai cacat ganda, yaitu selain tidak bisa mendengar mereka juga tidak dapat berbicara. Padahal ketika mereka berada di sekolah reguler/ umum, tidak ada yang mengerti bahasa mereka, sehingga sering terjadi miskomunikasi baik dengan pengajar maupun dengan teman. Tekanan sosial mereka dalam lingkungan pendidikan cukup besar. Seperti yang dialami oleh Disca, salah seorang tuna rungu yang mengalami masalah sosial, salah satunya karena ketika bersekolah di sekolah reguler/ umum ia dapat mengerti bahasa temannya tetapi temannya tidak dapat mengerti bahasanya (Yull, 2004).

(24)

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyesuaian diri yang dilakukan individu tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu tuna rungu yang sedang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

(25)

2. Manfaat Praktis

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Istilah penyesuaian diri dalam kepustakaan berbahasa Inggris dikenal dengan dua istilah yaitu, adaptation atau adaptasi, dan adjustment (Mahmud, 1989). Mahmud juga menjelaskan bahwa istilah penyesuaian diri yang dikembangkan dari konsep adaptasi digunakan dalam ilmu biologi, sedangkan yang dikembangkan dari konsep adjustment digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya psikologi. Dalam bidang biologi, lebih difokuskan pada penyesuaian terhadap lingkungan fisiknya, dimana manusia dianggap sebagai mahkluk hidup yang mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih tinggi, baik terhadap tuntutan-tuntutan alam maupun tekanan-tekanan sosial dalam masyarakat (Vembriarto, 1984). Dalam bidang psikologi sendiri, penyesuaian diri atau adjustment

(27)

Penyesuaian diri sangat erat kaitannya dengan lingkungan. Gerungan (1988) mengartikan penyesuaian diri dalam arti yang luas dimana dapat berarti manusia mengubah dirinya sesuai dengan lingkungannya dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan dirinya. Menurut Vembriarto (1984), penyesuaian diri merupakan reaksi manusia terhadap tuntutan-tuntutan baik dari lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap dirinya.

Jadi, disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang agar ia dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya baik lingkungan sosial maupun fisik dan juga dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya tanpa mengabaikan tuntutan internal maupun eksternal dengan mengubah dirinya sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah lingkungan sesuai dengan dirinya.

2. Kriteria Penyesuaian Diri

Untuk bisa menilai apakah penyesuaian diri yang dilakukan tersebut berhasil atau tidak, maka dibutuhkan beberapa kriteria yang menurut Mahmud (1989) dan Fudyartanta (2002) terdiri dari:

(28)

ketidakpuasan dalam bentuk rasa kecewa, gelisah, lesu, depresi dan sebagainya.

b. Efisiensi kerja, dimana jika berhasil akan terlihat pada pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan dengan efisien, orang dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya masing-masing secara penuh di lingkungan sosialnya. Jika tidak berhasil akan membuat pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan menjadi tidak efisien.

c. Kesehatan fisik, dimana jika tidak berhasil melakukan penyesuaian diri, akan menimbulkan gejala-gejala fisik yang mengganggu kesehatan, seperti pusing kepala, sakit perut, gangguan pencernaan, diare, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi efisiensinya dalam melakukan penyesuaian diri. Bila berhasil gejala-gejala seperti itu tidak muncul karena organ-organ tubuhnya dapat berfungsi normal sehingga dapat melakukan penyesuaian diri yang baik.

(29)

Haber dan Runyon (1984) mengungkapkan beberapa kriteria yang dapat menandakan penyesuaian diri yang baik, antara lain:

a. Persepsi akurat terhadap realitas

Penyesuaian diri yang baik ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat, seperti yang dilakukan orang lain pada umumnya.

b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan

Keberhasilan untuk mencapai tujuan jangka panjang memberikan arah hidup yang lebih baik untuk bertahan atas kekalahan, frustrasi, dan stres yang terjadi terus menerus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang memiliki penyesuaian diri yang baik.

c. Self image yang positif

Penilaian terhadap diri sendiri, termasuk penilaian yang positif maupun negatif. Selain itu, bila menemukan aspek-aspek di dalam diri yang tidak menyenangkan, sebaiknya tidak hanya dipikirkan saja tetapi juga berusaha mengubahnya menjadi lebih baik.

d. Kemampuan untuk mengekspresikan segala jenis emosi

Ada dua masalah yang berkaitan dengan pengekspresian emosi, yaitu

overcontrol dan undercontrol. Overcontrol menimbulkan perasaan yang tumpul, perasaan yang dibunuh, sedangkan undercontrol

(30)

e. Hubungan interpersonal yang baik

Manusia adalah mahkluk sosial, dimana manusia saling tergantung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya, baik fisik, sosial maupun emosi. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, mampu berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan.

Schneider (1964) menambahkan mengenai kriteria penyesuaian diri yang baik, yaitu:

a. Adanya proses pembelajaran baik terhadap pengalaman masa lalu dan juga terhadap situasi baru.

(31)

b. Bersikap realistis dan objektif

Sikap realistis dan objektif tidak hanya didasarkan pada kemampuan seseorang untuk memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan tetapi juga dilihat dari bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga sehingga dapat terlihat ketika individu menghadapi situasi yang kritis. Hal ini menunjukkan bahwa individu dapat menerima sebagian besar pendirian dan pandangan diri sendiri menjadi realistis dan objektif sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki penyesuaian diri yang sehat.

Dari beberapa kriteria penyesuaian diri baik dilihat sebagai hasil ataupun sebagai proses, dapat disimpulkan menjadi lebih sederhana. Kriteria tersebut antara lain:

a. Self image yang positif

Dilihat dari kemampuan menilai diri sendiri; menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki; berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada menjadi lebih baik.

b. Adanya kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik

(32)

mengganggu kesehatan sehingga bila fisik sehat maka dapat mendukung kesehatan psikologis juga.

c. aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal yang baik

dapat dilihat dari kemampuan berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan; ada penerimaan dari kelompok dan masyarakat; tidak terjadi konflik sosial maupun konflik batin; mampu mengikuti norma dan nilai hidup yang berlaku di lingkungan sosialnya.

d. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas, bersikap realistis dan objektif, dan memiliki efisiensi kerja

Terlihat dari kemampuan untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat; memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan; bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga; dengan sikap yang realistis dan objektif diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien, serta dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.

e. Adanya pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi baru, dan adanya kemampuan mengatasi stres dan kecemasan

(33)

tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya sehingga kualitas kepribadiannya semakin baik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Gerungan (1988) mengungkapkan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang, antara lain:

a. Frustrasi atau tekanan perasaan, yaitu perasaan yang disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri seseorang dalam mengatasi masalah dan kepercayaan terhadap lingkungan sekitarnya. Orang yang mengalami frustrasi merasa adanya hambatan dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau menyangka adanya hal yang menghalangi keinginannya sehingga tidak dapat menyesuaikan diri. Orang yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan menunda pemuasan kebutuhan dan dapat menerima keadaan frustrasi untuk sementara dan menunggu kesempatan untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

b. Konflik atau pertentangan batin, yaitu perasaan yang disebabkan adanya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan.

(34)

merasa takut tanpa tahu sebabnya. Kecemasan ini timbul karena orang tidak dapat menyesuaikan diri.

B. Tuna Rungu 1. Definisi Tuna Rungu

Payne et al. (1983) mendefinisikan tuna rungu sebagai individu yang terhambat dalam mendengar suara-suara yang berasal dari lingkungannya, dikarenakan tidak berfungsinya telinga atau adanya gangguan urat saraf sehingga mengalami gangguan pendengaran. Keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya juga disebut tuna rungu (Somantri, 2006).

Menurut Nurcolis MM (2002), tuna rungu adalah kerusakan atau cacat pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mendengar atau tuli atau pekak. Anam (1986) mengatakan bahwa tuna rungu adalah orang yang tidak dapat mendengar sama sekali dan karena kekurangannya dalam mendengar, membutuhkan pendidikan khusus.

Mufti Salim (dalam Sudjadi, 2000) memaparkan bahwa individu tuna rungu adalah individu yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran sehingga mereka mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa.

(35)

Ia juga membedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli dan kurang dengar, seperti diungkapkan oleh Dullah (1977). Tuli adalah keadaan dimana orang yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dengan tingkat yang berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi sama sekali untuk mendengar (total deafness). Kurang dengar adalah keadaan dimana seseorang memiliki kerusakan pada indera pendengarannya tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar baik dengan maupun tanpa alat bantu dengar.

2. Klasifikasi Tuna Rungu

Streng et al. (dalam Kirk, 1972) mengelompokkan tuna rungu menjadi beberapa kategori antara lain:

a. Deaf yaitu anak yang lahir dengan sedikit atau tanpa kemampuan mendengar atau yang menderita kehilangan pendengaran di awal masa pertumbuhan sebelum mempunyai kemampuan berbicara atau berbahasa.

b. Deafened yaitu orang yang lahir dengan pendengaran normal tetapi kemudian kehilangan pendengarannya ketika mencapai usia, dimana mereka dapat berbicara dan memahaminya.

(36)

Payne et al. (1983) mengatakan bahwa gangguan pendengaran terdiri dari dua kelompok, yaitu:

a. Deaf adalah orang yang ketidakmampuan mendengarnya menghambat keberhasilan proses berbahasa atau penginformasian atau masuknya bahasa melalui percobaan dengan atau tanpa alat bantu dengar.

b. Hard of hearing adalah orang yang secara umum, dengan menggunakan alat bantu dengar mempunyai sisa pendengaran cukup

memungkinkan berhasilnya proses masuknya informasi bahasa melalui telinga.

The Committee on Nomendature of the Conference of Executives of American Schedule for the Deaf (dalam Kirk, 1972) mengklasifikasikan tuna rungu menjadi:

a. Deaf adalah orang yang indera pendengarannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya selama hidupnya. Berdasarkan waktu seseorang kehilangan pendengarannya, deaf dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Congenitally deaf – orang yang lahir tuli

2) Adventitiously deaf – orang yang lahir dengan pendengaran normal tapi indera pendengarannya tidak berfungsi setelah mengalami sakit atau kecelakaan

(37)

Individu tuna rungu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tuna rungu yang memiliki kategori deaf dimana ia tidak memiliki kemampuan untuk mendengar sehingga menghambat proses komunikasinya.

3. Penyebab Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu

Menurut Moores (dalam Setiawani, 2000), ada enam unsur yang menyebabkan seseorang mengalami ketulian, antara lain:

a. Unsur keturunan – gejala kelainan, diperkirakan 30-60 % ketulian disebabkan oleh unsur keturunan, dimana memiliki gejala-gejala kelainan yang mengakibatkan tuli pendengaran.

b. Unsur penyakit – campak dari ibu, bila wanita yang sedang mengandung tiga bulan terserang campak atau cacar air, kemungkinan besar akan berdampak pada bayinya. Dampak yang ditimbulkan biasanya adalah 50 % penyakit telinga, 20 % penyakit mata, dan 35 % penyakit jantung.

c. Unsur kelahiran – lahir prematur, kelahiran prematur yang disebabkan oleh kekurangan oksigen menyebabkan otak mengalami luka, dan pendengaran pun akan mengalami kerusakan.

(38)

e. Unsur syaraf – penyakit pada otak, penyakit pada otak merupakan masalah yang paling serius yang dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran seseorang.

f. Unsur infeksi – infeksi telinga tengah, sering terjadi sebelum usia 6 tahun.

Penyebab terjadinya gangguan pendengaran juga dipaparkan oleh Somantri (2006) menjadi tiga bagian, antara lain:

a. Sebelum kelahiran atau prenatal, terdiri dari beberapa faktor, yaitu: 1) orang tua anak (salah satu atau keduanya) menderita tuna

rungu atau mempunyai gen pembawa sifat abnormal.

2) karena penyakit, sewaktu mengandung ibu terserang suatu penyakit terutama saat tri semester pertama kehamilan – saat pembentukan ruang telinga –, misalnya penyakit rubella,

moribili, infeksi dan lain-lain.

3) keracunan obat-obatan, konsumsi obat yang terlalu banyak saat mengandung, pecandu alkohol, konsumsi obat penggugur kandungan juga dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. b. Saat lahir atau natal, ada dua faktor, yaitu:

(39)

2) kondisi lainnya, seperti prematuritas, dimana bayi lahir sebelum waktunya akibat kekurangan oksigen dan kondisi karena sedation berat.

c. Setelah kelahiran atau post natal, terjadi karena:

1) infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbilli, dan lain-lain.

2) pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

3) kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam.

4. Akibat dari Gangguan Pendengaran

Kekurangan pendengaran yang menyebabkan individu tidak mempunyai bahasa yang menurut Uden (1982) dapat mengakibatkan dampak psikologis pada individu tersebut. Dampak-dampak ini diperoleh dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Paul dan Quigley, 1993). Dampak tersebut antara lain:

a. Egosentrisme yang lebih besar

Individu tuna rungu seakan-akan memaksa orang lain untuk selalu memperhatikan dirinya sendiri.

Egosentrisme ini terlihat dari:

(40)

2) Rasa ingin tahu yang ada pada individu tuna rungu hanya bisa dipenuhi dengan penglihatannya sehingga bila mereka tertarik akan sesuatu, mereka selalu berusaha untuk menarik dekat apa yang membuatnya tertarik dengan mencoba mengambilnya atau merebutnya dari orang lain tanpa memperhatikan keinginan orang lain.

3) Adanya perasaan sepi dan sendiri, perasaan jauh dari yang lain karena mereka tidak dapat mendengar segala sesuatu yang ada di dekatnya.

Individu tuna rungu mengalami kesukaran untuk mengerti cara berpikir orang lain sehingga mereka juga sulit untuk menyesuaikan diri.

b. Ketakutan akan keluasan hidup

Individu tuna rungu mencari tahu segala sesuatu hanya dengan penglihatan. Mereka tidak dapat mengetahui segala sesuatu dari segala sudut karena mereka hidup dalam sebagian kecil dari dunia sekelilingnya. Hal ini menimbulkan perasaan kurang tenang dan sifat ragu-ragu yang juga menimbulkan rasa takut akan hidup.

c. Kelekatan yang berlebihan

(41)

situasi, terutama ketika mereka berhadapan dengan hal yang baru, mereka segera mencari pertolongan.

d. Selalu diliputi keasyikan

Jika individu tuna rungu sedang tertarik dengan sesuatu maka mereka akan terbatas pada apa yang menarik minat mereka tersebut, seolah-olah tidak ada dunia lain di sekitarnya.

e. Infantil dan primitif

Infantil dan primitif ini meliputi beberapa hal, yaitu:

1) mudah menerima suatu kejadian tanpa komentar, tanpa rasa terkejut atau tanpa rasa heran.

Individu tuna rungu lebih penurut dan cepat percaya serta menggantungkan pendapat mereka pada orang lain sehingga mereka kurang kritis terhadap berbagai macam situasi yang disebabkan kurangnya bahasa sehingga mereka tidak dapat mempertimbangkan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

2) perilakunya sangat sederhana, jarang punya masalah

(42)

3) kurangnya relasi dan juga tidak ada orientasi waktu ke depan biasanya hidup mereka lebih berorientasi pada waktu lalu daripada waktu yang akan datang dan mereka juga kurang mengerti perlunya menjalin relasi.

4) hidupnya tanpa nuansa/ variasi

ekspresi batin yang mereka rasakan tidak ada variasinya karena keterbatasan bahasa yang mereka miliki sehingga mereka tidak memiliki cukup banyak kata untuk mengekspresikan perasaan mereka.

5) mudah tersinggung

kesukaran untuk memahami maksud orang lain sering membuat individu tuna rungu salah mengartikan maksud orang lain sehingga membuatnya mudah tersinggung.

C. Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi)

1. Definisi sekolah reguler/ umum

(43)

melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan. Secara singkat Soejono (1963) mengatakan bahwa sekolah merupakan badan yang bertugas untuk mendidik dan mengajar. Ia juga mengungkapkan bahwa sekolah mempunyai arti, yaitu untuk mempersiapkan dengan mendidik dan mengajar seseorang agar dapat menunaikan kewajiban di kemudian hari sebagai mahkluk Tuhan, sebagai pribadi, dan sebagai warganegara, serta sebagai anggota masyarakat.

Adiwikarta (1988) juga menjelaskan bahwa sekolah mempunyai makna ganda, yaitu sebagai suatu bangunan atau lingkungan fisik dengan segala pelengkapnya yang merupakan tempat untuk menyelenggarakan proses pendidikan tertentu bagi kelompok manusia tertentu. Selain itu, sekolah dimaknai juga sebagai suatu proses atau kegiatan belajar mengajar atau proses pendidikan.

2. Tujuan dari Sekolah

Pada umumnya sekolah bertujuan untuk menciptakan anggota masyarakat demokratis, susila serta cakap, bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sesuai dengan kecakapannya yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan (Soejono, 1963).

(44)

D. Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah

Tinggi)

Sepanjang rentang kehidupannya, manusia akan selalu melakukan penyesuaian diri terhadap segala hal terutama pada lingkungannya. Begitu juga dengan individu tuna rungu, mereka harus lebih dapat menyesuaikan diri dengan adanya keterbatasan kemampuan dalam mendengar, yang mempengaruhi komunikasi dengan orang lain. Hambatan dalam perkembangan sosialnya ini dapat mengakibatkan bertambah minimnya penguasaan bahasa, kecenderungan untuk menyendiri serta kecenderungan untuk memiliki sifat-sifat egosentris (Somantri, 2006).

(45)

berinteraksi hanya dengan teman-teman yang juga mengalami gangguan pendengaran.

Individu tuna rungu juga diindikasikan mengalami kecemasan, karena mereka harus berhadapan dengan lingkungan yang memiliki beraneka ragam cara berkomunikasi, yang membingungkan bagi tuna rungu. Selain kecemasan, Somantri (2006) juga mengungkapkan bahwa tuna rungu juga menghadapi konflik, kebingungan, dan ketakutan karena hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Terlebih lagi ketika mereka menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum, dimana mereka harus berhadapan dan berinteraksi dengan orang normal.

(46)

reguler/ umum. Sistem pendidikan seperti ini dikenal dengan pendidikan inklusi (Royanto, 2005).

Saat ini, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan bahwa pendidikan inklusi ditujukan bagi mereka yang memiliki hambatan penglihatan, pendengaran serta kesulitan belajar. Aspek psikologis yang dapat dikembangkan dari individu yang berkebutuhan khusus tersebut, yang paling utama adalah pengembangan keterampilan sosial, tanggung jawab dan kemandirian individu. Dari keterampilan sosialnya, individu berkebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar bagaimana membina persahabatan, berkomunikasi ataupun menyelesaikan masalah dalam pergaulan. Di dalam kelas reguler, individu berkebutuhan khusus tidak diperlakukan secara khusus sehingga mereka harus dapat mandiri dan bertanggung jawab atas tugas-tugasnya.

(47)

dalam ruang lingkup sekolah meliputi relasi antar individu sebaya atau antar siswa dan juga relasi individu dengan pengajar.

Lebih lanjut Asyanti, dkk. (2002) mengungkapkan bahwa di sekolah individu dituntut untuk bisa menerima kekuasaan yang ada, menaruh perhatian dan berpartisipasi terhadap kegiatan yang ada di sekolah baik kegiatan akademis maupun kegiatan non-akademis. Selain itu, individu juga diharapkan untuk memiliki hubungan yang sehat dan akrab dengan teman sekelas, guru, dan pembimbing sekolah, bertanggung jawab dan mentaati peraturan yang ada di sekolah, dan membantu mewujudkan tujuan sekolah. Woolfolk (1990) menambahkan bahwa individu berkebutuhan khusus terutama yang mengalami gangguan pendengaran tidak hanya membutuhkan peralatan yang menunjang seperti alat bantu dengar, tetapi juga membutuhkan dukungan emosional yang lebih besar. Hubungan yang baik serta dukungan dari teman sebaya dan guru yang ia peroleh, dapat membantu individu tuna rungu dalam mengambil bagian saat proses belajar mengajar di kelas.

(48)

menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. Oleh sebab itu, pengajaran individu tuna rungu pada dasarnya sama dengan pengajaran anak normal lainnya, hanya saja membutuhkan teknik berkomunikasi yang khusus dalam mengajar supaya mereka dapat benar-benar memahami materi yang diberikan (Kirk,1972).

Somantri (2006) juga menjelaskan bahwa kurangnya pemahaman bahasa baik lisan maupun tulisan sering mengakibatkan kesalahan penafsiran secara negatif sehingga sering membuat mereka merasakan tekanan emosi. Perkembangan pribadinya pun menjadi terhambat akibat tekanan emosi tersebut. Biasanya mereka menjadi bersikap menutup diri, bertindak agresif atau menampakkan rasa bimbang dan ragu-ragu.

(49)

belajar, bekerjasama dalam kelompok atau melakukan hal-hal lainnya semudah orang normal, dan terkadang merasa terasingkan karena mereka dianggap berbeda.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu tuna rungu di sekolah reguler/ umum dapat dilihat sebagai hasil – apakah berhasil atau tidak, dan dapat dilihat sebagai proses – apakah penyesuaian yang dilakukan baik atau tidak. Penyesuaian diri tersebut dilihat dari seberapa besar hambatan sebagai individu tuna rungu muncul dan mempengaruhi proses penyesuaian dirinya serta bagaimana individu tersebut mengatasi hambatan itu sehingga ia mampu menyesuaikan dirinya baik dalam kegiatan akademis dan non-akademis, serta dalam relasi interpersonal mereka, baik dengan individu (siswa) lain ataupun dengan pengajar/ pembimbing.

E. Kerangka Penelitian

(50)

Subjek Memiliki hambatan

dalam komunikasi karena tidak bisa mendengar (tuli total)

Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Individu Tuna Rungu Mampu Menyesuaikan Diri

dengan Lingkungan

Dituntut untuk melakukan penyesuaian diri di sekolah umum

Self Image

Kenyamanan Psikologis

Pembelajaran pada Pengalaman Masa Lalu dan

Situasi Baru serta Kemampuan

Mengatasi Stress dan Kecemasan

Aseptabilitas Sosial

Kemampuan melihat

realita

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti untuk menggali penyesuaian diri tuna rungu dalam melanjutkan pendidikannya di sekolah reguler/ umum (sekolah menengah ataupun sekolah tinggi) adalah deskriptif dengan metode kualitatif-fenomenologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan memaparkan secara komprehensif, mendalam dan detail tentang suatu fenomena atau gejala (Handayani & Hartoko, 2003). Dalam hal ini, penelitian dengan metode kualitatif-fenomenologis diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana kehidupan kaum tuna rungu di tengah-tengah komunitas yang sebagian besar adalah orang dengan pendengaran normal. Penelitian ini juga ingin melihat bagaimana individu tuna rungu dapat bertahan dan menyesuaikan dirinya dengan keadaan di sekitarnya.

(52)

induktif, ideografis, dan tidak bebas nilai, serta untuk memahami kehidupan sosial manusia.

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan individu tuna rungu yang melanjutkan pendidikannya di sekolah reguler/ umum dan tidak di sekolah khusus. Penggambaran tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan tuna rungu yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi terutama ketika mereka berada dalam lingkungan masyarakat, khususnya dalam lingkungan pendidikan. Dalam lingkungan pendidikan, tidak hanya berkaitan dengan kemampuan intelegensi tetapi juga kemampuan sosialnya.

B. Subyek Penelitian

(53)

dengan definisi konseptual penelitian ini. Ketiga, tidak mengarah pada keterwakilan dalam jumlah atau peristiwa acak melainkan mengarah pada kecocokan terhadap konteks penelitian.

Pada penelitian ini, difokuskan pada populasi individu tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum, baik di sekolah menengah maupun sekolah tinggi. Prosedur yang digunakan adalah dengan cara pengambilan sampel untuk kasus tipikal. Melalui prosedur ini, Patton (dalam Poerwandari, 1998) menjelaskan bahwa data yang dihasilkan bukanlah untuk digeneralisasikan melainkan sebagai ilustrasi atau gambaran yang dapat mewakili fenomena yang diteliti. Subjek dipilih secara tipikal mewakili fenomena adanya tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum sehingga benar-benar dapat diperoleh gambaran bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan subjek tersebut.

Subjek yang diambil harus sesuai dengan tujuan penelitian ini. Oleh karena itu, ditentukan beberapa kriteria yang digunakan untuk melakukan pemilihan subjek, antara lain :

1. Individu yang mempunyai gangguan pendengaran total sehingga ia sama sekali tidak bisa mendengar.

(54)

C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu tuna rungu ketika mereka berada dalam lingkungan sekolah reguler/ umum yang tidak mengistimewakan keterbatasan mereka. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini mempunyai tiga buah variabel yang meliputi, penyesuaian diri, tuna rungu, dan sekolah reguler/ umum.

Penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang agar ia dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya baik lingkungan sosial maupun fisik dan juga dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya tanpa mengabaikan tuntutan internal maupun eksternal dengan mengubah dirinya sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah lingkungan sesuai dengan dirinya.

Beberapa kriteria penyesuaian diri dapat dilihat dari self image yang dimiliki, kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik yang dirasakan, aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal yang terjalin dengan orang-orang di sekitarnya, kemampuannya untuk melihat realita, objektifitas, dan efisiensi kerja yang dimiliki, serta pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi baru, dan kemampuan mengatasi stres dan kecemasan.

(55)

pun terganggu. Gangguan pendengaran ini dapat disebabkan karena peristiwa yang dialami sebelum lahir, saat lahir ataupun setelah lahir. Akibat dari gangguan pendengaran ini dapat mempengaruhi egosentrisme yang dimiliki, bagaimana ia melihat hidupnya secara lebih luas, kelekatan dengan orang-orang terdekatnya, keasyikan yang dimiliki, serta sifat infantil dan primitif yang muncul.

Sekolah reguler/ umum dapat berupa sekolah menengah atau sekolah tinggi dimana lembaga tersebut tidak memberikan keistimewaan bagi individu dengan kebutuhan khusus, seperti tuna rungu. Sistem pengajaran yang diberikan bagi individu normal dan yang berkebutuhan khusus tidak ada bedanya. Dalam sekolah ini juga terdapat kegiatan non-akademis selain kegiatan pokoknya, yaitu kegiatan akademis. Di sekolah diharapkan individu dapat berinteraksi baik dengan pengajar maupun dengan sesama siswa.

(56)

Tabel 1. Aspek Penelitian

Tema Diperoleh dari

Akibat dari Gangguan Pendengaran

• Bagaimanakah egosentrisme yang dimiliki subjek? Apakah

cukup besar?

• Bagaimanakah subjek memandang kehidupan? Apakah muncul

rasa takut melihat keluasan hidup?

• Bagaimanakah relasi dengan orang-orang terdekatnya? Apakah

terlihat memiliki kelekatan yang berlebihan?

• Apakah subjek selalu memiliki keasyikan tersendiri?

• Apakah subjek memiliki sifat infantile dan primitif?

Kriteria Penyesuaian Diri

• Bagaimanakah self image yang dimiliki subjek? Positif atau

negatif?

• Apakah subjek merasakan kenyamanan secara psikologis?

• Bagaimanakah aseptabilitas sosial yang dilakukan subjek?

• Apakah subjek mampu memandang segala sesuatu dengan

realistis dan objektif?

• Apakah subjek mampu melakukan pembelajaran berdasarkan

pada pengalaman masa lalu ataupun terhadap situasi baru?

(57)

D. Metode Pengambilan Data

1. Wawancara

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode wawancara, yaitu metode pengambilan data yang diperoleh dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber atau subjek. Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang pemahaman subjektif individu berkaitan dengan topik yang diteliti, agar dapat melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut (Poerwandari, 1998).

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan pedoman umum. Poerwandari (1998) menjelaskan bahwa wawancara ini dilengkapi dengan pedoman wawancara yang terdiri dari topik-topik yang harus digali secara umum, tanpa menentukan urutan pertanyaan dan bahkan tidak perlu mencantumkan bentuk pertanyaan secara eksplisit. Pedoman wawancara ini berfungsi untuk mengingatkan peneliti apakah topik yang ingin diketahui sudah terungkap, dan apakah aspek-aspek yang dibahas relevan dengan tujuan penelitian ini. Secara singkat, pedoman ini berfungsi sebagai daftar pengecek (checklist).

(58)

sudah disiapkan tetapi menyesuaikan dengan situasi dan kondisi proses wawancara tersebut.

Sehubungan dengan subjek dalam penelitian ini adalah individu tuna rungu, dimana peneliti kurang mahir dalam menggunakan bahasa isyarat, maka peneliti menggunakan jasa translator atau penterjemah untuk membantu mengalihbahasakan apa yang diungkapkan subjek dengan bahasa isyarat ke bahasa lisan. Bila hal tersebut tidak memungkinkan, maka digunakan wawancara tertulis, misalnya bila subjek merasa malu dengan keberadaan translator.

Dalam penelitian ini, daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk melihat penyesuaian diri individu tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum antara lain :

Tabel 2. Daftar Pertanyaan

Aspek Indikasi Pertanyaan Egosentrisme

yang Dimiliki

• Apakah segala sesuatu terpusat pada dirinya?

• Apakah memiliki sikap sosial?

• Apakah merasa selalu ingin tahu?

• Apakah pernah memikirkan orang lain?

• Apakah mau berbagi dengan teman?

Memandang Keluasan

Hidup

• Apakah takut terhadap segala situasi yang belum pernah dihadapi?

• Apakah termotivasi untuk mencoba berada di lingkungan baru atau tidak?

• Apakah pernah merasa kesepian atau takut saat sendiri?

Akibat Gangguan Pendengaran

Kelekatan dengan

• Apakah

tergantung pada orang lain atau tidak mandiri?

• Bagaimana relasi

• Apakah merasa tergantung dengan orang lain?

• Bagaimana hubungan dengan orang terdekat?

(59)

dengan orang lain?

Keasyikan yang Dimiliki

• Apakah selalu asyik dengan hobi yang dimiliki?

• Apakah mau peduli dengan keadaan sekitar?

• Apakah memiliki hobi yang sangat digemari?

• Kalau melakukan sesuatu sering terlalu lama dan tidak memperhatikan sekitar?

• Apakah mau belajar bersama dengan teman yang lain?

Sifat Infantil dan Primitif

• Apakah memiliki sifat kekanak-kanakan yang berlebihan, misalnya dalam mengekspresikan emosi?

• Suka mengikuti apa yang dilakukan oleh teman tidak?

• Apakah sering bersikap kekanak-kanakan atau manja?

Self Image yang Dimiliki

• Apakah menerima kekurangan dan kelebihan dirinya?

• Apakah memiliki kepercayaan diri?

• Apakah dapat menerima kekurangan yang dimiliki?

• Apakah bangga dengan kelebihan yang ada dan dapat mengembangkannya?

• Apakah minder dalam pergaulan di lingkungan manapun?

Kenyamanan Psikologis

yang Dirasakan

• Apakah merasa nyaman dengan lingkungan

sekitarnya?

• Apa yang dirasakan saat berada di lingkungan sekitar?

• Apakah merasa diterima di lingkungan sekitar?

• Dapatkah mengekspresikan emosi yang dirasakan di dalam lingkungan?

Krite

ria Penyesuaian Diri

Aseptabilitas Sosial dalam Lingkungan-

• Bagaimana relasi dengan

orang-orang di sekitarnya?

• Apakah memiliki masalah dalam

• Bagaimana hubungan dengan teman dan pengajar?

(60)

menjalin relasi?

Kemampuan untuk Realistis dan

Objektif

• Apakah dapat menangkap

dengan objektif maksud orang lain?

• Apakah cukup realistis

menghadapi permasalahan sehari-hari?

• Apakah dapat menangkap pengajaran yang diberikan oleh guru di sekolah umum?

• Apakah sering terjadi perbedaan persepsi atau salah tanggap dengan orang normal?

• Apakah dapat mengikuti pelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas?

Kemampuan untuk Belajar dari Pengalaman Masa Lalu dan Situasi Baru serta Mengatasi Stres dan Kecemasan

• Apakah dapat menyelesaikan

masalah?

• Apakah dapat belajar dari pengalaman?

• Bagaimana menghadapi

situasi yang membuat stres dan cemas?

• Apakah dapat menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi?

• Apakah dapat belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan dari pengalaman sebelumnya?

• Apakah dapat mengikuti proses belajar mengajar di sekolah umum?

• Apakah pernah merasa cemas dan tertekan? Bagaimana mengatasinya?

• Apakah pernah merasa stres sampai sakit? Bagaimana mengatasinya?

2. Observasi

(61)

akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.

Observasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan situasi dan kondisi yang dipelajari, aktivitas-aktivitas, dan makna kejadian dari sudut pandang mereka yang terlibat pada kejadian yang diamati sehingga observasi harus akurat, faktual dan teliti. Patton (dalam Poerwandari, 1998) juga menjelaskan bahwa dengan observasi, peneliti mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks yang diteliti sehingga dapat lebih bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian. Dengan observasi, peneliti juga dapat memperoleh data yang tidak terungkapkan dari subjek secara terbuka dari wawancara.

Untuk mengenal kehidupan tuna rungu ketika ia berada di lingkungan lembaga pendidikan reguler, maka observasi yang dilakukan antara lain untuk melihat interaksi tuna rungu dengan pengajar, teman-teman, dan lingkungannya; bagaimana respon tuna rungu ketika sedang mengikuti proses belajar-mengajar; serta sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan sekitarnya. Data yang diperoleh dari observasi ini akan digunakan sebagai data tambahan yang mendukung penelitian.

E. Analisis Data

(62)

analisis data secara induktif dan terus menerus, seperti yang diungkapkan oleh Poerwandari (1998). Christina & Hartoko (2003) mengatakan bahwa dalam analisis data, peneliti dituntut untuk dapat melakukan pengembangan kategori-kategori, membuat perbandingan dan kontradiksi.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat pengorganisasian data dari semua data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara ataupun dari hasil observasi. Dari semua data yang terkumpul, diharapkan dapat mendukung keberhasilan, keakuratan serta kredibilitas penelitian ini dan data yang diperoleh tidak terbuang. Highlen & Finley (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa dengan mengorganisasikan data secara sistematis, maka dimungkinkan untuk memperoleh kualitas data yang baik, dan dapat mendokumentasikan data serta analisis yang dilakukan, yang menunjang penyelesaian penelitian ini.

Langkah kedua adalah melakukan koding, yaitu dengan mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga dari data yang diperoleh, dapat dilihat gambaran tentang topik yang diteliti. Proses koding ini diawali dengan membuat transkrip atau pencatatan hasil wawancara secara detail dan mengumpulkan arsip-arsip hasil observasi, menyusunnya sedemikian rupa sehingga terdapat kolom kosong. Ini dilakukan untuk mempermudah dalam pemberian nomor, kode ataupun catatan-catatan pada data yang dimaksud (Poerwandari, 1998).

(63)

observasi (Poerwandari, 1998). Setelah melakukan penomoran, peneliti memberikan nama atau kode pada masing-masing berkas yang terkumpul, misalnya berdasarkan tanggal diperolehnya data. Kode atau nama yang diberikan sebaiknya yang mudah diingat dan cukup dapat merepresentasikan isi berkas tersebut.

Contoh pemberian nama pada berkas :

W. TRL.ST.YK.15jul07.S2 : Transkrip wawancara pada seorang tuna rungu laki-laki yang melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi, dilaksanakan di Yogyakarta, pada tanggal 15 Juli 2007, subyek 2.

Setelah proses koding, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah interpretasi dimana Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mendefinisikan interpretasi sebagai langkah yang mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Data yang dihasilkan diinterpretasi sesuai dengan perspektif awal yang dimiliki oleh peneliti. Oleh karena itu, peneliti perlu mengambil jarak dari data, dengan memasukkan data ke dalam konteks konseptual yang khusus.

Interpretasi yang dilakukan satu pihak dapat berbeda dengan interpretasi oleh pihak lain terhadap data yang sama. Namun, penelitian kualitatif dapat mentoleransi adanya multi tafsir tersebut karena dari data yang sama dapat dikembangkan interpretasi yang berbeda, dan bukan berarti penelitian kualitatif tidak ilmiah (Kvale, dalam Poerwandari 1998).

(64)

subjek yang diwawancara sebagai komunitas validasinya. Artinya, peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk lebih padat (condensed) apa makna dari pernyataan-pernyataan subjek itu sendiri sesuai dengan maksud subjek tersebut. Interpretasi dilihat dari sudut pandang dan pemahaman subjek penelitian itu sendiri, bukan dari sudut pandang peneliti.

Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis dengan publik umum sebagai komunitas validasinya. Artinya, peneliti melakukan interpretasi dengan mengambil posisi sebagai masyarakat umum di lingkungan subjek berada sehingga pemahaman yang muncul adalah pemahaman yang lebih luas dari kerangka pemahaman subjek.

(65)

F. Kredibilitas Penelitian

Hasil penelitian kualitatif harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas. Kredibilitas ini dapat dilihat berdasarkan keberhasilannya dalam melakukan pengeksplorasian masalah, mendeskripsikan situasi saat itu, bagaimana proses yang terjadi pada subjek, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif adalah deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan atau kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek (Poerwandari, 1998).

Dalam penelitian kualitatif, validitas dilihat melalui orientasinya dan upayanya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling sesuai untuk pengambilan dan analisis data. Penelitian ini menggunakan konsep validitas komunikatif atau intersubjektive validity, yang dicapai dengan melakukan konfirmasi kembali data dan analisisnya pada responden penelitian (Sarantakos dalam Poerwandari, 1998).

Reliabilitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah

(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas dan Gambaran Subjek

1. Identitas Subjek Tabel 3. Identitas Subjek

Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4

Nama S1 S2 S3 S4

Usia 24 tahun 17 tahun 23 tahun 17 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan

Kategori Ketulian

Tuli total Tuli total Tuli total Tuli total

Pendidikan Mahasiswa Siswa Mahasiswa Siswa

Mulai bersekolah di sekolah umum/ reguler

SMP SMA SMP SMA

2. Gambaran Subjek

(67)

dilakukan selama proses pengambilan data diharapkan dapat sedikit membantu menjelaskan bagaimana kondisi subjek itu sendiri

a. Subjek 1

Subjek 1 seorang mahasiswi Fakultas Farmasi salah satu perguruan tinggi swasta di Jogjakarta. Anak kedua dari tiga bersaudara, dimana kedua saudaranya yang lain tidak memiliki gangguan pendengaran atau normal. Sejak SD subjek sudah bersekolah di SDLB Dena Upakara Wonosobo sampai kelas 1 SMPLB Dena Upakara. Ketika hendak melanjutkan kelas 2, subjek merasa keberatan untuk memilih jurusan yang ditawarkan di SMPLB Dena Upakara, dimana hanya ada dua jurursan yaitu tata busana dan tata boga. Subjek merasa dia tidak cocok dengan kedua jurusan tersebut, karena selama ini justru nilai-nilai prakteknya tidak bagus dibandingkan dengan nilai-nilai pelajaran teori. Dari sinilah subjek berinisiatif untuk melanjutkan pendidikan di sekolah umum.

(68)

keras sehingga mampu menghidupi keluarga mereka. Hal ini juga mendorong subjek untuk dapat memiliki usaha sendiri yaitu apotek.

Selama proses wawancara subjek sangat membantu untuk memberikan jawaban yang jelas dan detil sehingga peneliti merasa cukup terbantu dalam melakukan penelitian ini.

b. Subjek 2

Subjek yang kedua ini adalah seorang siswi dari salah satu sekolah menengah kejuruan di Jogjakarta, yang mengambil jurusan tata busana. Kedua orang tuanya juga memiliki gangguan pendengaran sehingga subjek dan kakak laki-lakinya juga memiliki gangguan pendengaran. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi dimana dari lahir mereka tidak dipisahkan dari kedua orang tuanya sehingga mereka tidak dapat memiliki perkembangan bicara dan bahasa yang baik saat tahap meraban.

Subjek sudah berada di Dena Upakara sejak berumur 5 tahun. Ketika akan melanjutkan SMP, subjek ingin mencoba masuk sekolah umum, dan mengikuti ujian untuk sekolah umum. Nilai-nilai hasil ujian tersebut terlalu mendekati batas minimal sehingga keluarganya memutuskan untuk tetap melanjutkan di SMPLB Dena Upakara dan berjanji ketika SMA nanti subjek diperbolehkan masuk sekolah reguler/ umum.

(69)

ibunya (budhenya). Dari segi perekonomian keluarga subjek termasuk anak dari keluarga kurang mampu, dimana orang tuanya hanya bekerja sebagai penjahit yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Semua biaya yang diperlukan oleh subjek, ditanggung oleh keluarganya yang lain.

Jarak antara sekolah dan tempat subjek tinggal cukup jauh sehingga setiap hari subjek diantar dan dijemput oleh saudaranya. Keluarga subjek tidak berani melepaskan subjek sendiri, sehingga kemanapun subjek pergi, harus diantar.

Ketika wawancara dilakukan, subjek merasa senang karena subjek merasa mendapat teman baru dan dapat bercerita tentang apa yang ia rasakan. Ketika peneliti merasa kesulitan menangkap maksud yang diutarakannya, subjek tidak segan-segan untuk menuliskan maksudnya tersebut.

c. Subjek 3

Subjek 3 sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi swasta di Jogjakarta yang mengambil jurusan teknik arsitektur. Mahasiswa semester V ini berasal dari Bogor dan telah menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum sejak SMP. Sebelumnya ia bersekolah di SDLB Don Bosco Wonosobo.

(70)

Subjek ini berasal dari keluarga yang cukup berada, kedua orang tuanya adalah pegawai negeri sipil dan mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup baik.

Subjek merupakan anak kedua dari empat bersaudara, kakaknya adalah mahasiswa kedokteran di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Ia adalah satu-satunya anak dengan gangguan pendengaran di keluarga tersebut.

Di Jogjakarta, ia tinggal di rumah milik neneknya yang dijadikan

kost-kostan cowok. Setiap hari ketika harus berangkat ke kampus, ia diantarkan oleh temannya atau naik kendaraan umum karena ia tidak diijinkan mengendarai kendaraan oleh kedua orang tuanya.

Subjek juga cukup kooperatif selama proses wawancara dilakukan. Ia selalu berusaha menerangkan apa yang ia maksudkan, walaupun kadang ia merasa kesulitan untuk mengungkapkan maksudnya.

d. Subjek 4

(71)

tempat ia terbiasa untuk pergi sendiri dan tidak perlu diantarkan. Bahkan subjek pernah menempuh perjalanan luar kota.

Salah satu hal yang sering ia lakukan adalah main di mal bersama teman-temannya. Selain itu, subjek juga mempunyai hobi modelling. Ia sering menjuarai beberapa kontes yang diadakan di Jogjakarta dimana ia bersaing dengan kontestan-kontestan yang normal.

Subjek termasuk anak yang menyenangkan, ia senang menceritakan apa yang pernah ia alami. Hal ini sangat membantu dalam proses wawancara yang dilakukan.

B. Tahap Pengambilan Data

Tahap pengambilan data dilakukan setelah menyelesaikan tahap pre-lapangan, dimana tahap pre-lapangan tersebut terdiri dari beberapa langkah yaitu menyusun rancangan penelitian, mencari informasi mengenai responden yang sesuai dengan kriteria, menetapkan lokasi dan menetapkan responden yang akan digunakan serta menetapkan metode pengambilan data, peneliti kemudian melanjutkan pada tahap penelitian.

1. Tahap Pengurusan Perijinan

(72)

langsung menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pengumpulan data sedangkan perijinan yang melalui lembaga pendidikan, memerlukan waktu beberapa hari untuk proses tersebut dan dijelaskan aturan yang harus dipatuhi seperti apa. Perijinan sendiri dilakukan agar ada pihak yang mengetahui bahwa murid di lembaga pendidikan tersebut menjadi responden untuk penelitian ini. Pada tahap ini, peneliti juga mencari informasi pada lembaga tersebut mengenai gambaran karakteristik subjek.

2. Tahap Catatan Lapangan Pre-Penelitian

Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian meminta ijin perihal proses wawancara yang akan dilakukan sekaligus berkenalan dengan subjek, memberikan surat perijinan untuk orang tua mereka serta meminta biodata subjek guna kelancaran proses pengumpulan data.

3. Tahap Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi langsung pada saat wawancara dan proses perijinan berlangsung.

Tabel 4. Tahap pengumpulan data

No. Tanggal Keterangan Lokasi

1. 15 November 2007

Mencari tahu informasi tentang siswa tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah umum di Jogjakarta

HKI (Hellen Keller Indonesia) – Jogjakarta

2. 20 November 2007

Mencari informasi mengenai siswa yang sudah lulus dan bersekolah di sekolah umum

SLB Kalibayem – Jogjakarta

3. 2 Desember 2007

Mencari informasi keberadaan siswa tuna rungu yang bersekolah di sekolah tersebut dan

SMK BOPKRI 2 Bintaran –

(73)

perijinan serta melakukan observasi dan pendekatan dengan subjek

4. 12 Januari 2008 Menyerahkan surat ijin kepada kepala sekolah

SMK BOPKRI 2 Bintaran–

Jogjakarta

5. 15 Januari 2008

Menemui subjek 1 yang sudah dikenal terlebih dahulu untuk meminta kesediaan menjadi responden penelitian sekaligus melakukan observasi

Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta

6. 21 Januari 2008

Menemui subjek 2 untuk meminta kesediaannya sekaligus melakukan observasi

SMK BOPKRI 2 Bintaran–

Jogjakarta 7. 1 Februari 2008 Wawancara dan observasi subjek

1

Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta

8. 11 Februari 2008 Wawancara dan observasi subjek 2

RM. Bakmi Kadin Jl. Sultan Agung – Jogjakarta

9. 23 Februari 2008

Menghubungi subjek 3 untuk meminta kesediaan menjadi responden penelitian dan observasi

Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta

10. 29 Februari 2008 Wawancara dan observasi lanjutan subjek 2

Rumah tempat subjek tinggal di Jl. Godean

11. 10 Maret 2008 Wawancara dan observasi subjek 3

Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta 12. 25 Maret 2008

Menemui subjek 4 untuk meminta kesediaannya dan melakukan observasi

SMK BOPKRI 2 – Jogjakarta

13. 31 Maret 2008 Wawancara dan observasi subjek 4

Warung Steak di Jl. Tamansiswa

14. 9 April 2008 Wawancara dan observasi lanjutan subjek 4

Foodcourt

(74)

4. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data

Setelah memperoleh semua data yang dibutuhkan dan melakukan verbatim, koding dan interpretasi, peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan mengkonfirmasi kembali kepada subjek mengenai hasil wawancara yang telah dilakukan apakah sudah sesuai dengan yang dimaksud oleh subjek. Berikut ini detail proses pemeriksaan keabsahan data tersebut:

Tabel 5. Tahap pemeriksaan keabsahan data

No. Tanggal Keterangan Lokasi

1. 9 September 2008 Menyerahkan hasil wawancara subjek 1

Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta

2. 10 September 2008 Menyerahkan hasil wawancara subjek 3

Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta 3. 15 September 2008

Mengambil hasil wawancara yang telah diperiksa kembali oleh subjek 1

Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta

4. 16 September 2008 Menyerahkan hasil wawancara subjek 2 dan 4

SMK BOPKRI 2 Bintaran –

Jogjakarta 5. 17 September 2008

Mengambil hasil wawancara yang telah diperiksa kembali oleh subjek 3

Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta

6. 22 September 2008

Mengambil hasil wawancara yang telah diperiksa kembali oleh subjek 2 dan 4

SMK BOPKRI 2 Bintaran –

Jogjakarta

C. Hasil Penelitian

(75)

Subjek 1 : Mahasiswi

Hambatan pendengaran yang dimiliki tidak menimbulkan

munculnya gangguan

Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Subjek 1 Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan

Melakukan penyesuaian diri di sekolah umum dengan baik

Memiliki kepercayaan diri yang besar, menerima kekurangan

dan kelebihan

Merasa nyaman ketika berada di lingkungannya walaupun awalnya kesulitan

dalam menyesuaikan diri; senang dapat bergaul dengan

teman baru

Menjalin relasi dengan mencoba berkomunikasi

dengan orang normal; merasa diterima oleh lingkungan karena ia pintar; relasi dengan

teman normal membuatnya dapat lebih

mengendalikan emosi

<

Gambar

Tabel 1. Aspek Penelitian
Tabel 2. Daftar Pertanyaan
Tabel 3. Identitas Subjek
Tabel 5. Tahap pemeriksaan keabsahan data
+2

Referensi

Dokumen terkait

November 2012 dengan guru matematika di SMPN 1 Labuhan Haji, diketahui bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika terutama pada materi pokok persegi dan persegi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali total asam dan nilai organoleptik (rasa

Kurva disolusi tablet floating aspirin pada medium HCl 0,1 N, SGF dengan dan tanpa sinker mengikuti kinetika orde I dan mekanisme disolusi menurut model

Väritys jatkuu samana. Kuvan tun- nelma on muuttunut yllättyneeksi, hämmentyneeksi, pelokkaaksi ja vi- haiseksi. Halise näyttää yllättyneeltä, Heinähattu vihaiselta, Helga hieman

Berdasarkan penelitian di atas, maka dibuatlah sistem pendukung keputusan yang diharapkan berfungsi untuk membantu pihak JSC (Jakarta Smart City) untuk melakukan

perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden

International Business &amp; Marketing Management – Victoria University of Wellington. Marketing Management

dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.. dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas