• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SKRIPSI

Oleh:

LAMBANG TRIARSOTOMO

K 4407028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

(2)

commit to user

ii Oleh:

LAMBANG TRIARSOTOMO

K 44007028

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

(5)

commit to user

v

Lambang Triarsotomo. K 4407028. PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Munculnya Pers di Indonesa, (2) Peranan pers Kongres Pemuda II tahun 1928, (3) Peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah surat kabar, buku-buku, dan sumber lain yang berhubungan dengan skripsi ini. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

(6)

commit to user

vi

Lambang Triarsotomo. K 4407028. ROLE OF PRESS IN YOUTH CONGRESS II IN 1928. Thesis, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.

The purpose of this study was to describe: (1) The emergence of the Press in Indonesia over, (2) Role of the Youth Congress press II in 1928, (3) The role of the press in the Youth Congress II in 1928.

(7)

commit to user

vii

Pers adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan

kualitas manusia sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial.

(Thomas Jefferson)

Pena memang tidak setajam pisau dan sekeras besi, namun dapat

meruntuhkan kekuasaan yang besar.

(Lambang)

Satu batang lidi memang mudah dipatahkan tapi segenggam lidi akan

sulit untuk dipatahkan

(NN)

(8)

commit to user

viii

Karya ini dipersembahkan kepada:

1.

Bapak dan Ibu tercinta.

2.

Kedua kakakku tersayang.

3.

Kedua keponakan yang aku

sayang.

4.

Seluruh keluarga besarku.

5.

Teman-teman Pendidikan

Sejarah angkatan 2007.

(9)

commit to user

ix

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui atas permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Dra. Sri Wahyuning., M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Drs. Djono., M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, November 2011

(10)

commit to user

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... ….. ... v

ABSTRACT . ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... ... x

DAFTAR LAMPIRAN ………. . xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 8

1. Kolonialisme ... 8

2. Pers ... 15

3. Nasionalisme ... 25

B. Kerangka Berfikir... . 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian... 33

C. Sumber Data ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Analisis Data ... 37

(11)

commit to user

xi

B. Peran Pers Sebelum Peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928 47

1. Pers Kolonial/Belanda ... 48

2. Pers Cina/Tionghoa ... 52

3. Pers Pribumi... ... 56

C. Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 ... 64

1. Pusat Informasi ... 64

2. Mempengaruhi Opini ... 72

3. Membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui Wakil-wakilnya ... 64

a) S.M Kartosuwirjo ... 71

b) W. R. Supratman ... 73

4. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II ... 74

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Implikasi ... 82

1. Teoritis... ... 82

2. Praktis ... ... 82

3. Metodologis …………. ... ... 83

C. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)

commit to user

xii

Lampiran I. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia.

Majalah Fadjar Asia. 30 Oktober 1928. ... 91

Lampiran II. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 31 Oktober 1928. ... 93

Lampiran III. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 2 November 1928 ... 94

Lampiran IV. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 3 dan 5 November 1928 ... 95

Lampiran V. Kerapatan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Persatoean Indonesia... ... 96

Lampiran VI. Pers dan Pergerakan. Majalah Fikiran Rakyat tahun 1933.... ... 99

Lampiran VII. Oktober 1928. Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di Weltevreden. Majalah Persatoean Indonesia.... ... 101

Lampiran VIII. Poetoesan Congres Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Persatoean Indonesia 12 November 1928.... ... 103

Lampiran IX. Makloemat Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di Weltevreden. Majalah Persatoean Indonesia.... ... 106

Lampiran X. Indonesia. Sin Po edisi November 1928 ... 107

Lampiran XI. Foto Soegondo Djojopoespito ... 108

Lampiran XII. Foto Moh. Yamin ... 109

Lampiran XIII. Foto W.R. Supratman ... 110

Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 111

(13)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam berbagai segi kehidupan, komunikasi sangat penting artinya bagi manusia. Hal ini berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Komunikasi pada awalnya berbentuk sederhana yaitu sebatas menggunakan panca indra. Namun, seiring dengan kemajuan jaman dengan ditemukannya tulisan, maka manusia mulai menggunakan tulisan sebagai sarana komunikasi. Kemudian muncul pers yang berfungsi sebagai sarana publikasi umum.

Pers sangat memegang arti penting dalam setiap masa. Sejarah pers dimulai dengan ditemukannya alat pers atau alat cetak. Oleh karena alat cetak, mesin cetak atau pers/ presse itu memungkinkan adanya surat kabar, maka lama kelamaan sebutan pers menjadi nama yang mudah atau ringkas dan umum untuk sebutan persurat kabaran (Samsudjin Probohardjono. 1985: 5-6).

Alat cetak sudah ada di Timur jauh pada akhir abad ke-8, disana sudah ada cetakan diatas kertas yang terbuat dari bilah-bilah kayu sampai ratusan ribu banyaknya. Pada abad itu kaisar wanita Jepang Shotoku, memerintahkan agar membuat sejuta lembar kertas sembah Hyang Budhis dicetak. Pada abad ke-sebelas di Cina telah ditemukan alat cetak yang dapat digerakkan, alat ini dapat mencetak sangat cepat, sampai ratusan atau ribuan lembar (Samsudjin

Probohardjono. 1985: 10-11).

Di Eropa tahun 1484 alat cetak sudah ditemukan. Laurens Jan’szoon Coster dari negeri Belanda telah menemukan alat cetak, di Belgia Johann Guttenberg juga menemukan alat cetak. Akan tetapi, perkembangan pers dengan di cetak berkembang sangat lamban. Alat cetak hanya digunakan untuk mencetak nada musik, ayat-ayat kitab suci dan sebagainya. Baru pada tahun 1609, Johan Corulus di Strasburg negara Jerman menerbitkan surat kabar bernama “Relation

(14)

commit to user

Aller Furnemen und Gedenkwurdigen Historien enz.” (Samsudjin Probohardjono.

1985: 12-13)

Sejak abad ke-17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis. Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya. Surat kabar dan majalah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan di Batavia. Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar

untuk memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa media massa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya( Haryadi Suadi,

2006). Walaupun demikian pers dianggap sebagai ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda sebab dianggap mengganggu usaha pemerintah maupun tidak sesuai dengan pemerintah Hindia Belanda. Sehingga terjadi pemberedelan-pemberedelan maupun peringatan terhadap surat kabar yang dianggap membahayakan (Abdurrachman Surjomihardjo. 2002: 192-193).

Di Surakarta pada tanggal 29 maret 1855, Harteveldt dan Co menerbitkan surat kabar mingguan umum diberi nama Bromartani. Bromartani memakai bahasa dan aksara Jawa, sehingga mengangkat R. Ng. Ronggowarsito sebagai pimpinan redaksi (Samsudjin Probohardjono. 1985: 32-35). Pada suatu saat ada sebuah artikel yang dimuat di Bramartani. Isinya menyerang pemerintah Belanda.

(15)

commit to user

Kemudian R.Ng. Ronggowarsitomengundurkan diri (atau dipaksa mundur?). (Anjar Ari. 1989: 64)

Sampai akhir abad ke-19, surat kabar yang terbit di Batavia sebagian besar memakai bahasa Belanda dan pembacanya adalah masyarakat yang mengerti bahasa Belanda. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikatakan kurang menarik

dan “kering”. Yang diberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan kriminal. Namun awal abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan

masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masjarakat” (1951) menulis, bahwa zaman menghangatnya koran ini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya (Haryadi Suadi, 2006).

Kritik biasanya dilontarkan pada sidang-sidang umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi ini kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag (Laporan) agar diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja menjadi sasaran bagi para wartawan. Berita itu kemudian telah didramatisasi sedemikian rupa sehingga jadilah suatu berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara

demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa mendatangkan keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya (Haryadi Suadi, 2006).

Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat kebijaksanaan baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian menyatakan saran dan kritik ini

(16)

commit to user

surat pembaca yang menampung “curhat” tentang berbagai hal dari para pembacanya.

Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1907 dan sejak 1910 sebagai harian. Medan Priyayi adalah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi dan dianggap sebagai pelopor pers Nasional. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M.

Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata

merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan. (Haryadi Suadi, 2006) Saruhum dalam buku Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia (1977: 23) berpendapat: “Tumbuhnya perusahaan-perusahaan suratkabar Nasional, sebenarnya sebagian besar adalah sejalan dengan tumbuhnya kebangkitan nasional Indonesia, yaitu sesudah tahun 1908”

Pada umumnya surat kabar Indonesia muncul sebagai terompet dari partai-partai politik yang turut muncul setelah tanggal 20 Mei 1908. Di antaranya adalah harian “Sedio Tomo” di Jogjakarta yang sebenarnya merupakan lanjutan dari harian “Budi Utomo” dalam tiga edisi, bahasa Jawa, Indonesia dan Belanda, didirikan dalam bulan Juni 1920. Pers dan partai politik merupakan bagian yang tidan dapat dipisahkan. Sehingga wartawan merupakan patriot yang ikut berperan aktif dan bekerja sama dengan perintis pergerakan yang menentang penjajahan. Bahkan wartawan menyandang dua peran pada masa pergerakan nasional, yaitu sebagai pekerja di bidang pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, dan juga sebagai pelaku politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan terhadap penjajahan. (Tribuana Said, 1980: 15)

Pers Indonesia berkembang membawa suatu misi nasionalisme bangsa yang memang sangat penting dalam persatuan bangsa. Dalam hal ini, Perhimpunan Indonesia dengan majalah “Indonesia Merdeka” memiliki peran

(17)

commit to user

berperan aktif dalam pergerakan nasional di luar negeri dan dapat memberikan inspirasi serta dorongan moral kepada pergerakan nasional di dalam negeri. Misalnya dalam “Gedenkboek 1908-1923 Indonesische vereeniging” yang terbit tahun 1924 untuk memperingati berdirinya perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda ke-15, terdapat artikel yang ditulis Moh. Hatta yang berjudul ”Indonesia di tengah-tengah Revolusi Asia” yang berisikan sejarah gerakan kemerdekaan di India dan proses pembaharuan pandangan hidup di Turki dibawah pengaruh dan kepemimpinan Mustafa Kamal (Sudiyo,2004: 95-102).

Pengaruh pers sangat besar dalam berbagai bidang, salah satunya pada Kongres Pemuda II tahun 1928. Kongres Pemuda II merupakan tonggak awal

terbentuknya Indonesia dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan (Sudiyo, 2003:3-6). Rasa nasionalisme telah merasuk kedalam jiwa peserta Kongres Pemuda II. Frans Magnis (1998: 150) dalam buku berjudul Mencari Makna Kebangsaan menyatakan: “yang mempersatukan bangsa

Indonesia bukanlah suatu yang alami, melainkan tekad untuk bersama. Tekad itu tumbuh dalam sejarah Pengalaman bersama yang sebagian merupakan sejarah penderitaan dan penindasan yang melahirkan pengalaman perjuangan bersama demi kemerdekaan.”

Pers Nasional berusaha merangkai semua kejadian dalam bentuk tulisan yang disertai dengan Ide Nasionalis. Dengan adanya pers yang membawa semangat nasionalisme yang mempengaruhi para pemuda sehingga membawa perubahan bangsa, maka timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji dan mempelajari pers beserta Kongres Pemuda II menuju ke arah persatuan bangsa Indonesia, dan kemudian mengambil judul “PERANAN PERS DALAM

(18)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu:

1. Bagaimana sejarah munculnya pers di Indonesia?

2. Bagaimana peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928?

3. Bagaimanakah peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Mengetahui sejarah munculnya pers di Indonesia.

2. Mengetahui peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928.

3. Mengetahui peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini meskipun sederhana, diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara pribadi maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: a) Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti.

b) Memberikan pengetahuan lebih luas Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Indonesia baru bagi peneliti dan pembaca terutama mengenai pers dan peranannya dalam upaya pemersatuan pemuda indonesia

(19)

commit to user

2. Manfaat Praktis

a) Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartisipasi dalam mengkaji perkembangan pers dan pengaruhnya di Indonesia untuk mengetahui mana yang benar dan yang belum terjangkau dalam penelitian ini.

b) Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya, mengenai Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

(20)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kolonialisme

a. Pengertian Kolonialisme.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan hasil bumi. Mulai dari hasil perkebunan, pertanian dan kekayaan barang tambang yang melimpah. Ketika masih berbentuk kerajaan, Indonesia merupakan pusat rempah-rempah yang banyak dicari oleh negara di Eropa. Sehingga dengan adanya Penjelajahan samudra, Indonesia menjadi sasaran bagi pedagang Eropa.

Bangsa Indonesia pernah mengalami masa penjajahan selama tiga setengah abad dijajah Belanda dan tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran disegala bidang, baik dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah. Berbagai cara telah ditempuh untuk mengusir kaum penjajah sejak awal, tetapi tidak juga membawa hasil yang menggembirakan. Salah satu sebabnya karena bangsa Indonesia belum memiliki rasa persatuan dan kesatuan. Hal itulah

yang terlihat sebelum tahun 1928.

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea satu menyatakan bahwa

“penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari kalimat tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia tidak menginginkan adanya kolonialisme atau penjajahan. Selain itu juga dapat dipastikan bahwa bangsa-bangsa di dunia juga tidak menginginkan adanya kolonialisme, sebab tidak ada satupun bangsa yang ingin di kuasai oleh bangsa yang lain.

Secara etimologi, kata “kolonialisme” berasal dari kata “koloni” yang artinya daerah jajahan tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang

(21)

commit to user

bermukim di daerah bam yang merupakan daerah asing, jauh dari tanah air, yang tetap merpertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal. Dalam Ensiklopedia Politik (1983: 75), kolonialisme di ambil dari nama seorang petani Romawi yang pergi jauh untuk mencari tanah yang belum di kerjakan.

Menurut Suhartoyo Hardjosatoto (1985: 77), ”kolonialisme merupakan nafsu untuk menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau negara lain”. Hal tersebut dapat diartikan sebagai nafsu untuk menguasai daerah atau bangsa lain beserta perangkat sistem yang digunakan untuk mengatur wilayah yang

dikuasai. Sadangkan menurut Suharsa dan Ana Retnoningsih (2005: 258) kolonialisme berarti penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain

dengan maksud untuk memperluas negara asal.

Jika kolonialis mempunyai koloni-koloni di daerah lain dan berusaha untuk menyatukan menjadi satu sistem penguasaan, maka hal itu disebut dengan imperialisme. Sedangkan imperialisme itu sendiri berarti poiitik eksploitasi bangsa lain untuk kepentingan imperialis. Jadi dapat di katakan bahwa kolonialisme identik dengan imperialisme.

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa dalam masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan konflik dalam berbagai aspek kehidupan. Munculnya kemiskinan, masalah kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan adanya ekploitasi dalam bebagai bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia) semakin memperkuat konflik yang ada. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang membuat pemerintah kolonial berusaha mempengaruhi pemikiran para bangsawan maupun pejabat Belanda melalui dibentuknya pers kolonial/Belanda. Karena banyaknya pers yang kemudian bermunculan maka di keluarkannya peraturan-peraturan supaya dapat mengendalikan pers yang beredar dalam masyarakat. Selain itu, pers memberikan informasi secara sehingga apabila ada perlawanan maka pemerintah pusat dapat segera meredam berbagai pemberontakan yang

(22)

commit to user

b. Ciri-ciri kolonialisme.

Dalam kolonialisme terdapat dua bagian penting, yakni bangsa terjajah dan bangsa penjajah. Ciri-ciri dari bangsa penjajah sangat dipengaruhi oleh faktor obyektif negerinya, seperti perbedaan mengenai kekayaan alam, kemajuan teknologi, dan sistem produksi barang. Penggolongan bangsa penjajah menurut Subartoyo Hardjosatoto (1985: 83-85) dibedakan manjadi empat, yaitu:

1) Penjajah yang kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan

industrinya maju sehingga tidak menghisap kekayaan alam bangsa terjajah, bahkan taraf hidup dan pendidikan pribumi dimajukan dan kelak

akan dijadikan partner,

2) Penjajah yang semi kaya, artinya penjajah ini tidak banyak memiliki bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan pemasaran hasil industri.

3) Penjajah miskin, artinya penjajah ini industrinya telah maju tapi tidak memiliki bahan baku dan bahan bakar bagi industrinya, sehingga mendatangkan dari daerah jajahannya dengan pertimbangan ekonomi upah buruh pribumi dibuat rendah. Contohnya adalah penjajahan Belanda atas Indonesia.

4) Penjajah sangat miskin, artinya penjajah ini miskin bahan tambang dan tanahnya tidak subur. Biasanya penjajah ini menekan dan menghisap semua yang ada dari negara jajahannya. Sebagai contoh adalah penjajahan Portugis atas Timor Timur.

Ciri-ciri pokok imperialisme Belanda di Indonesia maupun di negara-negara yang dijajah yaitu:

1) Membeda-bedakan warna kulit (Color Line) yang berakibat terciptanya sistem kasta dimana orang kulit putih menduduki tingkatan tertingi. 2) Perbaikan sosial-ekonomi bangsa penjajah (Belanda). Sebagai efek dari

sistem eksploitasi yang diterapkan oleh setiap penjajahan. Apalagi belanda yang merupakan negara miskin sebelum dapat menduduki

(23)

commit to user

berhasil terpenuhi bahkan surplus.

3) Jarak sosial yang jauh antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah karena setiap posisi penting diduduki oleh orang kalangan atas dan adanya mobilitas sosial tertutup yang diterapkan di Indonesia.

Setiap kali penjajahan dilakukan, akan menimbulkan reaksi dari bangsa yang terjajah seperti yang terjadi di Indonesia. Namun semuanya sia-sia karena sifat kedaerahan yang masih kental. Hal ini mulai berubah dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah Belanda. Perubahan kebijaksanaan ini tidak lepas

dari kemenangan golongan liberalis dalam persidangan di Parlemen Belanda. Perubahan kebijakan yang dimaksud adalah Politik Etis.

Politik Etis terdiri dari Imigrasi, Irigasi, dan Edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang Edukasi. Walaupun pemerintah Kolonial Belanda sudah sangat hati-hati menyelenggarakan sekolah di Hindia Belanda, namun melalui pendidikan barat ini dapat berubah pemikiran rakyat Indonesia. (Sudiyo. 2003: 17)

Pendidikan merupakan corong pusat semua Informasi dan pemikiran-pemikiran yang lebih rapi dalam menyusun usaha menuju kemerdekaan. Sehingga memunculkan organisasi melalui lembaga pendidikan. Melalui STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Arsen) para tokoh pergerakan Nasional Muncul. Sebagai direktur yaitu dr. H.F. Roll, yang memberikan kemudahan-kemudahan terhadap para pelajar untuk memproses lahirnya pergerakan nasional pertama di Indonesia.( Sudiyo. 2003: 20-21) Selain itu juga muncul tokoh pers yang sangat flamboyan yaitu Tirto Adhi Suryo. Tirto Adhi Suryo dengan kemampuan jurnalistik yang mengesankan dan membuat resah Belanda sehingga berulang-ulang di panggil dan kemudian diasingkan. (Metro File, 2011)

Akibat dari kolonialisme Belanda yang dilakukan di Indonesia, banyak daerah kehilangan kebebasan politik, perekonomian, serta kebudayaannya. Sehingga kaum pergerakan nasional melihat bahwa pers merupakan bagian penting dalam menyebarkan cita-cita, pemikiran maupun nasionalisme yang memiliki tujuan untuk membebaskan diri dari kolonialisme pemerintah Hindia

(24)

commit to user

berdasarkan warna kulit berakibat munculnya perlawanan dari peranakan Belanda dan peranakan Tionghoa sebab merasa tidak adanya keadilan dalam daerah kolonial yang ikut berperan dalam perkembangan pers di Indonesia.

c. Keterkaitan Kolonialisme dengan Imperialisme.

Kata imperialisme berasal dari kata “imperium” yang berarti perintah, kemudian berubah arti menjadi hak memerintah atau kekuasaan memerintah, kemudian berubah lagi menjadi daerah dimana kekuasaan itu di lakukan.

Imperialisme dapat di bedakan menjadi dua yakni imperialisme kuno dan imperialisme modern. Imperialisme kuno adalah ambisi untuk mencari tanah

jajahan dengan tujuan utama mennguasai perdagangan yang mempunyai ciri utamanya yaim Gold, Gospel dan Glory (kekayaan, penyebaran agama dan kejayaan). Sedangkan imperialisme modern adalah perluasan daerah jajahan sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, dan bahkan untuk mendapatkan tenaga kerja buruh yang murah.

Menurut Sukarno (1983: 14) imperialisme adalah suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengarahi ekonomi bangsa lain. Sedangkan menurut Suhartoto Harjosatoto (1985: 11) Imperialisme adalah nafsu untuk menguasai satu sistem wilayah bangsa lain. Adapun tujuan di berlakukannya Imperialisme menumt Soermarsono Mestoko (1985: 33) adalah:

1). Perjuangan untuk memperoleh daerah strategis, basis militer, serta urat nadi lalu lintas.

2). Keinginan untuk membangun imperium ekonomi demi kesejahteraan bangsa yang mendominasi.

3). Keinginan untuk mendapatkan daerah baru untuk menanamkatt modalsurplus yang terdapat pada negara yang mendominasi.

4). Usaha untuk mencari sumber bahan mentah bagi keperluan bangsa yang mendominasi.

5). Untuk mencari pasaran dan bagi pemasaran barang-barang bangsa yang mendominasi.

(25)

commit to user

timbulnya imperium baru.

Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat keterkaitan kolonialisme dengan imperialisme yaitu sama-sama untuk menguasai dan mempengaruhi bangsa lain dalam segala bidang kehidupan. Pokok imperialisme adalah eksploitasi terhadap bangsa lain untuk kepentingan kaum Imperialis (Mother Country). Karena itu, pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara kolonialisme dengan imperialisme.

Belanda selalu berusaha mempengaruhi Indonesia melalui berbagai cara, mulai dari politik adu domba (devide at impera), pers dan lain sebagainya. Pers

dipakai karena pers memiliki fungsi untuk mempengaruhi. Selain itu ada berbagai pengusaha Belanda yang menganggap pers akan membawa keuntungan yang

besar. Samsudjin Probohardjono dalam buku Sejarah Pers dan Wartawan di Surakarta mengutip buku “Drie en dertig jaren op java” yang berisi atas perintah Jan Pieterszoon Coen dan mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Laurens Reaal, di Jakarta telah diterbitkan semacam surat kabar yang ditulis dengan tangan pada tahun 1615, dengan nama “Memories der Nouvelles”.

d. Bentuk-bentuk Kolonialisme

Supaya memperlancar kolonialisme, dibentuklah VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) agar seluruh proses kolonialisme terutama pengerukan

sumber daya alam dapat terpusat dan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari alasan pendirian VOC yaitu untuk mendapatkan monopoli serta menghindarkan persaingan diantara orang-orang Belanda sendiri. Usaha yang dilakukan yaitu menggunakan politik adu domba (devide et impera) dan VOC menuntut dari bupati-bupati untuk menyerahkan hasil-hasil tanah, pekerja rodi dan waktu perang meminta bantuan rakyat (Mulyoto, 1989: 1-3).

Pada tahun 1800 VOC bangkrut sehingga Pemerintah Belanda mengambil alih peranan VOC dan sistem kolonialisme berubah menjadi konservatif. Gubernur Jendral Daendels sebagai pemimpin tertinggi Hindia Belanda mengesampingkan para Bupati dan membuat sistem administrasi yang kuat serta bersentral pada Napoleon (Mulyoto, 1989: 8-10).

(26)

commit to user

sebagai pemegang kekuasaan, Raffles ingin menciptakan sistem ekonomi Jawa yang bebas, sehingga petani dapat menentukan tanaman dagang yang hendak ditanam di luar negara. Tiga azas yang dipakai Raffles yaitu: Pertama, segala bentuk penyerahan wajib maupun kerja rodi dihapuskan. Kedua, peranan Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya Bupati dijadikan bagian yang integral dari pemerintah. Ketiga, pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, maka petani dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Semua azas ini dipengaruhi kebijakan Inggris di India sehingga tidak dapat berjalan

sesuai dengan kemauan Raffles (Sartono kartodirdjo. 1975: 57-65).

Pemerintahan Inggris hanya berlangsung lima tahun dan berakhir tahun

1816. Belanda membuat sistem baru yaitu Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Sistem Tanam Paksa pada hakekatnya berarti pemulihan sistem ekploitasi berupa penyerahan wajib yang pernah dilaksanakan VOC. (Sartono kartodirdjo. 1975: 88-89). Kemenangan Golongan liberal di parlemen Belanda membawa perubahan besar di tanah jajahan. Pemerintah membuka tanah di Indonesia untuk disewakan bagi orang-orang Eropa sehinga perkebunan berkembang pesat di Indonesia. Sehingga pemilik tanah bekerja kepada pemodal asing sehingga terjadi penjajahan massal. Sistem liberal ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat meningkatkan pendapatan pemerintah kolonial (Mulyoto, 1989: 19-21). Namun hal itu membawa pengaruh besar bagi bangsa Indonesia sebab adanya peningkatan prasarana dan politik Etis. Politik Etis terdiri dari imigrasi, irigasi, dan edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang edukasi. (Sudiyo. 2003: 17)

e. Pengaruh Kolonialisme

Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah, sehingga pada masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang

(27)

commit to user

untuk memperoleh kemerdekaan. Belanda yang merupakan penjajah menerapkan berbagai kebijakan yang diterapkan dalam berbagai bidang untuk mendukung kolonialisme maupun imperialisme yang terjadi di Indonesia. Salah satunya membentuk pers sebagai sarana komunikasi, baik antar pejabat maupun antara pusat dengan daerah. Kebijakan pemerintah lain, terutama politik etis membuat berkembangnya pendidikan untuk pribumi, sehingga muncul organisasi pergerakan nasional (Sudiyo. 2003: 24-25).

Pada abad ke-20 berkembang pergerakan nasional dan pers pribumi

sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan(http://top73.blogspot.com. Diunduh 27 Februari 2011 pukul

14.00). Sehingga gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat kabar dan jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan partai, novel, nyanyian dan teater, serta pemberontakan, merupakan fenomena kebangkitan bumiputera. (Takashi Shiraishi, 1997: 57).

2. Pers

a. Pengertian Pers.

Istilah pers berasal dari bahasa Belanda dan dalam bahasa Inggris berarti “Press”. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara makna berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara di cetak (Effendy, 1994: 97). Pers adalah lembaga sosial yang merupakan subsistem pemerintahan di negara dimana pers beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. pers yaitu suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Pers dalam pengertian sempitnya dapat diartikan sebagai media massa cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya. Dalam pengertian luasnya pers berarti suatu lembaga/media massa cetak maupun elektronik (radio

(28)

commit to user

jurnalistik. Pers dalam menjalankan fungsinya merupakan bagian dari subsistem dari sistem pemerintahan yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah dalam membuat dan menetapkan suatu kebijakan. (F. Rachmadi 1990: 9-10). Sedangkan menurut Onong U Efendi, Pers yaitu penyiaran penyiaran, pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata-kata tertulis.

Dari berbagai pengertian pers di atas sehingga pers pada masa kolonial merupakan suatu lembaga dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik dan disampaikan menggunakan media cetak (surat kabar dan

majalah) yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah.

b. Peran Dan Fungsi Pers.

Pers mempunyai peran penting sebagai alat perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat. Akap tetapi, perannya lebih menunjuk pada peran yang "membangun", untuk memberi informal, mendidik, dan menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu, pers juga berperan dalam penyampaian kebijaksanaan. Di samping itu masyarakat juga dapat menggunakan pers sebagai penyalur aspirasi dan pendapat serta kritik atau kontrol sosial.

Peran pers selain melakukan pemberitaan yang sesuai dengan fakta, juga berperan dalam pembentukan pendapat umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran politik rakyat. Berkaitan dengan perannya, sebagai agen perubahan sosial memiliki beberapa tugas yang dapat dilakukan untuk menunjang pembangunan sebagai salah satu tempat terjadinya pembaharuan dan perubahan sosial. Menurut F. Rachmadi (1990: 17), tugas pers adalah:

1). Pers dapat memperluas pandangan. Melalui pers, orang dapat mengetahui kejadian-kejadian yang dialami negara lain.

2). Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya, Dalam masyarakat modem, gambaran kita tentang lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Masyarakat mulai menggantungkan pengetahuan pada pers dan media

(29)

commit to user

3). Pers mampu menumbuhkan aspirasi. Dengan penguasaan media, suatu masyarakat dapat mengubah kehidupan mereka dengan cara meniru apa yang telah disampaikan oleh media tersebut.

4). Pers mampu menciptakan suasana membangun. Melalui pers dan media massa dapat disebar luaskan informasi kepada masyarakat. Pers dapat memperluas cakrawala pemikiran serta membangun simpati. Peranan pers di atas memperlihatkan apa yang dapat dilakukan oleh pers dan media massa sebagai agen perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat.

Selain hal tersebut di atas, tentu saja masih banyak lagi peranan yang dapat dilakukan oleh pers.

Pers juga mempunyai fungsi yang penting dalam komunikasi massa. Fungsi pers pada hakekatnya bersifat relatif dan bertalian dangan keperluan yang beraneka ragam di dalam masyarakat dan negara yang berbeda-beda. Pers tidak lepas dari struktur masyarakat, oleh karena itu struktur sosial dan poiitik sifatnya menentukan bagi corak, sepak terjang, serta tujuan yang hendak dicapai pers. Sebagai salah satu media komunikasi, pers turut ambil bagian dalam proses perubahan masyarakat dan pers dapat memberikan sumbangannya yang cukup besar sebagai alat perubahan sosial dalam usaha pembangunan bangsa.

Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebaran gagasan, cita-cita, serta pikiran manusia. Menurut pendapat Wilbur Schram yang dikutip oleh F. Rachmadi (1970: 20) mengatakan bahwa surat kabar merupakan buku harian tercetak bagi manusia, dan merupakan sumber informasi terperinci serta interpretasi tentang masalah-masalah umum. Dari pemyataan tersebut, terlihat bahwa pentingnya surat kabar itu terletak pada aspek edukasi yang dibawakannya. Onong U Efendi (1986: 207), mengemukakan tentang empat fungsi pers. Ke empat fungsi pers tersebut adalah:.

1). Fungsi menyiarkan informasi

Menyiarkan merupakan fungsi pers yang pertama dan utama. Khalayak yang membeli surat kabar memerlukan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang

(30)

commit to user

apa yang diinginkan untuk diketahui oleh masyarakat dan aktualisasi dari realistas kehidupan masyarakat. Sehingga timbul ketertarikan dari pembaca yang berakibat pada fungsi pers yang lainnya.

2). Fungsi mendidik.

Fungsi mendidik adalah pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan (education), sehingga khalayak pembaca bertambah ilmu pengetahuannya. Fungsi mendidik secara implisit terdapat pada tajuk rencana, cerita bersambung atau berita bergambar. Kadang tulisan

orang terpandang yang berfungsi mendidik masyarakat, memasyarakatkan kebijakan politik maupun sosial. Pendidikan politik dari surat kabar ini

amatlah berhara sebab dapat membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti akan keadaan bangsanya .

3). Fungsi menghibur.

Merupakan fungsi surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel berbobot. Maksud pemuatan isi surat kabar yang bersifat hiburan ini semata-mata untuk melemaskan pikiran pembaca setelah di hidangi berita dan artikel berat.Pada fungsi hiburan, pers Indonesia saat itu belumlah sampai pada tahap ini. Pers saat itu lebih berfungsi menunjang pergerakan nasional ketimbang sebagai sarana hiburan.

4). Fungsi mempengaruhi.

Fungsi mempengaruhi pada pers menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari pers ini secara implisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel.

(31)

commit to user

1. Fungsi informatif

Yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak, kemudian menuliskannya dalam kata-kata.

2. Fungsi kontrol

Pers yang bertanggung jawab adalah masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan.

3. Fungsi interpretatif dan direktif

Yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat.

Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyarakat.

4. Fungsi menghibur

Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting.

5. Fungsi regeneratif

Yaitu menceritakan bagaimana suatu itu dilakukan dimasa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu diselesaikan, dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah.

6. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara

Yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Dalam beberapa hal rakyat hendaknya diberi kesempatan untuk menulis dalam media untuk melancarkan kritiknya terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.

7. Fungsi ekonomi

Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Iklan menjadi penghasilan tambahan untuk meningkatkan pendapatan selain dari

(32)

commit to user

8. Fungsi swadaya

Yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan.

Pers yang muncul di Indonesia berkembang dari berbagai golongan dan

kepentingan, sehingga mempengaruhi pada fungsi pers. Dari berbagai fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa pers masa sebelum tahun 1928 berfungsi:

1. Fungsi Informasi

Pers menyampaikan informasi yang tersaji dalam berita kepada khalayak umum. Informasi yang dimaksud berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang dikatakan orang lain. Informasi pers ini berupa aktualisasi dari realitas kehidupan masyarakat.

2. Fungsi Mempengaruhi.

Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Selain itu, pemikiran-pemikiran dari penulis dimasukkan untuk mengerucutkan pendapat masyarakat dalam suatu peristiwa.

3. Fungsi Ekonomi

Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dapat dilihat dari koran kolonial yaitu Vendu Nieuws(berita lelang) dan pers tionghoa yaitu Perniagaan.

4. Fungsi Swadaya

Pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri

agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan. Hal ini dilakukan melalui iklan dan penjualan surat

(33)

commit to user

5. Fungsi Mendidik

Pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan (education), sehingga pembaca bertambah ilmu pengetahuannya. Namun disini pers mempengaruhi berbagai aspek serta menjadi ajang perdebatan sebab pers kolonial (pada umumnya) dan pers nasional mempunyai pengaruh yang berbeda dalam masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pers masa kolonial masih dipengaruhi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga Gandhi (1985: 77) menyebutkan bahwa pers nasional berperan seirama dan sejalan

dengan perjuangan rakyat sehingga menyebutkan fungsi pers di zaman pergerakan sebagai oponen (lawan) penjajah.

c. Bentuk Pers

Dalam sejarah perkembangannya, beberapa tokoh seperti Fres S. Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm telah merumuskan empat teori pers. Dalam bukunya yang berjudul “Four Theories of the Press” dimuat tentang empat teori pers, yang meliputi: authoritarian press (pers otoritarian), libertarian press, soviet communist (press atau pers komunis soviet), dan social responsibility

press atau pers tanggung jawab social.

a) Pers Otoritarian (Authoritrian Press)

Pers Otoritarian identik dengan situasi dimana kebenaran dianggap sebagai milik para pemegang kekuasaan. Tidak perduli apakah kebijkan sang penguasa tersebut menindas rakyat atau sebagainya, karena kekuasaan adalah segalanya. Masa ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans Eropa, beberapa waktu setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam kondisi masyarakat seperti itu, kebenaran adalah suatu hal yang dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat, melainkan dari sekelompok kecil para pemegang tangguk kekuasaan.

Pers Otoritarian meletakkan kebenaran lebih dekat dengan pusat kekuasaan. Penguasa dalam menjalankan kekuasaannya menggunakan pers sebagai alat untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus penguasa pers boleh

(34)

commit to user

bagaimana pers tersebut menjalankan fungsinya, apakah mendukung atau malah membelot dari kebijakan pemerintah. Kegiatan penerbitan lembaga pers pada masa ini haruslah mengacu pada kontrak persetujuan antara pemegang kekuasaan dengan penerbit. Isi perjanjianpun selalu menyamping pada kepentingan penguasa, dimana pertama memberikan sebuah hak monopoli kepada penerbit dan yang terakhir memberikan dukungan terhadap kebijakan penguasa.

Para pemegang kekuasaan mempunyai hak untuk membuat dan merubah kebijaksanaan yang telah disepakati sebelumnya. Penguasa pun memiliki hak

untuk menyensor isi pemberitaan yang akan diterbitkan. Hal ini jelas kontras dengan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan

juga dalam menyampaikan kebenaran objektif kepada masyarakat. Informasi yang diterbitkan adalah kontaminasi dari kepentingan para pemegang kekuasaan.

Secara umum, pers masa Otoritarian memiliki ciri antara lain sebagai berikut:

1. Kebenaran adalah milik pemegang kekuasaan.

2. Pers diatur oleh penguasa sehingga pers kehilangan fungsinya sebagai media kontrol terhadap pemerintahan.

3. Isi pemberitaan harus mendukung kebijakan pemerintah dan tidak boleh membelot dari kepentingan penguasa.

4. Penguasa memiliki kewenangan untuk menyensor isi pemberitaan sebelum dicetak.

b) Pers Liberitarian

Dalam Libertarian, pers bukanlah lagi instrument pemerintah yang dijadikan alat penopang kekuasaan melainkan berperan sebagai kontrol pemerintahan. Pers pada masa ini berperan sebagai sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.

(35)

commit to user

c) Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)

Pers tanggung jawab sosial berkembang sebagai akibat kesadaran pada abad ke-20, dengan berbagai macam perkembangan media massa (khususnya media elektronik), menuntut kepada media massa untuk memiliki suatu tanggung jawab sosial yang baru. Teori tanggung jawab sosial punya asumsi utama: bahwa kebebasan pers mutlak, banyak mendorong terjadinya dekadensi moral. Oleh karena itu, teori ini memandang perlu adanya pers dan sistem jurnalistik yang menggunakan dasar moral dan etika.

Pers mengerti tanggung jawabnya dan menjadikan landasan kebijaksanaan operasional mereka, maka sistem libertarian akan dapat memuaskan kebutuhan

masyarakat. Jika pers tidak mau menerima tanggung jawabnya, maka harus ada badan lain dalam masyarakat yang menjalankan fungsi komunikasi massa. Pada dasarnya fungsi pers dibawah teori tanggung jawab sosial sama dengan fungsi pers dalam teori Libertarian. Digambarkan ada enam tugas pers :

1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

2. Memberi penerangan kepada masyarakat, sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.

3. Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah.

4. Melayani system ekonomi dengan mempertemukan pembeli dan penjual barang atau jasa melalui medium periklanan,

5. Menyediakan hiburan

6. Mengusahakan sendiri biaya financial, sehingga bebas dari tekanan- tekanan orang yang punya kepentingan

d) Pers Totalitarian (Soviet Komunis)

Tugas pokok pers dalam system pers komunis adalah menyokong, menyukseskan, dan menjaga kontinuitas system social Soviet atau pemerintah partai. Dan fungsi pers komunis itu sendiri adalah memberi bimbingan secara cermat kepada masyarakat agar terbebas dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat

(36)

commit to user

Antara teori totalitarian dengan teori otoritarian sama-sama menggunakan kata kebebasan untuk masyarakat. Namun kebebasan masyarakat bagi otoritarian adalah kepentingan bisnis, sedangkan bagi totalitarian berarti kepentingan partai.

Teori pers yang tepat dalam skripsi ini yaitu mengenai teori pers otoritarian karena pers pada waktu itu dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga pers yang berkembang dikuasai oleh penguasa. Dan bagi yang membangkang dapat dihukum. Seperti banyak kasus yang terjadi. Mulai dari Tirto Adisuryo, tiga serangkai (Douwes Dekker, Suwardi, dan Cipto Mangun Kusumo),

Soekarno, dan Moh. Hatta. Banyak lagi orang yang ditahan karena tulisannya yang dianggap mengancam kedudukan Belanda. Selain itu ada juga pembredelan

terhadap pers yang dianggap membahayakan kedudukan Pemerintah kolonial.

d. Keadaan Pers Di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, Belanda melakukan tekanan terhadap pers Indonesia sehingga tidak jarang kaum pers Indonesia mengalami tekanan secara fisik maupun larangan untuk menerbitkan surat kabamya. Dengan kata lain bahwa pers pada masa kolonialisme Belanda adalah pers yang selalu berjuang untuk rnencapai kemerdekaan Indonesia dan kemerdekaan pers dari tekanan penjajah (Kurniawan Junaidhie, 1991: 210).

Pers juga memegang peranan penting dalam melawan ketidak adilan pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang. Perlawanan tersebut di wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan mengkritik pemerintah kolonial. Selain itu, pers juga bisa mempengaruhi pendapat orang banyak, sehingga pers dapat menghimpun kekuatan massa (1933. Majalah Fikiran Rakyat).

(37)

commit to user

Ditinjau dari sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probablilistik. Terbuka artinya bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan tetapi dilain pihak pers juga mempengaruhi lingkungan probablilitas berarti hasilnya tidak dapat diduga secara pasti (Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, 2005: 26). Hal ini karena pers pada masa Kolonial masih berbentuk koran maupun majalah yang merupakan kumpulan berita dari berbagai aspek kehidupan di Hindia Belanda maupun yang berkembang diluar Hindia Belanda. Selain itu pers telah merubah cara berfikir masyarakat yang pada awal mula bersifat kedaerahan

menjadi Nasionalis.

Berdasarkan keterangan di atas dapat di simpulkan bahwa pers

memegang peranan penting dalam perjuangan rakyat Indonesia melawan ketidakadilan pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang termasuk pers. Perlawanan tersebut di wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan mengkritik kepada pemerintah kolonial. Pers nasional mempunyai fungsi-fungsi penting dalam menginformasikan, mendidik, dan mempengaruhi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan membawa pemikiran-pemikiran kritis kepada masyarakat. Sehingga muncul pemikiran nasionalisme kepada masyarakat.

3. Nasionalisme

a. Pengertian Nasionalisme.

Gelombang globalisasi semakin lama mengikis paham nasionalisme dewasa ini. Inilah yang sering kita dengan belakangan ini, sehingga perlunya semangat kebangsaan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sebab rasa cinta tanah air ini penting bagi suatu negara. Hal ini karena dengan adanya rasa cinta tanah air akan memajukan suatu negara dan terwujud persatuan. Rasa cinta tanah air ini juga sering dikaitkan dengan nasionalisme. Di Indonesia nasionalisme muncul pada abad ke-20, dimana pada saat itu bangsa sedang berjuang melawan Kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan.

Menurut Hans Kohn (2007: 16), bahwa nasionalisme merupakan

(38)

commit to user

kepada negara bangsa. Dalam kamus poiitik yang dikutip oleh Suhartoyo Hardjosatoto (1985 : 42) makna natie dan nasionalisme yaitu:

Natie : batja : naatsi : nasion. Yang dinamakan nation adalah masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah. Kesatuan bahasa adalah salah satu sifat dari suatu nasion, begitu juga kesatuan daerah. Selanjutnya sifat-sifat lain dari suatu nasion adalah: kesatuan hidup ekonomis (economis leaven), hubungan ekonomis, kesatuan keadaan jiwa, yang terlukis dalam kesatuan kebudayaan. Nasionalisme adalah kesadaran diri yang mengikat dan diwujudakan oleh kecintaannya yang melimpah pada negeri dan bangsa sendiri dan kadang-kadang disertai akibat pengecilan arti dan sifat bangsa-bangsa lain. Nasionalisme di Indonesia timbulnya sudah tahun 1905 dengan menangnya Jepang atas Rusia dan timbulnya pergerakan Budi Utomo pada tahun 1908.

Meriam Budiharjo (1984: 44) yang berpendapat bahwa nasionalisme merupakan suatu perasaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka satu bangsa dan bahwa cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat tercapai jika mereka bergabung dalam satu negara atau nation.

Berdasarkan beberapa definisi nasionalisme diatas, maka dapat dinyatakan bahwa nasionalisme muncul karena adanya reaksi terhadap

kolonialisme dan imperialisme. Nasionalisme merupakan keinginan untuk bersatu dalam satu pendirian yang dimiliki sejumlah inividu yang terbentuk dalam kurun

waktu yang tertentu menuju tercapainya cita-cita.

b. Sebab-sebab Nasionalisme.

Nasionalisme diberbagai negara muncul karena adanya persamaan nasib, sejarah, dan tempat. Semua ada karena terbukanya pengetahuan orang-orang yang sadar adanya kesalahan dalam pemerintahan maupun kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini senada dari kutipan buku Nasionalisme Menjelang abat XXI yang dikarang E.J. Hobsbawm (1992: 117) yaitu;

(39)

commit to user

Menurut Hertz dalam F. Isjwara (1982: 127), rnenyebutkan ada empat cita-cita yang terkandung dalam nasionalisme, yaitu:

1) Perjuangan mewujudkan cita-cita nasional yang meliputi persatuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan persekutuan serta adanya, solidaritas.

2). Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia, dan kebebasan dari kekuatan intern yang tidak bersifat nasional atau yang

hendak mengesampingkan bangsa dan negara.

3). Perjuangan mewujudkan kemandirian, pembedaan, individualitas,

keaslian, dan keistimewaan.

4). Perjuangan untuk mewujudkan pembedaan diantara bangsa-bangsa yang meliputi perjuangan untuk memperoleh kehormatan, kewibawaan, gengsi, dan pengaruh.

Mengenai timbulnya nasionalisme di Indonesia mempunyai ikatan yang sangat erat dengan kolonialisme Belanda. Nasionalisme Indonesia pada tingkat-tingkat pertama juga dikenal sebagai nasionalisme sempit, yang bersifat lokal atau kedaerahan. Nama-nama seperti Sarekat Ambon, Roekoen Minahasa, Pasoendan, Sarekat Soematera menunjukkan sifat kedaerahan dan kesukuan (Sartono Kartodirjo, 1992: 239).

Roeslan Abdulgani (1957: 29), mengatakan bahwa: Nasionalisme Indonesia lahir sebagai reaksi terhadap kolonial Eropa karena kolonial itu mengandung dimensi-dimensi eksploitasi politik, ekonomi; dan penetrasi kebudayaan. Maka nasionalisme Indonesia mempunyai tiga dimensi yang mengandung arti ingin menumbangkan dominasi politik kolonial untuk membangun negara nasional yang demokratis yang menghentikan eksploitasi ekonomi untuk membangun suatu masyarakat yang berkeadilan sosial dan mcnghentikan penetrasi kultural untuk menghidupkan kembali kepribadiannya.

Muncullah persatuan dengan dibentuknya berbagai jiwa nasionalisme melalui gerakan politik. Menurut Stephen van Evera, nasionalisme sebagai

(40)

commit to user

1) Anggota gerakan nasionalisme itu memberikan loyalitas mereka kepada komunitas etnik atau nasional; loyalitas ini mengalahkan loyalitas yang diberikan pada pengelompokan lain, misalnya berdasarkan keluarga dan ideologi politik.

2) Komunitas etnik atau nasionalisme tersebut menginginkan negara merdeka milik mereka.

Nasionalisme Indonesia dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi untuk bergerak secara

nasional adalah:

1) Adanya tekanan dan penderitaan yang terus menerus, sehingga rakyat

Indonesia harus bangkit melawan penjajah.

2) Adanya rasa senasib sepenanggungan yang hidup dalam cengkraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk negara.

3) Adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri karena kehendak memiliki tanah air dan hak menentukan nasib sendiri (Depdikbud, 1997: 14).

Berkaitan dengan perjuangan pers di Indonesia , timbulnya nasionalisme dalam bidang pers khususnya, terutama sekali dimulai sejak timbulnya organisasi pergerakan nasional, Seperti kita ketahui bahwa masing-masing organisasi pergerakan nasional pada masa itu kebanyakan memiliki penerbitan surat kabar sendiri yang digunakan sebagai sarana mengobarkan semangat perjuangan dalam membebaskan bangsa dari kolonialisme Belanda. Sebagai contoh, Budi Utomo dengan Darmo Kondo, dijelaskan oleh Samsudjin Probohardjono (1985: 49-50) dalam buku berjudul sejarah pers dan wartawan di Surakarta bahwa “Sejak lahirnya ‘Budi Utomo’ surat-surat kabar dan majalah Nasional yang terbit di Surakarta dan juga di seluruh Indonesia pada umumnya, setapak-demi setapak sudah berani memuat tulisan-tulisanyang mengandung maksud politik menuju kebebasan dan kemerdekaan.”

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pers Indonesia turut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi perjuangan rnencapai

(41)

commit to user

rnencapai kebebasan pers agar terbebas dari tekanan-tekanan yang di berikan oleh kolonial Belanda kepada pers Pribumi. Dan sebagai langkah besar menuju proses Nasionalisme yang luas yaitu Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menjadi tonggak awal persatuan nasional, bukan lagi bersifat kedaerahan.

B. Kerangka Berpikir

Penjelasan:

Para pejabat kompeni Belanda memerintah dengan otoriter dan mempertahankan sistem kasta, sebagai ciri masyarakat kolonial, dalam mengatur kehidupan dan penghidupan di Hindia Belanda. Suatu media massa, yang dapat membuka kemungkinan untuk mengeluarkan pendapat umum terhadap kebijaksanaan pemerintah, tidak mendapat izin untuk terbit (Abdurrachman Surjomihardjo.2002: 25). Baru pada tahun 1744, dibawah pemerintahan Gubernur Jendral Van Inhoff yang berpandangan bebas, telah berkenan memberikan ijin atau “octrooi” kepada Jan Erdman Jordens, pedagang merangkap sekretaris kantor

Kolonialisme

Kebijakan Pemerintah HindiaBelanda

Fungsi Pers PergerakanNasional

Pers diIndonesia

Fungsi Informasi

Fungsi Mendidik

Kongres Pemuda II Tahun 1928 Nasionalisme

Fungsi menghibur Fungsi

(42)

commit to user

sekretariat Jendral pada waktu itu, untuk menerbitkan suratkabar, untuk tiga tahun lamanya. Dengan Octrooi tersebut di Jakarta terbitlah surat kabar “Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen”. Nomor pertama terbit pada tanggal 7 Agustus 1744. Bataviasche Nouvelles hanya bertahan dua tahun dengan penerbitan terakhir pada tanggal 20 Juni 1746 (Samsudjin Probohardjono, 1985).

Para pengusaha di masa itu telah meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda berani membuka pers(Haryadi Suadi, 2006). Namun karena peraturan yang bersifat preventif sehingga pers pada abad ke-18 dan 19 kurang berkembang.

Pers kolonial berkembang pesat pada abad-20 dan tampak sekali tempat terbit serta penyebaranya terbatas pada kota-kota besar, yang penting bagi

administrasi ataupun sebagai pusat perdagangan perusahaan-perusahaan Belanda. Awal abad ke-20 beberapa pers Belanda mewakili orientasi politik tertentu, namun bercorak mempertahankan hubungan kolonial di Indonesia.

Setelah munculnya pers kolonial kemudian pada akhir abad ke-19 muncullah pers Tionghoa yang pada awalnya bekerja dalam surat kabar yang diselenggarakan oleh Indo-Belanda. Pelopor pers Tionghoa yang terkenal adalah Lie Kim Hok. Munculnya pers Tionghoa dipengaruhi nasionalisme di daratan Tionghoa kemudian menjalar ke daerah Asia Tenggara, nasionalisme yang berkembang yaitu nasionalisme kultural. Hal ini dipengaruhi oleh adanya sikap diskriminasi terhadap orang Tionghoa sehingga banyak yang menggantungkan kepada Negara Cina. Namun timbulnya kesamaan nasib orang Tionghoa dengan pribumi menyebabkan Nasionalisme di kalangan Tionghoa (terutama peranakan).

(43)

commit to user

(Locomotief), pers Tionghoa (Sin Po) dan pers pribumi. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang mendorong dan memperkuat tumbuhnya pergerakan nasional dan Nasionalisme di Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa lepas dari belenggu penjajahan. Sedangkan pers digunakan sebagai sarana yang ampuh untuk memobilisir kekuatan-kekuatan bangsa kita untuk mengenyahkan penjajah.

Fungsi pers dari Onong U Efendi yang digunakan oleh penulis yaitu:

1. Fungsi informasi 2. Fungsi mempengaruhi. 3. Fungsi menghibur 4. Fungsi Mendidik

Pers pribumi berfungsi sebagai alat agar tercapainya tujuan organisasi. Namun ada beberapa organisasi yang sudah memasukkan ideologi nasionalis. Pers yang paling banyak membuat propaganda persatuan yaitu Indonesia Merdeka yang dibuat oleh Perhimpunan Indonesia (Drs Sudiyo. 2003). Tahun 1925 Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya

Indonesia merdeka serta merubah nama majalah yang diterbitkan menjadi “Indonesia Merdeka”.

(44)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928”, penulis melaksanakan penelitian dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini, antara lain:

a. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P. IPS FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

d. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

e. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta. f. Perpustakaan Daerah Surakarta.

g. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.

h. Library Centre Yogyakarta. i. Perpustakaan Daerah Yogyakarta.

j. Perpustakaan Propinsi Yogyakarta k. Perpustakaan Universitas Gajah Mada.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah sejak pengajuan judul skripsi yaitu bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu penelitian tersebut adalah mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber,

(45)

commit to user

menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan mengenai “Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II Tahun 1928”. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka

metode yang digunakan adalah metode sejarah atau metode historis.

Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah

adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang. Gilbert J. Garraghan yang dikutip Abdurrahman (1999: 43) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Louis Gottschalk yang dikutip Abdurrahman (1999: 44) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.

Menurut Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalanpeninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji untuk memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara

Gambar

grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
Table 1.1 pers Belanda (M. Gani, 1978: 34-35 ).
Table. 1.2

Referensi

Dokumen terkait