• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman

didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan

perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang

kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan

perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari

pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh,

sedangkan untuk pengembangan kawasan Pedoman Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya

perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat

pertumbuhan, serta desa tertinggal.

ARAHAN KEBIJAKAN DAN LINGKUP KEGIATAN

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan,

antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus

meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman

kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan

BAB 7

(2)

kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan

dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus,

dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang

diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan

perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang

perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta

standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

AdapunfungsiDirektorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan

perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman

baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman

kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di

kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk

penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan

peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

(3)

7.1.1 KONDISI EKSISTING , ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagaiisu strategis nasionalyang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat

ini adalah:

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi

terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target SDGs 2019 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh

perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang

tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan

Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang

bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan

kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan

kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan

permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas

sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar

pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum

secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang bersifat lokal

dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis

pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam

(4)

Tabel 7.1Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Pesisir Barat

No Isu Strategis Keterangan

1 Menurunnya kualitas permukiman pada

kawasan kumuh di perkotaan

Peningkatan kualitas lingkungan permukiman di perkotaan dalam mendukung upaya penanganan kawasan kumuh perkotaan serta peningkatan kesejahteraan MBR

2 Tertinggalnya pembangunan di kawasan

perbatasan, pulau terluar, dan daerah tertinggal Minimnya cakupan dan kualitas infrastruktur permukiman dalam mendukung pengembangan ekonomi di perdesaan

Pengembangan desa-desa potensial (agropolitan, minapolitan) dalam rangka peningkatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat desa melaui penyediaan infrastruktur permukiman

3 Kurangnya kapasitas masyarakat dalam

pemanfaatan infrastruktur permukiman

Pelaksanaan melalui pendampingan dan pelayanan informasi

Sumber : Analisis RPIJM Kabupaten Pesisir Barat, 2016

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan

meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158

TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial

yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun

infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun

infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan

15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

Kondisi eksisting pengembangan permukiman Kabupaten Pesisir Barat yaitu dengan

menerapkan beberapa peraturan perundangan di tingkat kabupaten (meliputi peraturan

daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang

mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan

pembangunan permukiman. Untuk Kondisi yang diharapkan saat ini Pengembangan

Permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah untuk

mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang sehat dan layak huni (liveble), aman,

nyaman, damai dan berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Demikian juga Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat selama ini telah melakukan pengembangan

permukiman di perkotaan dan perdesaan, seperti:

1) Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar dan perbaikan rumah bagi Kawasan Kumuh di

kawasan perkotaan;

2) Peningkatan Kualitas Permukiman, bagi masyarakat miskin yang tersebar di beberapa

lokasi di Kabupaten Pesisir Barat;

(5)

Untuk mempercepat pertumbuhan dan pengembangan permukiman, Pemerintah Kabupaten

Pesisir Barat telah merencanakan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) di beberapa lokasi. Penetapan

DPP dengan memperhatikan banyak faktor, antara lain potensi ekonomi kawasan, jumlah

penduduk, prasarana dan sarana dasar serta potensi-potensi lain yang belum tergali yang

diperkirakan akan mampu meningkatkan kawasan menjadi lebih mandiri dan berkembang.

Di sisi lain terdapat lingkungan permukiman yang telah berkembang sangat cepat dengan

jumlah penduduk yang cukup tinggi dan mengakibatkan lingkungan permukiman menjadi

kumuh (slum area) serta terbatasnya prasarana dan sarana dasar. Penetapan lokasi/kawasan

permukiman kumuh yang akan disurvai dalam wilayah kabupaten/kota berdasarkan keputusan

Kepala Daerah (SK Bupati/Walikota) atau telah ditetapkan melalui hasil identifikasi/kajian

tetapi belum ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, atau berdasarkan dokumen perencanaan

lainnya (SPPIP, RPKPP, RP3KP, RP4D, RTRW).

Tabel 7.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Bupati/Peraturan Lainnya terkait Pengembangan Permukiman

NO

Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Amanat

Kebijakan Daerah

Jenis Produk Pengaturan No/Tahun Perihal

1 Keputusan Bupati - Penetapan lokasi

perumahan kumuh

2 Keputusan Bupati - Penetapan kawasan

minapolitan dan

3 Peraturan Daerah - Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Pesisir Barat

Belum selesai Perda

Perkotaan

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Pesisir Barat diarahkan pada

penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) dan peningkatan kualitas permukiman.

Perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman serta penyediaan PSD untuk meningkatkan

kualitas permukiman selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat.

Tetapi belum semua kawasan perumahan dan permukiman dapat terjangkau dan terlayani

sehingga diharapkan ada peran serta masyarakat dan swasta dalam mewujudkan kebutuhan

(6)

Tingginya perkembangan kebutuhan perumahan dan permukiman di perkotaan membawa

dampak tumbuhnya kantong-kantong permukiman kumuh demikian juga di wilayah Kabupaten

Pesisir Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan akan lahan dan ruang untuk tempat

tinggal semakin meningkat seiring dengan lahan dan ruang di perkotaan semakin terbatas dan

kecenderungan warga masyarakat yang ingin tinggal di dekat pusat-pusat kota. Akibatnya

kawasan pusat kota tidak mampu lagi menampung aktivitas warganya yang berdampak pada

sistem pelayanan perkotaan, kualitas lingkungan dan masalah sosial yang semakin kompleks.

Untuk mengurangi kawasan kumuh, Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat menata lingkungan

kumuh berbasis komunitas dengan menciptakan kemandirian masyarakat dalam memeliharan

lingkungan permukimannya menjadi tertata, bersih dan layak huni.

Permukiman kumuh di Kabupaten Pesisir Barat terbagi atas permukiman kumuh nelayan dan

permukiman kumuh umum. Permukiman nelayan tentunya berada di daerah pantai, kekumuhan

tersebut lebih diakibatkan pendapatan masyarakat yang rendah sebagai nelayan, sehingga

masih banyak ditemukan rumah dengan bangunan yang non permanen, dan kurang masih

dilengkapi dengan sarana prasarana lingkungan yang sehat. Untuk sebaran kawasan kumuh

Kabupaten Pesisir Barat belum dilakukan survey dan identifikasi sebaran dan luasan kumuhnya.

Sebaran Perumahan Dan Permukiman

Berdasarkan data yang diperoleh rumah tinggal yang dibangun oleh warga pada Wilayah

Kecamatan di Kabupaten Pesisir Barat ini bervariasi bergantung pada kemampuan finansial

dari masing-masing warga. Sehingga ada rumah yang telah permanen, ada yang semi permanen

bahkan ada juga yang tidak permanen atau terbuat dari kayu dan berdinding geribik. Adapun

rincian jenis rumah berdasarkan pada jenis rumah seperti yang disebutkan dapat di lihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 7.3Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016

No

(7)

Saat ini untuk kondisi perumahan, komposisi rumah permanen yang lebih banyak dari

bangunan rumah semi permanen dan sederhana (data belum teridentifikasi). Kondisi bangunan

permukiman di wilayah perkotaan umumnya cukup baik dengan komposisi jumlah bangunan

yang semi permanen maupun sederhana.

Tabel 7.4Data Kondisi RSH di Kabupaten Pesisir Barat 2016

No Lokasi RSH Tahun

Pembangunan Pengelola

Jumlah

Penghuni

Kondisi

Prasarana CK

yang ada

1 - - - -

-2 - - - -

-Sumber : Hasil Identifikasi Kawasan RSH Kabupaten Pesisir Barat, 2016

Perdesaan

Pengembangan kawasan permukiman perdesaan di Kabupaten Pesisir Barat diarahkan pada

Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Minapolitan. Kawasan agropolitan yang akan

dikembangkan sebagai kawasan agropolitan sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Pesisir

Barat adalah Kawasan Agropolitan Sidomulyo Kecamatan Sidomulyo dan Kec.Penengahan.

Untuk kawasan minapolitan yang akan dikembangkan sesuai dengan arahan RTRW yaitu

kawasan minapolitan Ketapang dan sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Pesisir Barat diarahkan

di Kecamatan Sragi dan Kecamatan Bakauheni.

Strategi pengembangan wilayah dan usaha agribisnis perlu disinergikan untuk mengoptimalkan

kawasan dalam pembangunan. Pengembangan pertanian perlu disiapkan secara matang dengan

memperhatikan keterkaitan aktivitas yang akan dikembangkan, baik dampak ke belakang

(backward linkage) maupun dampak ke depan (forward linkage). Agribisnis sebagai suatu sistem perlu disediakan infrastruktur dasar dan pendukungnya, seperti : jaringan jalan, air bersih,

sarana pengolahan, pemasaran serta adanya kemandirian sumber daya manusia dan

kelembagaan yang memadai dan berakar kuat. Artinya bahwa membangun kawasan perdesaan

dengan kegiatan utama agribisnis, tak pelak lagi merupakan pembangunan sub sistem

infrastruktur dan suprastruktur dalam suatu sistem kawasan agropolitan.

Agropolitan/minapolitan (kota dengan basis ekonomi pertanian) merupakan salah satu upaya

mempercepat pembangunan perdesaan sehingga tidak lagi bertumpu pada pusat-pusat

pertumbuhan yang biasanya terletak di pusat-pusat kota. Melalui agropolitan, desa dengan

(8)

melayani, mendorong, menarik kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) wilayah

sekitarnya sehingga menjadi suatu sistem kawasan yang komplementer dan terpadu.

Diharapkan melalui pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan ini, dapat meningkatkan:

- Keterkaitan desa dan kota sehingga dapat diwujudkan sinergi pertumbuhan antar wilayah

perdesaan dan perkotaan;

- Mendorong tumbuhnya wilayah-wilayah perdesaan melalui pengembangan potensi wilayah

terutama di bidang usaha pertanian dengan sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi,

berbasis kerakyatan dan berkelanjutan melalui penguatan sentra-sentra produksi

pertanian/perikanan yang berbasis potensi lokal.

- Hubungan spasial antara hierarki wilayah pembangunan;

- Mewujudkanplatform daya saing agribisnis Kabupaten Pesisir Barat agar mampu menarik

investor untuk terlibat secara intensif dalam pendayagunaan potensi daerah;

- Pendapatan dan kesejahteraan warga masyarakat.

Pencapaian dukungan infrastruktur pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan

Kabupaten Pesisir Barat tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.5 Data Program Perdesaan di Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2010-2014

No Program/Kegiatan Lokasi Volume

Sumber : Hasil Database Infrastruktur Cipta Karya Sektor Bangkim Tahun 2010-2014

Kawasan Agropolitan/Minapolitan yang dikembangkan merupakan bagian dari potensi wilayah

kabupaten. Pengembangan kawasan melalui penguatan sentra-sentra produksi

pertanian/perikanan yang berbasis potensi lokal. Dengan demikian Kawasan

Agropolitan/Minapolitan mampu memainkan peran sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi

yang berdaya kompetensi interregional maupun intraregional. Selain itu pengembangan juga

berorientasi pada kekuatan pasar yang dilaksanaka melalui pemberdayaan usaha budidaya dan

kegiatan agribisnis/minabisnis. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat memberikan

kemudahan sistem agribisnis/minabisnis yang utuh dan terintegrasi dengan penyediaan

infrastruktur (sarana dan prasarana) seperti peningkatan jalan lingkungan poros desa,

peningkatan jalan usaha tani, Stasiun Terminal Agribisnis (STA), peningkatan pasar ikan dan

(9)

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat

menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih

terbatas.

2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah

terpencil, dan kawasan perbatasan.

3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Cipta Karya sektor

Pengembangan Permukiman.

3. Pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya

kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur

permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota.

6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya pada

Kabupaten/Kota.

Sebagaimana isu strategis, di masing-masing Kabupaten/Kota terdapat permasalahan dan

tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di

Kabupaten/Kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman

yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya

adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di

Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi

dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah

(10)

Tabel 7.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Pesisir Barat

No Permasalahan Pengembangan

Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis

1. Permukiman kumuh di sempadan pantai dan sempadan sungai.

2. Terdapat permukiman dilereng bukit 3. Permukiman yang melanggar garis

sempadan bangunan (GSB), garis sempadan sungai (GSS), garis sempadan pantai (GSP).

• Pembangunan dan pengembangan kawasan pusat kota,

kawasan agropolitan di perdesaan, kawasan pulau-pulau Kecil perlu dilakukan secara bertahap sehingga nantinya antar kawasan memiliki potensi dan karakteristik khas yang saling mendukung dan melengkapi. Keterpaduan antar kawasan akan lebih efisien dan efektif dalam penyediaan prasarana dan sarana dasar perdesaannya

2 Aspek Kelembagaan

• Dinas Pekerjaan Umum, Energi dan

Pertambangan, Dinas Tata Ruang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang mengelola pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

• Perlu dibentuk lembaga-lembaga pemerintah dalam

pengendalian pembangunan perumahan belum berjalan sesuai yang diharapkan

3 Aspek Pembiayaan

• Adanya keterbatasan pembiayaan

pembangunan mengakibatkan tidak seluruh wilayah Kabupaten Pesisir Barat dapat menikmati prasarana dan sarana dasar permukiman yang memadai

• Adanya keterbatasan pendanaan ini maka

pembangunan prasarana dan sarana dasar yang dilakukan memperhatikan skala prioritas atau mendahulukan daerah-daerah yang benar-benar belum memiliki serta membutuhkan prasarana dan sarana dasar permukiman.

• Bantuan stimulan sebagai pendorong dalam perbaikan

(11)

No Permasalahan Pengembangan

Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

4 Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta

• Sebagian masyarakat belum memahami

dengan baik permasalahan pengembanagn permukiman

• Pembangunan kawasan perdesaan dan

perkotaan di Kabupaten Pesisir Barat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaannya

• Tantangan yang sering dihadapi dalam

pembangunan dan pengembangan permukiman antara lain sebagian masyarakat belum memahami dengan baik sehingga sosialisasi sangat diperlukan untuk menyamakan persepsi pentingnya

pembangunan permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan warga dan kawasan menjadi lebih maju dan mandiri.

• Tantangan lain yang sering muncul yaitu masyarakat

masih mengharapkan setiap pembangunan di lingkungannya dilakukan oleh Pemerintah. Selain itu lahan dan ruang di perkotaan yang terbatas telah menjadikan kawasan perkotaan menjadi daya tarik bagi masyarakat dan masyarakat migran untuk datang dan tinggal karena kemudahan aksesibiltas ke pusat kota.

• Peran serta pihak swasta dan masyarakat juga perlu

ditumbuh kembangkan sehingga warga masyarakatnya mampu mandiri

• Pemberian bantuan stimulan dari Pemerintah

Kabupaten Pesisir Barat selama ini hanya sebagai pendorong bagi masyarakat untuk ikut membangun dan selanjutnya dapat mandiri dalam memperbaiki perumahan dan permukimannya menjadi lebih sehat dan layak huni

5 Aspek Lingkungan Permukiman

• Penurunan kualitas lingkungan

permukiman pada kawasan padat, kumuh dan miskin

• Peningkatan kualitas permukiman melalui

pencegahan kawasan kumuh dengan penataan kawasan

• Pemberian bantuan stimulan dari Pemerintah

Kabupaten Pesisir Barat selama ini hanya sebagai pendorong bagi masyarakat untuk ikut membangun dan selanjutnya dapat mandiri dalam memperbaiki perumahan dan permukimannya menjadi lebih sehat dan layak huni

(12)

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis

kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat

arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya

khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat

kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2015-2019, SDGs 2019

(pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2019), Standar Pelayanan Minimal (SPM)

untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,

percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program

pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota

meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan

tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan

permukiman.

Tabel 7.7Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Kabupaten Pesisir Barat untuk 5 Tahun

No URAIAN UNIT 2015 2016 2017 2018 2019 Ket

1 Jumlah

Jiwa/km2 461 466 472 477 483

(13)

4 Kebutuhan RSH Unit - 1 1 1 1

Tabel 7.8Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman

di Perdesaan Kabupaten Pesisir Barat yang membutuhkan Penanganan untuk 5 Tahun

No URAIAN UNIT 2015 2016 2017 2018 2019 Ket

1 Jumlah

Jiwa/km2 461 466 472 477 483

(14)

No URAIAN UNIT 2015 2016 2017 2018 2019 Ket

7 Desa Kategori

Miskin

Desa - - - -

-8 Kawasan

dengan

Komoditas

Unggulan

Kawasan 4 1 - - 1

7.1.2 PROGRAM-PROGRAM SEKTOR PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan

perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri

dari:

1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta

2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan

dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),

3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa

kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana

diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)

 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

 Infrastruktur perdesaan PPIP

(15)

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 6.1.

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 7.1Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari

kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1.Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan.

Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk

pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

(16)

2. Khusus Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

 BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta

Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik Tingkat kemiskinan desa >25%

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii)

produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)

pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan

dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan

kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan

yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas

rumah, perumahan,dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)

pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata

ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu

(17)

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau

RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi

terhadap penanganan kawasan permukimankumuh dalam hal kelayakan suatu hunian

berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai

indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan

kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah

apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor

ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan

kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat

aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi

lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan

permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih,

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan

indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand

scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

7.1.3 USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting

dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program

(18)

Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria

untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

Tabel 7.9Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Pesisir Barat

Ha 2,000,000 Natar SK Kumuh,

Lahan dan

Ha 2,000,000 Bakauheni SK Kumuh,

Lahan dan

(19)

No Program/Kegiatan Volume/

Desa Sebuku Kecil Lahan dan

DED

b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus meningkatkan

alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber pembiayaan dari masyarakat

dan swasta (KPS, CSR).

Tabel 7.10Usulan Pembiayaan Proyek

(20)

N

o Program/Kegiatan APBN

APBD Prov

APBD Kab/Kot

a

Masy Swasta CSR Total

(1

) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

5 Pembangunan/Pening

katan Jalan s/d

Perkerasan Aspal

- - - - - 500,00

0

6 Pembangunan jalan

dengan paving block

- - - - - 500,00

0

7 Rehabilitasi jalan s/d

latasir

- - - - - 500,00

(21)

RINCIAN MURNI PHLN

KEGIATAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

PERATURAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Pendampingan Kab/Kota Menyusun RP2KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman)Laporan

Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman Laporan

Penyusunan DED Lingkungan Perumahan Nelayan

Kel.Rangai Tri Tunggal Kec.Ketibung

1 Laporan 200,000.00

Penyusunan DED Kawasan Pusat Kota Kalianda dan Bakauheni

Desa Kenyayan

Kec. Bakauheni 1 Laporan 200,000.00

Penyusunan DED Kawasan Pusat Kota Muara Pilu Kec.

Rajabasa 1 Laporan 200,000.00

Penyusunan DED PSD Pulau-pulau Terpencil Desa Sebuku

Kecil 1 Laporan 200,000.00

Penyusunan DED PSD Pulau-pulau Terpencil Pulau Sebesi 1 Laporan 200,000.00 Penyusunan DED PSD Agroplitan Kec.Sidomulyo 1 Laporan 200,000.00 Penyusunan DED PSD Agroplitan Penengahan 1 Laporan 200,000.00 Penyusunan Masterplan Agropolitan Lampung Selatan 1 Laporan 500,000.00

Pembinaan dan Fasilitasi Kegiatan Pengembangan Permukiman Laporan

Pengawasan Pengembangan Kawasan Permukiman Laporan

INFRASTRUKTUR KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh Ha

Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan Kws. Kumuh Bakauheni Kec. Bakauheni Kab. Lampung Selatan

Kws. Bakauheni

Kec. Bakauheni Ha 1,720,000 Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan Kec.

Bakauheni Kab. Lampung Selatan Bakauheni Ha 1,500,000 Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan Kec.

Bakauheni Kab. Lampung Selatan Bakauheni Ha 1,500,000 Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan Kec.

Natar Kab. Lampung Selatan Natar Ha 2,000,000 Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan dan

Drainase

Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan dan Drainase

Kel.Rangai Tri Tunggal Kec.Ketibung

Ha 2,000,000

Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan dan Drainase

Desa Kenyayan

Kec. Bakauheni Ha 1,500,000 Pembangunan / Peningkatan PSD Jalan Lingkungan dan

Drainase

Muara Pilu Kec.

Rajabasa Ha 1,750,000

Infrastruktur Kawasan Miskin Perkotaan

Neighborhood Upgrading Shelter and Sector Project Phase-2 (NUSP-2)

2016 2017 2018 2019

(22)
(23)

7.2 PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN ARAHAN KEBIJAKAN DAN LINGKUP KEGIATAN

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai

bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan

lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik

bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan

peraturan antara lain :

1) UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan

amanat bahwa penyelenggaraan penyelanggaraan perumahan dan kawasan

permukiman adalah adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan

sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu

Pada UU No. 1 Tahun 2011 juga di amantkan pembangunan kavling tanah yang telah

dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam pembangunan, penguasaan,

pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana tata Bangunan

dan Lingkungan (RTBL)

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 Tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung diselenggarakan secara

tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan

administratif dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah :

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah

b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan

persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL

yang di tetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung,

arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,

persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan,

(24)

penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan,

pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan

pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005

tentang peraturan pelaksanaan dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan

fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan

gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta

alat pengendalian pengembangan bangunan dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam menyusun dan pelaksanaan dokumen RTBL,

maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa

RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi

kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan

rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen

RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta

sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No. 8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian PU, pada pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan

dan Lingkungan mempunyaitugasmelaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal

(25)

pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penatan bangunan dan

lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan

dan Lingkungan menyelenggarakanfungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan

lingkungan termasuk gedung dan rumah negara ;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan

gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan ;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan

bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat alam

pembinaan lingkungan;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan

keusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan

penyelenggaraan penaaan bangunan dan lingkungan ; dan

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL,

yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan

gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan

(26)

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 7.2

Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi

peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi :

a. Kegiatan pembinaan lingkungan permukiman

Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

Pembangunan prasarana dan sarana peningkatan lingkungan permukiman kumuh

dan nelayan;

Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

(27)

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di prkotaan

Bantuan teknis penaggulangan kemiskinan di perkotaan ;

Paket dan Replikasi

7.2.1 KONDISI EKSISTING ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN 1. Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai

bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan

lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik

bangunan gedung dan lingkungan.

Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan

lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah: i) Memberdayakan

masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, berjati diri, serasi dan

selaras, ii) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang

produktif dan berkelanjutan.

Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan

yang antara lain:

1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan

Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana.

 Kurangnya prasarana dan sarana hidran kebakaran, bahkan banyak yang tidak

berfungsi dan kurang mendapat perhatian

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta rendahnya kualitas

pelayanan publik dan perijinan.

2. Permasalahan dan tantangan di Bidang Gedung dan Rumah Negara

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan

keselamatan, keamanan dan kenyamanan

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien

 Masih banyaknya asset Negara yang tidak teradministrasi dengan baik.

3. Permasalahan dan tantangan di bidang Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan

 Jumlah penduduk miskin yang semakin meningkat

(28)

 Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya.

Tabel 7.12Isu Strategis Sektor Penataan Bangunan di Kabupaten Pesisir Barat

No Kegiatan Isu Strategis

1 Penataan Lingkungan

Permukiman 1. Hampir seluruh kecamatan yang ada Kabupaten Pesisir

Barat merupakan daerah rawan bencana, yaitu bencana gempa dan tsunami.

2. Pengembangan permukiman diarahkan pada

Pengembangan Permukiman Kota Krui, untuk menarik perkembangan permukiman penduduk kearah jalur regional dalam rangka menumbuhkan kota Krui sebagai pusat pemerintahan, mendukung pengembangan zona industri di Pesisir Selatan, Bengkunat dan Lemong, untuk itu perlu ditingkatkan saran dan prasarana sosial yang mampu mendukung fungsi-fungsi tersebut; dan

Pengembangan PermukimanHinterland,dilakukan dalam rangka mengantisipasi konsep pengembangan Kota Krui, sehingga akan terbentuk pusat-pusat permukiman di wilayah Pesisir Barat. Untuk itu Perlu Perencanaan pembangunan fasilitas sosial dan ekonomi, yang terikat dengan Kabupaten Pesisir Barat.

2 Penyelenggaraan

Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1. Kabupaten Pesisir Barat belum memiliki Perda BG, dan implementasi dari perda BG belum dapat direalisasikan seperti keandalan bangunan gedung negara.

2. Pengelolaan aset gedung dan rumah negara belum terdokumentasi dengan baik.

3 Pemberdayaan Komunitas

dalam Penanggulangan kemiskinan

Pemberdayaan Komunitas dalam penanggulangan kemiskinan dibawah wewenang Sektor Penataan Bangunan atau lebih dikenal dengan PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP).

Kondisi Eksisiting

Kabupaten Pesisir Barat merupakan daerah otonomi baru yang sedang dalam

pembangunan dan pengembangan kawasan yang merata di seluruh wilayah administratif.

Sebagai daerah pemekaran baru Kabupaten Pesisir Barat memiliki potensi lebih

dikarenakan wilayah administratif yang membentang sepanjang pesisir barat perbatasan

Pulau Sumatera Negara Indonesia.

Dalam perencanaan bidang Cipta Karya sektor PBL, Kabupaten Pesisir Barat belum

memenuhi salah satu readiness criteria sebagai syarat utama Kabupaten dapat

melaksanakan kegiatan fisik yaitu telah memiliki Perda Bangunan Gedung (Perda BG).

Peraturan daerah ini berisi ketentuan yang mengatur berbagai aspek penyelenggaraan

bangunan gedung meliputi aspek fungsi bangunan gedung, aspek persyaratan bangunan

(29)

penyelenggaraan bangunan gedung, aspek peran masyarakat, aspek pembinaan oleh

pemerintah, aspek sanksi, aspek ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Pengaturan

fungsi bangunan gedung dalam Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar bangunan gedung

yang didirikan dari awal telah ditetapkan fungsinya sehingga masyarakat yang akan

mendirikan bangunan gedung dapat memenuhi persyaratan baik administratif maupun

teknis bangunan gedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga apabila bermaksud

mengubah fungsi yang ditetapkan harus diikuti dengan perubahan persyaratan

administratif dan persyaratan teknisnya. Di samping itu, agar pemenuhan persyaratan

teknis setiap fungsi bangunan gedung lebif efektif dan efisien, fungsi bangunan gedung

tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat

risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan.

Tabel 7.13Penataan Lingkungan Permukiman

Kawasan

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Belum teridentifikasi secara menyeluruh bidang penataan lingkungan permukiman terkait

kawasan tradisional bersejarah, ruang terbuka hijau, penanganan kebakaran dan

pemenuhan SPM di Kabupaten Pesisir Barat.

Untuk kawasan revitalisasi yang berpotensi di Kabupaten Pesisir Barat meliputi,

a. Kawasan Strategis Kampung Tua Laay, Kerbang Langgar dan Ngaras

b. Kawasan Pusaka Makam Gajah Mada dan Abang Kunat

(30)

Tabel 7.14Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

- - Fungsi sosial Budaya

: unit

- -

-- - Fungsi Khusus : unit - -

-Sumber : Hasil Analisis, 2015

Belum teridentifikasi secara menyeluruh bidang penataan lingkungan permukiman terkait

penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Pesisir Barat.

2 . Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan

tantangan yang dihadapi, antara lain :

A. Penataan Bangunan Gedung

• Belum siapnya landasan hukum Perda Bangunan Gedung dan landasan operasional

berupa rencana tata bangunan dan lingkungan untuk lebih melibatkan pemerintah

daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan

permukiman;

• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi

utama kota, kawasan strategis, kawasan pusaka dan kawasan wisata;

• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman

dalam rangka pemenuhan SPM.

B. Penyelenggaraan Bangunan Gedung

• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan

efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung;

• Meningkatnya kebutuhan norma standar pelayanan minimal terkait pengelolaan

dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan

kemudahan)

• Kurang ditegakkan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bangunan

gedung termasuk daerah rawan bencana;

• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung didaerah serta

(31)

• Banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

C. Penyenggaraan Penataan Bangunan

• Masih kurang diperhatikannya kebutuahn sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana

olah raga.

D. Kapasitas Kelembagaan Daerah

• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan

pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung

didaerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

Tabel 7.15Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Aspek PBL Permasalahan yang

dihadapi

Tantangan

pengembangan Alternatif Solusi

I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1 Aspek teknis Pembangunan yang

dilaksanakan belum

2 Aspek kelembagaan Terbatasnya SDM

dalam pembangunan

3 Aspek Pembiayaan Keterbatasan fiskal

(32)

No Aspek PBL Permasalahan yang

II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1 Aspek teknis Masih banyaknya

bangunan gedung

2 Aspek kelembagaan Terbatasnya SDM

dalam kegiatan

3 Aspek Pembiayaan Keterbatasan fiskal

daerah untuk

Sumber : Hasil Analisis, 2015

7.2.2 ANALISIS KEBUTUHAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1. RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu

lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,

penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok yang meliputi

 Program Bangunan dan Lingkungan

 Rencana Umum dan Panduan Rancangan

 Rencana Investasi

 Ketentuan Pengendalian Rencana

 Pedoman Pengendalian Pelaksanaan

Kegiatan penyusunan RTBL di Kabupaten Pesisir Barat belum ada atau dilaksanakan.

(33)

perekonomian masyarakat maka masih diperlukan kegiatan penyusunan RTBL

sebagai dokumen perencanaan strategis dan rencana program investasi Kabupaten.

2. RISPK (Rencana Induk sistem Proteksi Kebakaran)

RISPK seperti yang dinyatakann dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang

persyaratan Teknis sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan adalah sistem tersendiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik

yang terpasang maupun yang terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk

tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan

dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Mulai tahun 2014, kegiatan penanggulangan kebakaran baik perencanaan maupun

kegiatan fisik, pusat memberikan kewenangan kegiatan tersebut ke daerah. Dengan

demikian Kabupaten Pesisir Barat harus mengalokasikan anggaran dari pendapatan

daerah untuk kegiatan penanggulangan kebakaran.

3. Penataan Lingkungan Permukiman

Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman

adalah :

 Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah daerah

 Upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi

masyarakat setempat

 Azas ’keberlanjutan’ sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin

kelangsungan kegiatan

 Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,

selain itu juga melakukan pelatihan ketrampilan teknis dalam upaya

pemberdayaan masyarakat.

Untuk kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah,

pendekatan diatas sudah dilaksanakan hanya saja ada beberapa kawasan yang masih

mempunyai adat istiadat yang kental dan masih susah untuk menerima

saran/masukan dari luar mengenai pembangunan infrastruktur yang akan

dilaksanakan di kawasan tersebut.

4. Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No. 01

tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan

(34)

pengelolaan penerbitan IMB di Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan pemenuhan SPM

di Sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.16, dapat menjadi acuan bagi

Kabupaten Pesisir Barat untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan

Bangunan.

Tabel 7.16SPM Sektor Penataan Bangunan

No Jenis Pelayanan Dasar

100% 2019 Dinas yang

membidangi Perijinan (IMB)

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Sampai dengan saat ini data penerbitan IMB belum terpenuhi, sehingga data

bangunan gedung yang ber IMB di Kabupaten Pesisir Barat masih belum dapat

ditampilkan.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung meliputi:

1. Kondisi bangunan gedung yang belum memenuhi persayaratan keandalan yang

mencakup keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan. Impementasi dari

Perda BG mengenai persyaratan keandalan bangunan masih belum dapat

dilaksanakan.

2. Kondisi penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara di kabupaten masih

belum teridentifikasi dengan baik.

3. Aset negara dari segi administrasi pemeliharaan sudah terdata baik yang didanai

oleh APBN maupun APBD.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah

negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap pendata HSBGN, sehingga perlu

(35)

Tabel 7.17Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan

I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1 RTH M2 - 100 - 100

-II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1 Bangunan Fungsi

Sumber : Hasil Analisis, 2015

i. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Penataan Bangunan

Program-program Penataan Bangunan, terdiri dari :

a. Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bangunan Gedung ;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung ;

c. Kegiatan Penyelenggaraan Penataan Bangunan ;

d. Kegiatan Penyelenggaraan Penataan Bangunan Kawasan Khusus.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan maka

dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readines Criteria) yang mencakup antara lain rencana

kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan

melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika di perlukan, serta pembentukan

kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek

(36)

Kriteria Kesiapanuntuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah :  Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung

Kriteria Khusus :

• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan

Gedung ;

• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.

Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas :

• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM

Pronangkis-nya;

• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat ;

• Kesepian pengelolaan oleh stakeholder setempat ;

Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) : Kriteria Lokasi :

• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan ;

• Kawasan yang dilestarikan/heritage;

• Kawasan rawan bencana;

• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi

sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra

niaga (central business ditrict);

• Kawasan strategis menurut RTRW kabupaten/kota;

• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah

daerah, swasta, masyrakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang

dan/atau pengembangan wilayahnya;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakehokder setempat;

(37)

Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Pusaka, Kawasan Hijau/Publik dan Kawasan Tradisional/Bersejarah

Rencana tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen

kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan

pelaksana serta DAED/DED.

Kriteria Umum

• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan

RTBL (jika luas kawasan perencanaan > 5 Ha) atau;

• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembanan wilayah

(jika luas perencanaan < 5 Ha) ;

• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah

daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang

dan/atau pengembangan wilayahnya;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria KhususFasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Pusaka:

• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas ;

• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota ;

• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat ;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Hijau :

• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan

taman (RTH Publik) ;

• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaanya bersifat

terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.

26/2007 tentang Tata Ruang );

• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari

luas wilayah kota;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Kawasan Tradisional/Bersejarah :

• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten) ;

• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan

estetis;

(38)

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat ;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) :

• Ada Perda Bangunan Gedung ;

• Kota/kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang ;

• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi ;

• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP NO. 26/2008

tentang Tata Ruang ;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat ;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan PSD untuk Kawasan Pusaka, Kawasan Hijau/Publik dan Kawasan Tradisional/Bersejarah :

• Kabupaten sudah mempunyai Perda BG dan telah menyusun RTBL

• Mempunyai dokumen Rencana Tindak Kawasan Pusaka/Kawasan

Hijau/kawasan Tradisional Tradisional Bersejarah ;

• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya ;

• Ada DDUB ;

• Dukungan Pemerintah Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun

anggaran ;

• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisioanl,

diuatamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi

prioritas masyarakat yang mneyentuh unsur tradisionalnya ;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat ;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran

• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal

Sk/peraturan bupati/walikota) ;

• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan

DPRD) ;

• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun ;

• Ada lahan yang disediakan Pemda ;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta , dan masyarakat;

(39)

Kriteria Dukungan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

• Bangunan gedung negara/kantor pemerintah ;

• Bangunan gedung pelayanan umu (puskesmas, hotel, tempat peribadatan,

terminal, stasiun, bandara) ;

• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitasnya sosial

masyarakat (taman, alun-alun) ;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

7.2.3 USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN

Program yang diusulkan selengkapnya dapat dilihat dalam rencana program investasi

(40)

Tabel 7.18Usulan Program dan Kegiatan Penataan Bangunan Kabupaten Pesisir Barat

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Rincian Rp. Murni PHLN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

1 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENATAAN BANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN STRATEGIS Kawasan Strategis

Penyusunan Perencanaan Kawasan Kampung Tua Laay Kecamatan Karya Penggawa 1 Laporan 200,000 Penyusunan Perencanaan Kawasan Kerbang Langgar Kecamatan Pesisir Utara 1 Laporan 200,000

Penyusunan Perencanaan Kawasan Ngaras Kecamatan Bengkunat 1 Laporan 200,000

Kawasan Pusaka

Penyusunan Perencanaan Kawasan Pusaka Makam Gajah Mada Kab. Pesisir Barat 1 Laporan 200,000 Penyusunan Perencanaan Kawasan Abang Kunat Kecamatan Bengkunat Belimbing 1 Laporan 200,000 Kawasan Hijau

Kawasan Rawan Bencana

Kawasan Pengembangan Destinasi Wisata

Penyusunan Perencanaan Kawasan Wisata Religi Syekh AminullahKecamatan Lemong 1 Laporan 200,000

Penyusunan Perencanaan Kawasan Wisata Goa Matu Kab. Pesisir Barat 1 Laporan 200,000

Penyusunan Kawasan Wisata ( Tanjung Setia ) Kab. Pesisir Barat 1 Laporan 500,000

2 PENYELENGGARAAN PENATAAN BANGUNAN Implementasi Kegiatan Prioritas Kawasan Strategis

Pembangunan Kawasan Kampung Tua Laay Kecamatan Karya Penggawa 1 Kawasan 1,500,000 Pembangunan Kawasan Kerbang Langgar Kecamatan Pesisir Utara 1 Kawasan 1,500,000 Pembangunan Kawasan Ngaras Kecamatan Bengkunat 1 Kawasan 1,500,000 Implementasi Kegiatan Prioritas Kawasan Pusaka

Pembangunan Kawasan Pusaka Makam Gajah Mada Kab. Pesisir Barat 1 Kawasan 1,500,000 Pembangunan Kawasan Abang Kunat Kecamatan Bengkunat Belimbing 1 Kawasan 1,500,000 Implementasi Kegiatan Prioritas Kawasan Hijau

Implementasi Kegiatan Prioritas Kawasan Rawan Bencana

Implementasi Kegiatan Prioritas Kawasan Pengembangan Destinasi Wisata

Pembangunan Kawasan Wisata ( Tanjung Setia ) Kab. Pesisir Barat 1 Kawasan 1,500,000 Pembangunan Kawasan Wisata Religi Syekh Aminullah Kecamatan Lemong 1 Kawasan 1,500,000 Pembangunan Kawasan Wisata Goa Matu Kab. Pesisir Barat 1 Kawasan 1,500,000 Implementasi Kegiatan Prioritas Kawasan Perbatasan

12,500,000 0 0 0 1,400,000 0 0 0 0

No

Output

Lokasi Volume Satuan

Sumber Pembiayaan (Rp dalam ribuan) Tahun

Indikator Output APBN

DAK APBD

Provinsi APBD

(41)

6.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

Penyediaan air minum merupakan komponen yang paling utama peningkatan pembangunan

pada suatu kawasan dan merupakan salah satu entry point dalam penanggulangan

kemiskinan. Pengembangan dan pelayanan air minum adalah untuk meningkatkan pelayanan

air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan

rawan air dan meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi pembangunan prasarana

dan sarana air minum di perkotaan.

Dalam pembangunan dan pengembangan SPAM di Kabupaten Pesisir Barat, cakupan

pelayanan masih merupakan tujuan utama. Oleh karena itu, pembangunan konstruksi

prasarana dan sarana air minum menjadi kegiatan utama sedangkan kegiatan pemeliharaan

dan rehabilitasi masih cenderung terabaikan. Kebijakan pengembangan air minum harus

mampu menjangkau semua daerah kawasan permukiman, khususnya daerah rawan air serta

mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan

rendah.

ARAHAN KEBIJAKAN DAN LINGKUP KEGIATAN

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan

kontruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevakuasi sistem fisik (teknik) non fisik penyediaan air minum. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah

badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan

usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaran

pengembangan sistem air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta

masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku,

penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaran SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem

penyedian air minum (SPAM) antara lain :

1. Undang-Undang N0. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kenutuhan air baku untuk air

minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum

(SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab

Gambar

Tabel 7.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman
Gambar 7.1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Tabel 7.9 Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman
Tabel 7.10 Usulan Pembiayaan Proyek
+7

Referensi

Dokumen terkait

bersama untuk mencicipi varian baru, kontrol kualitas dan rasa dan juga bentuk roti yang disukai anak-anak. rotinya di berbagai kantin sekolah. pengalamannya berbisnis roti,

Dalam proses pengolahan data pada kantor PPAT Muhammad Zaini, S.H sudah menggunakan sistem yang cukup baik, dimana calon klien akan mendatangi kantor PPAT Muhammad Zaini,

Triangulasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan triangulasi teknik yaitu dengan mencocokkan data hasil temuan lapangan berupa data-data penerapan teknik desentisasi

Lengan robot didesain agar dapat mengikuti gerak sesuai dengan gerakan yang dilakukan oleh gerakan lengan manusia, input pengontrol dibuat dengan potensiometer untuk

Bupati/Walikota sudah membentuk lembaga yang menangani rehabilitasi hutan dan lahan (misalnya Dinas yang mengurusi kehutanan atau Kelompok Kerja RHL), maka lembaga ini

Unified Power Flow Controller (UPFC) sebagai keluarga dari FACTS Devices , merupakan salah satu peralatan control elektronik berbasis inverter, berfungsi mengontrol aliran

Nilai a menunjukkan intersep (konstanta) persamaan tersebut, artinya untuk nilai variable X = 0 maka besarnya Y = a parameter b menunjukkan besarnya koefisien

Kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi pada Januari 2016, yaitu: kelompok bahan makanan 1,50 persen; kelompok makanan jadi, minuman; rokok