• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusutan adalah penurunan kemampuan aset dalam menyediakan manfaat dalam rangka aktivitas operasional perusahaan. Hal ini dikarenakan pemakaian yang terus-menerus, sehingga mengakibatkan fungsi aset tetap tersebut menurun dari hari ke hari. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 16 (2009: 25) penyusutan adalah alokasi sistematik jumlah yang dapat

disusutkan dari suatu aset sepanjang masa manfaat. Hal-hal yang menyebabkan penyusutan biasa diidentifikasi sebagai penyusutan fisik atau penyusutan fungsional. Penyusutan fisik terjadi disebabkan kerusakan ketika digunakan, dan karena cuaca. Sedangkan penyusutan fungsional terjadi karena aset tetap yang dimaksudkan tidak lagi mampu menyediakan manfaat dengan tingkat seperti yang diharapkan.

Di samping pengeluaran dalam masa penggunaan, masalah penyusutan merupakan masalah yang penting selama masa penggunaan aset tetap. Menurut Harahap (2002: 53) yang dimaksud dengan penyusutan adalah “Pengalokasian harga pokok aset tetap selama masa penggunaannya”.

Beberapa istilah-istilah khusus di dalam akuntansi sesuai dengan pengkategorian aset terkait dengan proses harga alokasi harga perolehan aset tetap, antara lain:

a. Depresiasi

Yaitu yang digunakan pada proses alokasi harga perolehan untuk aset tetap berwujud yang dibebankan ke penghasilan secara periodik.

b. Deplesi

Yaitu istilah yang digunakan pada proses alokasi harga perolehan (penyusutan) untuk aset tetap berupa sumber-sumber alam (wasting asset) yang dibebankan ke penghasilan secara periodik.

c. Amortisasi

Yaitu istilah yang dipakai pada proses alokasi harga perolehan (penyusutan) untuk aset tetap tidak berwujud yang dibebankan ke penghasilan secara periodik.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan guna menetapkan besar beban penyusutan setiap periode adalah :

1. Harga perolehan aset

Yaitu seluruh pengeluaran atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh aset sampai keadaan siap pakai.

2. Estimasi nilai pada akhir umur manfaat (nilai residu)

Yaitu taksiran realisasi (penjualan) melalu kas aset tetap tersebut setelah akhir penggunaan atau pada saat aset tetap tersebut harus ditarik dari kegiatan operasi. Biaya yang disusutkan (depreciable cost) adalah jumlah yag harus disebarkan sepanjang umur manfaat aset sebagai beban penyusutan.

3. Masa manfaat

Umur manfaat yang diperkirakan (expected useful life) atas aset tetap juga harus diestimasi pada saat aset tersebut mulai digunakan. Menurut Warren, et al (2005: 395), beberapa faktor yang menyebabkan suatu aset tetap berwujud dapat memberi manfaat dalam waktu yang terbatas, yaitu:

a. Faktor Fisik

Aus karena dipakai (wear and tear), aus karena umur (deterorlitation and deacay), dan kerusakan merupakan faktor fisik yang dapat mengurangi fungsi aset tetap.

b. Faktor Fungsional

Faktor fungsional yang membatasi umur aset berupa ketidakmampuan aset memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu diganti, perubahan permintaan terhadap barang maupun jasa yang dihasilkan, kemajuan teknologi yang menyebabkan suatu aset tidak ekonomis lagi apabila dipakai.

4. Pola Pemakaian

Pola pemakaian harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pembebanan penyusutan terhadap produksi.

Diperlukan suatu metode untuk mengitung besarnya pengalokasian pembebanan penyusutan aset tetap. Tiga metode penyusutan yang paling umum digunakan adalah metode garis lurus, metode unit produksi, dan metode saldo menurun berganda.

1. Metode Garis Lurus

Metode garis lurus (straight the method) menghitung penyusutan berat beban penyusutan dibebankan secara merata. Metode ini menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang umur manfaat suatu aset tetap. Beban penyusutan menurut metode ini dihitung sebagai berikut :

Keterangan :

D = Beban Penyusutan (Depresiasi) C = Harga Pokok Aset (cost)

S = Salvage Value (nilai residu) N = Useful Life (umur teknis)

�=��

Contoh :

Sebuah peralatan dibeli dengan harga Rp. 20.000.000 nilai residu ditaksir Rp 2.000.000 dan estimasi umurnya adalah 5 tahun. Penyusutan tahunan aset tersebut dihitung sebagai berikut:

��. 20.000.000− ��. 2.000.000

5 = Rp 3.600.000

Tabel. III.1

Penyusutan Menurut Metode Garis Lurus Akhir

Tahun Harga Pokok Penyusutan

Akumulasi

Penyusutan Nilai Tercatat

0 Rp. 20.000.000 - - Rp. 20.000.000 1 Rp. 20.000.000 Rp. 3.600.000 Rp. 3.600.000 Rp. 16.400.000 2 Rp. 20.000.000 Rp. 3.600.000 Rp. 7.200.000 Rp. 12.800.000 3 Rp. 20.000.000 Rp. 3.600.000 Rp. 10.800.000 Rp. 9.200.000 4 Rp. 20.000.000 Rp. 3.600.000 Rp. 14.400.000 Rp. 5.600.000 5 Rp. 20.000.000 Rp. 3.600.000 Rp. 18.000.000 Rp. 2.000.000 Rp. 18.000.000 Sumber : Data diolah (2012)

Metode garis lurus sangat sederhana dan digunakan secara luas. Metode ini menciptakan transfer biaya yang wajar ke badan periodic jika pemanfaatan aset dan pendapatan yang terkait dengan pemakaian sama dari periode ke periode.

2. Metode Unit Produksi

Jika tingkat pemanfaatan aset tetap bervariasi dari tahun ke tahun, maka metode unit produksi lebih tepat dipakai dari pada metode garis lurus. Dalam hal ini, metode unit produksi mampu membandingkan lebih baik beban penyusutan dengan pendapatan terkait. Metode unit produksi (Unit-of-Production Method) menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama bagi setiap unit kapasitas yang digunakan oleh

aset. Untuk menerapkan metode ini umur manfaat aset diekspresikan dalam istilah unit kapasitas produktif seperti jam atau mill. Total beban penyusutan untuk setiap periode akuntansi kemudian ditentukan dengan mengalihkan penyusutan per unit dengan jumlah unit yang dihasilkan atau digunakan selama periode dimaksud. Beban penyusutan per jam dihitung sebagai berikut:

Contoh:

Dengan menggunakan ilustrasi contoh sebelumnya jam kerja aset tetap dimisalkan 75.000 jam maka penyusutan per jam adalah sebagai berikut:

��. 20.000.000− ��. 2.000.000

��. 75.000 =��. 240 per jam

Dengan mengasumsikan bahwa aset tetap dioperasikan 15.000 jam selama 1 tahun maka beban penyusutan dalam 1 tahun adalah 15.000 x 240 = Rp. 3.600.000.

Tabel. III.2

Penyusutan Menurut Metode Unit Produksi No Jam

Kerja Penyusutan

Akumulasi

Penyusutan Nilai Tercatat Rp. 20.000.000 1 15.000 15.000 x Rp. 240 = Rp.3.600.000 Rp. 3.600.000 Rp. 16.400.000 2 13.000 13.000 x Rp. 240 = Rp 3.120.000 Rp. 6.720.000 Rp. 13.280.000 3 10.000 10.000 x Rp. 240 = Rp. 2.400.000 Rp. 9.120.000 Rp. 10.880.000 4 17.000 17.000 x Rp. 240 = Rp.4.080.000 Rp. 13.200.000 Rp. 6.800.000 5 20.000 20.000 x Rp. 240 = Rp. 4.800.000 Rp. 18.000.000 Rp. 2.000.000 75.000 75.000 x Rp. 240 = Rp. 18.000.000 Sumber : Data diolah (2012)

3. Metode Saldo Menurun Berganda

Metode saldo menurun berganda (double declining balance method) menghasilkan beban periodik yang terus menerus sepanjang esrimasi umur manfaat aset. Untuk menerapkan metode ini tarif penyusutan garis lurus than terlebih dahulu harus digandakan.

Contoh:

Dengan menggunakan ilustrasi contoh sebelumnya maka tarif penyusutan saldo menurun adalah :

= 100% / 5 tahun = 20%

Digandakan menjadi 20% x 2 = 40% Tabel. III.3

Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun Berganda

Tahun Beban Penyusutan

Akumulasi Penyusutan Nilai Tercatat Rp. 20.000.000 1 40% x Rp. 20.000.000 = Rp. 8.000.000 Rp. 8.000.000 Rp. 12.000.000 2 40% x Rp. 12.000.000 = Rp. 4.800.000 Rp. 12.800.000 Rp. 7.200.000 3 40% x Rp. 7.200.000 = Rp. 2.880.000 Rp. 15.680.000 Rp. 4.320.000 4 40% x Rp. 4.320.000 = Rp. 1.728.000 Rp. 17.408.000 Rp. 2.592.000 5 40% x Rp. 2.592.000 = Rp. 1.036.000 Rp. 18.444.800 Rp. 1.555.200

Dokumen terkait