• Tidak ada hasil yang ditemukan

Awal Terbentuknya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Setelah beberapa tahun terjadi kasus penjarahan hutan di lahan hutan negara yang kemudian menyebabkan terjadinya konflik, kemudian pada tahun 2001 Perhutani mengeluarkan Surat Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 Tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat merupakan konsep kemitraan yang berkesinambungan antara semua stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan hutan negara, bukan hanya untuk menjaga sumber daya hutan, tapi juga untuk memunculkan interaksi yang baik antara setiap stakeholder yang terlibat, sehingga dapat meredam konflik yang terjadi.

Seiring perkembangannya, PHBM mengalami berbagai perubahan, Surat Keputusan (SK) yang terbaru dikeluarkan oleh Perhutani adalah SK Direksi no 682/KPTS/DIR/2009. SK tersebut menjadi acuan terbaru bagi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.

Maksud dan tujuan dari PHBM yang tertuang dalam SK Direksi no 682/KPTS/DIR/2009 adalah untuk memberikan arah pengelolaan sumber daya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional guna mancapai visi dan misi Perhutani. Tujuan PHBM diantaranya juga untuk meningkatkan tanggungjawab, peran, dan memperluas akses setiap pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya hutan, serta meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat desa hutan yang mendukung terciptanya hutan lestari.

Awal mula PHBM masuk ke Desa Kalimendong adalah pada tahun 2002, Perhutani berusaha memberikan sosialisasi mengenai PHBM kepada masyarakat Kalimendong dengan difasilitasi oleh Pemerintah Desa. Setelah melalui beberapa kali pertemuan antara masyarakat dan Perhutani, kemudian dibentuk lembaga yang menaungi masyarakat Desa Kalimendong untuk dapat mengikuti kegiatan PHBM, hal tersebut karena dalam kegiatannya, PHBM hanya mengizinkan masyarakat yang tergabung di dalam lembaga untuk ikut mengelola kawasan hutan negara. Pada bulan November tahun 2002, masyarakat Desa Kalimendong bersama dengan Perhutani dan dengan disaksikan oleh Notaris, maka dibentuklah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang diberi nama LMDH Rimba Mulya yang sekaligus diketuai oleh kepala Desa Kalimendong pada saat itu. LMDH Rimba Mulya memiliki akta pendirian sebagai kekuatan dan kepastian hukum yang kuat. Adanya PHBM dapat meningkatkan dan memperbaiki komunikasi serta kerja sama antara Perhutani dan masyarakat baik dalam hal pengelolaan hutan, maupun dalam pengawasan hutan. Hal serupa juga dituturkan oleh KSS PHBM Perhutani KPH Kedu Utara, bapak SKT (53 tahun).

“Permasalahannya kan waktu itu dimulai dari reformasi, kita kebablasan, hutan negara waktu itu habis ditebang sama penjarah, hukum pun waktu itu kayak ga berlaku, kemudian Perhutani melakukan evaluasi. Sebelum PHBM kan sebenarnya sudah ada kerja sama, tapi hanya sebatas tenaga kerja saja, setelah kita evaluasi, kemudian kita rumuskan PHBM, yaitu Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, ya dengan masyarakat kita mulai bekerja sama dalam hal pengawasan dan pemanfaatan, ga seperti dulu yang hanya sebatas tenaga kerja dan tidak dilibatkan secara penuh, sekarang masyarakat sudah dilibatkan dalam pengelolaan dan pengawasan, jadi masyarakat sama Perhutani bekerja sama dalam mengelola dan menjaga hutan negara sesuai dengan kesepakatan dalam PKS”.

Dengan dimulainya PHBM di Desa Kalimendong, diharapkan mampu untuk menjadi resolusi konflik pengelolaan sumber daya hutan, yang terjadi antara masyarakat dengan Perhutani, serta menjadi awal terbentuknya pengelolaan hutan lestari yang dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat Desa Kalimendong.

Proses Perencanaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Setelah berdirinya LMDH Rimba Mulya, masyarakat bersama dengan pihak Perhutani melakukan perencanaan PHBM yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa. kegiatan perencanaan dilakukan secara Participatory Rural Appraisal (PRA) suatu pendekatan untuk mengenali masyarakat dan permasalahannya dari perspektif masyarakat itu sendiri ditambah dengan pengalaman-pengalaman dari Perhutani atau pihak lain untuk membangun kesadaran dan menggerakkan partisipasi warga melalui diskusi informasi, mengkaji permasalahan sehingga kepentingan semua pihak yang terlibat dapat terakomodasi dengan baik.

Dalam kegiatan perencanaan kemudian dibahas mengenai hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan PHBM, objek perjanjian, ketentuan teknis, ketentuan berbagi hasil kayu, ketentuan berbagi hasil bukan kayu, sanksi, penyelesaian perselisihan, dan juga dibahas mengenai pembagian

sharing profit dalam kegiatan pemanfaatan lahan serta disepakati perbaharuan Perjanjian Kerja Sama akan dilakukan setiap 2 tahun sekali didasarkan pada hasil sensus produksi setiap tahunnya.

Hasil kesepakatan yang dicapai dalam perencanan PHBM adalah kawan petak pangkuan desa yang akan dikelola oleh LMDH Rimba Mulya seluas 69,8 Ha yang tersebar di 6 petak pangkuan desa, namun jenis komoditas tanaman yang akan ditanam di bawah tegakan adalah jenis salak pondoh dengan cara sharing

bagi hasil pada lahan hutan negara adalah seluas 19,9 Ha, dan kemudian hasil kesepakatan tersebut diajukan ke KPH Kedu Utara. Tindak lanjut atas kesepakatan tersebut adalah dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara masyarakat yang diwakili ketua LMDH Rimba Mulya dengan Perhutani yang diwakili oleh Administratur.

Tabel 18 Kawasan petak pengelolaan PHBM LMDH Rimba Mulya

BH/BKPH Anak petak Luas (Ha) Keterangan

Wonosobo 42a 24.5 Tanaman tahun 1994, jenis Rbcp

42b 12.2 Tanaman tahun 1996, jenis Rbcp

42c 3.3 Tanaman tahun 1996, jenis Rbcp

44a 6.3 Tanaman tahun 1964, jenis pinus

44b 27.9 Tanaman tahun 1976, jenis pinus

44f 7.7 Tanaman tahun 1997, jenis pinus

Sumber: Akta pendirian LMDH Rimba Mulya

Salah satu kesepakatan yang tertuang dalam PKS adalah sharing yang harus dibayar pesanggem sebesar Rp1000/tahun/pohon salak, dengan ketentuan Rp800 disetor kepada Perhutani, dan Rp200 diberikan untuk kas LMDH. Ketentuan pembayaran sharing tersebut sebenarnya sangat menguntungkan bagi pesanggem, karena perhitungan setoran hanya dihitung per pohon, sedangkan pada komoditas salak, dalam satu pohon bisa tumbuh dua sampai tiga rumpun salak yang dapat berbuah. Hal serupa dituturkan oleh Ketua LMDH Rimba Mulya sekaligus Kepala Desa Kalimendong pada waktu itu, bapak NS (42 tahun).

“Perumusan kesepakatan tersebut dilaksanakan sebanyak 3 kali. Awal mulanya sharing profit antara Perhutani dengan masyarakat dari hasil salak sebesar Rp1000/pohon/tahun (800 untuk Perhutani, 200 untuk LMDH). Selanjutnya Perhutani melakukan bantuan ke LMDH Rimba Mulya dengan memberikan bantuan bibit salak. Kondisi ini sebenarnya memberikan keuntungan bagi masyarakat karena perhitungan sharing profit hanya berdasarkan hitungan per pohon bukan per rumpun, sedangkan salak dalam satu pohon nya memiliki 3 rumpun, sehingga memberikan keuntungan yang besar bagi pesanggem”.

Proses perencanaan PHBM tidak terlepas dari peran-peran individu yang terlibat dalam serangkaian proses-proses perumusan kesepakatan, setiap individu yang terlibat memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga dalam proses perencanaan ini dilakukan strategi Participatory Rural Appraisal agar kepentingan setiap aktor yang terlibat dapat terakomodasi dengan baik.

Pelaksanaan dan Pemanfaatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Kegiatan pelaksanaan PHBM di Desa Kalimendong didasarkan pada buku pedoman kegiatan PHBM yang disusun berdasarkan kesepakatan yang telah tercapai pada tahap perencaan sebelumnya.

Berdasarkan SK Direksi No 682/KPTS/DIR/2009 tentang PHBM, yang dimaksud dengan pelaksanaan PHBM adalah pengelolaan sumber daya hutan yang dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya, dan berbagi yang meliputi pemanfaatan atau ruang, pemanfaatan waktu, dan pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling mendukung serta kesadaran akan tanggungjawab sosial

(Social Responsibility). Dalam setiap pengelolaan hutan disusun program yang dapat dikerjasamakan dengan LMDH, antara lain bidang perencanaan, pembinaan SDH, produksi, pemasaran dan industri, keamanan hutan, keuangan dan sumber daya manusia.

Proses pelaksanaan PHBM mendapat tanggapan positif dari masyarakat Desa Kalimendong, proses awal pelaksanaan PHBM adalah mendata keanggotaan LMDH Rimba Mulya yang kemudian hasil pendataan menunjukkan 235 orang masyarakat Desa Kalimendong berkeinginan mengikuti kegiatan PHBM. Pelaksanaan selanjutnya adalah mengenai proporsi pembagian anak petak wilayah hutan kepada setiap pesanggem. Awal mulanya pembagian anak petak lahan hutan negara ditujuan kepada para pesanggem yang tidak memiliki lahan dan yang memiliki lahan sedikit, setelah semua pesanggem sudah memiliki lahan, barulah proses pembagian anak petak dilakukan secara diundi untuk semua

pesanggem, sehingga tidak ada ketimpangan dan kecemburuan sosial dalam

pembagian area petak lahan, sedangkan mengenai penetapan jumlah maksimum tidak diberikan pembatasan jumlah anak petak yang akan dikelola oleh

pesanggem melainkan hanya didasarkan pada keinginan dan kemampuan dari

setiap pesanggem.

Setiap pesanggem boleh mengajukan lebih dari satu anak petak. Proporsi pembagian anak petak juga memiliki luas yang relatif seragam, satu (1) anak petak kawasan hutan memiliki luas rata-rata 0,25 Ha. Hal serupa juga dituturkan oleh KSS PHBM, yang juga ikut dalam rapat pembagian anak petak tersebut yang dilakukan di Balai Desa Kalimendong, bapak SKT (53 tahun).

“Ya PHBM sudah dapat diterima, malah masyarakat dan Pemerintah Desa sangat kooperatif dengan Perhutani, kita ga kesulitan menjelaskan PHBM kepada masyarakat pada waktu itu, dan masyarakat juga menilai PHBM sebagai pintu masuk bagi masyarakat untuk ikut mengelola lahan negara, ya melalui PHBM ada peningkatan kesejahteraan yang dirasakan masyarakat, yang tadinya masyarakat tidak mempunyai lahan, melalui PHBM masyarakat memiliki lahan, walaupun statusnya bukan hak milik, tapi mereka diberi keleluasaan untuk ikut memanfaatkan lahan negara, jadi secara umum, tanggapan masyarakat waktu awal pelaksanaan PHBM ini sangat positif sekali”.

Proses pembagian petak lahan yang ditujukan untuk para anggota yang tidak memiliki lahan dan memiliki lahan sedikit tersebut dapat berjalan dengan baik dan adil karena pembagiannya dilakukan secara diundi, sehingga peluang setiap anggota sama dalam mendapatkan lokasi lahan PHBM.

Serangkaian proses perumusan kerja sama tidak terlepas dari peran setiap individu yang kooperatif. Perbedaan-perbedaan karakteristik pada setiap individu mampu diatasi dengan baik karena kepentingan setiap individu dapat terakomodasi, sehingga proses pelaksanaan dan pemanfaatan dapat berjalan dengan baik.

Perjanjian Kerja Sama Salak

Awal mula kegiatan penanaman, Perhutani memberikan bantuan bibit salak pondoh kepada LMDH Rimba Mulya sebanyak 24.000 bibit pohon pada tahun 2002, yang kemudian dimanfaatkan pesanggem untuk mulai menanam salak di bawah tegakan pohon pinus di lahan hutan negara. Selain untuk perluaasan lahan Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan (PLTD) komoditas salak pondoh juga dibudidayakan oleh para pesanggem untuk kemudian bibitnya dijual ke luar Kalimendong, dengan harga jual Rp4000 sampai Rp5000 per bibit pohon salak.

Penarikan sharing profit salak pertama kali dilakukan oleh Perhutani pada tahun 2006. Sebanyak 336.300 pohon salak yang ada di lahan hutan negara, ditarik sharing sebesar Rp1000/pohon dari para pesanggem dengan total sharing

yang diterima oleh Perhutani mencapai Rp336.300.000. Sharing tersebut kemudian dibagi sesuai proporsi yang sudah disepakati di tahap awal perencanaan, yaitu 80 persen untuk Perhutani dan 20 persen untuk kas LMDH. Penerimaan bersih yang didapat oleh perhutani adalah sebesar Rp269.040.000, dan penerimaan bersih yang diberikan kepada kas LMDH adalah sebesar Rp67.260.000. Pemasukan tersebut adalah pemasukan yang diterima oleh pihak Perhutani dan LMDH Rimba Mulya, sedangkan bagi pesanggem, dari 336.300 pohon salak yang berbuah kemudian dijual ke pengepul yang ada di Desa Kalimendong, dapat menghasilkan 1.660 ton salak/tahun dengan nilai jual Rp3000/Kg. Pemasukan pada tahun 2006 yang didapat oleh pesanggem mencapai total Rp4.980.000.000 (empat milyar sembilan ratus delapan puluh juta rupiah).

Pendapatan pesanggem tersebut dirasa dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Desa Kalimendong. Dengan adanya PHBM masyarakat merasakan perubahan dampak yang luar biasa dalam penghidupan mereka sehari- hari, melalui PHBM masyarakat Desa Kalimendong sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, perubahan juga terjadi ketika masyarakat sudah tidak perlu merantau ke luar pulau Jawa untuk menghidupi keluarganya. Hal serupa dituturkan oleh salah satu pesanggem yang ikut dalam pegiatan PHBM dan juga ikut menikmati hasil dari penanaman salak, bapak MS (42 tahun).

“Ya jelas PHBM memberikan manfaat mas, sekarang saja di Kalimendong hampir semuanya sudah punya lahan dan ikut PHBM, kan itu berarti masyarakat merasakan peningkatan nafkah dari PHBM. Kalau dulu sebelum PHBM masyarakat ga bisa kerja di desa, hampir semua merantau ke Kalimantan atau Sumatra, sekarang semua tinggal di desa ikut menanam salak, lah kalau sampai lahan Perhutani ditutup seperti dulu, kita mau makan apa mas? Pasti semua akan merantau lagi seperti dulu, sekarang kita nanem salak ya alhamdulillah terasa besar manfaatnya”.

Adanya PHBM mampu meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Kalimendong. Awal mulanya penanaman salak dilakukan oleh pesanggem hanya di kawasan hutan negara, sedangkan untuk kawasan perkebunan pribadi, rata-rata

pesanggem hanya menanam komoditas jagung, kopi, padi, ketela, dan komoditas

pertanian tumpang sari lainnya. Setelah melihat pendapatan PHBM yang dihasilkan pada salak yang jauh lebih besar, kemudian warga masyarakat Desa

Kalimendong merubah tanaman yang ada di perkebunan pribadi menjadi komoditas salak pondoh. Hal serupa dituturkan oleh ketua LMDH Rimba Mulya yang pada saat itu juga sebagai Kepala Desa Kalimendong, bapak NS (42 tahun).

“Secara umum setelah PHBM berjalan, masyarakat merasakan dampak yang positif, dengan keuntungan yang besar dari hasil salak, dan masyarakat merasakan PHBM mampu mensejahterakan mereka. Untuk komoditi salak, pesanggem melakukan panen 2 kali dalam 1 bulan dengan jarak tanam 2.5m X 2.5m meter antar pohon salak, sehingga dengan luas lahan 1 Ha, pesangem mampu menanam 1600 pohon salak, dengan hasil minimal 6.5 Kuintal salak/panen, dengan harga jual salak 3500/kg kepada tengkulak, artinya dalam 1 Ha lahan salak akan memberikan pendapatan kepada pesanggem sebesar Rp4.500.000/bulan .Sedangkan untuk biaya produksi yang dikeluarkan pesanggem adalah untuk pupuk kandang adalah Rp400.000/bulan dan pengeluaran untuk tenaga kerja panen Rp150.000/panen atau totalnya Rp300.000/bulan. Berdasarkan perhitungan tersebut, pesanggem mendapatkan keuntungan bersih Rp3.800.000/Ha/Bulan”.

Dengan luas lahan 1 Ha, seorang pesanggem dapat menghasilkan 6.5 kuintal salak setiap kali panen, dengan rata-rata masa panen setiap 15 hari sekali, sehingga mampu memberikan pemasukan bersih sebesar Rp3.8000.000/bulan.

Perjanjian Kerja Sama Sengon

Selain melaksanakan Perjanjian Kerja Sama (PKS) salak, Perhutani bersama dengan LMDH Rimba Mulya juga melalukan PKS sengon, yaitu kegiatan tebangan penjarangan pohon sengon (Albizia sp.) di lahan hutan negara pada tahun 2008. Sebelum melaksanakan tebangan penjarangan, Perhutani bersama LMDH Rimba Mulya melakukan kegiatan sensus pohon sengon. Kawasan Desa Kalimendong memiliki lima (5) petak pangkuan hutan dengan total pohon sengon yang ada di dalam kawasan sebanyak 16.533 pohon mulai dari sengon yang berdiameter di bawah 5 cm, hingga pohon sengon yang memiliki diameter diatas 16 cm. Pohon sengon tersebut berasal dari kegiatan penanaman sejak tahun 2003.

Tabel 19 Rincian sensus sengon tahun 2008

Desa Petak Luas

(Ha)

Tahun tanam / diameter

Jumlah pohon 0-5 cm 6-10 cm 11-15cm >16 cm 2006 2005 2004 2003 Kalimendong 42a 24.5 6 660 544 229 35 7 468 42b 12.2 1 593 399 250 662 2 304 42c 3.3 441 75 62 6 584 44a 6.3 388 374 256 50 1 068 44f 27.9 544 699 420 104 1 767 44b 7.7 1 979 854 467 51 3 342 Jumlah 11 605 2 936 1 684 308 16 533

Sumber: Laporan sensus sengon LMDH Rimba Mulya tahun 2008

Awal kegiatan PKS sengon adalah penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Perhutani yang diwakilkan Administratur KPH Kedu Utara, dengan masyarakat Desa Kalimendong yang diwakilkan Ketua LMDH Rimba Mulya. Kegiatan penandatanganan perjanjian No 07/059.9/PHBM/KDU/I dilakukan di Pendopo Kecamatan Leksono, pada tanggal 15 Maret 2008 yang disaksikan oleh Wakil Bupati Wonosobo, Asper BKPH Wonosobo, Kepala Dishutbun Wonosobo, dan Camat Leksono. Pada perjanjian tersebut disepakati pembagian sharing

tebangan penjarangan sengon sebesar 40 persen untuk Perhutani, 40 persen untuk

pesanggem, dan 20 persen untuk LMDH Rimba Mulya.

Proporsi yang diterima LMDH Rimba mulya sebesar 20 persen kemudian dibagi lagi dengan proporsi 40 persen untuk KPH, 40 persen untuk kas LMDH, 15 persen untuk kas Desa Kalimendong, dan 5 persen untuk Pemda Wonosobo. Pembagian sharing nantinya akan dilakukan setelah dikurangi dengan biaya sensus, biaya penebangan, dan biaya pajak dengan total sebesar Rp9.642.912.

Kesepakatan mengenai penebangan penjarangan yang akan dilakukan adalah target jumlah pohon sengon yang akan ditebang, yaitu sebanyak 800 pohon yang tersebar di beberapa anak petak pada wilayah hutan negara di Desa Kalimendong. Namun, tidak semua pesanggem dapat menikmati hasil pembagian

sharing tersebut, hal itu disebabkan karena sengon yang akan ditebang berada pada anak petak yang hanya dikelola oleh 26 pesanggem yang nantinya akan mendapatkan hasil sharing sebesar 40 persen. Hal serupa dituturkan oleh salah satu pesanggem, bapak MS (42 tahun).

“Ya dulu kan ada penebangan sengon, penebangan penjarangan dari Perhutani, waktu itu tahun 2008 kalo ga salah ya, tapi ga semua lahan pesanggem yang ditebang, waktu itu hanya beberapa saja, jadi bagi hasilnya ga dinikmati semua, hanya pesanggem yang ada penebangan sengon di lahannya saja”.

Kegiatan tebangan penjarangan sengon yang dilakukan oleh Perhutani dengan masyarakat Desa Kalimendong kemudian menghasilkan sebanyak 800 pohon dengan volume 166.406 m3 dan hasil penjualan bersih mencapai Rp38.877.970. Pembagian hasil sharing kemudian dilakukan berdasarkan proporsi yang sudah disepakati sebelumnya yaitu 40 persen untuk Perhutani (Rp15.551.188), 40 persen untuk pesanggem (Rp15.551.188), dan 20 persen untuk LMDH Rimba Mulya (Rp7.775.594).

Tabel 20 Hasil tebangan penjarangan sengon tahun 2008 Target tebangan Realisasi tebangan Biaya sensus, penebangan

dan pajak (Rp)

Hasil bersih (Rp) Pohon Hasil (m3) Pohon Hasil (m3)

800 161 225 800 166 406 9 642 912 38 877 970

Sumber: Data tebangan sengon LMDH Rimba Mulya

Proses pemberian sharing kepada pesanggem dan LMDH Rimba Mulya dilakukan di lapangan Desa Kalimendong, proses pemberian tersebut

dilaksanakan secara simbolis oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009.

Kerja Sama Penyadapan Pinus

Pinus merupakan tanaman mayoritas yang menjadi tegakan pada lahan hutan negara yang berada di kawasan Desa Kalimendong. Salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan dari tanaman pinus adalah getah pinus yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentine. Kegiatan kerja sama penyadapan pinus dilakukan oleh LMDH Rimba Mulya dan Perhutani. Pohon pinus yang berada di anak petak yang dikelola oleh pesanggem dapat dimanfaatkan untuk penyadapan pinus, namun tidak semua pesanggem melakukan penyadapan pinus. Tahun 2014, jumlah pesanggem yang melakukan kegiatan penyadapan mengalami penurunan, yaitu hanya tersisa 16 orang penyadap yang melakukan kegiatan penyadapan di empat (4) wilayah petak hutan. Penurunan jumlah penyadap diakibatkan karena para pesanggem lebih memilih untuk mengurus salak ketimbang ikut menyadap, dan penurunan jumlah penyadap ternyata tidak mempengaruhi produksi getah pinus di Desa Kalimendong, justru produksi getah pinus pada Desa Kalimendong selalu berada diatas target produksi tahunan. Hal tersebut juga dituturkan oleh salah satu Mandor Tempat Pengumpulan Getah (TPG), bapak YW (55 tahun).

“Sekarang jumlah pesanggem penyadap pinus sudah berkurang jumlahnya mas, kalau dulu masih sekitar 45 orang, sekarang ya cuma 16 orang di Kalimendong, tapi produksi getahnya tidak menurun, malah selalu melebihi target, penurunan jumlah penyadap itu diakibatkan ya karena hasil dari salak lebih besar dari hasil menyadap, dan kalau sudah mengurusi salak, pesanggem sudah tidak ada waktu untuk menyadap”.

Berdasarkan tabel 21, dapat dijelaskan bahwa produksi getah pinus Desa Kalimendong melebihi target produksi. Pada tahun 2014, jumlah pohon pinus yang disadap adalah sebanya 7.123 pohon, dengan target produksi 16,1 ton getah, dengan realisasi produksi getah pada Desa Kalimendong berada diatas target, yaitu sebesar 20,64 ton getah pinus.

Tabel 21 Jumlah produksi getah pinus Desa Kalimendong Jenis Produksi Petak hutan Tahun tanam pinus Jumlah pohon Terget produksi 2014 (Kg) Realisasi produksi 2014 (Kg) Getah pinus sadap lanjut 42a 1977 1 768 3 448 4 423 42b 1997 2 761 7 041 8 976 44a 1997 1 761 3 509 4 498 44b 1976 833 2 124 2 737 Jumlah 7 123 16 100 20 634

Sumber: Laporan kemajuan eksploitasi non-kayu tahun 2014

Proses pengambilan getah pinus yaitu dengan cara menggeret batang pinus yaitu dengan menggerus bagian epidermis batang pinus, dan kemudian ditampung dengan menggunakan batok kelapa. Proses pengumpulan dilakukan setiap 15 hari

sekali, dan dikumpulkan di Tempat Pengumpulan Getah (TPG) yang ada di Desa Kalimendong. Setelah mengumpulkan getah, pesanggem akan mendapatkan bayaran langsung dari Mandor TPG, pembayaran getah pinus dibedakan berdasarkan kualitas getah pinus yang dikumpulkan. Getah pinus yang bersih dari kotoran digolongkan getah pinus Mutu I, sedangkan getah pinus yang kotor akan digolongkan ke getah Mutu II. Harga getah pinus mutu I adalah Rp2.000/Kg, sedangkan untuk mutu II akan dihargai Rp1.100/Kg.

Usaha Mandiri LMDH Rimba Mulya

Selain melakukan kerja sama dengan pihak Perhutani, LMDH Rimba Mulya juga melakukan berbagai kegiatan produktif yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan anggotanya melalui pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia di lahan hutan negara. Kegiatan tersebut dilakukan secara mandiri oleh anggota LMDH Rimba Mulya. Berbagai kegiatan mandiri yang dilakukan LMDH Rimba mulya adalah usaha peternakan kambing dan sapi, budidaya lebah madu, dan usaha mandiri perikanan.

1. Usaha mandiri peternakan kambing dan sapi

Kawasan hutan negara yang ada di Desa Kalimendong memiliki berbagai sumber daya yang terdapat di sela-sela tanaman bawah tegakan tanaman pokok hutan, antara lain, tanaman rumput dari jenis kaliandra, sextaria, mexico, dan kalanjana. Adanya Hijauan Pakan Ternak (HPT) yang melimpah ruah, sehingga sangat berpotensi untuk pengembangan peternakan kambing dan sapi. Luas tanaman HPT di lahan hutan negara mencapai luas lima (5) Ha, yang tersebar di batas petak dan batas anak petak wilayah hutan, dengan produksi mencapai 60 ton/bulan. Berlimpahnya sumber daya tanaman tersebut kemudian membuat

pesanggem memanfaatkan ketersediaan Hijauan Pakan Ternak, para pesanggem

berusaha untuk budidaya ternak kambing jenis PE, yang memiliki nilai jual sangat tinggi. Populasi ternak besar di Desa Kalimendong, pada tahun 2015 untuk jenis

Dokumen terkait