• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Kalimat BBT

2.2 Landasan Teori

2.2.2 Struktur Kalimat dan Peran Semantis

2.2.2.1 Struktur Kalimat BBT

Sibarani (1997), dalam Sintaksis Bahasa Batak Toba, memberikan pemaparan yang lebih mendalam mengenai sintaksis BBT dengan membagi kalimat berdasarkan 8 (delapan) tipe pengklasifikasian. Kalimat ini dapat dipilah berdasarkan:

1. Sruktur klausa dalam kalimat

Berdasarkan struktur klausa yang mendasari suatu kalimat, kalimat dapat dipilah menjadi dua yaitu, kalimat sempurna dan kalimat taksempurna. 2. Jumlah dan jenis klausa yang terdapat dalam kalimat

Berdasarkan jumlah dan jenis klausanya, kalimat, dapat dipilah menjadi dua bagian besar, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

(a) Kalimat tunggal adalah kalimat sempurna yang hanya terdiri atas satu klausa bebas. Kalimat tunggal sedikitnya memiliki satu subjek dan satu predikat dengan atau tanpa konstituen lain. Dalam BBT, predikat dapat berkategori verba, nomina, adjektiva, numeralia, dan adverbia berupa frase preposisional.

(b) Kalimat majemuk adalah kalimat sempurna yang terdiri atas lebih dari satu klausa. Kalimat mejemuk masih dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu kalimat mejemuk bertingkat, kalimat mejemuk setara, dan kalimat

majemuk campuran. Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat sempurna yang terdiri atas satu klausa bebas dan satu klausa terikat. Dalam definisi lain, dapat juga dikatakan bahwa kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa superordinatif dan satu klausa subordinatif. Memperlihat hubungan klausa superordinatif dan subordinatif dalam kalimat majemuk bertingkat, dapat diperhatikan bagan berikut ini (lihat Sibarani, 1997: 77).

Bagan 1

KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT Klausa Superordinatif

P O S Pel K (2) Nunga hea sipanganon hami tu ibana

mangusung

Klausa Subordinatif

konjungsi P S

di tingki marsahit ibana (DRS)

Kalimat majemuk setara adalah kalimat sempurna yang terdiri atas dua klausa bebas atau lebih. Hubungan antara klausa bebas itu adalah setara atau koordinatif, dan dapat diperhatikan dalam bagan berikut ini (lihat Sibarani, 1997: 96).

Bagan 2

KALIMAT MAJEMUK SETARA

klausa koordinatif klausa koordinatif

(3) Mangkuling ma ronggur huhut humasiksak silam (DRS)

Kalimat majemuk campuran adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas dengan beberapa klausa terikat, yang terdiri atas beberapa klausa bebas dengan satu klausa terikat. Istilah kalimat majemuk campuran, di sini, dimaksudkan untuk menunjukkan terdapatnya penggabungan kalimat majemuk setara dengan kalimat mejemuk bertingkat. Relasi penggabungan tersebut dapat diperhatikan dalam bagan berikut ini (lihat Sibarani, 1997: 116).

Bagan 3

KALIMAT MAJEMUK CAMPURAN KLAUSA SUPERORDINATIF

(4)Mangalamar ma imana tu Jakarta

KLAUSA SUBORDINATIF KLAUSA SUBORDINATIF

Ala disan do ibotona, laena, dohot ala hurang lomo rohana

dohot abangna konjungsi koordinatif karejo di Medan (DRS)

3. Kalimat Berdasarkan Jenis Tanggapan yang Diharapkan

Jika penyapa mengungkapkan sebuah kalimat kepada pesapa, kalimat itu akan menimbulkan efek atau pengaruh tertentu kepada pesapa. Dengan demikian, berdasarkan jenis tanggapan yang diharapkan dari pesapa,

kalimat dapat dibagi atas tiga bagian yaitu: ( i) kalimat berita, (ii) kalimat perintah, dan (iii) kalimat tanya.

4. Hubungan Subjek dengan Predikat

Dalam sebuah kalimat sempurna, unsur inti yang harus dimilikinya adalah subjek dan predikat. Hal ini dikarenakan subjek dan predikat memegang peranan yang sangat penting dalam pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi karena makna kalimat tersebut dapat diketahui dengan jelas tanpa bantuan konteks yang mendahului dan mengikutinya (lihat Sibarani, 1997: 154). Dalam BBT, terdapat dua jenis verba, yaitu: verba transitif umum (verba yang dapat digunakan di dalam semua jenis kalimat berdasarkan tanggapan yang diharapkan) verba transitif itu adalah verba yang menggunakan afiks di bawah ini (lihat Sibarani, 1997: 155) :

maN mandanggur ‘melempar’

maN-hon manaruhon ‘mengantarkan’

maN-i manggotili ‘mencubiti’

masi- masiboan ‘membawa (masing-masing)’

masi-hon masipeakhon ‘meletakkan(masing-masing)’

masi-i masigadisi ‘menjual (masing-masing)’

pa- pabara ‘masuk ke kandang’

pa-hon paganjanghon ‘membuat (menjadi) panjang’

mampar-hon mamparrohahon ‘konsentrasi (menyimak)’

mampar-i mamparbadiai ‘ membuat kudus (suci)’

mangha-hon manghalashon ‘bergembira atas’

-um- sumuru ‘(yang) menyuruh’

-um-hon sumarihon ‘mengacuhkan’

-um-i sumombai ‘menyembah’

Predikat kalimat yang memiliki verba dengan menggunakan afiks di atas akan memperlihatkan subjek sebagai pelaku dan objek sebagai penderita. Hal semacam itu dapat diperhatikan dalam kalimat di bawah ini.

(5) Manumpahi do hita tu nasida. (DLA)

AKT-memberi bantuan (uang) T kita kepada mereka ‘Kita memberikan uang kepada mereka’

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Istilah penderita dimaksudkan untuk menyatakan bahwa subjek dikenai tindakan sebagaimana yang dinyatakan oleh predikat kalimat itu. Jika dibandingkan penggunaan kalimat pasif dan aktif, BBT lebih sering menggunakan kalimat pasif, baik dalam ragam lisan maupun ragam tulisan. Kalimat pasif dapat dinyatakan dengan pemarkah pasif yang diterangkan dalam bagan berikut ini.

Bagan 4 PEMARKAH PASIF

Afiks (di-, ni-, -in-, tar-, ha-an, -on/-an) Pamarkah Pasif Proklitik (hu-, ta-, dan hami)

Kata (tu+N, hona +Vt &N, dohot/jumpang 5. Wacana Percakapan

Dalam wacana percakapan, pembicara saling menyampaikan pesan atau informasi. Seorang dapat bertindak sebagai penyapa dan rekannya bertindak sebagai pesapa, dan sebaliknya. Mereka bergantian untuk

menciptakan dan menghidupkan wacana percakapan. Dengan demikian, berdasarkan percakapan ini, kalimat dapat dibagi atas enam bagian, yaitu: kalimat awal, kalimat tumpuan, kalimat tambahan, kalimat sambungan, kalimat jawaban, dan kalimat ujung.

6. Kalimat Berdasarkan Fungsi

Pembicara menggunakan bahasanya untuk menyampaikan maksud dan tujuannya melalui kalimat-kalimat yang disusunnya. Dalam hal ini konteks pemakaian bahasa sangat berpengaruh dalam penyampaian kalimat untuk maksud dan tujuan tertentu. Fungsi kalimat tersebut dapat berupa: (1) kalimat salam-selamat, (2) kalimat basa-basi, (3) kalimat panggilan, (4) kalimat usir, (5) kalimat seru, (6) kalimat maaf, (7) kalimat tagih, (8) kalimat suguh, (9)kalimat pandu, (10) kalimat ejek, (10) kalimat sesal, (11) kalimat sumpah, (12) kalimat maki, (13) kalimat mohon, (14) kalimat berkat, dan (15) kalimat kutuk (lihat Sibarani, 1997: 212).

7. Penekanan Unsur

Penekanan unsur biasanya digunakan si pembicara untuk mendapatkan perhatian atau menegaskan unsur kalimat itu. Penekanan salah satu fungsi sintaksis ini ada kaitannya dengan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi sehingga dapat dimengerti sebaik-baiknya. Berdasarkan penekanan unsurnya, kalimat BBT dapat dibagi atas: (1) kalimat tematik, (2) kalimat topik, (3) kalimat pancang, (4) kalimat pemerkuat dengan partikel Na, (5) kalimat perbandingan, (6) kalimat berjejer, (7) kalimat sungguh, (8) kalimat negatif.

Dalam konteks berbahasa, terkadang kehadiran unsur sintaksis dapat utuh tetapi ada juga yang hanya menghadirkan sebagian saja dari unsur kalimat tersebut sebagai wakil dari keseluruhan kalimat itu. Dengan demikian, berdasarkan kelengkapan unsur, sebuah kalimat dapat dipilah atas: kalimat elipsis, kalimat marginal, kalimat kohesif, dan kalimat utuh (lihat Sibarani, 1997: 241-247).

Dokumen terkait