• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

4. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No: PER-

Tindak Pidana Umum

Dalam rangka pelaksaan program reformasi birokrasi Kejaksaan Republik Indonesia diperlukan standar operasional prosedur tentang penanganan perkara tindak pidana umum. Penanganan perkara tindak pidana umum dilaksanakan berdasarkan hukum acara pidana, dan berbagai peraturan perundang-undangan yang dilengkapi petunjuk teknis penanganan perkara tindak pidana umum.

Standar operasional prosedur dimaksud sebagai panduan kinerja jajaran tindak pidana umum umum dalam menangani perkara tindak pidana umum dengan tetap memperhatikan perkembangan hukum dan masyarakat dengan penuh kearifan.

Berdasarkan hal tersebut Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 2011 mengelurkan peraturan yang berupa “ Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia

Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum “.

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia ini terdiri atas beberapa bab, yaitu:

1. Bab I : Ketentuan Umum 2. Bab II : Asas dan Tujuan

a. Bagian 1 : Asas b. Bagian 2 : Tujuan

3. Bab III : Ruang Lingkup 4. Bab IV : Jenis Tindak Pidana

a. Bagian 1 : Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda b. Bagian 2 : Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan

Ketertiban Umum

c. Bagian 3 : Tindak Pidana Umum Lain 5. Bab V : Prapenuntutan

a. Bagian 1 : Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) b. Bagian 2 : Koordinasi Penanganan Perkara

c. Bagian 3 : Penelitian Berkas Perkara

d. Bagian 4 : Jangka Waktu SPDP dan Penelitian Berkas Perkara 6. Bab VI : Penuntutan

a. Bagian 1 : Penunjukan Penuntut Umum

b. Bagian 2 : Penerimaan Tersangka dan Barang Bukti F. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat penting guna untuk mendukung dalam mendapatkan data dan segala yang dibutuhkan dalam penelitian hukum ini. Dalam penelitian ini digunakan metode-metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah gabungan antara penelitian hukum normatif dan yuridis sosiologis. Penelitian hukum normatif, menurut Peter Mahmud Marzuki adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.26 Penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana implementasi peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Agung Republik Indonesia Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dalam proses penyidikan tindak pidana umum.

2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dlam penulisan skripsi ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan yang meliputi wawancara terhadap narasumber di Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka yang meliputi bahan dokumen-dokumen, buku-buku

26 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Metode Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, hal.35.

dan berbagai sumber lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi. Data sekunder diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat secara langsung dalam objek penelitian, yaitu Undang-Undang No.

8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No.

16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaaan Republik Indonesia, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksaaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, serta Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.27

3. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,

27

pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.28 Di dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan cara : a. Studi Dokumen (Bahan Pustaka)

Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum, karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.29 Studi dokumen merupakan tahap awal untuk menganalisa pokok penelitian yang akan dibahas.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan proses pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara dua orang atau lebih yang berhadapan langsung secara fisik. Sebelum melakukan wawancara, penulis membuat daftar pertanyaan yang tidak berstruktur dan bersifat focused (berfokus) agar tetap pada pokok permasalahan.

4. Analisis Data

Data dianalisa secara kualitatif, yaitu menghubungkan permasalahan yang dikemukakan dengan teori yang relevan, sehingga diperoleh data yang tersusun secara sistematis dalam bentuk kalimat sebagai gambaran dari apa yang telah diteliti dan dibahas untuk mendapatkan kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan masalah-masalah dalam studi ini, dan dapat dipahami permasalahannya secara sistematis dan lebih terarah, maka

28 Ibid., hal.67.

29 Ibid., hal.68.

pembahasannya dibentuk dalam bab-bab yang masing-masing bab mengandung sub-bab, sehingga tergambar keterkaitan yang sistematis. Untuk selanjutnya sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut :

BAB I bab ini merupakan awal yang merupakan pendahuluan skripsi yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab ini akan mendukung untuk memasuki bab-bab selanjutnya.

BAB II yang berjudul pengaturan tugas dan kewenangan kejaksaan dalam hukum acara pidana di Indonesia. Bab ini membahas tentang pengaturan tugas dan kewenangan kejaksaan menurut KUHAP, pengaturan tugas dan kewenagan kejaksaan menurut UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pengaturan tugas dan kewenangan kejaksaan menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengaturan tugas dan kewenangan kejaksaan menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

BAB III yang berjudul implementasi peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-036/A//JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dalam proses penyidikan tindak pidana umum pada Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai dan kendala yang dihadapi serta Upaya untuk mengatasi kendala tersebut. Bab ini membahas tentang implementasi Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)

Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dalam proses penyidikan pada Kejaksaan Negeri Sedang Bedagai, Kendala yang dihadapi, dan upaya untuk mengatasi kendala tersebut.

BAB IV yang berjudul kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan bab terakhir yang membahas tentang kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan dari permasalahan yang ada dan alternatif pemecahan masalah.

BAB II

PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG KEJAKSAAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

A. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Tugas dan wewenang kejaksaan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut dengan KUHAP) dapat langsung dilihat pada pengertian jaksa pada Pasal 1 angka (6) huruf a dan b yaitu sebagai penuntut umum, melaksanakan penetapan hakim dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lebih lanjut tugas dan wewenang tersebut dapat dilihat pada Pasal 14, yang berbunyi :

“Penuntut umum mempunyai wewenang :

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

j. melaksanakan penetapan hakim.

Dari Pasal 14 huruf j tentang wewenang penuntut umum diatas terdapat tugas dan wewenang kejaksaan yaitu melaksanakan penetapan hakim. Hal ini berarti melaksanakan penetapan hakim merupakan bagian dari tugas dan wewenang kejaksaan sebagai penuntut umum. Namun dalam penjelasan Pasal 14 huruf j lebih lanjut tidak dijelaskan bagaimana bentuk pelaksanaan penetapan hakim yang dilakukan kejaksaan. Melaksanakan penetapan hakim oleh kejaksaan yang diperoleh pada saat melakukan penelitian pada Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai yaitu di saat kejaksaan melaksanakan sebuah penetapan yang dikeluarkan oleh hakim seperti menghadirkan terdakwa kepersidangan beserta saksi-saksi seperti yang tercatat dalam berita pemeriksaan saksi baik dari Rumah Tahanan (Rutan) maupun dari kediamannya, mengantarkan terdakwa yang telah menjadi tahanan hakim ke Rumah Tahanan (Rutan) untuk menjalani penahanan yang dimana berdasarkan surat penetapan hakim pengadilan yang bersangkutan. Dalam prakteknya hal ini dilakukan oleh staf tata usaha kejaksaan bagian pengawal tahanan.30

Lalu pada tugas dan wewenang kejaksaan yang terakhir ialah melaksanakan putusan pengadilan seperti yang diatur dalam Pasal 270, yang berbunyi : “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.” Pelaksanaan putusan pengadilan oleh kejaksaan dapat

30 Wawancara dengan Bapak Andi Hakim,S.H, Kepala Sub Seksi Prapenuntutan Kejari Serdang Bedagai, Kamis, 10 Oktober 2019.

dilakukan dengan beberapa tindakan, yang pertama membawa terpidana ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani hukuman atau pidana yang dijatuhkan padanya yang dilakukan oleh jaksa eksekutor, termasuk melakukan eksekusi mati terhadap narapidana yang memperoleh putusan pidana mati yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) dengan berkoordinasi bersama Satuan Brimob Polri sebagai tim regu tembak. Penetapan waktu serta tempat eksekusi bagi terpidana mati merupakan hak Jaksa Agung untuk menetapkannya. Yang kedua memusnahkan barang bukti pada perkara tersebut atau menyerahkan barang bukti pada perkara tersebut kepada korban atau terdakwa serta merampas barang bukti atau barang lain yang berhubungan dengan perkara tersebut untuk negara sesuai dengan amar putusan. Jika barang bukti atau barang lain yang berhubungan dengan perkara tersebut dirampas untuk negara maka dikuasakan barang bukti tersebut kepada kantor lelang negara yang dimana dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang yang kemudian hasil dari jual lelang tersebut dimasukkan oleh jaksa ke kas negara. Jaksa juga memasukkan uang denda ke kas negara jika dalam suatu perkara terdapat putusan pidana denda. Pada prakteknya hal ini dilakukan oleh Bidang Barang Bukti dan Barang Rampasan (BB&BARPAS) serta Sub Bagian Pembinaan (SUBBAGBIN) pada kejaksaan yang menyetorkan uang hasil jual lelang serta uang denda tersebut ke kas negara melalui bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara.31 Uang hasil jual lelang atau denda tersebut termasuk jenis penerimaan negara bukan pajak, yaitu penerimaan berdasarkan putusan

31

pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, antara lain, lelang barang, rampasan negara dan denda.32

Selanjutnya pada Pasal 90 dikatakan bahwa kejaksaan memiliki tugas dan wewenang melakukan peneliti bersama oditur atau oditur militer tinggi terhadap suatu perkara yang dimana bersama-sama dilakukan oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer untuk menentukan lingkungan peradilan mana yang akan mengadili perkara tersebut. Yang kemudian hasil kesepakatan penelitian tersebut disampaikan kepada Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Tentara Nasional Indonesia. Namun jika terjadi perselisihan pendapat antara jaksa atau jaksa tinggi dan oditur atau oditur tinggi maka masing-masing akan mengirim pendapat mereka kepada pimpinan mereka yaitu kepada Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Tentara Nasional Indonesia. Setelah itu Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Tentara Nasional Indonesia melakukan musyawarah untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itu dan jika masih terdapat perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Tentara Nasional Indonesia maka pendapat Jaksa Agung yang menentukan. Dari hal tersebut dapat dilihat dalam undang-undang ini terdapat tugas dan wewenang kejaksaan dalam hal koneksitas.

Selain tugas dan wewenang yang telah disebutkan diatas, terdapat tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang ini kepada kejaksaan, yang dilakukan oleh Jaksa Agung, yaitu dapat melakukan kasasi demi kepentingan hukum. Hal ini sesuai diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP. Permohonan

32 Muhammad Djafar Saidi, 2010, Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, Rajawali Pers, Jakarta, hal.32.

kasasi demi kepentingan hukum diajukan, bukan untuk kepentingan para pihak, tetapi untuk kepentingan hukum. Karena terhadap putusan yang dimintakan kasasi itu ada penerapan hukum yang salah yang harus diluruskan. Yang berwenang meluruskan itu hanyalah Mahkamah Agung. Sedangkan Mahkamah Agung sendiri tidak boleh atas kemauan sendiri menarik suatu perkara untuk diperiksa dan diputus olehnya tanpa ada permintaan untuk itu. Tanpa diminta, Mahkamah Agung tidak dapat membuat putusan untuk meluruskan kekeliruan penerapan hukum itu. Jadi harus ada yang mengajukan permintaan untuk pemeriksaan itu.

Kewenangan itu dibebankan oleh undang-undang kepada Jaksa Agung.33

B. Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, kejaksaan didasarkan pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang memberi beberapa tugas dan wewenang kepada kejaksaan. Tugas dan wewenang itu dapat dilihat pada Pasal 30, yang berbunyi :

“ (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik;

33

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah

(3) Di bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

c. Pengawasan peredaran barang cetakan;

d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal; “ Dari bunyi pasal diatas, terdapat banyak tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada kejaksaan. Hal ini seperti menghapus argumen masyarakat luas mengenai tugas jaksa hanya sebagai penuntut umum.

Dalam penjelasan Pasal 30 ada beberapa poin yang menjelaskan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang kejaksaan tersebut, antara lain :

“ Pasal 30 ayat (1)

Huruf a : Dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

Huruf b : Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.

Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.

Huruf c : Yang dimaksud dengan "keputusan lepas bersyarat"

adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan.

Huruf d : Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Huruf e : Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Tidak dilakukan terhadap tersangka;

2. Hanya terhadap perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara;

3. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diselesaikan ketentuan pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

4. Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik;

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)

Tugas dan wewenang kejaksaan dalam ayat ini bersifat preventif dan/atau edukatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "turut menyelenggarakan" adalah mencakup kegiatan-kegiatan bersifat membantu, turut serta, dan bekerja sama. Dalam turut menyelenggarakan tersebut, kejaksaan senantiasa memperhatikan koordinasi dengan instansi terkait.”

Dari penjelasan pasal 30 diatas, terdapat 3 (tiga) hal yang tidak dijelaskan secara lengkap mengenai tugas dan wewenang kejaksaan, yaitu

1. Bertindak dengan kuasa khusus untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

2. Pengamanan peredaran barang cetakan.

3. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.

Bertindak dengan kuasa khusus untuk dan atas nama negara atau pemerintah artinya jaksa berperan sebagai pengacara negara dimana saat negara berkonflik dengan warga negara atau badan hukum privat baik sebagai tergugat atau penggugat. Hal ini dikenal dengan istilah Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang dimana sebuah lembaga pemerintahan dan/atau BUMN tertentu meminta kejaksaan untuk mendampingi instansi yang bersangkutan berdasarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) yang diberikan kepada kejaksaan untuk menghadapi gugatan yang dilakukan oleh warga negara atau badan hukum privat baik melalui jalur perdata maupun tata usaha negara. Hal ini dalam praktek dilakukan oleh Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN) pada setiap kejaksaan yang ada diseluruh Indonesia.

Untuk pengamanan barang cetakan artinya kejaksaan memiliki peran untuk mengawasi setiap barang cetakan yang akan diedarkan kepada masyarakat luas seperti koran, majalah, buku-buku baik dari dalam maupun luar negeri yang dimana tidak boleh ada dari barang cetakan tersebut yang bertentangan dengan ideologi negara kita, berbau hal memecah bela serta pornografi. Pengawasan aliran kepercayaan juga menjadi tugas dan wewenang kejaksaan yaitu dengan mengawasi setiap aliran kepercayaan yang ada di Indonesia agar tidak ada tumbuh aliran kepercayaan lain, selain yang ditetapkan pemerintah yang dapat

mengganggu kehidupan bernegara. Dalam prakteknya hal ini dilakukan oleh Bidang Intelijen (Intel) pada kejaksaan. 34

Lalu pada Pasal 31 dikatakan bahwa jaksa juga dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Dalam penjelasan pasal 31 ini dikatakan cukup jelas, sehingga menurut penulis hal ini dapat dilakukan menurut kebijakan jaksa itu secara personal.

Kejaksaan juga dapat memberi pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintahan dan/atau BUMN yang didasarkan pada Pasal 34 pada undang-undang ini. Dalam praktek hal ini berguna untuk mencegah terjadi kesalahan dalam bertindak yang dapat mengakibatkan pelanggaran hukum. Pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 kejaksaan melakukan program yang diberi nama TP4 (Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan) yang merupakan perintah secara tidak langsung dari Presiden Republik Indonesia saat melakukan rapat dengan Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia. Tugas dari TP4 ini adalah untuk mengawal setiap proyek pembangunan dan segala kebijakan yang dilakukan pemerintah yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah sehingga tidak ada rasa takut lagi dari pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dikhawatirkan akan melanggar aturan hukum karena

34

kejaksaan telah memberi pertimbangan hukum dan pengawalan pada pemerintah.

Untuk tingkat daerah program ini dikenal dengan TP4D (Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah). Walaupun saat ini program TP4 dan TP4D telah dihapuskan, kejaksaan baik yang berada di tingkat pusat maupun daerah masih tetap dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintahan dan/atau BUMN yang meminta pertimbangan kepada kejaksaan.35

Disamping tugas dan wewenang kejaksaan diatas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh kejaksaan melalui pimpinan tertingginya yaitu Jaksa Agung.

Hal ini terdapat pada Pasal 35, yang berbunyi :

“Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang :

a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;

b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;

c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan hukum;

d. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara;

e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

f. Mencegah dan menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya pada penjelasan Pasal 35 hanya menjelaskan huruf (c) dan (d) yang berbunyi :

“ Huruf c

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara adan/atau kepentingan masyarakat luas.

35 Wawancara dengan Bapak Tumpak Sitohang,S.H, Jaksa Fungsional Kejari Serdang Bedagai, Jumat, 11 Oktober 2019.

Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, hanya dapat dilakukan oleh

Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, hanya dapat dilakukan oleh

Dokumen terkait