• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan yang Berkaitan dengan Pencemaran Kabut Asap dalam Lingkup Hukum Lingkungan Internasional

BAB III Pengaturan Tentang Pencemaran Kabut Asap Dalam Hukum Internasional

PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN KABUT ASAP DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Peraturan yang Berkaitan dengan Pencemaran Kabut Asap dalam Lingkup Hukum Lingkungan Internasional

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan isu lingkungan terutama

terhadap pencemaran lintas batas dalam lingkup hukum lingkungan Internasional hendaknya dapat diketahui terlebih dahulu bahwa peraturan yang dimaksud lebih ditujukan kepada wujud-wujud yang terdapat dalam konvensi, deklarasi, protokol atau peraturan lain yang masih banyak yang ada dalam lingkup hukum lingkungan Internasional.

Permasalahan isu lingkungan sebenarnya sudah sejak dahulu dibicarakan dalam masyarakat internasional. Isu lingkungan hidup sebenarnya sudah berkembang jauh sebelum era perang dingin. Hanya saja isu lingkungan hidup menjadi isu global tidak terlepas dari hasil suatu konferensi PBB yang diadakan tahun 1972. Sejak diadakan Konferensi Lingkungan Hidup Manusia (United

Nations Conference on The Human Environment/UNCHE) di Stokhlom, Swedia

tahun 1972, topik lingkungan hidup ini telah menjadi salah satu pembahasan penting dalam hubungan Internasional.46

46

Andreas Pramudianto.Diplomasi Lingkungan Teori dan Fakta. (Jakarta: Universitas Indonesia.2008) hal.13.

Declaration) ini terdiri dari pembukaan dan 26 asas dan rencana aksi (Action Plan) yang terdiri dari 109 rekomendasi.47

Secara formal konferensi ini memberikan pengakuan penting bagi lingkungan hidup dimana persoalan lingkungan hidup pada mulanya hanya dibicarakan dikalangan akademis dan lembaga ilmiah saja di tingkat nasional, kini ditransformasikan dalam bidang politik Internasional khususnya hubungan international (international relations). Secara nasional, pengaruh konferensi ini juga telah mendorong pengembangan kebijakan lingkungan hiudp nasional

(national environmental policy), khususnya dengan dibentuknya badan-badan

lingkungan hidup hingga kementrian lingkungan hidup. Hal terpenting adalah diakuinya prinsip kedaulatan negara untuk mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dengan tanggung jawabnya jika terjadi pencemaran diluar batas wilayah suatu negara.48

Deklarasi Stockholm dalam prinsinya menyatakan bahwa manusia memegang tanggung jawab suci untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk generasi sekarang dan mendatang49

47

Ibid, hal. 16.

48

Ibid, hal.120

49

Termuat dalam deklarasi Stockholm pasal 1 yaitu suatu konferensi PBB mengenai lingkungan hidup manusia (United Nations Conference on Human Environment).lihat Andreas Pramudianto,Op.Cit. hal.166.

dan negara-negara juga mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya mereka sendiri sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka sendiri, dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa aktivitas dalam yurisdiksi atau kontrol mereka tidak menyebabkan kerusakan untuk lingkungan Negara-negara lainnya atau kawasan di luar batas

yurisdiksi nasional.50

Setelah berlangsungnya Konferensi Stockholm 1972, maka Majelis Umum PBB merekomendasikan perlunya konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang diselenggarakan sepuluh tahun kemudian yaitu KTT Bumi yang diadakan di Rio De Janerio tahun 1992.

Prinsip 24 yang menyatakan Masalah internasional mengenai perlindungan dan perbaikan lingkungan harus ditangani dalam semangat kerjasama oleh semua negara, besar dan kecil, pada pijakan yang sama. Jika dikaitkan dengan masalah pencemaran kabut asap akibat kebakaran hutan yang terjadi seperti kasus kebakaran hutan di Indonesia yang mempunyai dampak lintas batas maka selain negara tersebut harus bertanggungjawab akan tetapi negara-negara lain juga turut membantu menanggulangi permasalahan tersebut, hal ini dikarenakan masalah tersebut bersifat global maka dengan sendirinya masalah ini juga harus ditangani secara global ataupu kerjasama dari negara- negara lain. Kebakaran hutan berati merusak lingkungan hutan itu sendiri padahal Deklarasi Stockhlom telah menyatakan secara tegas bahwa setiap negara harus menjaga lingkungannya agar tidak tejadi kerusakan, apalagi dampak yang ditimbulkannya mencapai lintas batas negara.

51

50

Deklarasi Stockholm (United Nations Conference on Human Environment) pasal 21.

51

Andreas Pramudianto,Op.Cit,hal.126

KTT ini merupakan KTT yang dihadiri oleh semua anggota PBB yang mana KTT ini membahas lebih menyeluruh terhadap masalah lingkungan dari pada Konferenesi yang ada sebelumnya. Berkenaan dengan terselenggaranya KTT ini Shabecoff menyatakan :

“KTT bumi dapat dilihat sebagai indikator peran yang oleh bangsa- bangsa atau blok bangsa-bangsa dianggap sebagai era diplomasi internasional.”52

Dengan demikian KTT Bumi dapat dikatakan merupakan era puncak dari diplomasi lingkungan dan menentukan masa depan umat manusia menjelang berakhirnya abad ke-20 dan berakhirnya milenium kedua.53

a. Deklarasi Rio 1992 mengenai Lingkungan dan Pembangunan (Rio

Declaration on Environmental and Development).

KTT Bumi (Earth Summit) berhasil memutuskan beberapa dokumen penting yaitu :

b. Kerangka Kerja Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United

Nations Convention Framework on Climate Change).

c. Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation

Convention on Biological Diversity).

d. Prinsip-prinsip Kehutanan ( Non-Legally Binding Authoritative

Statments of Principles for a Global Consensus on the Managmenet, Conservation and Sustainable Development of all Types of Forest). e. Agenda 21.54 52 Ibid, hal.128. 53 Ibid, hal. 129 54 Ibid, hal. 132

a. Deklarasi Rio 1992 mengenai Lingkungan dan Pembangunan (Rio

Declaration on Environmental and Development). Salah satu isu yang sangat

penting yang menjadi dasar pembicaraan di KTT Rio adalah prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Pengertian dari

Sustainable Development adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan

generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Definisi ini diberikan oleh World Commision on

Environment and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan

Pembangunan) sebagaimana tersaji dalam laporan Komisi yang diketuai oleh Ny. Gro Harlem Brundtland, Perdana Menteri Norwegia terangkum dalam buku Our

Common Future, yang terumuskan berupa :

“if it meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”. (“jika memenuhi kebutuhan

sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.”).55

b. Kerangka Kerja Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United

Nations Convention Framework on Climate Change). Protokol Kyoto adalah

sebuah amandemen terhada

Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluara

55

Triligayanti, Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Deklarasi Rio,

sama dalam emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan denga56

c. Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation

Convention on Biological Diversity). menghendaki agar negara-negara

mengerahkan segala daya dan dana untuk melestarikan keragaman spesies-spesies hidup, dan mengupayakan agar manfaat penggunaan keragaman hayati itu dirasakan secara merata.

d. Prinsip-prinsip Kehutanan ( Non-Legally Binding Authoritative Statments

of Principles for a Global Consensus on the Managmenet, Conservation and Sustainable Development of all Types of Forest). Pernyataan tentang prinsip-

prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian dan pembangunan semua jenis hutan secara berkelanjutan, yang merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi dan pelestarian segala bentuk kehidupan.57

e. Agenda 21, Agenda ini membahas tentang upaya untuk menghubungkan isu lingkungan dengan berbagi macam masalah pembangunan. Rencana kerja yang dirumuskan antara lain untuk meghadapi masalah-masalah atmosfir, degradasi lahan, desertifikasi, pembangunan kawasan penggunungan, pertanian dan perkembangan desa, deforestasi, lingkungan akuitik dan polusi.58

56

Wikipedia, Protokol Kyoto,

Februari 2012.

57

Saifullah, Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup,

58

Afifi Rahmadetiassani, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Keanekaragaman Hayati (

CBD) Rio de Janerio-Brazil

Dalam rangka menindaklanjuti dan melihat hasil-hasil yang telah dicapai selama berakhirnya KTT Bumi, makan pada tahun 1997 di kota New York, AS diadakan suatu pertemuan yang disebut Konferensi Rio +5 (Earth Summit +5). Dalam konferensi ini dilaporkan hasil-hasil dari KTT Bumi 1992 yang telah dicapai dan dilaksanakan negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia.59

Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (UN-ECOSOC) melalui Komisi Pembangunan berkelanjutan (Commision on Sustainable/CSD) telah menyiapkan Dokumen yang berjudul “Program Implementasi Lanjutan Agenda 21.” Bersamaan dengan ini diadakan Sidang Majelis Umum ke-55 yang kemudian memutuskan bulan Desember 2000 CSD berperan sebagai badan pusat pengelolaan untuk penyelenggaraan Konferensi Dunia mengenai Pembangunan Berkelanjutan yang akan diselenggarakan tahun 2002.60

Selanjutnya pada tahun 2002 diadakanlah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau yang biasa disebut KTT Rio +10 di Johanesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainavle

Development/Summit),61

59

Andreas Pramudianto, Op.Cit. hal.134.

60

Ibid, hal.135.

61

Ibid, hal.136.

yang lebih menekankan permasalah lingkungan hidup

secara lebih luas dengan aspek-aspek pembangunan lainnya yaitu konsep pembangunan berkelanjutan. Akhirnya KTT ini berhasil mengambil keputusan untuk menyetuji dokumen-dokumen yang sudah dipersiapkan PrepCom (pertemuan panitia persiapan) yaitu :

a. Deklarasi Johanesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan

(Johannesburg Declaration on Sustainable Development). Deklarasi

ini memuat 6 hal yang harus dilakukan dan 37 Prinsip yang dilaksanakan untuk pembangunan berkelanjutan.

b. Rencana Pelaksanaan Johanesburg (Johanesburg Plan of

Implementation).62

Instrumen-instrumen hukum Internasional lainnya mengenai peraturan yang berkenaan dengan pencemaran udara lintas batas sebagaimana yang terdapat dalam :

a. The Geneva Convention on The Long-Range Transboundary Air Pollutan, 1979 (Konvensi Geneva 1979) : pasal 2 menyebutkan bawa mewajibkan

Negara-negara peserta konvensi untuk berusaha menekan serendah mungkin, secara bertahap mengurangi dan mencegah pencemaran udara termasuk pencemaran udara lintas batas.

b. Asean Agreement on The Conservation of Nature and Natural Resources, 1985 (ASEAN ACNN) : selain kerangka hukum kerjasama bidang

konservasi alam dan sumber daya alam tetapi memuat juga kewajiban negara-negara ASEAN untuk mencegah kebakaran hutan sebagaimana yang tercermin dalam pasal 6 ayat (1) dan (2)

c. Resolusi Singapore 1992 : Menegaskan dan memperkuat kerjasama dibidang bencana alam, pencemaran udara dan air lintas batas, tumpahan minyak, pembuangan limbah berbahaya dan kebakaran hutan.

62

d. Resolusi Bandar Seri Begawan, 1994 : Rencana Aksi Strategis ASEAN tentang Lingkungan Hidup

e. ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollutan, 1995 (ASEAN CPTP) : memuat 3 program dan salah satunya mengenai pencemaran

udara lintas batas .63

B. Tanggung Jawab Negara dalam Masalah Kabut Asap dalam Hukum