• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. MODEL AMMI UNTUK DATA CACAHAN SEBARAN

4.5 Penggunaan Transformasi Box-Cox pada Data Cacahan

4.5.3 Perbandingan Matriks Interaksi dengan Procrustes

Model AMMI pada data hama daun yang ditransformasi dengan pangkat 0.66 melalui metode trasformasi Box-Cox menghasilkan matriks interaksi sebagaimana Gambar 4.14 (a). Sedangkan model GAMMI Log-link data hama daun menghasilkan matriks interaksi sebagaimana Gambar 4.14 (b). Kedua matriks tersebut dibandingkan menggunakan metode Procrustes. Untuk data populasi hama daun pada Kedelai diperoleh nilai R-kuadrat sebesar 98.73% Angka ini menunjukkan bahwa pada pendugaan matriks interaksi kedua metode ini sangat dekat, tidak banyak berbeda. Apakah ini berasal dari peran penggunaan

-0.5 0.0 0.5 -0 .8 -0 .6 -0 .4 -0 .2 0 .0 0 .2 0 .4 KUI 1 K U I 2 MLG1002 MLG1004 MLG1021 MMC74d-Kp-1 MMC71d-Kp-2 MMC157d-Kp-1 MMC203d-Kp-5 MMC205e MMC100f-Kp-1 MMC87d-Kp-5MURAI PERKUT BOLINGGO JEMBER JOMBANG BOLO RASANAE BOLINGGO JEMBER JOMBANG BOLO RASANAE BOLINGGO JEMBER JOMBANG BOLO RASANAE BOLINGGO JEMBER JOMBANG BOLO RASANAE

76

transformasi Box-Cox, tidaklah serta merta kita dapat katakan demikan. Sebab bila kita menggunakan AMMI secara langsung pada data asal tanpa transformasi dan membandingkannya dengan matriks interaksi hasil transformasi Box-Cox, diperoleh R-kuadrat Procrustes sebesar 98.26%. Hal yang mungkin berperan dalam hal ini adalah ukuran matriks dan karakter distribusi data populasi hama mirip dengan sebaran Normal.

Gambar 4.14 Matriks interaksi (a) model AMMI dengan transformasi Box-Cox, (b) model GAMMI Poisson pada data hama daun kedelai

Bila kita perhatikan sel baris petama kolom pertama pada kedua matriks tersebut di atas, terlihat angka yang sama cukup besar (dibandingkan angka pada sel-sel lain) namun berbeda tanda. Secara geometris hal ini berarti pada dimensi tersebut titik ini berada pada posisi yang berlawanan sehingga menyebabkan perbedaan pada konfigurasi kedua matriks ini. Namun bila titik-titik lain relatif sama maka perbedaan ini menjadi tidak tampak atau tidak terdeteksi oleh metode Procrustes, karena secara matematis metode Procrustes tidak memperhatikan

“tanda”. Karena itulah meskipun kedua matriks interaksi di atas sangat mirip, namun interpretasi kestabilan/ketahanan terhadap hama penyakit dapat saja berbeda.

Model AMMI pada data penyakit bercak daun tanaman kacang hijau yang ditransformasi dengan pangkat 0.85 melalui metode trasformasi Box-Cox menghasilkan matriks interaksi sebagaimana Gambar 4.15 (a). Sedangkan model GAMMI Poisson untuk data yang sama menghasilkan matriks interaksi sebagaimana Gambar 4.15 (b). -0.527851 -0.062761 0.665758 -0.109114 0.033889 0.116444 -0.130709 -0.184108 -0.023206 0.221626 0.192549 0.441590 -0.134987 0.176737 -0.675950 0.218851 -0.248173 -0.346669 -0.044436 0.420517 (a) 0.532780 0.037319 0.624311 -0.241579 0.112729 0.139683 -0.136263 -0.234720 0.004502 0.226799 0.194269 0.326580 -0.036568 0.246332 -0.730612 0.198829 -0.227636 -0.353022 -0.009255 0.391085 (b)

77

Gambar 4.15 Matriks interaksi (a) model AMMI dengan transformasi Box-Cox, (b) model GAMMI Poisson pada data penyakit bercak daun pada kacang hijau

Perbandingan procrustes memiliki nilai R-kuadrat sebesar 87.51%. Angka ini menunjukkan bahwa pada pendugaan matriks interaksi kedua metode ini cukup dekat. Bila kita menggunakan AMMI secara langsung pada data asal tanpa transformasi dan membandingkannya dengan matriks interaksi hasil transformasi Box-Cox, diperoleh R-kuadrat procrustes sebesar 99.81%. Hal ini menunjukkan bahwa pada data bercak daun kita dapat memodelkannya dengan model AMMI biasa. Namun hal ini semata-mata berorientasi pada hasil akhir. Dalam hal ini syarat yang harus dipenuhi secara ketat adalah bahwa diagnosis model dilakukan dengan seksama agar tidak terdapat pengujian yang tidak sah secara statistik.

Kedua perbandingan ini menunjukkan bahwa transformasi Box-cox dapat menjadi pendekatan alternatif bagi data cacahan berdistribusi Poisson. Namun hal

35 -8.5 -8.4 -4.7 -13.1 34.5 -16 -4 -6.6 -7.8 -27.7 16.5 4.5 1.4 5.4 -0.4 -4.2 1.7 0.4 2.8 9.6 -7.9 -1.7 1.1 -1 28.7 -9.9 -10.2 2.4 -11.1 29.3 -5 -4.1 -9.4 -10.6 -31.9 21 3.3 3.3 4.5 14.7 -12.9 -5.1 5.6 -2.2 -16.8 3.1 8.3 -3.2 8.8 -11.6 1.1 6.3 -2.3 6.8 -63.1 23.4 9.8 12.1 18 (a) 0.40 -0.14 -0.06 -0.06 -0.26 0.69 -0.35 -0.05 -0.20 -0.30 -0.25 0.16 0.06 0.03 0.06 0.02 -0.05 -0.03 -0.02 0.08 0.16 -0.11 -0.09 -0.03 0.02 0.32 -0.12 -0.16 0.01 -0.13 0.20 -0.04 -0.07 -0.09 -0.06 -0.27 0.20 0.03 0.05 0.07 0.08 -0.12 -0.03 0.08 -0.03 -0.16 0.03 0.09 -0.01 0.10 -0.08 0.00 0.10 -0.08 0.07 -0.51 0.22 0.12 0.15 0.17 (b)

78

ini sangat tergantung pada kondisi data. Satu hal yang pasti bahwa dalam menginterpretasi kita hendaknya berhati-hati karena skala data tidak lagi pada skala asalnya. Tansformasi semata-mata hanya untuk memenuhi persyaratan pengujian pemodelan.

Transformasi kenormalan menggunakan transformasi Box-Cox yang kita kenakan pada data pengamatan cacahan dilakukan untuk memaksakan asumsi kenormalan dan kemudian memodelkannya dengan AMMI. Hasil AMMI pada pendekatan transfomasi Box-Cox pada data cacahan populasi hama yang menyebar Poisson, tidak banyak berbeda dengan hasil model GAMMI Poisson dengan log-link. Namun pada data bercak daun kacang hijau perbandingan hasil konfigurasinya tidak semeyakinkan data hama daun kedelai. Hal ini menunjukkan perlunya kehati-hatian. Penyebabnya dapat diperkirakan berkenaan dengan ukuran matriks yang erat kaitannya dengan kompleksitas struktur interaksi. Hal ini merujuk pada kajian lain yang melaporkan bahwa pada data binomial dengan ukuran matriks yang lebih besar, pendekatan transformasi Bax-Cox memberikan matriks interaksi dugaan yang berbeda dengan model GAMMI binomial, nilai R- kuadrat procrustesnya lebih rendah (Hadi et al. 2008).

Pada pendekatan transformasi kenormalan kita harus berhati-hati dalam menginterpretasi hasil AMMI dan Biplot AMMI, karena harus memperhatikan akibat transformasi pangkat yang digunakan. Apakah transformasi yang telah mengubah skala data juga membalikkan arah kana dan kiri. Selain itu, yang lebih penting adalah bahwa informasi tentang odds ratio pada model log-bilinear tidak dapat diperoleh pada model AMMI dari data ternormalkan. Sebaliknya informasi itu diperoleh pada model GAMMI, hal ini menjadi kelebihan model GAMMI log-link untuk data berdistribusi Poisson dibanding model AMMI dengan transformasi kenormalan.

4.6 Penutup

Dua pendekatan dapat dilakukan untuk menangani ketidaknormalan pada data cacahan. Transformasi kenormalan dilakukan untuk tetap bertahan pada model dengan metode pendugaannya yang telah mapan secara teori sehingga pengujian hipotesis dan interpretasinya pun tidak banyak perdebatan. Model AMMI yang

79 secara luas digunakan, dibangun pada distribusi normal dengan landasan teori pemodelan yang mapan, teknik komputasi yang sederhana. Transformasi dilakukan untuk semata-mata memperoleh asumsi kenormalan. Analisis AMMI kemudian dilakukan pada data hasil transformasi ini. Kita seolah menutup mata terhadap makna apa yang diberikan oleh transformasi pada interpretasi model AMMI.

Pada pemodelan terampat, transformasi berlangsung pada fungsi hubung yang biasanya berpadanan dengan sebaran data yang digunakan. Transformasi sangat menentukan baik pada pendugaan parameter maupun interpretasi. Khusus pada data cacahan dengan sebaran Poisson, model GAMMI yang cocok adalah dengan fungsi hubung logaritma. Sehingga interpretasinya berkenaan dengan logaritma ini dan model ini menghasilkan perbandingan peluang, odds dan odds ratio. Namun di sisi lain, transformasi ini mengharuskan penggunaan metode pendugaan parameter maximum likelihood bukan pendugaan dengan metode kuadrat terkecil biasa, konsekuensinya, secara umum model bilinear terampat membutuhkan komputasi yang tidak sederhana.

Bila kita memilih transformasi kenormalan sebagai upaya penanganan data cacahan, kita dapat menggunakan transformasi Box-Cox dan kemudian memodelkannya dengan AMMI. Hasil pendekatan transformasi ini mungkin saja berbeda. Perlu kehati-hatian pada penggunaan pendekatan transfomasi Box-Cox pada data cacahan yang menyebar Poisson karena sangat terkait dengan ukuran matriks. Pada matriks interaksi yang berukuran lebih besar kemungkinan diperoleh hasil berbeda, karena struktur interaksinya makin kompleks. Kehati- hatian dapat dilakukan dengan memeriksa diagnostik sisaan model dengan seksama.

Informasi tentang odds ratio pada model log-biliner tidak dapat diperoleh pada model AMMI dari data ternormalkan. Ini menjadi kelebihan model GAMMI untuk data berdistribusi Poisson dibanding model AMMI dengan transformasi kenormalan. Model GAMMI mampu mengakomodir ketidaknormalan data untuk memperoleh dekomposisi interaksi secara lengkap, dengan memodelkan peluang kejadian. Biplot GAMMI model Poisson dengan fungsi hubung logaritma memberikan tambahan informasi tentang odds ratio. Demikianlah model GAMMI

80

mampu memberikan informasi sebagaimana model AMMI, dengan keluasan distribusi pada peubah respon.

81

BAB V. MODEL AMMI DATA CACAHAN DENGAN

Dokumen terkait