BAB II KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
E. Peranan Notaris Dalam Membuat Akta
Profesi Notaris merupakan instansi yang membuat akta yang menjadi alat bukti tertulis dan mempunyai sifat otentik yang kewenangannya tidak hanya di kantor saja, wajib juga melaksanakan pekerjaannya dalam keadaan terpaksa misalnya di dalam suatu kapal ada seorang membutuhkan Notaris untuk membuat wasiat.
Berkaitan dengan peranannya sebagai Pejabat Umum, maka Notaris disebutkan pada Pasal 15 ayat (2) berwenang untuk :
a. Mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftarkan dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;
c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertambahan; atau g. Membuat akta risalah lelang.
Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN, menyatakan bahwa Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
Akta ditinjau dari segi pembuatannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu :
1. Akta Otentik
Akta otentik adalah ”akta yang dibuat oleh Pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan yang dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan”.82
Rusmadi Murad menyatakan akta otentik adalah “akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan yang dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan”.83
Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan : ”Akta otentik adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang diperbuat oleh atau di hadapan Pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu diperbuat”.
82
Ibid, hlm. 54
83
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung : Alumni, 2000), hlm. 54.
Dengan melihat ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, maka suatu akta agar dapat dikatakan suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan :
1. Akta itu harus dibuat ”oleh” atau ”di hadapan” seorang Pejabat Umum.
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang.
3. Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang.
Pejabat yang dimaksud dari pengertian dan ketentuan di atas antara lain Notaris, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatatan Sipil, Hakim dan sebagainya.84
Akta yang diperbuat di hadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai nilai yuridis dalam arti mempunyai kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, maka akta Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut harus dipenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu :85
1. Syarat subyek yaitu para pihak yang melakukan perbuatan hukum adalah pihak
yang berhak atau berwenang.
2. Syarat obyek yaitu tanah yang dijadikan sebagai obyek peralihan hak atas tanah dibolehkan secara hukum tidak sengketa, tidak menjadi jaminan utang dan lain- lain.
3. Syarat yuridis formil yaitu Pejabat Umum yang membuat akta peralihan hak atas
tanah adalah pejabat yang berwenang, ada 2 (dua) orang saksi yang sudah dewasa, disetujui oleh ahli warisnya, dalam hal hibah dan akta Pejabat Pembuat
84
Rusmadi Murad, op.cit, hlm. 55.
85
Supranowo, Himpunan Karya Tulis Bidang Hak Tanggungan dan Pejabat Pembuat Akta
Akta Tanah (PPAT) merupakan akta otentik standar khusus yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam Akta dan Surat bukan akta, dan akta dapat dibedakan dalam akta otentik dan akta di bawah tangan. Sesuatu surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus ditandatangai, harus dibuat dengan sengaja dan harus untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Di dalam KUHPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867 sampai pasal 1880.
Pejabat yang dimaksud dari pengertian dan ketentuan di atas antara lain
Notaris, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatatan Sipil, Hakim dan sebagainya.86
Contoh akta otentik, yaitu : Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Akta yang dibuat di hadapan Notaris.
Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat Pegawai Umum (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat Pegawai Umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik adalah akta Notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses verbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya. Sedangkan
86)
akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dan sebagainya.87
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta di bawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
2. Akta di bawah tangan
Akta di bawah tangan (under hand) adalah tulisan di bawah tangan antara satu pihak dengan pihak lain tanpa perantaraan seorang Pejabat yang diakui oleh pihak lain. Pasal 1874 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan : ”Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum”. Kekuatan bukti otentik para pihak dan ahli
87
waris serta mereka yang memperoleh hak dari padanya merupakan bukti yang sempurna. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai bukti sempurna, apabila tanda tangan di dalam akta tersebut diakui oleh pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas.88
Suatu akta yang tidak dapat diperlukan sebagai akta otentik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan karena suatu cacat dalam bentuknya mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak (Pasal 1869 KUHPerdata).
Kekuatan bukti akta otentik bagi para pihak dan ahli waris serta mereka yang memperoleh hak dari padanya merupakan bukti yang sempurna. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai bukti yang sempurna, apabila tanda tangan di dalam akta tersebut diakui oleh pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga akta di
bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas. 89
Suatu akta yang tidak dapat diperlukan sebagai akta otentik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya Pejabat Umum yang bersangkutan maupun karena suatu cacat dalam bentuknya mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak (Pasal 1869 KUHPerdata). Akta otentik
88
Ibid, hlm. 38.
89
maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti.90
Dalam kenyataan ada tulisan yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti, tetapi dapat dipergunakan sebagai alat bukti, jika hal seperti ini terjadi agar mempunyai nilai pembuktian harus dikaitkan atau didukung dengan alat bukti lainnya. Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya
90
Karena akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang dipakai untuk menerangkan tulisan haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :
a. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan
Hal ini berkaiatan dengan kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta akta dan menyimpan minuta akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notariswet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk pembuatan akta yang digunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat materil untuk daya tahan penyimpanan arsip.
b. Ketahanan terhadap pemalsuan
Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan di atas kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum di antara mereka telah dilakukan dengan akta yang menggunakan jenis kertas tertentu. c. Originilalitas.
Untuk minuta akta hanya ada satu akta aslinya, kecuali untuk akta yang dibuat ini original dibuat dalam beberapa rangkap yang semuanya asli.
d. Publisitas.
Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat akta asli atau minta salinan daripadanya.
e. Dapat segera atau mudah dilihat (waarneembaarheid).
Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya.
f. Mudah dipindahkan.
atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak,91 jika para pihak mengakuinya, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna
sebagai akta otentik,92 jika ada salah satu pihak tidak mengakuinya, beban
pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.93 Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik keduanya harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus dipatuhi oleh para pihak (pacta sunt servanda).
Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bentuknya sudah ditentukan dalam Pasal 38 UUJN. Sebagai bahan perbandingan kerangka atau susunan akta yang tersebut dalam Pasal 38 UUJN berbeda dengan yang dipakai dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Dalam Peraturan Jabatan Notaris kerangka akta atau anatomi akta terdiri dari :94
91
Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 775 K/Sip/1971, tanggal 6 Oktober 1971, menegaskan bahwa surat (Surat Jual Beli) yang diajukan dalam persidangan, kemudian disangkal oleh pihak lawan, dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, maka surat (jual beli tanah) tersebut dinilai sebagai alat bukti yang lemah dan belum sempurna. M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah
Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, (Jakarta : Swa Justitia, 2005),
hlm. 145.
92
Pasal 1875 KUHPerdata.
93
Peradilan Perdata di Indonesia menganut sistem hukum pembuktian berdasar pada asas negatif wettelijk bewijsleeer. Hal ini terlihat dalam Pasal 249 jo 298 H.I.R dan tidak memakai sistem vrij bewijsleer yang menitikberatkan pada keyakinan hakim belaka. Hal ini terlarang oleh undang-undang (Putusan Mahkamah Agung) Republik Indonesia Nomor 583 K/Sip/1970, tanggal 10 Pebruari 1971), M. Ali Boediarto, op.cit., hlm. 136.
94
1. Kepala (hoofd) akta; yang memuat keterangan-keterangan dari Notaris mengenai dirinya dan orang-orang yang datang menghadap kepadanya atau atas permintaan siapa dibuat berita acara.
2. Badan akta; yang memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak
dalam akta atau keterangan-keterangan dari Notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan.
3. Penutup akta; yang memuat keterangan dari Notaris mengenai waktu dan tempat
akta dibuat; selanjutnya keterangan mengenai saksi-saksi, di hadapan siapa akta dibuat dan akhirnya tentang pembacaan dan penandatanganan dari akta itu.
Perbedaan antara Pasal 38 dengan Peraturan Jabatan Notaris mengenai kerangka akta terutama dalam pasal 38 ayat (1) huruf a dan b mengenai Awal atau Kepala Akta dan Badan Akta. Dalam Peraturan Jabatan Notaris Kepala Akta hanya memuat keterangan-keterangan atau yang menyebutkan tempat kedudukan Notaris dan nama-nama para pihak yang datang atau menghadap Notaris, dan dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN Kepala Akta memuat judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. Satu perbedaan yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai identitas para pihak atau para penghadap dalam Peraturan Jabatan Notaris identitas para pihak atau para penghadap merupakan bagian dari kepala akta, sedangkan menurut Pasal 38 ayat (2) UUJN, identitas para pihak atau para penghadap bukan bagian dari kepala akta, tetapi merupakan bagian dari
badan akta memuat isi akta yang sesuai dengan keinginan atau permintaan para penghadap.
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.95
Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperi itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim.
95
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUHPerdata). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 KUHPerdata).
BAB III
AKIBAT HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
A. Perbuatan Yang Dikelompokkan Sebagai Pelanggaran Undang-Undang