• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI MUBYARTO

4. Peran Negara

Negara menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Penguasaan oleh negara terhadap cabang-cabang produksi tertentu

bukanlah demi ”penguasaan” itu sendiri, melainkan karena penguasaan itu

dipandang menjamin perlindungan kepentingan orang banyak.85 Mengenai pemikiran swastanisasi memang pada dasarnya cukup rasional untuk meningkatkan efisiensi perusahaan. Tetapi mengingat penggarisan pasal 33 ayat 2 UUD 1945, pelaksanaan ide swastanisasi harus amat selektif, karena aneka rupa

83

Mubyarto, Penerapan Ajaran Ekonomi Islam di Indonesia artikel di akses pada 17 Desember 2010, http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1_maret _2002/artikel_1

84

Ibid

85

cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, harus tetap dikuasai oleh negara demi kemakmuran rakyat banyak.86

Penguasaan bumi, air dan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. Hal ini demi kemakmuran rakyat secara maksimal dan menghindari eksploitasi alam yang berlebihan.87 Dalam kenyataannya, jaminan perlindungan kepentingan orang banyak, dan peningkatan kemakmuran rakyat secara makmur itulah, yang masih sering dipertanyakan pemenuhannya. Ini dapat ditunjukkan oleh pelayanan yang tidak efisien dari aneka rupa usaha negara disatu pihak, dan kurang adilnya distribusi pendapatan dan kekayaan nasional di pihak lain. Dengan demikian berarti bahwa penguasaan bumi, air dan kekayaan alam nasional, memang telah meningkatkan kemakmuran rata-rata bangsa Indonesia, tetapi belum merata pada seluruh rakyatnya.88

Negara sebagai regulator perekonomian harus menentang monopoli hal ini selaras dengan Q.S. Al Hasyr ayat 7. Mekanisme pasar yang digagas oleh Mubyarto adalah pasar yang anti free-fight liberalism yang telah melahirkan monopoli yang merugikan masyarakat. Pasar Indonesia adalah pasar yang menekankan pada asas kekeluargaan, yaitu asas kerjasama yang tidak saling merugikan. Praktek- praktek kehidupan ekonomi saat ini semakin menjauhi ciri- ciri sistem ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi yang diperintahkan oleh UUD 1945, yang melarang system ekonomi kapitalis liberal yang berciri “gontokan

86

Mubyarto,Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila,hal. 104

87

Ibid,h,. 52

88

bebas” (freefight), atau sistem yang etastistik (serba negara), atau system yang membiarkan pemusatan kekuatan ekonomi yang memungkinkan bentuk monopoli (swasta) yang merugikan masyarakat.89

Pemerintah harus menciptakan lapangan kerja, dalam usahanya untuk mewujudkan penghidupan yang layak bagi rakyatnya. Dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945, memang hanya mencantumkan hak warga negara, yaitu hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan

“kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor”. Ini berarti pemerintah “merumuskan” kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok tetapi tidak berarti harus melaksanakannya sendiri.90 Pemerintah menciptakan iklim yang sehat yang diperlukan untuk kelancaran usaha antara lain dengan jalan mengusahakan ketentraman dan keamanan usaha menyederhanakan prosedur perizinan dan sebagainya.

Untuk mewujudkan hal yang telah disebutkan diatas, maka teori ekonomi harus bersifat nasionalistis. Rasa nasionalisme tersebut harus menjiwai semua pelaku ekonomi, karena nasionalisme berkaitan erat dengan ketahanan nasional, yaitu kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara.91

89

Mubyarto,Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan,hal. 68

90

Mubyarto,Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila,hal. 235

91

Peranan negara yang besar dalam perekonomian, mungkin dianggap orang sebagai hal yang wajar, atau bahkan dianggap memang sudah seharusnya, karena UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3, serta pasal 27 ayat 2 secara meyakinkan mengamanatkan hal tersebut untuk dilaksanakan oleh pemerintah republik Indonesia.

Dalam pada itu Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) jelas berorientasi pada etika (Ketuhanan Yang Maha Esa), dan kemanusiaan, dengan cara-cara nasionalistik dan kerakyatan (demokrasi). Secara utuh Pancasila berarti gotong- royong, sehingga sistem ekonominya bersifat kooperatif/ kekeluargaan/ tolong- menolong. Jika suatu masyarakat/negara/bangsa, warganya merasa sistem ekonominya berkembang ke arah yang timpang dan tidak adil, maka aturan mainnya harus dikoreksi agar menjadi lebih adil sehingga mampu membawa perekonomian ke arah keadilan ekonomi dan sekaligus keadilan sosial.

Profit-Sharing dan Employee Participation. Prinsip profit-sharing atau bagi-

bagi keuntungan dan resiko yang jelas merupakan ajaran sistem ekonomi Syariah dan sistem ekonomi Pancasila sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara maju (welfare state) yang merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing dan employee participation lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.92

92

Mubyarto,Demokrasi Ekonomi Dan Demokrasi Industrial, Artikel Diakses pada tanggal 14 Januari 2011, http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_3.htm

Meskipun pengertian economic democracy jelas lebih luas dari industrial democracy namun keduanya bisa diterapkan sebagai asas atau “style” manajemen

satu perusahaan yang jika dilaksanakan dengan disiplin tinggi akan menghasilkan kepuasan semua pihak (stakeholders) yang terlibat dalam perusahaan. Itulah demokrasi industrial yang tidak lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal.93

Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asas profit- sharing. Adanya partisipasi buruh/karyawan dalam decision-making perusahaan berarti buruh/karyawan ikut bertanggung jawab atas diraihnya keuntungan atau terjadinya kerugian.

Banyak perusahaan di negara kapitalis yang menganut bentuk negara kesejahteraan (welfare state) telah menerapkan prinsip profit-sharing dan employee participation ini, dan yang paling jelas diantaranya adalah bangun perusahaankoperasi, baik koperasi produksi maupun koperasi konsumsi, terutama di negara-negara Skandinavia.

93

Mubyarto,Demokrasi Ekonomi Dan Demokrasi Industrial, Artikel Diakses pada tanggal 14 Januari 2011, http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_3.htm

Mengapa profit-sharing dan share-ownership? Berdasarkan penelitian 303 perusahaan di Inggris, alasan perusahaan mengadakan aturan pembagian laba dan pemilikan saham oleh buruh/karyawan ada 5 yaitu94

: a. Komitmen moral (moral commitment); b. Penahanan staf (staff retention);

c. Keterlibatan buruh/karyawan (employee involvement);

d. Perbaikan kinerja hubungan industrial (improved industrial relations performance);

e. Perlindungan dari pengambilalihan oleh perusahaan lain (protection against takeover).

B. Pemikiran Umer Chapra

Dokumen terkait