BAB III Pengaturan Tentang Pencemaran Kabut Asap Dalam Hukum Internasional
PERAN ASEAN DALAM MENGHADAPI KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN
B. Peran ASEAN Sebagai Organisasi Regional di Kawasan Asia Tenggara
Masalah lingkungan hidup dalam lingkup ASEAN merupakan bidang kerjasama yang mendapatkan tempat yang penting, yang tidak kalah pentingnya dengan kerjasama dalam bidang kerjasama yang lain seperti bidang ekonomi. Masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi keprihatinan dalam hubungan internasional. Isu lingkungan telah bergeser dari isu pinggiran menjadi lebih pusat perhatian dunia dan menimbulkan kesadaran bahwa persoalan ini merupakan faktor yang memiliki dampak luas di berbagai kehidupan, karena persoalan lingkungan mulai menjadi sumber konflik antar negara-negara anggota dikawasan ASEAN. Terutama terhadap masalah pencemaran kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan yang mana dampak yang ditimbulkannya hingga mencapai lintas batas negara seperti kewilayah negara tetangga, khususnya Malaysia dan Singapura.
ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara memiliki peran dan tanggung jawab dalam menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi, sosial, politik dan hubungan diantara sesama anggotanya.98
97
Sejak ditandatanganinya Deklarasi Bangkok atau deklarasi ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri Luar Negeri Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand, ASEAN lahir sebagai sebuah organisasi regional yang mengusung tema kepercayaan dan meningkatkan kerjasama dalam pembangunan bersama masyarakat ASEAN dalam berbagai aspek kerjasama yang meliputi aspek ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi, maupun kerjasama dibidang politik dan keamanan.99
Kerjasama Regional dapat menjadi penopang atau payung yang mendukung hubungan dan kerjasama bilateral, dan seringkali meredam perbedaan-perbedaan atau konflik-konflik dalam hubungan bilateral antara dua negara yang terlibat dalam kerjasama regional, terutama setelah keduanya mempunyai kepentingan yang semakin besar dalam kerjasama regional. ASEAN juga berusaha untuk meneguhkan posisi mereka sebagai organisasi regional dengan mengembangkan apa yang dikenal sebagai Zona Perdamaian, kebebasan, dan Netralitas atau Zone of Peace, Feedom and Neutrality (ZOFAN). Pernyataan tentang netralitas ASEAN ini didasari pada keinginan negara-negara anggota, yang diprakarsai oleh Malaysia, untuk menjaga netralitas ASEAN dari campur tangan negara-negara luar.100
98
Sekretariat Nasional ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, (Jakarta : Sekertariat Nasional ASEAN,1992). Hal.2.
99
CPF.Luhulima, Op.Cit, hal.2
100
Bambang Cipto. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Cet.1(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007) hal.43
Dalam keanggotaan ASEAN walaupun terdapat perselisihan bilateral antara negara-negara anggotanya, namun negara-negara tersebut masih dapat membina dan memelihara hubungan dan kerjasama yang
saling menguntungkan meskipun dengan adanya perbedaan-perbedaan atau bahkan perselisihan. Dapat dibayangkan bahwa tanpa ASEAN perselisihan seperti itu mungkin akan lebih mudah mencuat terbuka bahkan berkembang menjadi pertikaian senjata. Perselisihan tidak harus menjadi inti hubungan antar negara atau menghambat terbinanya hubungan dan kerjasama erat, yang justru akan dapat membantu penyelesaiannya.
Seiring dengan perkembangan konstelasi internasional, ASEAN mengalami perkembangan pesat. Pada awal berdirinya, ASEAN menaruh perhatian yang besar untuk membangun rasa saling percaya (confidence building
measures), itikad baik dan mengembangkan asas untuk bekerjasama secara
terbuka diantara sesama anggotanya. Kini dengan segala kematangan dan pencapaian yang telah diraih, kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh ASEAN mulai menyentuh kerjasama di bidang-bidang yang sebelumnya dianggap sensitif. Pentingnya kerjasama dalam bidang lain dipicu oleh munculnya isu-isu dan peristiwa global seperti terorisme, lingkungan hidup, meningkatnya situasi persaingan dan ketegangan diantara negara-negara besar dikawasan, isu persenjataan nuklir dan sebagainya. Pada KTT ke-9 ASEAN di Bali (Bali Concord II) tahun 2003 yang menyetujui pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan salah satu uapaya ASEAN untuk lebih memperat integrasi ASEAN. Komunitas ASEAN terdiri dari 3 (tiga) pilar yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community/AEC) dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio- Cultural Community/ASCC).101
Alasan mendasar komunitas ASEAN memilih program lingkungan hidup sebagai salah satu acuan utama dalam kebijakan regional ialah adanya keinginan utama ASEAN untuk menjadi kawasan yang bersih dan hijau, dengan mengacu prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan sumber daya alam secara lestari.102
ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara memiliki peran dan tanggung jawab dalam menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi, sosial, politik dan hubungan diantara sesama anggotanya. Kabut asap telah mengancam stabilitas keamanan, ekonomi dan kehidupan individu di negara anggota ASEAN khususnya Indonesia, Malaysia dan Singapura. Untuk mengatasi masalah kabut asap tidak hanya dibutuhkan peran aktif dari Indonesia sebagai negara yang dicap sebagai pengekspor asap dan negara lain yang menerima dampak langsung dari kabut asap itu sendiri. Dalam kasus dimana masalah Dengan adanya visi tersebut, ASEAN semakin kokoh dalam membentuk program-program penyelamatan lingkungan hidup, khususnya mengenai kawasan hutan di Asia Tenggara. Mengingat bahwa hutan di Asia Tenggara termasuk salah satu paru-paru dunia, maka penting sekali untuk dijaga dan dilindungi secara maksimal, sehingga tidak terulang lagi peristiwa lingkungan yang menyebabkan kabut asap seperti yang terjadi di Kalimantan pada tahun 1997.
101
CPF.Luhulima, Op.Cit, hal.5.
102
Grace, Strategi ASEAN Community dalam Menjamin Stabilitas Lingkungan
Berkelanjutan,
Indonesia adalah masalah dunia, masyarakat global seharusnya meningkatkan kesempatan untuk menunjukkan bencana kebakaran ini dengan sikap yang pintar dan terkoordinasi dengan baik untuk mencari solusi bersama. Akan tetapi ASEAN diharapkan mampu memainkan perannya untuk mengatasi masalah ini.103
Sebetulnya sejak tahun 1990 negara-negara ASEAN telah melakukan berbagai bentuk kerja sama untuk menanggulangi masalah kabut asap. Mulai dari pembentukan ASEAN Haze Technical Taks Force; Sub-Regional Fire Fighting
Arrangements; ASEAN Regional Haze Action Plan (ARHAP); hingga Persetujuan
ASEAN mengenai Pencemaran Asap Lintas Batas atau ASEAN Transboundary
Haze Pollution (ATHP) yang telah ditandatangani oleh negara-negara ASEAN
pada bulan Juni 2002, dan telah berlaku sejak tanggal 25 November 2003.104
Fungsi koordinasi tersebut dapat ditempuh melalui pertukaran/pengumpulan informasi untuk mengetahui langkah-langkah
AATHP merupakan persetujuan regional pertama yang secara khusus diharapkan dapat menanggulangi masalah pencemaran kabut asap di kawasan. Salah satu konsekuensi dari berlakunya ATHP adalah akan segera dibentuk
ASEAN Coordinating Centre (ACC) for Transboundary Haze Pollution Control
yang akan menjalankan fungsi koordinasi mulai dari tahap pencegahan, pemantauan, dan penanggulangan serta mitigasi kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan pencemaran kabut asap.
103
Erix Muhammad, Protes Malaysia dan Singapura dalam Masalah Kabut Asap
Kebakaran Hutan,
2012.
104
Wikipedia, Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas,
penanggulangan yang perlu diambil. Sejalan dengan itu, negara-negara ASEAN, di mana Indonesia yang sering menjadi sumber kabut asap, dapat memainkan peranan sentral melalui penerapan kebijakan-kebijakan yang ditempuh di tingkat pusat dan daerah, termasuk dengan mengaktifkan National Monitoring Centre
(NMC) dan pusat-pusat pemantauan lainnya yang berada di daerah-daerah rawan
kebakaran lahan dan hutan.105
C. Kerjasama Negara-Negara ASEAN dalam Pengendalian Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan
Isu lingkungan hidup merupakan satu tantangan global yang mendapatkan perhatian khusus dari para Pemimpin ASEAN. Sebagaimana diketahui, ASEAN merupakan salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap berbagai dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Disamping itu, seiring dengan pesatnya pembangunan ekonomi di kawasan, masalah degradasi lingkungan dan pengalihan fungsi lahan, juga telah menimbulkan keprihatinan di hampir semua negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Masalah kabut asap akibat kebakaran hutan merupakan salah satu hal yang utama dan merupakan salah satu bentuk kerusakan lingkungan. Peristiwa- peristiwa kebakaran hutan yang terjadi pada dasawarsa 1980 dan 1990an dipandang sebagai malapetaka lingkungan regional, karena asap yang berasal dari kebakaran hutan itu telah menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan yang
105
Irumy, Tujuan Pertemuan Negara-Negara ASEAN dalam Membahas Masalah Kabut
Asap,
serius yang tidak saja terhadap masyarakat di negara yang berada di dalam yurisdiksinya tetapi juga terhadap masyarakat dinegara-negara lain. Gejala ini lazim disebut sebagai pencemaran udara lintas batas (Transboundary Haze
Pollution).
Secara formal kerjasama ASEAN di bidang lingkungan hidup dimulai sejak tahun 1978, ditandai dengan dibentuknya ASEAN Experts Group on the
Environment (AEGE) di bawah Committee on Science and Technology (COST).
Pembentukan wadah tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama yang sudah dirintis sejak tahun 1971 melalui Permanent Committee on Science and
Technology. Ketika itu, AEGE diberi mandat untuk mempersiapkan ASEAN Environmental Programme (ASEP) yaitu program kegiatan ASEAN di bidang
lingkungan hidup.106
Seiring dengan meluasanya lingkup kerjasama lingkungan hidup di kawasan ASEAN, pada tahun 1990 dibentuk ASEAN Senior Officials on the
Environment (ASOEN) yang mengandung enam kelompok kerja :107
a. Penanganan polusi lintas batas b. Konservasi alam
c. Lingkungan hidup kelautan d. Pengelolaan lingkungan hidup e. Ekonomi lingkungan
106
Laporan Status Lingkungan Hidup Tahun 2002.
107
Dirokterat Jenderal Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri Republik
Indonesia, ASEAN Selayang Pandang.
f. Informasi lingkungan, peningkatan pengetahuan dan kesadaran publik.
Mekanisme konsultasi formal yang dipergunakan negara-negara ASEAN untuk membahas masalah-masalah lingkungan tidak hanya terbatas pada ASOEN saja tetapi juga Pertemuan Tingkat Menteri Lingkungan (ASEAN Ministerial
Meeting on Environment/AMME). Setiap pilar ASEAN Community telah
membahas agenda penyelamatan hidup.108
Pada tahun 1985 , kebakaran hutan mendapat perhatian dari ASEAN yang terbukti dengan dihasilkannya “ASEAN Agreement on the Conservation of Nature
and Natural Resources 1985” atau yang disebut dengan ASEAN ACNN.
Walaupun ASEAN ACNN merupakan kerangka kerjasama ASEAN dalam bidang konservasi alam dan sumber daya alam pada umumnya, kesepakatan tersebut juga memuat kewajiban-kewajiban negara ASEAN untuk mencegah kebakaran hutan.
Sejak dilanda masalah lingkungan terutama fenomena kabut asap sebagai dampak dari kebakaran hutan pada tahun 1980-an, ASEAN telah memberikan perhatian penting terhadap masalah ini. ASEAN kemudian mengambil inisiatif dan langkah untuk meningkatkan kerjasama diringkat regional, sub regional serta nasional secara terkoordinir dalam upaya pengambilan kebijakan terhadap permasalahan pencemaran lingkungan lintas batas.
109
108
Deni Hidayat, Strategi ASEAN Community dalam Menjamin Stabilitas Lingkungan
Berkelanjutan,
2012.
109
Takdir Rahmadi, Aspek-Aspek Hukum Internasional Kebakaran Hutan”(Jurnal Hukum Lingkungan:1999) hal. 87.
Selanjutnya upaya ASEAN tersebut dilanjutkan dengan kesepakatan
Kuala Lumpur Concord on Enviroment and Development pada 19 Juni 1990 yang
dihadiri para Menteri lingkungan hidup negara anggota ASEAN. Hasil dari kesepakatan ini adalah himbauan mengenai pentingnya nilai keselarasan implementasi terhadap pencegahan pencemaran lintas batas. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-4 di Singapura 27-28 Februari 1992, para kepala Pemerintahan negara anggota ASEAN menyatakan bahwa perlu adanya kerjasama erat secara berkelanjutan dibidang lingkungan hidup terutama terkait isu pencemaran lintas batas.
Pada kesempatan itu para kepala Pemerintah tersebut juga menyatakan bahwa permasalahan lingkungan dan isu pencemaran lintas batas semakin mendapat perhatian yang khusus di hadapi ASEAN. Pernyataan ini dipicu akan dua hal :
a. Kebakaran hutan dikawasan ASEAN kembali terjadi tahun 1991 untuk kelima kalinya;
b. Berlangsungnya KTT Bumi atau KTT Rio de Janeiro, pada tahun 1992. KTT Bumi/KTT Rio de Jeneiro melahirkan kesepakatan yang salah satunya berkaitan dengan perubahan iklim global, biodiversitas, perlindungan terhadap hutan serta masalah lingkungan hidup lainnya.110 Setelah dilaksanakan KTT Bumi/KTT Rio de Janeiro, para Menteri lingkungan hidup negara anggota ASEAN mengeluarkan Singapore Resolution on
110
Environment pada akhir AMME ke-5, 17-18 Februari 1992, dan Bandar Seri
Begawan Resolution on Environment and Development, 26 April 1994.
Pada 21 Oktober 1994, diadakan AMME yang bersifat informal bertempat di Kuching, Malaysia. Pertemuan ini diadakan menyusul kebakaran yang terjadi pada tahun itu dalam pertemuan itu para Menteri lingkungan hidup negara anggota ASEAN kembali membahas mengenai masalah pencemaran lintas batas dan mereka mencapai kesepakatan tentang pentingnya upaya ASEAN dalam melakukan kerjasama aktif dalam menghadapi masalah pencemaran lingkungan lintas batas dan meminimalisir dampaknya. Pada pertemuan juga dibahas suatu rencana kerja yang khusus membahas mengenai strategi penanganan masalah pencemaran lintas batas.
Setelah pertemuan informal tersebut, diadakanlah ASEAN Meeting on The
Management of Transboundary Pollution di Kuala Lumpur, Juni 1995. Pertemuan
ini melahirkan ASEAN Cooperation Plan On Transboundary Pollution, dimana terdapat kesepakatan tentang rencana guna menghadapi masalah pencemaran lintas batas. Program dari rencana kerja ini ada 3 yaitu :111
a. Transboundary atmospheric pollution (pencemaran udara lintas batas);
b. Transboundary movement of hazardous wastes ( pergerakan limbah bahan
berbahaya dan beracun lintas batas);
c. Transboundary shipborne pollution (pencemaran lintas batas bersumber
dari kapal).112
111
Takdir Rahmadi, Op.Cit, hal.87.
112
ASEAN Secretariat, “ASEAN on Environment”,
ASEAN Cooperation Plan on Trnasboundary Pollution mengangkat upaya
penanganan insiden pencemaran asap dan kebakaran yang mempengaruhi kawasan pada program I tertuang secara luas berbagai kebijakan dan strategi penanganan pencemaran lintas batas.
Tertuang pula garis besar upaya untuk dirumuskan ditingkat nasional dan regional, antara lain :
a. Kapabilitas pemadaman kebakaran (fire fighting capability), termasuk di dalamnya penngembangan sistem peringatan dini, larangan praktik pembakaran selama musim kering yang dalam jangka panjang akan ditetapkan zero burning dan kesadaran upaya penghapusan penggunaan api dalam membersihkan lahan;
b. Pendirian focal points untuk menindak lanjuti butir kesepakatan regional ditingka t nasional masing-masing negara anggota;
c. Memajukan kapabilitas nasional dalam mengatasi masalah berkaitan dengan kebakaran hutan;
d. Berbagi pengetahuan dan teknologi dalam mencegah dan memitigasi kebakaran hutan;
e. Pembangunan sistem tingkat bahaya kebakaran (fire danger rating
system) untuk kawasan;
f. Pembaharuan dan pengembangan metode peramalan lintasan dan penyebaran asap oleh ASMC
g. Mempertimbangkan dukungan dari luar kawasan berupa keahlian teknis dan bantuan finansial yang tersedia atau dapat dimobilisasi
untuk mendukung upaya ASEAN mengimplementasikan rencana kerja.113
Dalam upaya mengatasi permasalahan kabut asap di kawasan Asia Tenggara, ASEAN diharapkan mampu membawa dua agenda, yaitu :
a. Agenda mengenai penanganan masalah lingkungan hidup b. Upaya peningkatan kerjasama antar negara dalam satu kawasan
Kesepakatan maupun perjanjian yang dihasilkan dari sejumlah pertemuan akan sangat membutuhkan kinerja dan kesepakatan bersama sebagai proses implementasi dari kesepakatan yang dihasilkan.
Pada pertemuan ASOEN (ASEAN Senior Officials on the Environment) ke-6 di Bali, Indonesia tanggal 20-22 September 1995, disepakati pembentukan gugus HTTF yang diserahkan wewenang mengoperasionalisasikan dan mengimplementasikan kegiatan yang direkomendasikan dalam plan 1995. Kebakaran hutan dan lahan dan pencemaran kabut asap lintas batas menjadi jantung pembahasan kelompok kerja HTTF. HTTF diketuai Indonesia dengan anggota terdiri dari pejabat tinggi lingkungan hidup negara anggota ASEAN.
Tugas HTTF antara lain :
a. Mengadakan pemisahan antara wilayah rawan terjadinya kabut asap b. Mengidentifikasi masa rawan terjadinya kabut asap
c. Mengembangkan sistem institusi nasional (national focal points) untuk menyiagakan ASOEN akan bahaya asap yang akan datang.
113
Oom Rengganawati, “ASEAN dalam Perspektif Pluralisme dan Neofungsionalisme”,
Selanjutnya pada tahun 1997 untuk lebih memaksimalkan proses koordinasi antara pusat dengan daerah, maka ASEAN memainkan perannya dengan mengaktifkan Regional Haze Action Plan sesuai dengan kesepakatan saat pertemuan AMMH pada 23 Desember 1997. Regional Haze Action Plan (RHAP) adalah dokumen kerja yang mengidentifikasikan tindak penanganan asap kebakaran lintas batas untuk ditindak lanjuti instansi ditingkat nasional, sub regional maupun regional. Tujuan utama dari rencana ini adalah :114
a. Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan melalui kebijakan manajemen yang lebih baik dan penegakan hukum
b. Untuk membentuk mekanisme operasional untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dan
c. Daerah untuk memperkuat tanah dan pemadam kebakaran hutan kemampuan dan tindakan-tindakan mitigasi lain.
Agar kawasan Asia Tenggara bisa mencapai tiga hal diatas secara menyeluruh dan berkesinambungan, dilakukan koordinasi untuk tiga komponen terutama RHAP diatas yaitu pencegahan, pemantauan, dan mitigasi yang diserahkan kepada tiga negara yaitu Malaysia, Indonesia dan Singapura, dimana :
a. Malaysia, mengkoordinir komponen pencegahan b. Singapura, proses pemantauan kebakaran
c. Indonesia, kapabilitas pemadam kebakaran
Walaupun hanya 3 (tiga) negara yang ditunjuk untuk mengkoordinir, tetapi seluruh negara anggota ASEAN tetap diminta melaksanakan setiap kegiatan dan
114
ASEAN Secretariat. ASEAN Transboundary on Haze Pollution,
formulasi kebijakan/sistem yang disusun ditingkat regional, dan diminta saling mendukung serta berbagi informasi dan pengetahuan di tiga komponen tersebut diatas.
ASEAN Regional Haze Action Plan
Tujuan Langkah
Mencegah kebakaran hutan dan lahan melalui pembentukan kebijakan manajemen yang lebih baik berikut pelaksanaannya.
- Memperkuat kebijakan dan strategi nasional guna mencegah dan
mengurangi kebakaran hutan dan lahan. - Mengembangkan rencana nasional
(national plans) untuk merangkum
kebijakan dan strategi nasional guna mencegha dan memitigasi kebakaran hutan dan lahan.
Membentuk mekanisme operasional guna memonitor kebakaran hutan dan lahan.
- Memperkuat sistem peringatan dini dan pemantauan dini kawasan. - ASMC (Asean Specialized
Meteorogical Centre) lebih jauh akan
diperkuat dan dirampingkan. ASMC berperan sebagai pusat informasi regional untuk kompilasi, analisis, dan sebaran informasi yang didapat dari citra satelit dan data meterology yang perlu untuk mendeteksi dan memantau
kebakaran hutan dan lahan dan terjadinya kembali kabut asap. Memperkuat kapabilitas pemadaman
kebakaran hutan dan lahan regional dan langkah regional dan langkah mitigasi lainnya.
Melalui kebijakan sebagai berikut : menuntaskan persiapan yang sedang berlangsung atas inventaris kapabilitas kebakaran hutan dan lahan tiap negara (lembaga, tenaga kerja, peralatan, peta kerusakan kebakaran hutan dan lahan, dan sumber lainnya). Untuk
mengidentifikasikan sumber daya yang disediakan untuk usaha pemadaman kebakaran regional.
- Memformulasi program penguatan kapabilitas pemadaman kebakaran kawasan dan negara masing-masing dan mengompilasi daftar peralatan dan keahlian yang dibutuhkan ditingkat regional untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan
- Mengidentifikasi sumber bantuan teknis, dalam dan luar ASEAN -Membentuk prosedur operasi guna mengaktifkan sumber daya pemadaman
kebakaran di tiap negara guna operasi pemadaman kebakaran regional. - Membentuk mekanisme ditiap negara untuk menyediakan, di saat terjadinya kebakaran hutan dan lahan,
pembaharuan rutin atas kemajuan yang dibuat dalam upaya memadamkan kebakaran kepada Haze Technical
Force.
Selanjutnya pada tanggal 10 Juni 2002 para Menteri Lingkungan hidup ASEAN menandatangani Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas- Batas (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution) adalah sebuah perjanjian lingkungan hidup yang bertujuan untuk mengendalikan pencemaran asap di Asia Tenggara.115
Persetujuan ini merupakan reaksi terhadap krisis lingkungan hidup yang melanda Asia Tenggara pada akhir dasawarsa 1990-an. Krisis ini terutama disebabkan oleh pembukaan lahan dengan cara pembakaran di pula Indonesia. Citra satelit menunjukkan adanya titik api di beberapa lokasi di Kalimantan, Sumatra, Semenanjung Melayu dan beberapa tempat lain. Malaysia dan Singapura, dan sedikit banyak Thailand dan Brunei, sangat terpengaruh oleh
115
Siaran Pers. Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Lintas Batas,
hal ini. Dari Sumatra, angin muson bertiup membawa asap ke arah timur dan menciptakan akibat negatif bagi negara-negara Asia Tenggara lainnya. Asap tebal melingkupi sebagian Asia Tenggara selama berminggu-minggu mengakibatkan masalah kesehatan pada penduduk setempat.116
a. AATHP berimplikasi terhadap peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peralatan dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia melalui mekanisme perbantuan dan kerjasama teknis;
Hasil studi ini menyimpulkan bahwa terdapat 7 (tujuh) bentuk implikasi kelembagaan atas AATHP sebagai berikut :
b. AATHP berimplikasi terhadap perbaikan pengelolaaan informasi dan data kebakaran hutan dan lahan yang lebih efektif di Indonesia melalui mekanisme pemantauan, pelaporan dan komunikasi dengan ASEAN Centre;
c. AATHP berimplikasi terhadap kejelasan tugas dan fungsi institusi dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia melalui penunjukan dan pembentukan NFP (National Focal Point), NMC
(National Monitoring Centre) and CA (Competent Authorities);
d. AATHP berimplikasi dalam memacu pembuatan SOP Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia;
116
Irumy, Tujuan Pertemuan Negara-Negara ASEAN dalam membahas Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Lintas Batas (Transboundary Haze Pollution).
diakses pada
e. AATHP berimplikasi terhadap pembangunan ASEAN Centre yang dapat memfasilitasi kerjasama dan koordinasi antar para Pihak dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia;
f. AATHP berimplikasi terhadap peningkatan pengembangan penerapan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) di Indonesia melalui adanya penjaminan bahwa langkah legislatif, administratif dan langkah relevan lainnya akan diambil untuk mencegah pembukaan lahan dengan membakar serta adanya kerjasama teknis antar para Pihak untuk lebih mempromosikan PLTB dan
g. AATHP berimplikasi dalam memacu alokasi dana yang lebih memadai dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.117
Menanggapi fenomena perubahan iklim dan makin maraknya gejala degradasi lingkungan, maka pada pertemuan di Bali tahun 2003 melalui Deklarasi
Bali Concord II, para pemimpin ASEAN sepakat untuk lebih mengintensifkan
kerjasamanya dalam menanggulangi berbagai permasalahan lingkungan, baik yang terjadi di tingkat global, regional maupun nasional, termasuk penanganan polusi lintas batas.118
Upaya penanganan polusi asap lintas batas, merupakan salah satu bentuk kerjasama lingkungan yang cukup intensif dilaksanakan di ASEAN dalam beberapa tahun terakhir. Atas inisiatif Pemerintah Indonesia, telah dirintis
117
Titi Novitha Harahap, Ibid.
118
pembentukan forum khusus tingkat Menteri Lingkungan untuk membahas permasalahan polusi asap lintas batas - the ASEAN Ministerial Steering
Committee on Transboundary Haze Pollution (MSC) yang beranggotakan 5
negara ASEAN yang terkena dampak langsung polusi asap lintas batas yaitu