• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.5 Penyingkapan diri masing-masing informan Informan 1 ( ibu H.L )

Peneliti melakukan pengamatan tahap awal pada tanggal 31 Januari 2015 dan orang yang pertama sekali peneliti temui adalah Ibu H.L yang bertempat tinggal tidak jauh dari rumah peneliti. Jam menunjukkan pukul 16.00 wib dan cuaca sore itu sedang cerah sekali. Ibu H.L merupakan informan pertama yang dikunjungi oleh peneliti untuk mendapatkan data terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Setelah pembicaraan dimulai dengan basa-basi, peneliti mengungkapkan tujuan dari kedatangannya ke rumah Ibu H.L.

Pucuk di cinta ulampun tiba, Ibu H.L menyambut dengan baik maksud dan tujuan peneliti.Judul proposal penelitian yang disodorkan oleh peneliti dibaca dengan khidmat oleh beliau. Setelahnya, pandangan Ibu H.L kembali tertuju kepada mata peneliti dan sambil tersenyum beliau berkata :

“Oooohh, kamu ingin Ibu menjadi narasumber kamu, ya… Ibu sih tidak ada masalah, apa yang ingin kamu tanyakan kepada ibu, tanyakan saja. Kalau pertanyaannya bisa ibu jawab, pasti ibu akan memberikan jawabannya”.

Mendengar pernyataan tersebut, peneliti berharap bisa mendapat informasi dan data yang dibutuhkan yang berhubungan dengan penelitian.Tanpa membuang banyak waktu, peneliti segera menanyakan beberapa hal yang masih bersifat umum saja, misalnya tentang kabar beliau dan anak-anaknya.

“Alhamdulillah kami sekeluarga sehat walafiat, anak saya yang sulung sebentar lagi pulang dari kerja, mungkin sekarang sedang di jalan. Kalau anak saya yang ke dua sedang istirahat di kamarnya, yang paling bungsu sekarang sedang les tambahan di bimbingan belajar, dek”.

Ibu H.L menjelaskan tentang kegiatan dan keadaan anak- anaknya secara rinci dan terbuka.Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh peneliti untuk menanyakan hal yang lebih menjurus kepada tema dan judul penelitian, yaitu tentang pembukaan diri (self disclosure).

“Di rumah ini, dek…kami selalu bertegur sapa satu sama lain setiap harinya baik ketika baru bangun tidur sampai mau tidur lagi. "Kalau saya lumayan sering ngomong-ngomong sama anak saya. Walaupun saya bekerja full time tapi selalu saya sempatkan untuk ngobrol dengan anak , di setiap ada kesempatan saya pasti selalu berbincang kepada mereka, terlebih anak bungsu saya, dia kan masih remaja, butuh sekali perhatian supaya merasa betah di rumah”.

Kemudian peneliti menanyakan bagaimana cara Ibu Halimah untuk memulai pembicaraan terhadap anak-anaknya, khususnya terhadap anak bungsu beliau yang berusia remaja yang dalam hal ini menjadi perhatian khusus untuk penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti.

“Saya coba untuk berbasa basi dulu sih biasanya, kayak nanyain soal sekolah, temannya atau hal lain yang lebih ringan, misalnya menanyakan tentang bekal minumnya yang dibawa cukup atau kurang, atau tentang uang jajannya dibelikan apa saja tadi di sekolah, begitu dek. Kalau saya mendapat respon yang baik dari anak saya, Nah setelah itu saya coba untuk mengajak bicara serius, contohnya tentang nilai ulangan fisikanya, atau tentang teman lelaki yang sedang disenanginya, atau yang lain yang sifatnya khusus. Saya lihat dulu bagaimana reaksi anak saya, kalau bagus, yah…saya Tanya-tanya lebih detail. Tapi kalau saya lihat anak saya sedang tidak mood, biasanya saya tidak melanjutkan pertanyaan saya, paling-paling saya suruh makan dulu baru kemudian istirahat, atau saya ajak nonton tv bareng aja”.

Penyingkapan diri (self disclosure) merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain menyangkut pengalaman pribadi, perasaan, rencana masadepan, impian, dan lain-lain. Menurut Morton (dalam Dayakisni: 2003: 87), pengungkapan diri (self disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Berdasarkan pendapat ahli diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa self disclosure adalah penyingkapan diri dalam hal membagi informasi yang bersifat pribadi dalam kondisi yang intim.

Membagi informasi pribadi kepada orang lain bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh siapa saja, termasuk hubungan antara orang tua dengan anak yang tidak didasari oleh suatu keakraban atau keintimann tentu saja didalamnya tidak akan terdapat jalinan komunikasi yang baik. Secara kasat mata, keluarga yang tidak ideal akan menimbulkan banyak permasalahan

yang mengakibatkan tidak tercapainya sebuah komunikasi yang efektif. Dalam penelitian ini akan dibahas secara mendalam tentang masalah yang berkenaan dengan apa yang sering dihadapi oleh orang tua tunggal dengan anak remaja dalam proses penyingkapan diri (self disclosure) yang mereka lakukan.

Selanjutnya peneliti bertanya tentang cara pengungkapan perasaan Ibu Halimah terhadap anaknya. Bagaimana beliau melakukan komunikasi nonverbalnya kepada anaknya tersebut.

"Tergantung juga sih nak. Kadang saya kalo udah capek saya sering lepas kontrol, suka marah-marah gitu. Cemanalah faktor umur juga, saya gampang capek. Tapi saya juga masih sering memeluk dan mencium anak bungsu saya sekalipun di depan kakak-kakaknya, apalagi anak bungsu saya kan perempuan jadi saya nyaman-nyaman saja dengan kontak fisik yang kami lakukan”.

Dari beberapa petikan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan 1 di atas dapat dilihat bahwa komunikasi yang terjalin antara Ibu H.L dengan remaja perempuannya dapat berlangsung lancar, hubungan yang terbentuk juga merupakan hasil dari percakapan baik secara verbal maupun nonverbal. Hal terpenting dari kegiatan yang dilakukan antara kedua orang tersebut adalah adanya umpan balik yang diberikan komunikan atas komunikasi yang dijalankan oleh komunikator.Ini yang menyebabkan hubungan dapat berlanjut ke arah yang lebih intim dan bermakna.

Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman penyingkapan diri (self disclosure)maka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan menentukan penyingkapan diri (self disclosure) itu. Kita melakukan penyingkapan diri (self disclosure)kepada mereka yang kita anggap sebagai orang yang dekat misalnya teman dekat atau sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan memandang

yang hangat dan penuh perhatian maka kitaakan melakukanpenyingkapan diri (self disclosure), apabila sebaliknya yang terjadi maka kita akan lebih memilih untuk menutup diri.

Peneliti melanjutkan beberapa pertanyaan berikutnya pun dikarenakan peneliti menerima respon positif dari informan, sehingga komunikasi yang terjadi antara peneliti selaku komunikator dengan informan dalam hal ini sebagai komunikan dapat dikatakan komunikasi yang efektif dan ideal.Selanjutnya peneliti menanyakan tentang tanggapan yang diberikan anak Ibu H.L pada saat beliau memulai pembicaraan kepada si bungsu.

"Setelah saya perhatikan respon dari anak saya ini bermacam- macam, sesuai denga apa yang saya sampaikan dan sesuai mood anak saya, biasalah emosinya masih naik turun. Kadang enak diajak ngobrol kadang juga susah. Sejauh ini dia selalu merespon apa yang saya bicarakan. Karena dia mengetahui benar bagaimana status saya sekarang sebagai orangtua tunggal buatnya."

Kemudian percakapan diantara peneliti dengan Ibu H.L terhenti sejenak.Anak sulung Ibu H.L baru saja tiba dari tempat kerjanya. Setelah mengucapkan salam, anak sulung Ibu H.L masuk ke dalam rumah dam segera meraih tangan ibunya untuk langsung diangsurkan ke dahi si sulung. Tradisi cium tangan seperti ini sudah menjadi hal yang selalu terlihat di dalam keluarga Ibu H.L. Setelah berbasa-basi sebentar, si sulung langsung berpamitan untuk masuk ke dalam kamarnya dan Ibu H.L kembali mengajak peneliti untuk melanjutkan pembicaraan.

Hal yang akan ditanyakan lagi oleh peneliti adalah bagaimana cara Ibu H.L dalam mengkomunikasikan suatu hal yang bertentangan dengan anaknya. Informan terlihat seperti mengingat- ingat sesuatu, tidak lama setelah itu informan menjawab:

"“Hmmm…kami jarang bertentangan sih, tapi bukan tidak pernah.Alhamdulillah sampai saat ini anak saya masih bisa terima

pendapatnya.Ada juga suatu waktu misalnya seperti masalah keuangan, suatu waktu anak saya minta dibelikan kereta karena jarak sekolah dan rumah yang lumayan jauh, terkadang kalau angkot lagi penuh, apalagi ditambah macet, akibatnya terlambat ke sekolah. Hal itu pernah disampaikan anak Ibu, dek. Jadi saya kasih pengertian lah saat itu juga kalo saya belum bisa langsung membelikannya.Dan dia bisa mengerti dengan apa yang saya sampaikan”.

Keterbukaan dalam komunikasi antara orangtua dengan anak merupakan modal dalam memahami masalah yang dihadapi oleh anak. Komunikasi yang efektif tidak mungkin terjadi bila para pelakunya tidak terbuka dan kurang percaya satu sama lain.Selanjutnya peneliti kembali bertanya kepada Ibu H.L mengenai hal-hal yang boleh diceritakan kepada anak atau yang tidak boleh, dalam artian apakah terdapat batasan topik pembicaraan yang akan disampaikan atau tanyakan kepada anaknya. Dengan santun dan senyum mengembang informan pun memberikan penjelasan yang lengkap, berikut kutipan jawaban yang diberikan oleh Ibu H.L :

"Batasan sih kayaknya gak ada ya, sebenarnya tidak ada hal yang saya simpan sendiri untuk tidak dibicarakan kepada anak-anak. Palingan hal yang sensitif yang kami bicarakan soal keuangan keluarga aja. Selebihnya gak ada, karena saya selalu menceritakannya kepada anak. Ada pun hanya beberapa aja yang saya kira itu bersifat sangat privacy dalam hal keuangan, biasanya saya tidak secara gamblang bercerita kepada anak-anak untuk masalah yang satu ini. Terutama kepada anak saya yang masih bersekolah, segala masalah keuangannya masih tanggung jawab saya, jadi untuk yang satu itu saya tidak terlalu terbuka karena gimana pun juga saya tidak mau memberatkan anak saya. Tetapi untuk hal-hal lainnya saya tidak ada menyembunyikan apapun kepada mereka, dek”.

Pada dasarnya penyingkapan diri (self disclosure) berguna untuk mendengarkan pengalaman orang lain yang nantinya bisa menjadi pelajaran bagi diri kita, selain itu dengan penyingkapan diri(self disclosure) kita juga bisa mengetahui seperti apa diri kita

introspeksi diri dalam berhubungan. Namun di sisi lain, tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan bahkan sering terjadi salah paham sehingga malah menimbulkan masalah baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, bisa saja orang lain ini memanfatkan apa yang telah dia ketahui mengenai diri kita.

Semakin sore menjadikan pembicaraan peneliti dengan informan menjadi semakin hangat dan akrab.Informan mempersilakan kepada peneliti untuk meminum teh yang sudah disediakan.Karena komunikasi yang terjadi diantara peneliti dan informan berjalan dengan akrab, maka peneliti tidak ingin menyia- nyiakan waktu ntuk menanyakan semua informasi yang dibutuhkan sebagai data untuk penelitian.

"Membagikan informasi dengan anak saya hanya dengan ngobrol aja sih, itu yang sering kami lakukan. Misalnya di waktu luang disitu saya manfaatkan untuk curhat.Semua kami obrolin, dari mulai acara tv, berita-berita terbaru, model rambut, dan masih banyak lagi yang lainnya, dek. Apalagi diakan anak bungsu saya, jadi saya merasa lebih dekat dengan dia dibandingkan dengan dua abangnya. Anak saya ini juga termasuk anak yang manja, yaaa maklum aja ya dek namanya juga anak paling bontot, bawaannya selalu ingin bersama saya. Jadi ya seperti sore-sore gini kalau dia gak ada jadwal les tambahan biasanya dia selalu di rumah dan saya manfaatkan untuk sekedar ngobrol dengan dia. Lebih santai aja sih gak yang begitu kaku kalau kami melakukan obrolan sehari, gitu dek. Makanya saya selalu senang kalau ada hari libur gini, saya bisa di rumah dan berkumpul dengan anak-anak saya. Sesekali kami juga pergi keluar atau sekedar makan.Hangout lah bahasa anak mudanya.Agar anak saya juga merasakan akrab dengan ibunya walaupun jadwal kami sekeluarga sama-sama padat.”

Obrolan peneliti dengan informan terasa semakin dekat, ditambah antusias yang tinggi dari informan dengan pertanyaannya yang diberikan peneliti juga semakin menarik.Obrolan terhentikan sejenak ketika anak remaja perempuan informan pulang dari les tambahan diluar. Setelah mengucapkan salam, anak bungsu Ibu H.L masuk ke dalam rumah dam segera meraih tangan ibunya

meninggalkan peneliti di ruang tamu karena akan menyiapkan makan makanan untuk anak remaja perempuannya yang baru saja pulang. Setelah itu informan kembali duduk dengan memulai obrolan lagi dengan peneliti.

Secara kasat mata, hubungan yang terjalin antara informan dan remaja perempuannya sepertinya tidak mengalami kendala yang cukup berat. Namun, di dalam kehidupan nyata ini selalu ada saja hal-hal yang menjadi perbincangan serius bahkan dibutuhkan pula pembicaraan yang harus dilaksanakan dengan jalan berdiskusi diantara pihak-pihak tersebut. Kali ini pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan adalah diskusi yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu masalah.

"Oh kalau itu pasti, saya selalu melakukan diskusi dengan anak saya. Apapun itu, jadi saya berusaha terbuka dengan dia nak. Contohnya ya seperti tadi yang saya katakan dek, saat anak saya minta dibelikan kereta. Saya coba diskusikan dengannya apa alasan saya tidak membelikannya kereta untuk saat ini. Ya alhamdulillah dia bisa mengerti walaupun beberapa kali dia tetap aja membujuk saya. Karena dia selalu berkeinginan keras jika apa yang dia mau belum diberikan. Setelah saya kasih tau pelan-pelan dia bisa ngerti juga kok. Saya perjelas tentang apa penting dan perlunya SIM, tentang keamanan diluar sana yang tidak bisa dipastikan bagaimana-bagaimananya. Jadi apapun masalahnya sebisa mungkin saya ungkapkan dengan anak-anak.Baik anak laki- laki saya maupun dengan anak perempuan saya, cuma saya lebih kasih pengertian lebih dengan anak bungsu saya yang perempuan ini.Maklum lah dek dia masih dalam masa yang belum stabil jadi harus banyak-banyak saya dampingi, saya gak mau nantinya jadi salah arah dan berdampak tidak baik dengan dia.”

Penyingkapan diri (self disclosure) lebih besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasiantarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Jika khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan balik

itu.Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja. Makin akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara soal-soal yang sangat pribadi, pada orang yang baru kita kenal atau orang yang tidak akrab. Kita akan lebih memilih topik percakapan yang umum, seperti soal cuaca, politik secara umum, kondisi keuangan negara atau kondisi sosial.Keterbukaan diri ternyata lebih dapat terlihat pada kaum perempuan, namun bukan berarti para lelaki tidak pernah melakukannya. Dalam hal ini terdapat perbedaan penyingkapan diri yang dilakukan oleh perempuan dan yang dilakukan oleh laki- laki yaitu biasanya para perempuan membagikan informasi pribadinya kepada orang-orang yang disukai. Sedangkan bagi lelaki, biasanya mereka menyingkapkan diri atau menceritakan hal- hal yang mereka anggap pribadi kepada orang-orang yang dapat dipercaya.

Informan 2 ( Ibu L.S )

Sebelum melakukan wawancara langsung kepada informan kedua ini, peneliti sudah melakukan observasi sehingga informan tidak lagi bingung dengan kehadiran peneliti ke rumahnya. Sambutan yang diberikan informan pun cukup baik, sehingga peneliti memiliki kesempatan yang tidak akan disis-siakan dalam melakukan wawancara mendalam terhadap para informan.

Sesaat setelah peneliti tiba di kediaman informan kedua yaitu ibu L.S, peneliti lalu memberikann judul proposal penelitian kepada informan, yang kemudian dibaca sekilas oleh beliau dan berkata:

“Jadi ini penelitian skripsi mu itu ya? Okelah kalau bisa ibu jawab semua ya, kalo gak bisa ibu jawab gapapa kan? haha”

Sambil tertawa kecil kemudian informan meletakkan judul proposal penelitian diatas meja.Dan peneliti pun memulai wawancara dengan informan.Tanpa membuang banyak waktu, peneliti segera menanyakan beberapa hal yang masih bersifat umum saja, misalnya tentang kabar beliau dan anak-anaknya.

“Kabar baik kami semua dek, kayak yang adek tengoklah. Cuma agak ngedrop aja dikit badanku tadi pagi agak meriang, kecapean mungkin. Tapi udah biasa sih aku kayak gini, nanti juga pulih kembali. Anak saya yang pertama masih di kampus, dia kuliah sore soalnya. Tapi anak saya yang masih sekolah semua udah pada di rumah sore-sore gini. Anak aku ada 4 dek, perempuan 2 laki-laki 2. Nah yang nomer 2 itu sekarang udah kelas 2 sma dek. Dia anak perempuan ku yang kedua, yang ketiga itu smp kelas 2 dan yang bungsu itu sd kelas 5 dan dua-dua laki-laki dek.”

Dilanjutkan dengan menjelaskan tentang kegiatan dan keadaan anak-anaknya secara rinci dan terbuka. Lalu peneliti memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan hal yang lebih detail seperti dengan tema dan judul penelitian yaitu tentang penyingkapan diri (self disclosure).

“Kalau saya sendiri seperti inilah dek, semua terbatas oleh waktu. Sangat jarang bertemu dengan anak-anak.Pagi saya sudah mulai jualan dan dari subuh saya sudah bangun untuk menyiapkan semuanya. Untung anak saya suda bisa sendiri semua, yang paling kecil kadang dibantu sama kakaknya dalam mengurus kalo pagi mau berangkat sekolah. Yang paling besar sesekali membantu saya juga dalam mengurus rumah.Waktu yang terbatas ini buat aku gak bisa terlalu dengan anak-anak.Hanya ngomong sesekali saja palingan. Kadang kasian juga liatnya, kayak kurang perhatian dari saya gitu. Anak saya yang nomer 2 juga gak begitu akrab sama saya, kalau ada apa-apa paling seringan sama kakaknya. Kebetulan anak saya yang pertama sudah lumayan dewasa, jadi dial ah yang bisa menghandle adek-adeknya di rumah kalo ada apa-apa.”

Sebagai awal dari wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini hanya sebatas pertanyaan yang sifatnya umum dan biasa.Peneliti tidak ingin tergesa-gesa dalam

meminta informasi yang terkait dengan penelitian ini karena peneliti ingin membangun hubungan yang intim terlebih dahulu terhadap informan.Sehingga dalam memberikan informasi bisa dilakukan dengan senang hati dan tidak ada unsur terpaksa dari para informan dalam penelitian ini.

Dengan demikian peneliti mulai menanyakan pertanyaan- pertanyaan yang umum terlebih dahulu yang kemudian akan dilanjutkan kea rah pertanyaan yang lebih khusus dengan melihat respon yang diberikan oleh informan tersebut kepada peneliti. Jawaban berikut ini adalah informasi yang diberikan oleh informan kepada peneliti tentang komunikasi yang dilakukan oleh informan terhadap remaja perempuannya yang saat ini berusia 15 tahun.

"Gimana ya dek, aku di rumah pas malam aja. Pagi sampe sore aku jualan.Anak ku paginya sekolah sampe sore bahkan malam baru nyampe di rumah.Soalnya dia les tambahan juga diluar.Ketemu untuk ngobrol cuma sebentar aja.Cuma malamlah itupun gak lama. Aku jarang nomong sama anak aku, apalagi aku sibuk terus dek. Ditambah anak aku juga banyak. Paling sekedar aja aku ngobrol dengan dia. Cemanalah aku di rumah kadang udah capek siap itu tidur, pagi-pagi aku sebentar ketemu dia kan sekolah. Ya gitulah setiap hari”.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa luput dari berhubungan dengan orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya termasuk dengan sesama anggota keluarga. Komunikasi merupakan kebutuhan yang tidak bisa tidak dipenuhi, baik secara langsung maupun tidak, baik melalui komunikasi verbal ataupun nonverbal.Melalui komunikasi inilah manusia dapat melakukan interaksi dengan manusia lainnya yang ada disekitar mereka.Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila komunikan menerima umpan balik atau respon dari lawan komunikasinya. Mereka yang dapat melakukan komunikasi yang ideal seperti ini akan memiliki kemampuan penguasaan keterampilan sosial dan membangun hubungan kea rah yang lebih dalam dan akrab.

Dalam menjalin komunikasi dengan sesama manusia terutama dengan anggota keluarga, dapat dilakukan secara lisan berupa perbincangan atau percakapan di dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Selain dari itu, bahasa tubuh dan ekspresi juga sering diperlihatkan kepada anggota keluarga atau lawan komunikasi yang lain. Dengan kata lain untuk mengungkapkan perasaan yang ingin kita bagi kepada orang lain bukan hanya dapat dilakukan dengan kata-kata saja, namun lebih dari itu dpat pula melalui ungkapan perasaan yang dapat diwakilkan dengan melakukan gerakan tubuh atau ekspresi wajah. Hal ini juga diperlihatkan oleh Ibu L.S kepada anak-anaknya, terutama pada saat beliau sudah merasa sangat letih dengan pekerjaannya maka yang beliau lakukan adalah menunjukkan tatapn mata yang seolah mampu menceritakan tentang kondisinya pada sat itu.

Kemudian peneliti mencoba menanyakan kepada Ibu L.S bagaimana cara beliau dalam mengungkapkan perasaan yang sedang dialaminya kepada remaja perempuannya . Bagaimana beliau melakukan komunikasi nonverbalnya kepada anaknya tersebut.

"Perasaan yang saya tunjukkan cuma sekedarnya aja.Aku gak mau dia nanti jadi kepikiran dan mengganggu sekolahnya. Jadi kalo pun aku punya suatu perasaan atau masalah akugak langsung menunjukkannya. Paling-paling aku hanya diam saja, nanti

Dokumen terkait