• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT EKONOMI DAN PENGARUHNYA PADA PEMBENTUKAN AKSES SUMBERDAYA

Akses Terhadap Bangunan

Akses terhadap sumberdaya bisa dimiliki oleh siapapun, tak terkecuali akses terhadap bangunan. Menurut Ostrom dan Schlanger dalam Satria (2009), hak akses masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dibagi menjadi lima yaitu hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak pengelolaan (management right), hak eksklusi (exclusion right), hak pengalihan (alienation right). Hak-hak tersebutlah yang akan menentukan aktor-aktor yang memiliki sumberdaya dan sampai sejauh mana aktor tersebut bisa memanfaatkan sumberdaya. Bangunan merupakan salah satu sumberdaya yang berhak dimiliki oleh siapapun. Tingkat akses terhadap bangunan masyarakat industri dan non- industri Desa Tajug disajikan pada Tabel 15.

Tabel 14 Jumlah dan persentase tingkat akses responden pada sektor industri dan non-industri terhadap bangunan di Desa Tajug

No Tingkat Akses Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%)

1. Hak akses (access right) 0 0 0 0

2. Hak pemanfaatan (withdrawal right) 0 0 1 2.85 3. Hak pengelolaan (management right) 0 0 0 0

4. Hak eksklusi (exclusion right) 0 0 0 0 5. Hak pengalihan (alienation right) 35 100 34 97.15 Total 35 100 35 100

Hasil dari Tabel 15 menunjukkan bahwa pada responden rumahtangga industri dan non-industri mayoritas memiliki hak akses yang sama yaitu hak pengalihan (alienation right) terhadap bangunan yang mereka tinggali. Salah satu hal yang menjadi faktor hak akses adalah status penduduk responden yang mayoritas adalah penduduk asli yang sudah lama menetap di Desa Tajug, sehingga untuk akses bangunan mayoritas adalah milik sendiri yang responden dapatkan dari warisan ataupun membeli sendiri.

“...dhateng mriki niku sedoyo dhalem meniko kagugan piyambak mbak, soalipun inggih pendudukipun kathah ingkang asli mboten pendatang, wonten pendatang inggih katha-kathah sampun kagungan dhalem dhateng mriki soale sampun dangu dhateng mriki. Dhalem ki sak nduwene mboh pie rupane omah, tapi kagungan piyambak, kathah nggih saking warisan utawi mundhut piyambak...” (SKN, 55 tahun)

“...kalau disini itu semua rumah punya sendiri mbak, karena penduduk disini banyak yang asli bukan pendatang, ada pendatang tapi ya banyak

yang sudah punya rumah sendiri karena sudah lama disini. Rumah itu sepunyanya tidak tau bagaimna keadannya yang penting punya sendiri, banyak yang drai warisan atau membeli sendiri...”. (SKN, 55 tahun)

Hubungan Tingkat Ekonomi dan Hak Akses Terhadap Bangunan Dari data yang tersebar dilapangan, adanya industri tepung tapioka terhadap tingkat ekonomi masyarakat industri dan industri memang menghasilkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat industri lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi masyarakat non-industri. Dari Dari hasil olah data tabulasi silang hubungan tingkat ekonomi dan hak akses terhadap bangunan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah dan persentase korelasi antara tingkat ekonomi responden industri non-industri terhadap hak akses bangunan di Desa Tajug

Hak Akses Ekonomi Industri Ekonomi Non industri

Tinggi Rendah Tinggi Rendah

f % f % f % f % Hak pengalihan (alienation right) 35 100 0 0 3 100 31 96.8 Hak pengelolaan (management right) 0 0 0 0 0 0 1 3.2 Jumlah 35 100 0 0 3 100 32 100

Hasil pengujian dengan menggunakan uji tabulasi silang diperoleh bahwa pada masyarakat industri dan non-industri memiliki hak akses yang sama terhadap bangunan. Masyarakat yang memiliki ekonomi rendah ataupun tiggi pada kedua sektor memiliki hak akses yang sama, yaitu sebagai pemilik dari rumah yang ditinggali. Adapun satu responden yang memiliki hak sebagai pengelola dikarenakan responden tersebut adalah penduduk pendatang yang baru tiga bulan tinggal di Desa Tajug. Hasil pengujian tabulasi silang tersebut didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri dengan hak akses masyarakat terhadap bangunan di Desa Tajug, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.108 untuk masyarakat non-industri dan 0.137 untuk masyarakat industri yang tidak sesuai dengan (p < 0.05) diantara dua buah variabel yang diuji. Berdasarkan fakta dilapangan, tingkat ekonomi masyarakat di Desa Tajug bukan alasan utama masyarakat untuk dapat mengakses bangunan, karena keadaan masyarakat yang memiliki ekonomi tinggi ataupun rendah sama- sama memiliki hak akses sampai pada hak pengalihan. Mayoritas bangunan yang dimiliki adalah warisan kedua orang tua yang memang hampir semua penduduk di Desa Tajug adalah penduduk asli.

Akses Terhadap Lahan Sawah

Lahan sawah merupakan area terbesar kedua setelah area pemukiman di Desa Tajug. Adanya industri yang masuk ternyata tidak menghilangkan mata pencaharian masyarakat sebagai petani, walaupun sebagian besar sektor pertanian

33

bukan menjadi mata pemcaharian utama, tapi sektor pertanian masih memberikan sumbangan penambahan nafkah bagi masyarakat sektor industri maupun sektor non-industri. Tingkat akses terhadap sawah masyarakat industri dan non-industri dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Jumlah dan persentase tingkat akses responden pada sektor industri dan non-industri terhadap lahan sawah di Desa Tajug

No Tingkat Akses Industri Non-Industri

Jumlah (%) Jumlah (%) 1. Hak akses (access right) 5 14.3 18 51.4 2. Hak pemanfaatan (withdrawal right) 0 0 0 0 3. Hak pengelolaan (management right) 5 14.3 15 42.9 4. Hak eksklusi (exclusion right) 0 0 0 0 5. Hak pengalihan (alienation right) 25 71.4 2 5.7 Total 35 100 35 100

Hasil dari Tabel 17 memperlihatkan bahwa mayoritas responden dari sektor industri adalah sebagai pemilik (hak pengalihan/alienation right) dari lahan sawah yang dimiliki, sedangkan pada sektor non-industri mayoritas adalah sebagai pengelola (hak pengelolaan atau management right).

”...sawah meniko kathah kagunganipun tiyang pabrik kalian pegawai mbak, ingkang tumbas tiyang pabrik, soalipun ingkang saget tumbas nggih tiyang pabrik. Nek tiyang biasa mawon koyo kulo nggih mboten kuat mbak...” (YTK, 49 tahun)

”...sawah itu kebanyakan yng punya orang pabrik sama pegawai mbak, karena yang bisa beli ya orang pabrik. Kalo orang biasa seperi saya ya tidak kuat mbak buat beli...”. (YTK, 49 tahun)

Hubungan Tingkat Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan Sawah Ekonomi merupakan komponen penting dan sangat berpengaruh pada masyarakat di Desa Tajug. Setelah masuknya industri tepug tapioka keadaan desa semakin membaik. Apalagi sebelum adanya industri, Desa Tajug merupakan desa tertinggal dan seteah masuknya industri tepung tapioka Desa Tajug sudah berubah menjadi desa yang lebih maju. Walaupun ekonomi yang juga ikut membaik pada masyarakat sektor industri dan non-industri, masyarakat Desa Tajug juga tidak meninggalkan sektor pertanian. Lahan sawah yang ada di Desa Tajug mayoritas merupakan lahan produksi padi. Lahan pertanian di Desa Tajug tidak dipergunakan sebagai lahan sawah penghasil singkong dikarenakan lahan didaerah tersebut tidak terlalu cocok untuk tanaman singkong, singkong hanya

bisa tumbuh pada saat tertentu saja. Hal ini juga yang menjadi alasan bagi pihak industri untuk tidak embeli bahan produksi berupa singkong pada pihak masyarakat. Oleh karena itu, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai hubungan tingkat ekonomi terhadap akses lahan sawah di Desa Tajug setelah adanya industri tepung tapioka. Hasil pengujian hubungan antara tingkat ekonomi dan akses terhadap lahan sawah disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Jumlah dan persentase korelasi antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri terhadap hak akses sawah

Hak Akses Ekonomi Industri Ekonomi Non industri

Tinggi Rendah Tinggi Rendah

f % f % f % f % Hak Pengalihan (alienation right) 25 71.4 0 0 2 100 0 0 Hak Pengelolaan (management right) 5 14.3 0 0 0 0 15 46.9 Hak akses (access right) 5 14.3 0 0 0 0 18 54.1 Jumlah 35 100 0 0 3 100 32 100

Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang memperlihatkan bahwa tingkat ekonomi seseorang mempengaruhi hak akses seseorang terhadap lahan sawah. Mayoritas responden yang memiliki ekonomi tinggi mempunyai hak akses sampai pada hak pengalihan (alienation right). Sedangkan pada responden sektor non-industri yang memiliki ekonomi rendah mempunyai hak akses sampai pada hak pengelolaan (management right). Hal ini bisa terjadi karena memang sebagian besar responden pada sektor non-industri khususnya pertanian adalah sebagai buruh tani. Hak akses (access right) merupakan responden yang tidak memiliki lahan sawah namun responden tesebut dapat mengakses lahan sawah yang ada di Desa Tajug. Sehingga bisa dilihat bahwa tingkat ekonomi seseorang dapat mempengaruhi hak akses seseorang terhadap lahan sawah. Pada sektor non- industri sebanyak 4 responden yang memiliki tingkat ekonomi tinggi dengan hak pengalihan terhadap lahan sawah yang dimiliki adalah para responden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS dan pedagang. Lahan sawah yang dimiliki biasanya mereka sewakan kepada penduduk untuk digarap.

Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang tersebut juga didukung dengan uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri dengan akses terhadap lahan sawah di Desa Tajug, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.005 (p < 0.05) bagi masyarakat non-industri dan probabilitas sebesar 0.02 (p < 0.05) bagi masyarakat industri. Nilai koefisien yang didapat sebesar 0.430 bagi masyarakat non-industri menunjukkan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0.400 – 0.599) diantara dua buah variabel yang diuji, begitu pula pada nilai koefisien pada masyarakat industri sebesar 0.390 yang menunjukkan hubungan lemah (0.200 – 0.399) diantara dua buah variabel yang diuji. Tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-ndustri merupakan satu hal penting dalam menentukan tingkat akses masyarakat terhadap lahan sawah di Desa Tajug. Hal ini dikarenakan, sebagian besar lahan sawah yang ada di Desa Tajug dimiliki oleh

35

masyarakat industri karena hasil akumulasi penghasilan masyarakat industri selama bertahun-tahun. Pendistribusian lahan sawah di Desa Tajug dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut pendistribusian lahan sawah di Desa Tajug

No. Lahan sawah Masyarakat industri Masyarakat non-industri

Jumlah % Jumlah %

1. Sewa menyewa 5 14.28 14 40.0

2. Milik pribadi 20 57.12 1 2.8

3. Warisan 5 14.3 2 2.8

4. Tidak memiliki sawah 5 14.3 18 51.4

Total 35 100 35 100

Tabel 18 menunjukkan mayoritas responden pada masyarakat industri adalah pemilik lahan sawah hasil pembelian pribadi. Sedangkan pada masyarakat non-industri mayoritas adalah sewa menyewa dengan sistem bagi hasil yang ditentukan oleh penyewa yang bersangkutan. Lahan sawah pada masyarakat industri tidak selalu sebagai sarana mata pencaharian, para masyarakat memiliki sawah selain sebagai mata pencaharian, kepemilikan sawah mereka dimaksudkan sebagai investasi bagi keluarga. Kepemilikan pribadi lahan sawah pada masyarakat industri mayoritas ada setelah pekerjaan responden tersebut sebagai pekerja pabrik. Setelah adanya industri masyarakat yang bekerja pada sektor industri bisa melakukan pembelian lahan dikarenakan adanya usaha masyarakat industri untuk mengakumulasi hasil pendapatan yang nantinya akan menjadi investasi masyarakat. Hal lain yang mendukung adalah bahwa harga lahan tanah di Desa Tajug sebesar Rp500 000 sampai Rp1 000 000. Masyarakat industri mulai bisa melakukan pembelian lahan sawah tersebut setelah bertahun-tahun bekerja pada sektor industri.

” ...dalem saget tumbas sawah meniko nggih sawetawisipun 15 tahun nyambut dhateng pabrik mba, jaman rumiyin sakderengipun dalem nyambut dhateng pabrik nggih mboten saget tumbas, wong penghasilanipun jaman rumiyin meniko sakedhik sanget...” (MRJ, 49 tahun)

“...saya bisa beli sawah itu ya kira-kira setelah 15 tahun kerja di pabrik mbak, kalau jaman dulu sebelum kerja di pabrik ya nggak bisa beli, soalnya penghasilan jaman dulu sedikit banget...” (MRJ, 49 tahun)

37

Dokumen terkait