• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Dalam dokumen RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA (Halaman 100-116)

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di prkotaan

ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM

B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R

4. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan

pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang

(RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding

Pond)dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.

Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan system drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari

Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.

Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Berlainan dengan paradigma lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan buatan/alamiah seperti kolam tendon, waduk lapangan, sumur-sumur resapan, penataan lansekap dan lain-lain.

Hal tersebut bertujuan memotong puncak banjir yang terjadi sehingga dimensi saluran lebih ekonomis, dapat juga membantu menambah sumber-sumber air baku. Penanganan drainase juga harus memakai pendekatan sistem, tidak secara parsial, parameter-parameter teknis ditentukan faktor alam setempat.

Berdasarkan isu permasalahan strategis di bidang drainase, maka dirumuskan suatu sasaran kebijakan nasional sebagai arahan mendasar dari kondisi yang akan dicapai dan diwujudkan dalam pengembangan bidang drainase di masa yang akan datang.

Sasaran kebijakan pengembangan drainase adalah sebagai berikut:

 Terlaksananya pengembangan sistem drainase yang terdesentralisir, efisien, efektif dan

terpadu

 Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban

melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan

 Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan ekonomis melalui

minimalisasi resiko biaya sosial dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir

 Terciptanya peningkatan koordinasi antara Kabupaten/Kota dalam penanganan sistem

drainase

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Drainase

Berbagai isu strategis terkait dengan kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan drainase saat ini serta tantangan yang dihadapai antara lain mencakup :

1. Kecenderungan Perubahan Iklim

Beberapa tahun belakangan ini, kecendrungan perubahan iklim banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Perubahan iklim tersebut antara lain curah hujan relatif tinggi dan

dalam jangka waktu yang rendah, muka air laut pasang cenderung lebih tinggi dan lain-lain. Adanya fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global yang ditandai dengan kekeringan panjang, curah hujan tinggi berpotensi mengakibatkan bencana kebakaran hutan saat kemarau dan bencana banjir saat musim hujan. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan penanganan drainase yang relatif lebih sulit dan memerlukan biaya yang lebih mahal.

2. Perubahan Fungsi Lahan

Akibat kebutuhan lahan yang sangat besar untuk pengembangan permukiman dan industri sering kurang terkendali atau tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun Konsep Pembangunan Berkelanjutan. Sehingga banyak kawasan - kawasan yang semula berfungsi

sebagai tempat parkir air (retarding pond), lahan basah (wet land) seperti rawa-rawa,

situ-situ, embung, dan lain - lain berubah fungsi sehingga merubah keseimbangan pola tata air. Hal-hal tersebut diatas akan berdampak rendahnya kemampuan sistem drainase untuk mengeringkan kawasan terbangun dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, folder-folder, pompa dan pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air hujan ke badan air. Permasalahan tersebut di atas tentunya perlu diminimalisasi dengan produk

pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (wet land)

3. Belum adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase

Kejelasan fungsi saluran drainase yang berlangsung saat ini, apakah selain untuk sistem

pemutusan air hujan apakah juga untuk pembuangan air limbah dapur dan cuci (grey water).

Sementara fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan sistem air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi saat ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara parsial oleh pengelola sampah dan masyarakat.

4. Kelengkapan Perangkat Peraturan

Keberadaan dan fungsionalisasi perangkat pengaturan, antara lain mencakup:

 Keterlibatan, koordinasi dan peran serta instansi lain yang bertanggung jawab terhadap

utilitas yang ada harus ditetapkan dalam suatu peraturan perundangan terutama yang mengatur jalur, posisi dan kedalaman pipa-pipa gas, minyak, air bersih, listrik, telephon dan utilitas lainnya harus diketahui agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.

 Kedudukan dan status mereka harus tertuang dalam peraturan daerah sehingga

 Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam melaksanakan penanganan drainase harus dirumuskan dalam peraturan daerah

 Peraturan daerah mengenai ketertiban umum yang mneyangkut penanganan drainase

perlu disiapkan, seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan dan penggunaan daerah

resapan air (wetland), termasuk sanksi yang diterapkan.

5. Penanganan Drainase Belum Terpadu

Seringkali sistem drainase yang dibangun oleh swasta/pengembang tidak selaras dengan pembangunan drainase makro yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut. Akibat terbatasnya masterplan drainase, seringkali pihak pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal misalnya data peil banjir, sehingga penanganan sifatnya hanya partial (terpisah-pisah) untuk wilayah yang dikembangkannya saja.

6. Pengendalian Banjir dan Genangan

Pertambahan penduduk yang semakin meningkat, terbatasnya kemampuan pemerintah, swasta dan masyarakat, serta tuntutan akan kawasan terbangun yang bersih dan sehat mengakibatkan kebutuhan akan pelayanan prasarana dan sarana drainase, harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan dengan langkah - langkah antara lain:

 Mencegah terjadinya penurunan kualitas kawasan terbangun

 Melakukan optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi terhadap prasarana dam sarana

drainase yang terbangun

 Melaksanakan peningkatan dan pengembangan sistem yang ada serta pembangunan

baru secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah

 Pemerataan pembangunan bidang drainase dengan memperhatikan kondisi ekonomi

nasional dam daerah setempat

 Menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat

serta terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Kebijakan Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase

Beberapa program terkait pengelolaan drainase Kabupaten Pesisir Barat antara lain meliputi :

 Penetapan Kawasan Lindung dalam Kawasan Register, Cagar Alam Laut, Daerah Tangkapan

Air, dan Kawasan Sempadan Sungai / Pantai / Mata Air / Waduk

 Perlindungan kawasan lindung (konservasi), khususnya Daerah Tangkapan Air dan

 Peningkatan pemeliharaan serta pengawasan sistem jaringan drainase dan pengendalian banjir melalui aspek penegakan hukum

 Perencanaan sistem drainase yang menyeluruh terkait dengan resapan air, ruang terbuka

hijau, sempandan sungai, dan pengaturan rencana kepadatan bangunan

 Menjaga dan memelihara sistem yang ada sehingga tidak mengubah alih fungsinya dalam

mengatasi banjir

 Peningkatan peran serta masyarakat dalam manajemen pengendalian banjir

 Pengaturan bangunan di sekitar bantaran sungai

 Pembangunan jalur inspeksi di sepanjang bantaran sungai / saluran drainase utama

 Operasi dan Pemeliharaan berkelanjutan terhadap infrastruktur drainase terbangun

Kondisi Eksisting

Secara garis besar, saluran drainase yang terdapat di Kabupaten Pesisir Barat meliputi saluran drainase primer, saluran drainase sekunder dan saluran drainase tersier. Saluran drainase primer adalah meliputi sejumlah sungai, anak sungai dan daerah aliran sungai. Sedangkan saluran drainase perkotaan yang merupakan saluran sekunder terdapat pada ruas–ruas jalan nasional dan jalan provinsi. Saluran drainase tersier berupa saluran drainase lingkungan berada disekitar lokasi kawasan permukiman yang relatif telah berkembang.

Pengelolaan sistem drainase di Kabupaten Pesisir Barat, menyangkut pengadaan pembangunan,

pengawasan serta pemeliharaan terhadap sarana drainase perkotaan

dilakukan/diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pesisir Barat.Untuk menciptakan suatu kondisi sistem drainase yang terpelihara dengan baik, pemerintah dan ditunjang peran serta masyarakat melakukan kegiatan perawatan berupa pembersihan sampah yang sering mengganggu aliran air.

Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian kecil sudah berupa saluran buatan yaitu saluran dari pasangan batu kali, namun selebihnya masih berupa saluran alami yaitu saluran tanah. Bahkan pada jalan – jalan tanpa perkerasan berupa jalan tanah, pada umumnya belum terdapat saluran drainase yang baik. Saluran drainase yang ada biasanya terbentuk sendiri akibat adanya penggerusan tanah oleh air hujan. Untuk rencana pengembangan sistem drainase kota, pemerintah telah mengupayakan membuat perencanaan dengan melakukan peningkatan terhadap jenis maupun sistem drainase perkotaan. Untuk kawasan–kawasan yang memiliki kepadatan dan intesitas kegiatan yang tinggi serta potensial menimbulkan volume sampah, maka dapat dikembangkan sistem drainase tertutup untuk mengantisipasi tersumbatnya saluran oleh timbunan sampah tersebut.

Sistem dan Cakupan Pelayanan

Perencanaan pembangunan drainase Kabupaten Pesisir Barat di prioritaskan di kawasan pesisir, padat penduduk, kumuh dan miskin serta wilayah yang dianggap rawan banjir.Guna memetakan kondisi riil mengenai sistem pengelolaan drainase dan teknologi yang digunakan, makaPokja Sanitasi melakukan identifikasi dengan menggunakan metode diagram sistem sanitasi. Diharapkandengan menggunakan metode ini, dapat diketahui berbagai sistem yang saat ini masih digunakan oleh Pemdamaupun masyarakat dalam pengelolaan drainase, sehingga nantinya dapat dijadikan rekomendasi perbaikan sistem pengelolaan drainase dimasa yang akan datang.

Berdasarkan data dari kecamatan tahun 2014, potensi genangan air hujan di Kabupaten Pesisir Barat terjadi pada beberapa lokasi, antara lain di Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Krui Selatan dan Kecamatan Way Krui. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya saluran drainase, penyempitan saluran drainase dan di beberapa daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang.Jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi pada lokasi-lokasi tersebut sebagian besar air akan menjadi aliran permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir. Hal lain yang mempengaruhi terjadinya banjir/genangan adalah pasang surut air laut, yang mana Kabupten Pesisir Barat berhadapan langsung dengan samudrera Hindia. Apabila terjadi hujan dengan curah hujan tinggi saat pasang air laut menyebabkan aliran air sungai seharusnya langsung ke laut terhambat dan menyebabkan genangan dibeberapa wilayah.

Table 7.40Cakupan Layanan Pengelolaan Drainase yang ada di Kabupaten Pesisir Barat

No Kecamatan/KelurahanNama

Wilayah Genangan

Luas Ketinggian Lama Frekuensi

Penyebab

(Ha) (M) (jam/hari) (kali/tahun)

1 Bengkunat Belimbing* - - - -

-2 Bengkunat* - - - -

-3 Ngambur* - - - -

-4 Pesisir Selatan* - - - -

-5 Krui Selatan

- Pemerihan 5 0 – 1 2 1 Penyempitan saluran

drainase

- Lintik 25 0 – 0,5 5 1 Tidak ada drainase

- Way Napal 15 0 – 0,5 2 1 Tidak ada drainase

- Way Suluh 15 0 – 0,5 2 1 Tidak ada drainase

- Padang Raya 15 0 – 0,5 2 1 Tidak ada drainase

- Balai Kencana 30 0 – 0,5 2 1 Tidak ada drainase

- Mandiri Sejati 30 0 – 0,5 > 2 1

Pasang Surut Air Laut, tidak ada

drainase

6 Pesisir Tengah

- Pasar Kota Krui 10 0 – 1 2 1

Pasang Surut Air Laut, Penyempitan

saluran drainase

- Pasar Krui 5 0 – 1 2 1

Pasang Surut Air Laut, Penyempitan

saluran drainase

- Sukanegara 5 0 – 0,5 2 1 Tidak ada drainase

7 Way Krui

- Labuhan Mandi 5 0 – 0,5 > 2 1 Penyempitandrainase

- Banjar Agung 5 0 – 0,5 2 1 Tidak ada drainase

- Penggawa V 5 0 – 0,5 < 2 1 Tidak ada drainase

- Penggawa V ilir 5 0 – 0,5 < 2 1 Tidak ada drainase

- Bumi waras 5 0 – 0,5 ≤2 1 Penyempitan

drainase

8 Karya Penggawa

- Kebuayan 15 0 – 0,5 ≤ 2 1 Tidak ada tanggul

sungai

- Way Sindi 5 0 – 0,5 2 1 Penyempitan

drainase

- Way Sindi Hanuan 5 0 – 0,5 2 1 Penyempitan

drainase

- Tebakak way Sindi 8 0 – 1 < 2 1 Penyempitan

drainase

9 Pesisir Utara* - - - -

-10 Lemong* - - - -

-11 Pulau Pisang* - - - -

-Sumber : kunjungan lapangan tahun 2014 *) data tidak tercatat

Hal lain yang mungkin terjadi sehingga mengakibatkan banjir adalah karena pada lokasi – lokasi tersebut saluran drainase yang ada tidak terpelihara dengan baik bahkan kondisi saluran – saluran drainase sudah tertutup oleh lapisan tanah dan sampah, sehingga fungsi saluran drainase untuk menyalurkan limpasan air hujan dan air yang terdapat di permukaan tanah tidak dapat berfungsi dengan baik. Ditambah lagi dengan kondisi daerah yang terletak di pinggir laut atau daerah pesisir yang terpengaruh pasang surut air laut.

Berdasarkan Hasil EHRA dokumen Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pesisir Barat diketahui bahwa 39,5 % penduduk masih mengalami banjir secara rutin sedangkan 60,5 % penduduk tidak pernah mengalami banjir.

Table 7.41Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase di Kabupaten Pesisir Barat No Jenis Prasarana /sarana Satuan KapasitasJumlah /

Kondisi

Frekuensi Pemeliharaan

Berfungsi Tdk

beerfungsi

(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii)

1 Saluran Primer - S. Primer A m - - - -- S. Primer B m - - - -2 Saluran Skunder - S. Sekunder A1 m - - - -- S. Sekunder A2 m - - - -- S. Sekunder B1 m - - - -3 Bangunan Pelengkap - Rumah Pompa Unit - - -

-- Pintu Air Unit - - -

-Catatan : Data tidak tersedia

Aspek Teknis

Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat saat ini, permasalahan drainase di perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya penanganan drainase di banyak kota di indonesia masih berifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dari tahap perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai drainase kepada pihak yang terlibat baik bagi pelaksana

maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan agar penanganan drainase dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Program pembangunan bidang penyehatan Lingkungan Permukiman sangat diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan.

Kebutuhan prasarana dan sarana bidang ke-PLP-an yaitu drainase air limbah dan persampahan saat ini sudah merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat ditawar lagi. Kondisi rendahnya tingkat kesehatan masuarakat, degradasri kualitas sumber air baku dan lingkungan merupakan indikasi kebutuhan prasarana dan sarana ke-PLP-an tersebut. Penyehatan Lingkungan Permukiman sudah bukan merupakan hal yang mewah lagi, sebab setiap masyarakat saat ini, apalagi yang tinggal didaerah pertokooan (urban) sudah sangat meningkat dengan pesat, dan sudah sangat menuntut hidup dilingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini yang perlu dicermati lagi adalah perlunya perubahan paradigma dalam penanganan program bidang ke-PLP-an yang mendasarkan pada pendekatan outcome dan juga dampak, serta keberpihakan pada lingkungan. Dimana didalam pengertiannya, sistem drainase dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirka air permukaan kebadan air atau ke bangunan resapan buatan.

2. Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban). Sistem tersebut berupa jaringan pembuangan air yang berfungsi mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia.

3. Sistem drainase terpisah adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan air limbah domestik.

4. Sistem drainase gabungan adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang sama untuk air hujan dan air limbah.

5. Drainase berwawasan lingkungan adalah pengelolaan drainase yang tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan. Terdapat 2 Pola yang dipakai :

a. Pola Detensi (penampungan air sementara), misalnya dengan membuat kolam penampungan.

b. Pola Retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan atau taman

6. Pengendalian banjir adalah bangunan untuk mengendalikan tinggi muka air agar tidak terjadi limpasan dan atau genangan yang menimbulkan kerugian.

7. Badan penerima air adalah sungai, danau atau laut yang menerima aliran dari sistem drainase perkotaan.

Secara garis besar kapasitas tampung saluran drainase Kabupaten Pesisir Barat masih mampu untuk menampung debit banjir yang terjadi, tetapi ada beberapa saluran eksisting yang perlu mendapat perhatian serius karena sudah tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi, memang ada beberapa kasus yang terjadi karena saluran terjadi pendangkalan/penimbunan lumpur/sampah, kerusakan saluran maupun karena pada beberapa tempat di sepanjang bantaran sungai/saluran drainase dimanfaatkan untuk keperluan sosial kemasyarakatan dan keperluan pribadi.

Selanjutnya untuk mengantisipasi dan merencanakan pengembangan sistem drainase perkotaan

secara menyeluruh perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut, antara lain melalui Penyusunan

Masterplan Drainase Kabupaten Pesisir Barat.

Aspek Kelembagaan

Untuk mendapatkan informasi yang baik mengenai kondisi pengelolaan drainase di Kabupaten Pesisir Barat,Pokja Sanitasi melakukan kajian kelembagaan dan kebijakan terhadap pengelolaan sub sektor sanitasi.Kajian ini perlu untuk dilakukan karena sangat dibutuhkan untuk mengetahui dengan jelas gambaran ataupeta kondisi kelembagaan sub sektor drainase yang saat ini telah ada diKabupaten Pesisir Barat.Dengan adanya peta kelembagaan ini, maka upaya penyusunan kerangka layanan drainase skala kotayang berkelanjutan dapat dikembangkan secara lebih realistis karena didasarkan pada kondisi dan potensi kelembagaan yang benar-benar nyata.

Tujuan dilakukannya kajian kelembagaan dan kebijakan adalah :

a. Mendeskripsikan peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam pembangunan

dan pengelolaan drainase di Kabupaten Pesisir Barat.

b. Mendeskripsikan kelengkapan dan kondisi pelaksanaan kebijakan drainase di Kabupaten

Pesisir Barat.

Pengelolaan sistem drainase di Kabupaten Pesisir Barat, menyangkut pengadaan pembangunan,

pengawasan serta pemeliharaan terhadap sarana drainase perkotaan

dilakukan/diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Pertambangan Energi Kabupaten Pesisir Barat.Untuk menciptakan suatu kondisi sistem drainase yang terpelihara dengan baik,

pemerintah dan ditunjang peran serta masyarakat melakukan kegiatan perawatan berupa pembersihan sampah yang sering mengganggu aliran air.

Aspek Pendanaan

Strategi pendanaan yang diterapkan pada penanganan masalah sistem drainase Kabupaten Pesisir Barat adalah dari dana APBD dan kucuran dana APBN jika dialokasikan. Pendanaan yang dibutuhkan akan diarahkan pada beberapa permasalahan yang mendesak untuk diselesaikan, secara garis besar strategi pendanaan diarahkan pada:

 Sistem Saluran drainase, baik desain maupun pekerjaan fisik .

 Pembangunan waduk retensi dan alokasi bagi pengerukan sedimen yang telah menumpuk.

 Pemeliharaan dan perbaikan ringan pada badan saluran yang telah ada .

Aspek Peraturan Perundangan

Beberapa peraturan dan perundang-undangan yang terkait dan menjadi landasan hukum dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air, antara lain sebagai berikut :

 UUD 1945 pasal 33, ayat (3) yang menetapkan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.

 Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1981 tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan

Pemeliharaan Prasarana Pengairan.

 UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

 PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air

 PP No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi

 PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

 PP No. 35 Tahun 1991 tentang sungai.

 Perpen PU No. 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai.

 Perpen PU No. 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Atas Air dan atau Sumber Air pada

Wilayah Sungai.

 Kepmen PU No. 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase sebagai Drainase

Kota dan Fungsi sebagai pengendali banjir

 Kepmen PU No. 179/1996 tentang Pembentukan Balai Pengelolaan Sumber Daya Air pada

Dinas Pekerjaan Umum Provinsi.

 Keppres No. 9 Tahun 1999 tentang Tim Koordinasi Pendayagunaan Sungai dan

 Peraturan dan produk hukum lain yang terkait.

Aspek Peran Serta Masyarakat

Perilaku berwawasan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan dipengaruhi oleh banyak system sepertitingkat pendidikan, status sistem, keinovatifan, pengetahuan tentang lingkungan, sikap terhadap kebersihanlingkungan dan sebagainya. Untuk itu perlu adanya upaya peningkatan kesadaran melalui programpemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaan pemberdayaan hendaknya masyarakat dilibatkan sejakawal, sehingga mereka merasa menjadi bagian penting dalam system lingkungan.

Usaha-usaha untuk mengikutsertakan masyarakat dalam menanggulangi masalah air genangan telah dilakukan, namun usaha ini masih terbatas yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat insidentil. Peningkatan kerja bakti yang lebih terarah dan adanya usaha-usaha lain seperti gerakan kebersihan lingkungan dalam menanggulangi sampah serta menjaga agar saluran air tetap bersih, akan sangat membantu peran serta masyarakat dalam mengatasi bajir di kawasan masing – masing.

Saat ini program/kegiatan layanan drainase berbasis masyarakat yang ada di Kabupaten Pesisir Barat adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd). Kecamatan yang menjadi sasaran dari program PNPM Mandiri Perdesaan ini adalah Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Way Krui dan Kecamatan Krui Selatan.

Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada

Permasalahan yang sering dihadapi dalam penanganan drainase perkotaan, antara lain:

- Dimensi saluran sudah tidak mampu lagi menampung air limpasan;

- Penyempitan badan saluran;

- Daerah resapan air yang berkurang karena permukaan tanah sebagian telah tertutup

material padat, seperti: bangunan, jalan dll;

- Banyaknya sampah dan sedimentasi pada badan saluran;

- Kurang memperhatikan elevasi saluran.

Sasaran Drainase

Sasaran yang hendak dicapai oleh program penanganan drainase Kabupaten Pesisir Barat

Dalam dokumen RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA (Halaman 100-116)