• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928

METODOLOGI PENELITIAN

C. Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928

Dengan melihat dari berbagai sudut fungsinya, maka peran pers dalam Kongres Pemuda II dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pusat Informasi

Pada tahun 1926 banyak kaum nasionalis maupun pergerakan nasional yang ditangkap oleh polisi kolonial Belanda secara membabi buta akibat kegagalan pemberontakan PKI (Sudiyo. 2004: 125). Hal ini berakibat sulit berkembangnya organisasi pergerakan nasional di Indonesia. Adanya kevacuum-an pergerakkevacuum-an nasional membuat para pemuda berkevacuum-ani tampil mengisi kekosongkevacuum-an tersebut (Sudiyo. 2003: 5). Pers yang melihat perkembangan organisasi kepemudaan menganggap pentingnya meliput berbagai kegiatan organisasi kepemudaan (Momon Abdul Rahman. 2007: 18).

Pers melihat gedung Kramat 106 sebagai pusat kegiatan diskusi bagi para pelajar. Hal ini karena gedung Kramat 106 selain menjadi tempat tinggal, juga menjadi tempat pertemuan-pertemuan yang berbau politik. Pada mulanya gedung Kramat 106 merupakan tempat bagi organisasi Jong Java, namun pada perkembangannya, banyak dipakai oleh golongan mahasiswa nasional lain dan organisasi kepanduan. Golongan mahasiswa nasional ini terdiri dari berbagai suku dan berbagai macam perguruan tinggi, dengan adanya diskusi dan pertemuan-pertemuan sehingga mulai pudarlah sifat kedaerahan dari para pemuda (Mardanas Safwan. 1996: 22-23). Seringnya terjadi pertemuan dari berbagai golongan mahasiswa maka pada permulaan tahun 1928 gedung Kramat 106 merupakan tempat pertemuan pemuda nasional (Sudiyo. 2004: 134).

Berbagai kegiatan yang dilakukan para pemuda tidak lepas dari sorotan surat kabar. W.R. Soepratman yang juga tertarik dalam aktivitas pergerakan nasional mengikuti berbagai pertemuan pemuda terutama di gedung Kenari dan Gedung Kramat 106. Pertemuan yang diadakan oleh para pemuda merupakan awal terbentuknya gagasan Kongres Pemuda II yang diikuti oleh berbagai organisasi kepemudaan. Kegiatan pergerakan ini merupakan kegiatan utama yang diliput W.R. Soepratman untuk surat kabar Sin Po (Momon Abdul Rahman. 2007: 18).

commit to user

Banyak surat kabar yang meliput kegiatan para pemuda, terutama dalam persiapan Kongres Pemuda II. PPPI yang menjadi penggagas Kongres pemuda II menganggap penting peran surat kabar. Majalah “Indonesia Raya” dijadikan alat bagi PPPI untuk menyebarkan paham persatuan dan menjadi pusat informasi bagi para pemuda (Sudiyo. 2004: 121). Hal ini terutama dalam persiapan Kongres Pemuda II, Soegondo yang menjadi ketua kongres sekaligus menjadi ketua PPPI pasti menjadi pusat informasi yang utama dan akurat bagi majalah Indonesia Raya. Persiapan yang dilakukan PPPI yaitu persiapan-persiapan secara tehnis dan persiapan-persiapan secara ideologis yang dilakukan sebelum Kongres Pemuda II (Tim Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah. 1974: 60).

Persiapan tehnis yang dilakukan meliputi membuat susunan acara dan kepanitiaan. PPPI mengumumkan susunan acara kongres ke dalam surat kabar Persatuan Indonesia (Pengurus Kongres, 1928), sebagai berikut:

Rapat pertama

(27 Oktober 1928, malam minggu. 7.30- 11.30 di gedung K. Jongelengen Bond, Waterlooplein).

1. Membuka kerapatan oleh Tn. Soegondo. 2. Menerima salam dan menyukai kerapatan.

3. Dari hal persatuan dan kebangsaan Indonesia, oleh Muh Yamin. Rapat kedua

(28 Oktober 1928, hari minggu. 8-12 Oost Java Bioscop, Koningsplein Noord). Membicarakan perkara pendidikan oleh:

Mej. Poernamawoelan t.S. Mangoensarkoro t. Djokosarwono

t. Kjai Adjar Dewantoro Rapat ketiga

(28 Oktober 1928, malam Senen 5.30-7.30 di gedung Indonesia Clubhuis Kramat 106)

1. Arak-arakan Pandu (Padvinderij)

commit to user

3. Pergerakan Pem. Indonesia dan pergerakan pemuda di tanah luaran oleh t.W. Soenarjo.

4. Mengambil kepoetoesan. 5. Menoetoep kerapatan

Ajakan untuk menghadiri rapat yang akan diadakan pada tanggal 27 dan 28 oktober 1928 di cetak dengan tebal dan memberikan tekanan untuk mengikuti kongres. Dengan adanya maklumat ini kami (Pengurus) berharap supaya semua orang dapat membantu kerapatan ini, karena kami yang bertandatangan dibawah ini percaya kerapatan akan membawa kebaikan dan banyak manfaat bagi tanah air kita dan bangsa Indonesia.

Pengurus:

Ketua : Soegondo Djojopuspito (PPPI) Wakit Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)

Sekretaris : Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond) Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)

Pembantu I : Djohan Mohammad Tjaja (Jong Islamieten Bond) Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemuda Indonesia)

Pembantu III : R. C. L. Senduk (Jong Celebes) Pembantu IV : Johannes Leimena (Jong Ambon)

Pembantu V : Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi)

Susunan acara dan panitia di atas disertai dengan ajakan yang mengarah pada undangan secara terbuka (menyeluruh). Dengan adanya undangan yang menyeluruh sehingga terbukalah Kongres Pemuda II untuk umum. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta Kongres Pemuda II, baik dari wakil pemuda maupun golongan tua. Dari golongan tua yang hadir diantaranya dari PNI, PSI, Budi Utomo, Pasundan, Kaum Betawi, Timorsch Verbond dan lain-lain (Persatuan Indonesia. 1928). Golongan tua banyak membantu, baik pada persiapan, jalannya kongres, maupun penyebaran hasil kongres. Pers dapat dikatakan berhasil menyebarluaskan informasi mengenai acara Kongres Pemuda II.

Surat kabar merupakan hal penting yang dapat menjadi sumber informasi dan bertanya bagi masyarakat sehingga acara kongres menjadi jelas. Berbagai

commit to user

persiapan Ideologis yang dilakukan PPPI juga dilakukan melalui surat kabar. Hal ini memiliki tujuan untuk mempersatukan seluruh organisasi kedalam pemikiran nasionalisme. Pertemuan-pertemuan serta perbincangan antar pengurus organisasi yang sering dilakukan di berbagai gedung pertemuan terutama Gedung Kramat 106 mendapatkan sorotan dari kalangan pers. Dengan adanya informasi tentang persiapan Kongres Pemuda II memudahkan tercapainya tujuan kongres yaitu:

1. Membentuk satu wadah organisasi kepemudaan, yang bersifat nasional dengan berasaskan persatuan Indonesia.

2. Menghilangkan segala perbedaan, yang menjadi hambatan terbentuknya persatuan Indonesia. (Sudiyo. 2003: 78)

b. Mempengaruhi Opini

Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya. Dalam masyarakat modern, gambaran kita tentang lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Berbagai tulisan mengenai keadaan pribumi yang menderita karena penjajahan menimbulkan pemikiran-pemikiran kaum intelektual maupun kalangan pemuda. Selain itu, ideology yang berada dibelakang pers sangat berpengaruh dalam isi surat kabar.

Pada awalnya pers mempengaruhi penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa yang sering digunakan dibandingkan bahasa Belanda. Hal ini sangat penting dalam mempengaruhi pemikiran pemuda, terutama dalam kongres Pemuda II, sebab pada awal mulanya ada beberapa pertentangan antar pemuda. Ada tiga pilihan dalam Kongres Pemuda I yaitu bahasa Jawa, bahasa Belanda, dan bahasa Melayu. Terdapat banyak penyanggahan terutama bahasa Belanda karena dianggap sebagai bahasa Kolonial. Bahasa Jawa juga banyak mendapat protes sebab memiliki tingkatan-tingkatan dan jarang digunakan oleh masyarakat di luar Jawa. Bahasa Melayu juga jarang digunakan, namun dengan berkembangnya pers berbahasa Melayu maka bahasa Melayu digunakan sebagai inti Bahasa Indonesia dengan berbagai penyesuaian. Di antaranya menambahkan kosa kata dari bahasa Jawa maupun bahasa Belanda. Selain itu juga memberikan imbuan dan merubah susunan katanya (Sartono Kartodirdjo, 1975: 288).

commit to user

Sejak tahun 1925 pemuda yang memiliki pemikiran maju dan mengambil sikap perjuangan non-koperasi mulai dihimpun oleh tokoh muda, yaitu Ir. Soekarno. Nama organisasi pemuda pelajar pimpinan Soekarno bernama Algemeene Studie Club. Organisasi ini pada awalnya memang tidak bergerak pada bidang politik, namun Ir. Soekarno memasukkan ide-ide tentang Nasionalisme kepada para pelajar. Banyak buku mengenai wawasan kebangsaan yang diperkenalkan, antara lain buku karya H.O.S Cokroaminoto tentang Islam dan Sosialisme, buku Renan yang berjudul “Qu’est ce cu’une Nation” (Apa bangsa itu?). (Sartono Kartodirdjo, 1975: 214). Soekarno sendiri aktif dalam menulis artikel-artikel kebangsaan, diantaranya pada tahun 1926 di Suluh Indonesia Muda yang berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Soekarno menulis suatu artikel mengenai perlunya persatuan antara semua golongan untuk memperjuangkan Indonesia Merdeka sebagai lawan dari pemerintah Hindia Belanda. Dengan persatuan ketiga pergerakan rakyat yang bersifat Nasionalistis, Islamistis dan Marxistis akan membawa kita kearah Indonesia Merdeka. (Moh. Sidky Daeng Materu, 1985: 31-32)

Dua organisasi kepemudaan yang memiliki inisiatif menyelenggaraan Kongres Pemuda II yaitu PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) dan Pemuda Indonesia. PPPI merupakan gabungan dari organisasi pemuda kedaerahan, namun menjelang terselenggaranya Kongres Pemuda II sifat kedaerahan mulai dilepaskan, sehingga memperlancar jalannya sidang. Sebenarnya PPPI dan Pemuda Indonesia memiliki hubungan dengan organisasi lain yang lebih dekat dan mempengaruhi arah pemikiran kedua organisasi kepemudaan ini. PPPI mengarah pada Perhimpunan Indonesia, sedangkan Pemuda Indonesia lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) ( Sudiyo, 2003: 80).

Perhimpunan Indonesia aktif berjuang dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kegiatan pergerakan Perhimpunan Indonesia yaitu Nasional-demokratis, non-kooperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum penjajah. Melalui majalah “Indonesia Merdeka” Perhimpunan Indonesia

commit to user

menyebarkan tujuannya yaitu kemerdekaan Indonesia. Isi majalah Indonesia Merdeka yang revolusioner anti Belanda mendapat larang dari pemerintah Hindia Belanda, namun secara illegal (diselundupkan) masuk ke Indonesia (Sudiyo, 2004: 64-121). Majalah yang membawa pesanan cita-cita dan teori-teori Perhimpunan Indonesia (PI) ini berpengaruhi terhadap pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan politik pemuda-pemuda yang bergabung dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (Tim Museum Sumpah Pemuda, 1974: 257). Karena PPPI sering mendapatkan kiriman majalah Indonesia Merdeka. Dengan demikian, apa yang dilakukan Perhimpunan Indonesia diluar negeri dapat diketahui semua oleh PPPI (Sudiyo, 2003: 80).

Pemuda Indonesia yang lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) daripada PPPI sehingga berpengaruh pada pemikiran mengenai persatuan dan kesatuan dari PNI. PNI sendiri secara langsung terpengaruh terhadap pemikiran Perhimpunan Indonesia, sebab ada lima dari delapan orang yang merupakan pengambil inisiatif untuk mendirikan PNI. Selain itu asas PNI secara tegas, yaitu:

1. Menolong diri sendiri (self-help) 2. Non-cooperatie

3. Marheinisme. (Moh. Sidky Daeng Materu, 1985: 32)

PPPI melalui majalah Indonesia Raya yang di pimpin redaksi Abu Hanifah berusaha menyebarkan pemikiran persatuan yang diperoleh melalui majalah Indonesia Merdeka. Majalah Indonesia Merdeka berisikan artikel-artikel dan statement-statement tentang perjuangan Perhimpunan Indonesia di Belanda. PPPI menunjukkan persatuan dan kesatuan sehingga sifat-sifat kedaerahan mulai dilepaskan. Berbagai majalah yang beredar di Indonesia mulai banyak yang menyinggung mengenai persatuan walau hanya tersirat ( Sudiyo. 2004 : 120-123).

Jong Sumatra juga terpengaruh majalah Indonesia Merdeka, hal ini disebabkan Moh. Hatta yang menjadi bagian dari Jong Sumatra juga menjadi bagian dari Perhimpunan Indonesia. Moh Hatta merupakan ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1926 – 1930 dan pernah menjadi bendahara Perhimpunan Indonesia. Hal ini berpengaruh pada pemikiran Jong Sumatra yang juga diikuti

commit to user

Moh. Hatta dan Jong Sumatra berperan dalam Kongres Pemuda II yaitu dengan mengirimkan wakilnya untuk menjadi bagian dalam pengurus kongres (Moh. Yamin) (Sudiyo, 2004: 42-70).

Pengaruh persatuan dan perjuangan bangsa juga dirasakan oleh W.R. Supratman. W.R. Supratman adalah penggubah lagu Indonesia Raya yang diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II merupakan seorang komponis dan wartawan. Ketika bekerja di Firma Hukum (Makasar) Mr. Schulten, Supratman sering mendapat bacaan dari berbagai Koran yang sebagian dari Koran tersebut dikelola oleh kalangan pergerakan. Dia juga mendengarkan ceramah dari Sneevliet yang membuatnya menjadi nasionalis yang pantang mundur (Momon Abdul Rahman. 2007: 12-13).

Pada saat bekerja sebagai wartawan, banyak sekali tulisan yang dibaca oleh Supratman, diantaranya berita luar negeri, yaitu “republik Cina harus menjadi negara yang merdeka dalam arti yang seluas-luasnya. Bukan hanya merdeka dalam nama, sedangkan dalam kenyataan tidak mempuyai wewenang untuk mengatur keadaan dalam negeri sendiri” (Soebagijo I.N, 1985: 29). Sedangkan berita dari dalam negeri, pada majalah Timboel yang terbit di Soloyang berisi “Manakah komponis Indonesia membangkitkan semangat rakyat?”. Membaca tulisan itu W.R. Soepratman tergerak, tulisan itu seakan ditujukan kepada dirinya (Momon Abdul Rahman. 2007: 34). Melalui Koran yang dibaca, Supratman sedikit demi sedikit mulai mengenal pergolakan dunia dan tentang pergerakan kebangsaan ( Soebagijo I.N, 1985: 29).

Berbagai surat kabar maupun majalah yang diterbitkan oleh orang Belanda, Tionghoa dan pribumi membawa pengaruh yang sangat besar dalam mengerucutkan pemikiran-pemikiran kearah nasionalisme. Selain itu dapat mengobarkan semangat dari individu maupun organisasi yang berperan serta dalam Kongres Pemuda II. Pers yang membawa ideologi organisasi akan berpengaruh pada konsep pemikiran individu yang membaca. PPPI menyebarkan ideologi nasionalis supaya adanya kesamaan tujuan dalam organisasi kepemudaan maupun nasional yaitu Indonesia Merdeka.

commit to user

c. Membantu Pelaksanaan Kongres Pemuda II Melalui Wakil-wakilnya Di dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 banyak kalangan pers (wartawan atau penulis pers) yang menjadi perwakilan organisasi pemuda, tetapi yang sering disebutkan yaitu Saerun (Keng Po) dan W.R Supratman (Sin Po) karena mereka secara resmi mewakili kalangan pers. Banyaknya kalangan pers yang datang dikarenakan pergerakan nasional berkembang bersamaan dengan pers. Apabila kita kaji mengenai pers dan pergerakan nasional memang sesuatu yang tak bisa dipisahkan. Hampir semua ketua pergerakan nasional merupakan wartawan atau penulis dalam setiap surat kabar maupun majalah yang dikeluarkan oleh organisasi yang dipimpinnya, antara lain De Expres yaitu Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Indische Partij), Moh Hatta (Perhimpunan Indonesia) menulis di majalah Indonesia Merdeka, Oetoesan Hindia yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto (SI), Moh Yamin dengan majalah Jong Sumatra dan lain sebagainya. Ada banyak yang hadir namun kurang berperan dalam pelaksanaan kongres, antara lain, Saerurn yang hanya memberikan sambutan yang berisi harapan supaya persatuan dapat kekal dan hidup dihati setiap orang Indonesia. Namun disini hanya ada dua orang yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II yaitu W.R. Supratman (Sin Po) dan S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia (Fadjar Asia,1928).

a) S.M Kartosuwirjo.

Pada hari pertama, setelah pidato Yamin selesai, hadirin dipersilahkan untuk memberikan tanggapan. S.M. Kartosoewirjo mengeluarkan tanggapan mengenai kedudukan bahasa asing sebagai bahasa pergaulan internasional, Kartosoewirjo sampai pada kesimpulan bahwa bahasa Indonesia harus menjadi penghubung dalam persatuan Pemuda. Pergerakan nasional harus diserahkan kepada perkumpulan yang berdasarkan nasional (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005: 22).

Dalam tanggapan Kartosuwiryo dapat diambil kesimpulan bahwa adanya suatu harapan supaya bahasa Indonesia dapat menjadi suatu bahasa nasional yang dapat digunakan oleh semua orang dalam organisasi pemuda pada khususnya dan

commit to user

seluruh orang Indonesia pada umumnya. Sehingga tidak ada suatu penghalang yang terjadi antara suku maupun daerah untuk menjaga persatuan. Hal ini mungkin mengarah pada kesulitan yang dialami pada kongres Pemuda I, dimana bahasa menjadi salah satu penghambat adanya keputusan yang bulat mengenai persatuan. Selain itu adanya pergerakan nasional harus berdasarkan nasional dan tidak lagi mengarah pada sifat-sifat kedaerahan. (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005: 15).

Pada rapat kedua dimulai dengan pembicara Mej. Poernomowoelan yang berbicara tentang pendidikan (Museum Sumpah Pemuda. 2005: 24). Pidato Poernomowoelan banyak menekankan tentang pendidikan Indonesia yang masih harus diperbaiki dan mempunyai sistem sendiri. Pidato Poernomowoelan tersebut masih menggunakan bahasa Belanda, dan diterjemahkan oleh Moh. Yamin ke dalam bahasa nasional (Sudiyo. 2004: 152). Setelah pidato selesai, Soegondo menanyakan kalau ada yang mau berpendapat. Ada lima pendapat yaitu dari: inoe, Sigit, Emma Poeradiredja, Antapermana dan karosuwirjo. Kartosuwirjo meminta ijin untuk menanggapi. Namun sebelumnya Kartosuwirjo menanyakan kepada pemimpin kongres, “apakah dia harus berbicara atas nama wakil Hoofdbestuur P.S.I. atau atas nama sendiri?”. Pemimpin kongres tidak keberatan kalau menggunakan namanya sendiri. Kartosuwirjo mula-mula menerangkan bahwa beberapa pembicara masih mencari-cari dan meraba-raba. Apakah disini tidak ada atau belum ada peraturan pendidikan yang tetap? Dengan terus terang Kartosuwiryo berkata” yang dimaksudnya adalah pendidikan secara Islam. Baik secara rohani maupun dalam perihal jasmani (Fadjar Asia. 3 November 1928).

Kartosuwirjo sebenarnya ingin menyimpulkan berbagai pendapat dari Sigit dan menyanggah pendapat Antapermana Sigit menyarankan adanya lima hal pendidikan melalui aturan kebangsaan, yaitu Interaksi, banyak membaca, organisasi Pemuda, sekolah berastrama dan keharmonisan kekeluargaan. Serta kesalahan pendidikan Indonesia adalah adanya anggapan bahwa derajat perempuan dibawah laki-laki. Sedangkan Antapermana berbicara tentang kawin paksa, kawin dibawah umur dan poligami. (Tim Museum Sumpah Pemuda. 2005: 15). Dari pendapat Sigit dan Antapermana, maka Kartosuwirjo menjelaskan

commit to user

bahwa kesemuanya terdapat pada pendidikan Islam yang memang sudah ada pada waktu itu. Pendidikan yang menggunakan sistem pondok dan ada aturan-aturan yang mengatur mengenai perkawinan. Sehingga mematahkan pendapat kedua orang tersebut.

Pada rapat ketiga, Kartosuwirjo juga mengecam tindakan PID(Polietike Inlichtigen Dienst) yang berusaha menghentikan rapat karena dianggap membahayakan. PID merupakan polisi atau penegak hukum yang dibentuk Belanda untuk mengawasi segala bentuk usaha menggangu ketertiban umum atau hendak merobohkan maupun menghancurkan kekuasaan yang sah, baik yang ada di negeri Belanda maupun yang ada di Hindia Belanda, secara langsung ataupun tidak langsung. Hampir hadir di setiap rapat yang diadakan oleh pergerakan nasional(Sudiyo. 2003: 64). Dengan penjelasan dan tanggapan dari peserta maupun ketua rapat maka rapat dapat dilanjutkan.

b) W. R. Supratman

Setelah pidato pada rapat ketiga selesai, rapat ditunda untuk istirahat. W.R Supratman datang pada Soegondo dengan permintaan “apakah bila rapat sudah dibuka kembali dia dapat memperdengarkan karangannya, yang dinamakan “Indonesia Raya?”. Syair lagu sebelumnya telah diedarkannya dibeberapa kalangan, antara lain para pandu yang telah berusaha mempelajari bersama kata-katanya (Achmad Hamami, 1973: 195). Karena dalam syair Indonesia Raya terdapat banyak kata “Indonesia” dan Soegondo menyatakan bahwa Soepratman boleh memperdengarkan lagunya tetapi jangan menyanyikan Syairnya (Tim Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah, 1974: 68).

Sebelum putusan kongres dibacakan Soegondo meminta perhatian para hadirin tentang lagu yang akan diperdengarkan Soepratman. Soepratman segera memperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan biolanya. Dr. Raden Soeharto dalam karya Panca Dasa Warsa Sumpah Pemuda di buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda 50th (1978: 134) mengatakan:

“Kenang-kenangan dari Indonesische Club (IC) yang mengesankan bagi saya diantaranya ialah ketika menjelang maghrib tanggal 20 Oktober 1928

commit to user

nyelonong di IC seorang yang kurus, berpakaian sangat sederhana, mengepit Biola yang sudah agak butut, langsung saja ke emper belakang dan dengan semangat mendengarkan lagu yang sama berulang-ulang kali dan kadang-kadang menyanyikan dengan suara yang agak parau dan baru kemudian saya mengetahui bahwa orang itu adalah W.R. Soepratman dan lagu yang berulang-ulang diperdengarkan adalah Indonesia Raya. Saya menyaksikan betapa hebat lagu itu disambut oleh Kongres, dan Soepratman dengan senyum-senyum dan mata berkaca-kaca menerima ucapan selamat dan pelukan para hadirin. Petugas-petugas PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yang juga hadir dan biasanya sangat mengganggu rapat-rapat pemuda dengan tegoran-tegorannya, tampak diam, mungkin karena tidak dapat menangkap dengan cepat maknanya, mungkin juga karena ikut terharu.” Hanya dengan irama biola dan tanpa dinyanyikan syairnya, namun sebagian besar orang yang berada pada kongres sebenarnya sudah mengetahui syair lagu Indonesia Raya sebelumnya. Demikian lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 oktober 1928.

d. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II

Saerun yang merupakan wartawan dari Keng Po bertugas dalam mencatat hasil dari Kongres Pemuda II. Hal ini terbukti melalui banyaknya berita yang berisi pidato dari Soegondo Djoyopuspito yang diterbitkan 29 Oktober 1928 halaman 2. Dengan isi pokok mengenai perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sejak Budi Utomo dan diuraikan kilas balik sejarah keberhasilan Belanda menguasai Indonesia. Kunci pokok keberhasilan Belanda yaitu:

1. Politik divide et impera, pada masa itu bangsa Indonesia dapat dipecah-pecah, diadu domba satu sama lain. Sehingga mudah ditundukkan.

2. Menanamkn rasa perhambatan atau rasa derajat rendah kepada Indonesia.

3. Membuat bumi putera tetap bodoh. Jadi politik dan taktik Belanda yang buruk inilah yang harus dihadapi dan dikalahkan oleh pemuda-pemuda serta bangsa Indonesia.

Banyak dari pers yang mengutip pidato dari Kongres Pemuda II, antara lain majalah Persatuan Indonesia dan Fadjar Asia juga. Dalam majalah Persatuan Indonesia seluruh jalannnya kongres di jelaskan secara rinci namun ada juga

commit to user

penggambaran jalannya kongres yang mengarah pada makna yang tersirat dan arti penting Kongres Pemuda II. Persatuan Indonesia berisi penjelasan bahwa Kongres Pemuda II berbeda dengan Kongres Pemuda I, perbedaannya yaitu:

1. Kongres Tabrani (Kongres pemuda I) ialah didirikan atas nama suatu komite yang tidak berhubungan sama sekali dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda, sedangkan kerapatan yang belakangan (Kongres Pemuda II) terdiri dari wakil-wakil perhimpunan-perhimpunan pemuda.

2. Kongres yang pertama hanya bermaksud untuk menyiarkan (propaganda) perasaan persatuan Indonesia, sedangkan kerapatan yang kedua bermaksud untuk penguatan perasaan persatuan dan kebangsaan, yang dimasa ini telah hidup di dalam hati tiap-tiap pemuda Indonesia.

Perselisihan antara PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yang terjadi dalam Kongres Pemuda II tidak luput dari pemberitaan. PID melarang penggunaan kata Merdeka dan hamper saja menggagalkan acara kongres pemuda II. Selain itu berbagai perkataan yang berbau politik dilarang oleh PID sebab pemuda dilarang untuk berbicara masalah politik, apabila mengandung politik maka anak yang berumur dibawah 18 tahun tidak boleh mengikuti acara kongres. Mr Sartono menjelaskan masalah politik yang telah mempelajari ilmu hukum baik Indonesia maupun Belanda kepada PID (Persatuan Indonesia. 1928).

Surat kabar Fadjar Asia lebih lengkap dan lima hari mengupas isi kongres, mulai dari tanggal 30 Oktober, 31 Oktober, 2 November sampai tanggal 3 November dan 5 November 1928. Pada tanggal 30 Oktober berisikan sambutan dari Mr. Sartono(PNI dan PPPKI), Abdulrahman (Budi Utomo), Mr. Sunaryo (PAPI dan INPO), Inoe (PNI), Dr. Amir (DI), Saerun (Keng Po dan pers Indonesia lainnya), SM kartosuwiryo (Hoofdbestuur PSI dan pers Fadjar Asia), Sigit (IC), Muhidin (Pasundan), dan Manonutu (Perserikatan Minahasa).

Pada tanggal 31 Oktober berisi pidato dari Moh. Yamin. Moh. Yamin berbicara mengenai sejarah Indonesia mulai dari kerajaan Majapahit sampai dengan kejadian sekarang. Kemudian menghubungkan dengan persatuan dan

commit to user

kebangsaan. Selain itu Moh. Yamin juga membicarakan mengenai pentingnya bahasa Indonesia (yang dulu disebut bahasa Melayu) yang dalam kalangan pribumi dianggap remeh. Padahal bahasa merupakn sesuatu yang sangat penting.

Dokumen terkait