• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Indeks antara Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mengonsumsi Produk Halal

* Perilaku Memeriksa label Crosstabulation

E. Korelasi Antara Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Konsu- Konsu-men Muslim Terkait Produk Halal

1. Perbandingan Indeks antara Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mengonsumsi Produk Halal

Indeks perilaku mengonsumsi produk halal diukur dari ‚mean skor‛ keseluruhan indikator, {yakni: a) meme-riksa komposisi bahan produk berlabel halal, b) meng-konsumsi produk kemasan yang tidak berlabel halal atau mengonsumsi makanan minuman di restoran yang tidak bersertifikasi halal, c) mengonsumsi produk kemasan atau makanan di restoran yang diragukan kehalalannya; d) upaya mendorong, mencegah, dan memberi informasi terkait produk halal}. Secara keseluruhan mean skor menunjukkan ‚tinggi‛ yaitu nilai 3,84 (dalam skala 5) dan berada dalam rentang 3,41 – 4,20‛. Indeks ini berada di bawah indeks persepsi yang bernilai 4,40 dalam rentang 4,40 – 4,60 (sangat positif) dan berada juga di bawah indeks pengetahuan yang memiliki nilai 4,60 dalam rentang 4,40-4,70 (sangat tinggi). Perbedaan ini dapat dilihat secara jelas melalui grafik di bawah ini.

Berikut adalah perbandingan antara tingkat penge-tahuan, perspesi dan perilaku komunitas muslim terhadap produk halal di tujuh kota yang diteliti.

Bab IV. Hasil dan Analisis

Grafik di atas menunjukkan adanya penurunan dalam nilai indeks antara pengetahuan, persepsi dan perilaku. Responden yang mempunyai pengetahuan ‚sangat tinggi‛ terhadap produk halal dan mempunyai persepsi ‚sangat positif‛ dalam tataran perilaku ternyata berada dalam rentang ‚tinggi‛ atau dalam klasifikasi setingkat lebih rendah dibanding dengan indeks yang dicapai dalam elemen pengetahuan dan persepsi. Penurunan nilai indeks ini dikarenakan jumlah produk yang beredar di masyarakat baik produk kemasan mau-pun restoran yang bersertifikasi masih sedikit, sehingga untuk mencapai indeks prilaku yang ideal menemui hambatan yang cukup signifikan.

2. Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis jalur atau disebut path analysis adalah bagian dari rangkaian analisis regresi yang berguna untuk meng-uji serangkaian model keterkaitan hubungan antara variabel secara simultan. Analisis ini merupakan analisis

regresi linier dengan koefisien regresi yang dibakukan.

Analisis tersebut akan menguji signifikan atau tidaknya hubungan pengaruh antara variabel yang dihipotesiskan. Model penelitian dan hipotesis penelitian ada dalam Bab III sebelumnya. Berikut adalah hasil pengolahan dengan software SPSS 18.

a. Analisis jalur untuk menguji hipotesis H1

Tabel 28. Analisis jalur untuk menguji hipotesis H1 Dengan Variabel dependen Persepsi

Variable Ko ef . J alur Stat is tik t Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan Stat is tik F Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan R s quare

Pengetahuan 0.663 24.44 0,000 Signi-fikan 597,31 0,000 Signi-fikan 0.439

Persepsi atas produk halal signifikan positif di-pengaruhi oleh pengetahuan responden terhadap produk halal. Semakin tinggi pengetahuan responden atas produk halal maka akan meningkatkan persepsi positif terhadap produk halal. Hal ini ditunjukan oleh nilai t statistik sebesar 24,444 yang mmpunyai tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Besarnya pengaruh pengetahuan terhadap pening-katan perspesi responden akan produk halal adalah 43,9%.

Bab IV. Hasil dan Analisis

b. Analisis Jalur Untuk Menguji Hipotesis H2 dan H3 Tabel 29. Analisis jalur untuk menguji hipotesis H2 dan

H3 dengan Variable dependen Perilaku

Var iable Ko ef . J alur Stat is tik t Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan Stat is tik F Tin gk at Signi fik an si Ke ter anga n R squa re Pengetahu an 0.188 4.348 0.000 Signifikan 94.837 0.000 Signifik an 0.200 Persepsi 0.299 6.902 0.000 Signifikan

Secara statistik, pengetahuan dan persepsi bersama-sama mempengaruhi variabel perilaku. Hal ini diketahui dari nilai statistik F dengan tingkat signifi-kansi 0,00 < 0,05. Secara bersama-sama kedua variabel tersebut ber-pengaruh sebesar 20% terhadap pengendalian perilaku komunitas muslim dalam mengonsumsi produk halal. Berdasarkan nilai statistik t yang menguji apakah ada pengaruh masing-masing variabel pengetahuan dan per-sepsi terhadap perilaku diketahui nilai signifikansinya masing-masing adalah 0,000 < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan berpengaruh positif signifikan ter-hadap perilaku dan persepsi berpengaruh positif signi-fikan terhadap perilaku. Dari koefisien jalur diketahui bahwa persepsi mempunyai pengaruh yang lebih besar yaitu sebesar 0,299 (12,7%) dibandingkan dengan penge-tahuan yang hanya berpengaruh sebesar 0,188 (7,3%) terhadap perilaku. Peningkatan persepsi positif terhadap produk halal maka akan semakin meningkatkan berperi-laku baik dalam mengonsumsi produk halal demikian halnya dengan peningkatan pengetahuan responden atas

produk halal maka akan semakin meningkatkan perilaku baik dalam mengonsumsi produk halal.

c. Analisis Jalur untuk Menguji Hipotesis H4, H5 dan H6

Tabel 30. Analisis Jalur Untuk Menguji Hipotesis H7, H8, H9 Dengan Variable Dependent: Pengetahuan

Var iable Ko ef . J alur Stat is tik t Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan Stat is tik F Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan R s quare Pendidikan 0.102 2.992 0.003 Signifi-kan 37.626 0,000 Signi-fikan 0.129 Aktifitas Keagamaan 0.266 7.685 0.000 Signifi-kan

Lingkungan 0.160 4.607 0.000 Signifi-kan

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa akti-fitas keagamaan, lingkungan dan pendidikan responden secara bersama-sama mempengaruhi pengetahuan res-ponden. Hal ini diketahui dari nilai statistik F yaitu 37,626 dengan tingkat signifkansi 0,00 < 0,05. Secara bersama sama dari nilai R square diketahui bahwa aktifitas ke-agamaan, lingkungan dan pendidikan responden ber-pengaruh terhadap peningkatan variabel pengetahuan responden akan produk halal sebesar 12,9%. Secara pengujian individu dengan statistik t diketahui bahwa ketiga variable tersebut mempunyai tingkat signifikansi 0,00 < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa pada selang kepercayaan 95%, pendidikan responden berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan responden,

Bab IV. Hasil dan Analisis

aktifitas keagamaan berpengaruh positif terhadap pening-katan pengetahuan responden, lingkungan berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan responden. Berdasatkan koefisien jalur di atas dapat dketahui bahwa aktifitas keagamaan adalah variabel yang pertama mem-punyai pengaruh terbesar terhadap pengetahuan yaitu sebesar 0,266 (8,1%) variabel lingkungan berpengaruh sebesar 0,160 (3,5%) dan variabel pendidikan berpengaruh sebesar 0,102 (1,3%).

d. Analisis jalur untuk menguji hipotesis H7, H8 dan H9

Tabel 31. Analisis Jalur Untuk Menguji Hipotesis H7, H8, H9 Dengan Variable Dependent: Persepsi

Variable Ko ef . J alur Stat is tik t Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan Stat is tik F Tin gk at Signi fik an si Ket eran gan R s quare

Pendidikan 0,138 4,141 0,00 Signifikan

49,722 0,000 Signifi-kan 0,164 Aktifitas

Keagamaan 0,276 8,120 0,00 Signifikan

Lingkungan 0,197 5,814 0,00 Signifikan

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai statistic F adalah 49,722 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0.05 maka tolak hipotesis nol yang artinya bahwa dalam selang kepercayaan 95% variabel pengetahuan, aktifitas keagamaan, lingkungan dan pendidikan berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan persepsi positif atas produk halal. Dari nilai R square diketahui bahwa secara bersama variabel

pengetahuan, aktifitas keagamaan lingkungan dan pendidik-an berpengaruh sebesar 16,4%. Berdasarkpendidik-an pengujipendidik-an secara individu dengan statistik t diketahui bahwa masing-masing variabel pengetahuan, aktifitas keagamaan, lingkungan dan pendidikan berpengaruh positif signifikan terhadap persepsi komunitas muslim atas produk halal. Hal ini diketahui dari nilai tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Berdasarkan koefisien jalur diketahui aktifitas keagamaan mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap peningkatan persepsi atas produk halal yaitu sebsar 0,276 (5,2%) diikuti oleh variabel ling-kungan yang berpengaruh sebesar 0,197 (5,2%) dan pendidik-an ypendidik-ang berpengaruh sebesar 0,138 (2,3%).

Secara keseluruhan hasil penelitian kuantitatif tentang perilaku komunitas muslim perkotaan dalam mengonsumsi produk halal tersebut di atas sejalan dengan hasil pendekatan penelitian kualitatif. Analisis perilaku ini sesuai dengan hasil-hasil pendekatan penelitian kualitatif di 7 (tujuh) kota. Pendekatan kualitatif mengidentifikasi kompleksitas yang saling menopang membangun pola perilaku mengonsumsi produk halal. Pola yang dapat digambarkan pada Gambar 1. menunjukkan perilaku mengonsumsi produk halal dengan menekankan pada faktor-faktor yang saling berkontribusi membangun pola perilaku mengonsumsi produk halal. Pola perilaku mengonsumsi produk halal merupakan bagian dari pola perilaku manusia yang kompleksitasnya tidak dapat disederhanakan dengan satu doktrin berperilaku tertentu. Seseorang terikat dengan identitas kelompok, misalnya seba-gai anggota komunitas intelektual, anggota ormas, ikatan keluarga yang mengikat serta jejaring sosial yang memberi wawasan tertentu kepada individu anggotanya. Dengan demikian, seorang muslim dalam komunitasnya memiliki

Bab IV. Hasil dan Analisis

pola perilaku yang bervariasi. Komunitas muslim di daerah industri, di daerah dominan budaya dan di daerah minoritas muslim memiliki kearifan lokal masing-masing, yang tumbuh dengan mengadaptasi kondisi dengan pemahaman dan keya-kinannya terhadap produk yang dipilihnya untuk dikon-sumsi. Tindakan komunitas muslim perkotaan memilih produk yang dikonsumsi dalam Teori Tindakan, dinyatakan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penaf-siran atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu itu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atas sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat.15 Jenis-Jenis Tindakan Sosial yang juga dikenal dengan istilah perilaku sosial menurut Max Weber, dapat digolongkan menjadi empat kelompok (tipe), yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afeksi.

a. Tindakan Rasional Instrumental

Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memper-hitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai.

b. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai

Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku hanya beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk dalam

15 Max Weber, dalam KJ Veeger. 1990. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas

Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT

kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat di sekitarnya. Misalnya menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.

c. Tindakan Tradisional

Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasio-nal. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasa-an ykebiasa-ang berlaku dalam masyarakat tkebiasa-anpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan. Misalnya berbagai upacara adat yang terdapat di masyarakat.

d. Tindakan Afektif

Tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa pertimbangan-pertim-bangan akal budi. Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa. Contohnya tindakan meloncat-loncat karena kegirangan, menangis karena orang tuanya meninggal dunia, dan sebagainya.

Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons bahwa suatu aksi merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Talcott Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan kelompok itu dipengaruhi oleh

Bab IV. Hasil dan Analisis

sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian dari masing-masing individu tersebut. Talcott Parsons juga melakukan klasifikasi tentang tipe peranan dalam suatu sistem sosial yang disebutnya Pattern Variables, yang didalamnya berisi tentang interaksi yang afektif, berorientasi pada diri sendiri dan orientasi kelompok.16

Faktor internal dan faktor eksternal berkelindan secara simultan memberikan pengaruh kepada pemben-tukan pola perilaku mengonsumsi produk halal. Pendi-dikan formal maupun non-formal pendiPendi-dikan masa kecil di surau, di keluarga, di langgar, ditanamkan sejak kecil bahwa makan dan minum mesti perhatikan kehalalan. Jadi, pendidikan non formal dalam keluarga memegang peranan penting membangun pola mengonsumsi produk halal. Namun pendidikan tidak berdiri sendiri mengendali pola perilaku komunitas. Faktor eksternal yang telah menginternalisasi, seperti budaya lokal, dominan budaya lokal, kondisi industrialisasi dan heterogenitas yang tinggi pada tujuh kota yang diteliti membangun pola yang khas pada masing-masing kota. Kota industri seperti Surabaya, Bandung, DKI Jakarta dan Batam memberikan corak tertentu pada pola perilaku komunitas muslim, demikian pula kota-kota dominan budaya lokal seperti Solo serta kota-kota dengan penduduk muslim sebagai minoritas seperti Bali dan Menado.

Faktor lainnya yang mendukung pembentukan sosiali-sasi oleh muballigh/muballighat semakin intensif, ditambah

16 Talcott Parsons. 1975. The Present Status of "Structural-Functional" Theory in

Sociology." In Talcott Parsons, Social Systems and The Evolution of Action Theory New York: The Free Press.

pengawasan yang baik dari pemerintah dapat mensukseskan penyelengggaraan penataan pola mengonsumsi produk halal pada komunitas muslim.

Pengaruh eksternal terhadap pola mengonsumsi produk halal tidak terlalu besar apabila faktor internal sudah cukup kuat. Oleh karenanya perlu penguatan internal komunitas muslim, dengan pembinaan, terutama sekali penanaman karakter sejak dini. Faktor pendukung perilaku mengonsumsi produk halal17 :

1) Kesadaran masyarakat

2) Aturan perundang-undangan yang bisa ditegakkan

3) Adanya reward dan punishment bagi industri makanan dan minuman

4) Perundang-undangan yang mengatur bagaimana Indus-triawan sebagai produsen memahami dan memberikan hak-hak konsumen

5) Undang-undang yang ada untuk industri makanan dan minuman selama ini masih belum utuh, masih terserak dimana-mana, perlu ada satu payung hukum yang khusus membahas hal tersebut baik terkait dengan kemasan mau-pun makanan dan minuman yang disajikan di restoran 6) Komitmen pemerintah untuk melindungi konsumen, bisa

dibandingkan dengan mekanisme JAKIM Malaysia yang mengharuskan sertifikasi halal, bukan hanya melindungi komunitas muslim tapi juga non muslim karena makanan yang thayyib juga bermanfaat bagi mereka.

Bab IV. Hasil dan Analisis

Pengusaha produk makanan dan minuman18 menam-bahkan bahwa faktor-faktor yang menurut pengamatannya paling berpengaruh adalah status sosial ekonomi, semakin tinggi status sosial ekonomi semakin tampak peduli terhadap kehalalan dan ke-thayyib-an makanan. Semakin tinggi tingkat pendidikan menunjukkan wawasan dan pengetahuan tentang produk halal semakin bertambah, terlebih lagi dengan arus informasi yang semakin cepat diakses, membuat konsumen komunitas elit lebih banyak pertimbangan saat memilih makanan dan minuman serta wawasan tentang kesehatan juga mempengaruhi konsumsi ini, mengingat sudah cukup banyak kesadaran akan bahaya makanan dan minuman yang tidak memenuhi gizi berimbang. Kesadaran ini lebih besar pada komunitas yang status sosial ekonominya tinggi. Indus-trialisasi berpengaruh terhadap budaya dan gaya hidup. Ini terkait aspek ekonomi, pendidikan, budaya industri yang ingin serba instan lebih besar pengaruhnya daripada peng-aruh politik. Pengusaha dan pemilik industri makanan dan minuman menegaskan pentingnya pengawasan terhadap produk, bukan hanya kemudahan proses sertifikasi. Karena tidak semua produk makanan dan minuman sudah men-dapatkan sertifikasi halal, maka perlu dipertimbangkan untuk sertifikasi produk yang ‘not good for muslim’ atau seharusnya tidak dikonsumsi oleh komunitas muslim.

105

Gambar 1. Pola Perilaku Mengonsumsi Produk halal pada Komunitas Muslim

Perilaku Mengonsumsi Produk Halal Faktor-faktor Internal : - Status Sosial Ekonomi (SSE), -Tingkat pendidikan - Wawasan tentang kesehatan -Life style -Pendidikan formal dan non formal -Kemampuan mengakses informasi -Daya beli -Pemahaman tentang dalil syara’ -Pemahaman tentang produk makanan dan minuman Faktor-faktor Eksternal : - arus informasi - tanda sertifikasi -Budaya industri -Kredibilitas dan kompetensi pihak pemberi sertifikasi -Pengawasan Pemerintah -Komitmen pemerintah untuk melindungi konsumen

-Regulasi yang jelas -reward dan punishment bagi pengusaha -Kepedulian ormas/organisasi social -Sosialisasi oleh muballigh/muballig hat Individu Komunitas Intelektual Muslim Ikatan Keluarga Jamaah/ Anggota Ormas Jejaring Sosial

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dokumen terkait