Pengadukan hingga homogen
Pengukusan (3 menit)
Pencampuran dengan sisa maizena (45 g)
Pengadukan hingga homogen
Pembentukan lembaran dan pemotongan
Perebusan (2.5 menit)
Perendaman dalam air dingin (sambil digoyang) selama 15 detik
Penirisan
Penambahan minyak (2%)
Gambar 17. Desain proses pembuatan mi jagung basah
Gambar 18. Mi jagung basah matang
C. Perbaikan Elastisitas Mi Jagung Basah Matang
Perbaikan elastisitas dilakukan dengan mensubstitusi sebagian maizena yang dikukus dengan pati kacang hijau. Substitusi dilakukan adalah 5%, 10%, Air 30 ml + garam 1% + baking powder 0.3% 45 g maizena + 10 g CGM + CMC 1% Mi jagung basah mentah
15%, dan 20% dari total adonan (pati+CGM). Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas adonan yang tergelatinisasi, sehingga diharapkan dapat memperbaiki karakteristik fisik mi. Subtitusi pati kacang hijau diharapkan dapat meningkatkan %elongasi, kekekrasan, dan resistensi terhadap tarikan, tapi menurunkan kelengketan dan KPAP.
1. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap % Elongasi mi
Substitusi pati kacang hijau diharapkan mampu meningkatkan % elongasi mi. Tingkat substitusi yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, dan 20%.
Gambar 19 menunjukkan substitusi pati kacang hijau mampu meningkatkan elongasi mi. Hasil uji sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 6a) menunjukkan substitusi pati kacang hijau berpengaruh nyata terhadap peningkatan elongasi mi. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6b) menunjukkan penambahan pati kacang hijau pada semua tingkat substitusi berpengaruh nyata terhadap peningkatan elongasi mi. Namun peningkatan konsentrasi substitusi pati kacang hijau tidak meningkatkan elongasi mi secara nyata.
Gambar 19. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap % elongasi mi jagung basah matang
11.66 15.86 16.03 16.86 16.45 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0% hunkwe 5% hunkwe 10% hunkwe 15% hunkwe 20% hunkwe Subtitusi hunkwe yang digunakan
% E lon ga s i
Penambahan pati kacang hijau diharapkan meningkatkan jumlah amilosa terlarut. Tetapi jumlah air yang terbatas menyebabkan terbatasnya perkembangan granula dan jumlah amilosa yang terlarut juga tidak optimal. Sehingga peningkatan jumlah pati kacang hijau yang ditambahkan tidak diikuti dengan peningkatan elongasi secara gradual. Kurang optimalnya hasil yang diperoleh mungkin juga disebabkan perbedaan proses yang digunakan. Lii et all., (1988) menyebutkan pati pati kacang hijau memiliki tingkat pengembangan dan kelarutan yang tinggi pada suhu 95oC. Selain jumlah air yang terbatas, suhu pengukusan tidak mencapai suhu tersebut, sehingga pengembangan dan kelarutan pati kacang hijau tidak sempurna. Waktu perebusan mi yang terlalu singkat, tidak memberikan kesempatan bagi granula pati untuk mengembang optimum. Hal ini menyebabkan penambahan pati kacang hijau tidak memberikan hasil yang diinginkan.
2.Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap sifat resistensi mi terhadap tarikan
Pati kacang hijau memiliki kecenderungan retrogradasi yang tinggi. Sifat ini yang menjadikan mi pati berbahan baku pati kacang hijau memiliki karakteristik paling disukai karena teksturnnya yang kokoh. Kontribusi amilosa pati kacang hijau diharapkan bisa meningkatkan tekstur mi jagung.
Gambar 20. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap sifat resistensi terhadap tarikan mi jagung basah matang
14.4 15.73 16.87 20.73 22.27 0 5 10 15 20 25
0% hunkwe 5% hunkwe 10% hunkwe 15% hunkwe 20% hunkwe Subtitusi hunkwe yang digunakan
R e s ist e n si t e rh ad a p t a ri kan ( g f)
Gambar 20 menunjukkan substitusi pati kacang hijau mampu meningkatkan resistensi mi terhadap tarikan. Hasil uji sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 7a) menunjukkan substitusi pati kacang hijau berpengaruh nyata terhadap peningkatan karakteristik resistensi mi terhadap tarikan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7b) menunjukkan pada tingkat substitusi 5% tidak berbeda nyata dengan resistensi mi terhadap tarikan tanpa substitusi. Resistensi mi tanpa substitusi berbeda nyata dengan tingkat substitusi 10%, 15%, dan 20%. Sedangkan tingkat substitusi mi 5% tidak berbeda nyata dengan tingkat substitusi 10% tetapi berbeda nyata dengan tingkat substitusi 15%, dan 20%. Meningkatnya jumlah amilosa terlarut meningkatkan kekuatan matriks pengikat sehingga meningkatkan resistensi terhadap tarikan mi.
3. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap kekerasan mi
Kekerasan mi dipengaruhi oleh sifat retrogradasi pati. Retrogradasi meningkatkan kekerasan mi. Fraksi pati yang bertanggungjawab atas sifat retrogradas adalah amilosa. Semakin banyak amilosa terlarut kecenderungan retrogradasi akan semakin tinggi.
Gambar 21. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap kekerasans mi jagung basah matang
937.81 964.89 1478.2 1774.67 1579.26 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0% hunkwe 5% hunkwe 10% hunkwe 15% hunkwe 20% hunkwe Subtitusi hunkwe yang digunakan
K
eker
asan
(g
Gambar 21 menunjukkan substitusi pati kacang hijau mampu meningkatkan kekerasan mi. Hasil uji sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 8a) menunjukkan substitusi pati kacang hijau berpengaruh nyata terhadap kekerasan mi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan substitusi pati kacang hijau 5% tidak berbeda nyata dengan mi tanpa substitusi. Kekerasan keduanya berbeda nyata dengan mi dengan substitusi 10%, 15%, dan 20%. Kekerasan mi pada substitusi 10% tidak berbeda nyata dengan taraf substitusi 20% dan kekerasan keduanya berbeda nyata dengan kekerasan mi pada substitusi 15%.
Kekerasan mi dengan substitusi pati kacang hijau terlihat meningkat hingga taraf substitusi 15%. Kekerasan mi pada tingkat substitusi pati kacang hijau 20% terlihat menurun. Hal ini disebabkan mungkin disebabkan terbatasnya air yang dapat digunakan untuk pengembangan granula, sehingga kelarutan amilosa menurun. Taraf substitusi 15% mungkin taraf substitusi optimum untuk formulasi mi pada penelitian kali ini. Karena penambahan pati kacang hijau lebih dari 15 % tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan, bahkan mengalami penurunan.
4. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap kelengketan mi
Kelengketan mi dipengaruhi oleh fraksi amilosa yang keluar saat
pemasakan. Smith (1999) mengemukakan jaringan protein juga berperan dalam pencegahan sifat lengket pada pasta. Jaringan protein yang tidak cukup kuat menahan pati tergelatinisasi menyebabkan pasta yang dimasak menjadi lengket.
Gambar 22. Pengaruh substitusi pati kacang hijau terhadap kelengketan mi jagung basah matang
Gambar 22 menunjukkan substitusi pati kacang hijau mampu meningkatkan kelengketan mi hingga taraf substitusi 15%. Nilai kelengketan menurun pada tingkat substitusi 20%. Hasil uji sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 9a) menunjukkan substitusi pati kacang hijau berpengaruh nyata terhadap karakteristik kelengketan mi. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9b) menunjukkan kelengketan mi tanpa substitusi berbeda nyata dengan mi tersubstitusi pati kacang hijau. Kelengketan mi pada substitusi pati kacang hijau 5% berbedanya nyata dengan mi pada substitusi pati kacang hijau 10%, 15%, dan 20%. Kelengketan pada substitusi 10% berbeda nyata dengan kelengketan pada tingkat substitusi 15% tapi tidak berbeda nyata dengan kelengketan pada substitusi 20%.
Semakin tinggi tinggi tingkat substitusi semakin meningkatkan amilosa terlarut yang bertanggungjawab terhadap kelengketan mi. Sehingga peningkatan konsentrasi pati kacang hijau meningkatkan kecenderungan kelengketan mi. Tetapi jumlah air yang terbatas menyebabkan pengembangan pati pati kacang hijau terbatas sehingga membatasi kelarutan amilosa. Hal ini menyebabkan penurunan kelengketan pada tingkat substitusi 20%. -158.96 -251.2 -612.44 -724.73 -598.21 -800 -700 -600 -500 -400 -300 -200 -100 0 0% hunkwe 5% hunkwe 10% hunkwe 15% hunkwe 20% hunkwe
Subtitusi hunkwe yang digunakan
Ke le n g k e ta n (g f)
Berdasarkan hasil pengamatan, substitusi pati kacang hijau yang paling optimum dalam memperbaiki karakteristik fisik mi adalah mi jagung dengan substitusi pati kacang hijau sebesar 5%. Substitusi pati kacang hijau 5% menghasilkan mi dengan karakteristik %elongasi 15.86%, resistensi terhadap tarikan 15.73gf, kekerasan 964.89 gf dan kelengketan -251.2gf. Formulasi optimum ini akan digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya.
D. Perbaikan Cooking Loss/ Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan