• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Semantis BBT

2.2 Landasan Teori

2.2.2 Struktur Kalimat dan Peran Semantis

2.2.2.2 Peran Semantis BBT

Peran semantis merupakan generalisasi tentang peran partisipan dalam peristiwa yang ditunjukkan oleh verba (Booij 2007:191). Peran semantis diberikan pada argumen predikat yang secara tipikal verba. Menurut Levin (2007:3) representasi peran semantis akan mereduksi makna verba melalui seperangkat peran yang diberikan kepada argumennya. Peran semantis berguna dalam menggolongkan argumen verba.

Teori Peran Semantis Rampatan (Mulyadi, 2009) merupakan generalisasi dari sejumlah ancangan teoretis tentang peran semantis. Teori ini dikembangkan dari teori Peran Umum yang diusulkan pertama kali oleh Foley dan Van Valin (1984) dalam Tata Bahasa Peran dan Acuan. Dalam teori ini diproyeksikan gagasan aktor dan penderita pada struktur klausa, baik pada klausa intransitif maupun pada klausa transitif. Istilah aktor merujuk kepada generalisasi lintas agen, pengalam, instrumen, dan peran-peran lain, sedangkan penderita adalah generalisasi lintas pasien, tema, resipien, dan peran-peran lain. Wujud kedua peran itu pada setiap bahasa berbeda-beda, tergantung dari karakter morfologis dan sintaktis masing-masing. Bagi Van Valin dan LaPolla (dalam Mulyadi, 1998),

relasi tematis prototipe ialah agen dan pasien; artinya, agen adalah prototipe untuk aktor dan pasien adalah prototipe untuk penderita.

Pelaku dan penderita merupakan peran umum (macroroles) yang di dalamnya terlibat peran-peran khusus, seperti agen, pasien, tema, lokatif, dan pemengaruh. Sebuah hierarki tematis yang dikemukakan oleh Foley dan Van Valin (dalam Mulyadi, 1998:29) menerangkan seluruh peran yang kemungkinan terlibat dalam pemetaan argumen. Adapun hierarkinya adalah sebagai berikut:

Bagan 5

HIERARKI PELAKU DAN PENDERITA PELAKU : Agen

Pemengaruh Lokatif

Tema PENDERITA : Pasien

Sumber: Foley dan Van Valin (dalam Mulyadi, 1998)

Hierarki pelaku dimulai dari atas ke bawah, sedangkan hierarki penderita dari bawah ke atas. Hal mengidentifikasikan bahwa pilihan pertama untuk pelaku adalah agen, sementara untuk penderita adalah pasien. Peran semantis yang lain terletak di antara keduanya. Pelaku dan penderita juga mempunyai relasi turunan. Pelaku sebagai relasi dasar dapat menduduki peran agen, pemengaruh, lokatif, pemengaruh tetapi tidak dapat menduduki peran pasien, sedangkan penderita menduduki peran pasien, tema, lokatif, dan pemengaruh, tetapi tidak dapat menduduki peran agen. Bentuk peran semantis verba tersebut antara lain:

1. Agen

Peringkat pertama pada hierarki pelaku dan penderita seperti yang diajukan oleh Foley dan Van Valin (dalam Mulyadi 1998:68) adalah agen. Agen merupakan pelaku dan pelaksana dari sebuah tindakan. Agen selalu pemberi dampak secara semantis, dan ini berarti bahwa agen adalah pemberi dampak atas yang lain, lebih sebagai hubungan tematis dasar. Agen selalu dihubungkan dengan kegiatan struktur logis, dan oleh karena itu hanya verba yang mempunyai predikat yang menunjukkan kegiatan dalam struktur logisnya yang dapat mempunyai argumen agen. Agen adalah pemicu yang sengaja, berdaya, dan aktif dari predikat; terutama sekali adalah pelaku. Biasanya agen adalah manusia dan oleh karena itu keagenan sering dikaitkan dengan kesengajaan, kemauan, niat, dan tanggungjawab. Sifat-perilaku agen yang khas adalah bahwa agen tidak pernah sebagai penderita, tetapi hanya dapat menduduki sebagai pelaku (Lihat Mulyadi, 1998; Jufrizal, 2007).

Contoh :

(a) Anton melemparkan bola itu Pel: A V Pend: tema (b) Bapak memukul anjing

Pel: A V Pend: Ps

Contoh (a), menjelaskan bahwa ‘Anton’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai agen, sebab partisipan ini yang mengekspresikan partisipan melakukan suatu tindakan yang dinyatakan oleh predikatnya, sedangkan ‘bola itu’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai tema, sebab pada partisipan ini dikenai tindakan oleh pelaku sehinga mengalami penderitaan pada yang dikenainya. Pada

contoh (b), menjelaskan ‘bapak’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai agen, sebab partisipan ini melakukan suatu tindakan dengan sengaja terhadap objeknya, sedangkan ‘anjing’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai pasien, sebab partisipan ini dikendalikan oleh si pelaku sehingga pasien tersebut mengalami penderitaan akibat perbuatan si pelaku.

2. Pemengaruh

Pemengaruh merupakan setingkat di bawah agen. Foley dan Van Valin (dalam Mulyadi, 1998) mengatakan bahwa pemengaruh (effector) adalah semua entitas yang mempunyai karakteristik yang sama dengan agen. Perbedaannya terletak pada agen bertindak secara langsung mengenai penderita, sedangkan pemengaruh tidak. Sifat-perilaku pemengaruh yang khas adalah mengidentifikasikan sifat yang tidak bernyawa.

Misalnya:

(a) Kecelakaan itu menewaskan tujuh orang anak. Pel: Pem V Pend: Ps

Contoh (a), menjelaskan bahwa ‘kecelakaan’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai pemengaruh, sebab partisipan ini yang mempengaruhi yang dinyatakan oleh predikatnya, sedangkan ‘tujuh orang anak’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai pasien, sebab partisipan ini yang dipengaruhi oleh pelakunya secara keseluruhan.Verba ’menewaskan’ menyatakan tindakan yang dilakukan secara tidak langsung oleh partisipannya. Partisipan yang melakukan itu adalah entitas yang tidak bernyawa, akan tetapi dapat memberikan pengaruh yang buruk sehingga menyebabkan kematian.

3. Tema

Foley dan Van Valin (dalam Mulyadi, 1998) mengemukakan bahwa tema adalah semua entitas yang dapat ditempatkan dan mengalam perubahan lokasi, Perubahan yang terjadi pada tema bukan atas kehendak dari entitas itu sendiri. Tema dapat disebut juga sebagai pokok pikiran/inti dari sesuatu topik yang dibicarakan.

Contoh :

(a) Kakak merangkai bunga Pel: A V Pend: tema .

Contoh (a), menjelaskan bahwa ‘kakak’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai agen, sebab partisipan ini yang melakukan suatu tindakan pada bendanya, sedangkan ‘bunga’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai tema, karena bunga tersebut mengalami perubahan yaitu terjadi perangkaian dari ragam bunga menjadi sekumpulan bunga dalam satu ikatan/tempat. Hal ini disebabkan karena adanya tindakan agen yang melakukan perangkaian sehingga posisi bunga berpindah, maka kalimat di atas digolongkan sebagai verba tindakan.

4. Lokatif

Foley dan Van Valin (dalam Mulyadi, 1998) menyatakan bahwa lokatif semua entitas yang menerangkan tempat atau lokasi di mana sebuah peristiwa terjadi.

Misalnya:

(a) Aku mengetahui kejadian itu. Pel: Lok V Pend: tema

Contoh (a), menjelaskan bahwa ‘aku’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai lokatif, sebab partisipan ini yang mengekspresikan partisipan melakukan yang

dinyatakan oleh predikatnya, sedangkan ‘kejadian itu’ berperan sebagai penderita

dan tema, sebab partisipan ini tidak melakukan tetapi dipengaruhi oleh pelakunya. Maka verba ‘mengetahui’ di atas digolongkan sebagai verba keadaan.

5. Pasien

Mempunyai pengertian yang terbalik dari agen, pasien merupakan sasaran yang dikenai oleh agen sebagai pelaku (Foley dan Van Valin, dalam Mulyadi, 1998). Entitas ini tidak mengawali dan mengendalikan peristiwa justru dipengaruhi pelaku dengan berbagai cara.

Contoh :

(a) Ban mobilnya pecah Pend: Ps V

Contoh (a) di atas, menjelaskan bahwa ‘ban mobilnya’ berperan sebagai penderita karena adanya suatu peristiwa verbal keadaan ‘pecah’ yang terjadi dan peristiwa itu terjadi secara tidak disengaja.

2.2.3 Relasi dan Aliansi Gramatikal

Dokumen terkait