• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA PADA ASPEK EKONOMI MASYARAKAT DI DESA TAJUG

Pada bagian ini akan dijelaskan hasil dan pembahasan mengenai Peranan industri tepung tapioka terhadap ekonomi masyarakat di Desa Tajug. Kehadiran industri menimbulkan beragam perbedaan dibidang ekonomi masyarakat industri dan non-industri. Pada penelitian ini perbedaan yang dimaksud adalah tingkat pendapatan, perubahan mata pencaharian, dan peluang usaha bagi masyarakat yang bekerja pada sektor industri dan non-industri.

Pendapatan Sektor Industri dan Non-Industri

Adanya industri tepung tapioka di Desa Tajug secara nyata telah memberikan perbedaan pendapatan terhadap masyarakat yang bekerja pada sektor industri dan non-industri. Industri tepung tapioka sampai saat ini memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja pada sektor non-industri.

Pengukuran tingkat pendapatan dilihat dari sebaran yang berada dilapangan. Perhitungan ini berasal dari pendapatan selama satu bulan. Dari hasil lapang, terlihat bahwa rumahtangga masyarakat yang berpendapatan rendah adalah responden yang berpenghasilan Rp500 000 sampai Rp1 500 000 per bulan, dan masyarakat yang berpendapatan tinggi adalah responden yang berpenghasilan lebih dari Rp1 500 000 per bulan. Pendapatan tersebut didapat dari pekerjaan seperti karyawan pabrik, pedagang, buruh tani, pegawai negeri sipil, buruh bangunan, dan penjual limbah pabrik tepung tapioka (onggok). Pada Tabel 8 ditunjukkan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat yang bekerja pada sektor industri dan non-industri.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan di Desa Tajug

Kategori Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%)

Rendah 0 0 29 82.9

Tinggi 35 100 6 17.1

Total 35 100 35 100

Rata-rata pendapatan rumahtangga pekerja industri di Desa Tajug adalah Rp1 500 000 sampai dengan Rp2 500 000. Seperti pada Tabel 7, menunjukkan bahwa seluruh responden (35 responden) yang bekerja pada sektor industri memiliki pendapatan lebih dari Rp1 500 000. Pendapatan ini diperoleh dari penghasilan selama satu bulan bekerja sebagai buruh industri ditambah berdagang ataupun bertani. Sedangkan responden yang bekerja pada sektor non-industri menunjukkan bahwa sebanyak 6 responden (17.1 persen) memiliki pendapatan dengan kategori tinggi yaitu rata-rata lebih dari Rp1 500 000. Rumah tangga yang pendapatannya lebih dari rata-rata lebih banyak bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pensiunan pegawai negeri sipil, pegawai rumah sakit, dan pengusaha. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan responden. Sebanyak 29 responden (82.9 persen)

responden memiliki pendapatan rendah pada sektor non-industri, hal ini dikarenakan pekerjaan yang tidak tentu pengahasilannya. Rumahtangga yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata lebih banyak bekerja sebagai buruh tani, penjual limbah pabrik (onggok), pedagang makanan, dan buruh bangunan

“...Seumpami nyambut dhateng sabin utawi dagang nggih mboten tentu mba, kadang rame kadang sepi. Badhe nyambut dateng pabrik nggih mboten saged, lha wong sekolahe kathah gur sampe SD...”. (HRT, 49, RT 3 RW 2)

“...Seumpama kerja di sawah atau berdagang pengahasilannya juga tidak pasti mba, kadang rame kadang sepi. Mau kerja di pabrik juga tidak bisa, soalnya sekolah Cuma sampai tamat SD...”. (HRT, 49, RT 3 RW 2)

Faktor yang mempengaruhi responden hanya bisa bekerja pada sektor non- industri adalah tingkat pendidikan yang masih rendah dengan mayoritas adalah lulusan SD/sederajat. Hal lain yang mempengaruhi adalah pihak industri yang semakin hari semakin memberikan peluang kecil bagi masyarakat untuk bisa bekerja pada sektor industri dikarenakan penurunan hasil produksi dan pihak industri yang membutuhkan pekerja berpendidikan tinggi.

Tingkat Peralihan Mata Pencaharian

Industri tepung tapioka merupakan perusahaan besar yang bergerak dibidang pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Seiring dengan perubahan waktu, perusahaan ini berkembang hingga mengekspor barang produksinya. Perkembangan tersebut tentunya memberikan pengaruh pada perubahan sektor pekerjaan. Adanya industri, menjadikan masyarakat lebih memilih bekerja pada sektor industri dikarenakan pendapatan mereka yang bisa lebih stabil dibandingkan dengan bekerja pada sektor pertanian ataupun sektor non-industri. Peralihan dari sektor pertanian menjadi sektor non-industri juga dipengaruhi oleh adanya industri.

Responden yang tidak melakukan peralihan lebih banyak dilakukan oleh responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pengusaha, dan petani pemilik lahan. Pendapatan yang sudah stabil dan kesempatan kerja di sektor industri yang semakin susah menjadikan mereka tidak ingin melakukan peralihan ke sektor industri ataupun sektor non-industri. Sedangkan bagi responden yang sekarang bekerja pada sektor industri tepung tapioka, memilih melakukan peralihan dari sektor pertanian ataupun sektor perdagangan karena mereka melihat ada peluang yang besar dan penghasilan yang pasti dari sektor industri. Hal lain yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan mereka yang sesuai untuk bekerja pada sektor industri. Bagi responden pada sektor non-industri yang melakukan peralihan adalah responden yang merasa kesempatan bekerja pada sektor industri lebih memberikan pendapatan yang lebih stabil. Hal lain yang mempengaruhi adalah dengan adanya industri tepung tapioka memberikan pekerjaan baru yaitu sebagai penjual limbah pabrik (onggok). Secara lebih rinci pada Tabel 9 adalah jumlah dan persentase reponden yang melakukan peralihan sesuai sektor mata pencaharian.

27

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat peralihan mata pencaharian di Desa Tajug

Kategori Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%) Ada peralihan  Pertanian ke non- industri 0 0 23 65.7  Pertanian ke industri 29 82.9 0 0  Non-industri ke pertanian 0 0 0 0  Non-industri ke industri 6 17.1 0 0 Tidak ada peralihan  Pertanian ke pertanian 0 0 6 17.1  Non-industri ke non- industri 0 0 6 17.1 Total 35 100 35 100

Walaupun sampai saat ini di Desa Tajug telah ada industri, namun ada beberapa rumahtangga yang masih memilih bekerja sebagai petani gurem (dikonsumsi sendiri) namun ada juga yang bekerja sebagai petani yang menjual hasil panennya kepada pedagang. Para pekerja pada sektor pertanian, yang menjadi petani gurem adalah mereka yang bekerja sebagai buruh tani, sedangkan yang menjual hasil panennya kepada pedagang adalah mayoritas mereka yang memiliki tanah atau sebagai petani penggarap lahan sendiri. Pertanian masih bisa bertahan di Desa Tajug dikarenakan para masyarakat tersebut tidak ada pilihan lagi untuk memilih bekerja pada sektor lain yang menuntut pendidikan tinggi. Hal lain dikarenakan luas lahan di Desa Tajug mayoritas adalah lahan sawah sehingga pertanian masih bisa bertahan walaupun industri tepung tapioka memasuki desa.

Sebagian besar lahan sawah yang berada di Desa Tajug adalah lahan sawah padi. Walaupun industri tepung tapioka berdiri kokoh di Desa Tajug, singkong bukanlah komoditi utama di wilayah ini, hal ini dikarenakan pihak industri yang tidak membeli bahan prouksi yaitu ingkong kepada masyarakat sekitar dikarenakan masyarakat sekitar tidak mampu memenuhi kebutuhan singkong setiap harinya. Hal lain yang mempengaruhi adalah singkong tidak cocok tumbuh pada lahan pertanian di daerah kering seperti di Desa Tajug.

Peluang Berusaha Bagi Masyarakat

Bagi kebanyakan masyarakat yang tinggal di dekat industri tepung tapioka, hadirnya industri telah mengakibatkan perkembangan perekonomian di Desa Tajug, dimana perkembangan ini membawa akibat lanjutan yaitu peluang berusaha di sektor non-industri tepung tapioka semakin meningkat. Pada data Kecamatan Siman dalam angka, menyatakan bahwa tahun 2009 masih terdapat 53 unit bentuk usaha yang didirikan oleh masyarakat Desa Tajug, namun pada tahun 2012 meningkat menjadi 151 unit. Sektor usaha non-industri di Desa Tajug ini meliputi, warung, pedagang, toko, bengkel, penyedia jasa transportasi, dan penyedia jasa komunikasi. Peluang usaha ini juga semakin beragam dari tahun ke

tahun. Namun, walaupun peluang berusaha dibidang non-industri meningkat, masyarakat di Desa Tajug tetap tidak meninggalkan pertanian. Hal ini dikarenakan memang sebagian besar wilayah desa Tajug saat ini adalah pertanian. Pertumbuhan sektor jasa dan perdagangan (sektor non-industri) disekitar sektor industri Desa Tajug salah satu dampak ekonomi akibat adanya aktivitas industri tepung tapioka. Pertumbuhan jenis dan jumlah sektor non-industri di Desa Tajug relatif besar, terutama warung makan/minum, toko bahan pangan, dan penjual onggok. Peluang usaha ini dihitung berdasarkan banyaknya satu responden dalam menjalankan usahanya. Banyak responden di Desa Tajug yang memiliki pekerjaan lebih dari satu jenis pekerjaan termasuk sebagai petani. Tabel 10 menjelaskan jumlah dan persentase responden sesuai dengan jumlah jenis pekerjaan yang dilakukannya.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pekerjaan yang dimiliki di Desa Tajug

Jumlah Pekerjaan Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%)

Satu jenis 17 48.6 9 25.8

Lebih dari satu jenis

18 51.4 26 74.3

Total 35 100 35 100

Tabel 10 menjelaskan bahwa mayoritas dari rumahtangga industri maupun non-industri sama sama memiliki lebih dari satu jenis pekerjaan dan selebihnya memiliki satu jenis pekerjaan. Responden yang memiliki lebih dari satu jeni pekerjaan merupakan jenis pekerjaan di sektor informal atau sektor non-industri. Sektor non-industri tersebut semakin bertambah jumlah dan jenisnya setelah adanya industri. Responden yang memiliki lebih dari satu jenis pekerjaan berarti memiliki pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Beragamnya jenis pekerjaan sesuai pekerjaan utama dan sampingan yang dilakukan oleh responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan utama di Desa Tajug

No. Jenis Pekerjaan Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%)

1. Buruh industri 35 100 0 0

2. Buruh Tani 0 0 7 20.0

3. Pedagang 0 0 10 28.6

4. Bengkel 0 0 2 5.7

5. Pedagang limbah pabrik (onggok)

0 0 2 5.7

6. Buruh bangunan 0 0 8 22.9

7. PNS 0 0 2 5.7

8. Jasa transportasi 0 0 1 2.9

9. Buruh aspal jalan 0 0 3 8.6

29

Tabel 11 menjelaskan bahwa seluruh responden dari sektor industri seluruhnya memiliki pekerjaan utama sebagai buruh industri. Sedangkan pada sektor non-industri mayoritas pekerjaan utama yang dimiliki adalah pedagang dan buruh tani dengan sistem bagi hasil. Munculnya beragam jenis pekerjaan seperti pedagang, penjual limbah (onggok), jasa transportasi adalah akibat langsung akibat adanya industri. Sedangkan jeis pekerjaan seperti buruh bangunan, PNS dan buruh aspal adalah pekerjaan yang tidak dipengaruhi oleh adanya industri.

Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan sampingan responden adalah sebagai petani dengan status petani pemilik bagi responden dari sektor industri dan buruh tani bagi responden dari sektor non-industri. Sebanyak 2 responden dari sektor non-industri adalah sebagai pemilik lahan yang diperoleh dari hasil warisan orang tua. Hal ini sesuai dengan tata guna lahan yang berada di Desa Tajug sebagian besar adalah pertanian. Pekerjaan bertani pada responden sektor industri dijadikan sebagai pekerjaan sampingan dikarenakan kebutuhan waktu para responden di sektor industri sangat tinggi, sehingga pekerja pada sektor industri hanya bisa bertani pada hari sabtu atau minggu saja, dan sebagian lagi menyewakan lahan sawah mereka kepada penduduk untuk digarap dengan sistem bagi hasil. Hal ini dikarenakan masyarakat yang bekerja di sektor industri sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk bekerja di lain sektor.

“...Iya mba, kulo mboten nyambut damel selain pabrik soalipun nyambut dhateng pabrik nggih sampun senin-jum’at, kadang malah sampe sabtu...”. (MNT 48, pekerja pabrik)

“...Iya mbak, saya kerja tidak kerja selain pabrik karena kerja di pabrik juga

senin sampai jum’at, kadang sampai sabtu juga...”. (MNT 48, pekerja pabrik)

Tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa sebagian responden melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan responden dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan adanya peluang berusaha yang berada di Desa Tajug. Peluang usaha tersebut semakin bertambah saat masuknya industri tepung Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan sampingan

di Desa Tajug

No. Jenis Pekerjaan Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%)

1. Petani 11 31.4 2 5.7

2. Buruh tani 0 0 8 22.8

3. Pedagang 7 20 5 14.2

4. Pedagang limbah pabrik (onggok)

0 0 9 28.5

5. Buruh aspal jalan 0 0 2 5.8

6. Tidak memiliki pekerjaan sampingan

17 48.8 9 25.8

tapioka di Desa Tajug, salah satu peluang usaha yang baru karena adanya industri tepung tapioka adalah pedagang hasil limbah industri yang biasa disebut onggok. Limbah tersebut masih bernilai ekonomi karena limbah dari industri tepung tapioka bisa dijadikan sebagai pakan ternak sapi atau kambing setelah dikeringkan. Apalagi pihak industri memberikan hasil limbah olahan secara sukarela tanpa harus memberikan kompensasi atau bayaran tertentu pada pihak industri. Hal ini juga yang menyebabkan semakin beragamnya jenis pekerjaan di Desa Tajug, Ponorogo.

Tingkat Ekonomi Desa Tajug, Ponorogo

Dari hasil lapangan yang ada, sesuai dengan tingkat pendapatan, peralihan mata pencaharian, dan peluang berusaha di Desa Tajug, menjukkan bahwa dari sektor industri menjadikan ekonomi pekerjanya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja pada sektor non-industri (Tabel 13). Pada masyarakat di Desa Tajug, tingkat ekonomi tinggi adalah masyarakat yang memiliki pendapatan lebih dari Rp1 500 000, melakukan peralihan menjadi sektor industri, dan memiliki lebih dari satu jenis usaha. Sedangkan masyarakat memiliki ekonomi rendah adalah masyarakat yang memilliki pendapatan kurang dari Rp1 500 000, tidak melakukan peralihan terhadap sektor industri, dan hanya memiliki satu jenis usaha.

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat ekonomi di Desa Tajug

Tingkat Ekonomi Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%)

Tinggi 35 100 3 8.6

Rendah 0 0 32 91.4

Total 35 100 35 100

Tabel 13 menunjukkan bahwa responden pada sektor industri keseluruhan memiliki ekonomi tinggi. Sedangkan pada sektor non-industri mayoritas responden memiliki ekonomi rendah. Faktor yang mempengaruhi adalah pada sektor industri, penghasilan para pekerja setiap bulannya selalu diatas UMR Wilayah Ponorogo yaitu sebesar Rp925 000 per bulan, ditambah para pekerja yang memiliki pekerjaan sampingan berupa petani ataupun pedagang. Sedangkan pada masyarakat sektor non-industri yang pekerjaannya menghasilkan pendapatan yang tidak sama setiap bulannya menjadikan ekonomi masyarakat juga tidak melebihi ekonomi masyarakat industri. Adapun dari responden sektor non-industri yang memiliki ekonomi tinggi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan buruh bangunan proyek. Jadi sangatlah nyata terjadi apabila rumahtangga masyarakat sektor industri memiliki ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga masyarakat di sektor non-industri.

TINGKAT EKONOMI DAN PENGARUHNYA PADA

Dokumen terkait