• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Dalam dokumen Profil Kesehatan 2012 (Halaman 68-73)

SITUASI UPAYA KESEHATAN

4.4. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Upaya perbaikan gizi masyarakat dimaksudkan untuk

menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat.

Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan ditemukan beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat antara lain anemia gizi besi, kekurangan vitamin A dan gangguan akibat kekurangan yodium.

4.4.1. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu hamil (Fe)

Anemia gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb)

dalam darah yang disebabkan karena kekurangan gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi.

Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi terutama anemia gizi besi. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, prevalensi anemia ibu hamil sebesar 40,1% dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5% (Riskesdas, 2007). Namun demikian keadaan ini menunjukkan bahwa anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamil. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya.

Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2012

Cakupan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah (Fe1) selama tahun 2012 sebesar 95,22% dan Fe3 sebesar 91,87%.

Cakupan pemberian tablet tambah darah terkait erat dengan antenatal care (ANC). Pada tahun 2012 cakupan kunjungan K-4 pada ibu hamil sebesar 91,87% sementara cakupan ibu hamil yang mendapat Fe-3 sebesar 91,87%. Padahal salah satu kriteria K-4 adalah ibu hamil tersebut mendapatkan tablet Fe sebanyak 90 tablet yang diindikasikan dengan besarnya cakupan Fe-3. Hal ini menunjukan bahwa pencatatan dan pelaporan sudah bagus dikarena cakupan Fe-3 lebih besar atau sama dengan cakupan K-4.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kepatuhan ibu hamil menelan tablet Fe. Walaupun dari pelaporan dihasilkan bahwa cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe-3 cukup baik namun jika tidak dikonsumsi oleh ibu hamil maka efek yang diharapkan tidak akan tercapai sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kesehatan dari janin.

4.4.2. Pemberian kapsul Vitamin A

Tujuan pemberian kapsul vitamin A pada balita adalah untuk menurunkan prevalensi dan pencegahan kekurangan vitamin A pada balita. Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A (KVA) pada masyarakat.

Bukti – bukti lain menunjukkan peranan vitamin A dalam

menurunkan secara bermakna angka kematian anak akibat penyakit menular, mencegah kebutaan. Pentingnya pemberian vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, serta meningkatkan

daya tahan tubuh. Anak –anak yang mendapat cukup vitamin A,

Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2012

penyakit – penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga

tidak membahayakan jiwa anak.

Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi (6-11 bulan) diberikan kapsul vitamin A 100.000 IU, anak balita (umur 1-4 tahun) diberikan kapsul vitamin A 200.000 IU, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A 200.000 IU, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. Pada bayi (6-11 bulan) diberikan pada bulan Februari atau bulan Agustus dan untuk anak balita enam bulan sekali, yang diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus. Sedangkan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas, diharapkan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu nifas. Namun dapat pula diberikan diluar pelayanan tersebut selama ibu nifas tersebut belum

mendapatkan kapsul vitamin A. Persentase cakupan pemberian

vitamin A tahun 2012 pada bayi sebesar 77,25%, sedangkan anak balita sebesar 81,99% dan ibu nifas sebesar 83,40%.

4.4.3. Cakupan Pemberiaan ASI Eksklusif

Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar

adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.

Cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya peraturan perundang-undangan tentang pemberian ASI serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI maupun MP-ASI, masih kurangnya ketersediaan dan sarana / prasarana KIE ASI dan MP-ASI dan belum optimalnya pembinaan kelompok pendukung MP-ASI dan MP-ASI.

Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2012

Persentase bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI Eksklusif tahun 2012 di Kota Tanjungpinang sebesar 16,34%. Berdasarkan jenis kelamin, bayi perempuan 0-6 bulan lebih sedikit yang mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 16,05% dibandingkan dengan bayi laki-laki 0-6 bulan yang sebesar 16,62%.

Di sisi lain promosi dan pemasaran yang begitu intensif terkait susu formula yang kadang sulit untuk dikendalikan. Masih banyak Rumah Sakit (RS) yang belum mendukung peningkatan pemberian ASI eksklusif, yang dapat ditandai dengan belum melakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya dan belum atau masih rendahnya melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) serta masih beredarnya susu formula di lingkungan RS.

Upaya terobosan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif antara lain melalui upaya peningkatan pengetahuan petugas tentang manfaat ASI eksklusif, penyediaan fasilitas/ruangan pemberian ASI di tempat kerja, peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu, peningkatan dukungan keluarga dan masyarakat serta upaya untuk mengendalikan pemasaran susu formula. Selain itu perlu juga penerapan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) di RS dan sarana pelayanan kesehatan lainnya yang melakukan kegiatan persalinan.

Sepuluh langkah tersebut meliputi : 1) membuat kebijakan tentang menyusui; 2) melatih staf pelayanan kesehatan; 3) KIE kepada ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui; 4) membantu ibu untuk IMD dalam 60 menit pertama persalinan; 5) membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya; 6) memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis; 7) menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam); 8) menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi; 9) tidak memberi

Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2012

dot kepada bayi; dan 10) mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan kesehatan.

4.4.4. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)

Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) merupakan indikator yang berkaitan dengan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi serta penanganan prevalensi gizi kurang pada balita. Semakin tinggi cakupan D/S, seyogyanya semakin tinggi pula cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan diharapkan semakin rendah prevalensi gizi kurang. Berdasarkan laporan dari Puskesmas se-Kota Tanjungpinang tahun 2012 cakupan penimbangan balita di posyandu sebesar 47,18 %.

Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2012

BAB V

Dalam dokumen Profil Kesehatan 2012 (Halaman 68-73)

Dokumen terkait