4.1. HASIL
4.1.3. Perbandingan Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 1 Menit
Tabel 4.1-4 Perbandingan Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 1 Menit sebelum Intubasi (T-0) antar Kelompok
Karekteristik
Kelompok A Kelompok B p Tekanan darah sistolik (mmHg) 101,25 + 5,96 102,8 + 6,833 0,455 Tekanan darah diatolik (mmHg) 60,5 + 4,83 64,0 + 5,23 0,02* MAP (mmHg) 73,83 + 4,73 76,93 + 5,36 0,05* Laju Nadi (kali/menit) 70,95 + 6,96 72,0 + 7,87 0,89 Tekanan intra okuler (mmHg) 8,65 + 1,07 8,56 + 1,01 0,81 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05.* berbeda bermakna
Pada tabel 4.1-4 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) antara kelompok A dan B pada saat satu menit sebelum intubasi. Terdapat perbedaan yang bermakna pada tekanan darah diastolik dan tekanan arteri rata-rata (p<0,05), sementara tekanan darah sistolik, laju nadi dan tekanan intra okuler (TIO) tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.4. Perbandingan Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 1 Menit setelah Intubasi (T-1) antar Kelompok
Tabel 4.1-5 Perbandingan Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 1 Menit setelah Intubasi (T-1) antar Kelompok
Karekteristik Kelompok A Kelompok B p Tekanan darah sistolik (mmHg) 102,4 + 5,95 102,75 + 7,36 0,75 Tekanan darah diatolik (mmHg) 60,75 + 4,41 63,55 + 5,41 0,07 MAP (mmHg) 74,63 + 5,52 76,62 + 5,51 0,13 Laju Nadi (kali/menit) 69,45 + 6,68 70,1 + 8,02 0,79 Tekanan intra okuler (mmHg) 8,72 + 1,01 8,17 + 0,91 0,08 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05.
Pada tabel 4.1-5 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) antara kelompok A dan B pada saat
satu menit setelah intubasi. Tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.5. Perbandingan Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 2 Menit setelah Intubasi (T-2) antar Kelompok
Tabel 4.1-6 Perbandingan Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 2 Menit setelah Intubasi (T-2) antar Kelompok
Karekteristik Kelompok A Kelompok B p Tekanan darah sistolik (mmHg) 102,8 + 5,6 104,45 + 5,51 0,419 Tekanan darah diatolik (mmHg) 64,35 + 5,49 64,65 + 5,91 0,978 MAP (mmHg) 77,17 + 5,11 77,92 + 5,55 0,704 Laju Nadi (kali/menit) 71,05 + 6,99 70,3 + 5,74 0,634 Tekanan intra okuler (mmHg) 9,11 + 0,96 8,63 + 0,95 0,120 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05.
Pada tabel 4.1-6 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) antara kelompok A dan B pada saat dua menit setelah intubasi. Tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.6. Perbandingan Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 3 Menit setelah Intubasi (T-3) antar Kelompok
Tabel 4.1-7 Perbandingan Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler 3 Menit setelah Intubasi (T-3) antar Kelompok
Karekteristik Kelompok A Kelompok B p Tekanan darah sistolik (mmHg) 105,1 + 6,9 105,0 + 4,38 0,47 Tekanan darah diatolik (mmHg) 63,8 + 7,33 63,7 + 3,70 0,392 MAP (mmHg) 77,57 + 6,83 77,47 + 3,38 0,408 Laju Nadi (kali/menit) 70,65 + 6,95 71,0 + 5,80 0,989 Tekanan intra okuler (mmHg) 9,28 + 0,99 8,97 + 1,14 0,389 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05.
tiga menit setelah intubasi. Tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.7. Pebandingan Nilai Rata-Rata Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler (TIO) antara T-pre dengan T-0, T-1, T-2, dan T-3 di dalam Kelompok A
Tabel 4.1-8 Pebandingan Nilai Rata-Rata Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler (TIO) antara T-pre dengan T-0, dan T-1 di dalam Kelompok A Karekteristik Selisih Rata- Rata Tpre-T-0 p Selisih Rata- Rata Tpre-T-1 p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 17,0 + 12,85 0,000 15,85 + 11,41 0,000
Tekanan darah diatolik (mmHg) 12,50 + 8,61 0,000 12,25 + 8,78 0,000
MAP (mmHg) 14,25 + 9,39 0,000 13,45 + 9,22 0,000
Laju Nadi (kali/menit) 7,10 + 5,62 0,000 8,60 + 5,93 0,000
Tekanan intra okuler (mmHg) 4,64 + 2,05 0,000 4,57 + 1,81 0,000
Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Wilcoxon signed rank dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T-0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T-1: pengukuran 1 menit setelah intubasi.
Pada tabel 4.1-8 dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) di dalam kelompok A antara saat sebelum tindakan anestesi (T-pre) dengan saat 1 menit sebelum tindakan laringoskopi intubasi (T-0) dan 1 menit setelahnya (T-1). Baik pada profil hemodinamik maupun tekanan intra okuler (TIO), didapati adanya penurunan yang bermakna pada pengukuran T-pre jika dibandingkan dengan T-0 dan T-1 (p<0,05) dengan nilai selisih rata-rata seperti yang tercantum pada tabel diatas. Begitu juga halnya perbandingan profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) antara T-pre dengan T-2 dan T-3, didapati adanya penurunan yang bermakna (p<0,05) dengan nilai selisih rata-rata seperti yang tercantum pada tabel 4.1.9 di bawah ini.
Tabel 4.1-9 Pebandingan Nilai Rata-Rata Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler (TIO) antara T-pre dengan T-2, dan T-3 di dalam Kelompok A Karekteristik Selisih Rata- Rata Tpre-T-2 p Selisih Rata- Rata Tpre-T-3 p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 15,45 + 11,88 0,000 13,15 + 12,12 0,001
Tekanan darah diatolik (mmHg) 8,65 + 9,90 0,000 9,20 + 8,84 0,001
MAP (mmHg) 10,92 + 9,95 0,000 10,52 + 9,38 0,001
Laju Nadi (kali/menit) 7,0 + 6,60 0,000 7,40 + 5,67 0,000
Tekanan intra okuler (mmHg) 4,17 + 1,56 0,000 4,0 + 1,69 0,000
Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Wilcoxon signed rank dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T-2: pengukuran 2 menit setelah intubasi; T-3: pengukuran 3 menit setelah intubasi
4.1.8. Pebandingan Nilai Rata-Rata Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler (TIO) antara T-pre dengan T-0, T-1, T-2, dan T-3 di dalam Kelompok B
Tabel 4.1-10 Pebandingan Nilai Rata-Rata Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler (TIO) antara T-pre dengan T-2, dan T-3 di dalam Kelompok B Karekteristik Selisih Rata- Rata Tpre-T-0 p Selisih Rata- Rata Tpre-T-1 p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 14,5 + 11,66 0,000 14,1 + 12,62 0,000
Tekanan darah diatolik (mmHg) 7,,65 + 9,19 0,003 8,10 + 8,07 0,001
MAP (mmHg) 9,78 + 8,88 0,000 10,10 + 7,89 0,000
Laju Nadi (kali/menit) 8,15 + 9,57 0,001 9,05 + 9,71 0,000
Tekanan intra okuler (mmHg) 5,15 + 1,83 0,000 5,54 + 2,07 0,000
Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Wilcoxon signed rank dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T-0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T-1: pengukuran 1 menit setelah intubasi.
Pada tabel 4.1-10 dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) di dalam kelompok B antara saat sebelum tindakan anestesi (T-pre) dengan saat 1 menit sebelum tindakan
laringoskopi intubasi (T-0) dan 1 menit setelahnya (T-1). Baik pada profil hemodinamik maupun tekanan intra okuler (TIO), didapati adanya penurunan yang bermakna pada pengukuran T-pre jika dibandingkan dengan T-0 dan T-1 (p<0,05) dengan nilai selisih rata-rata seperti yang tercantum pada tabel diatas. Begitu juga halnya perbandingan profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) antara T-pre dengan T-2 dan T-3, didapati adanya penurunan yang bermakna (p<0,05) dengan nilai selisih rata-rata seperti yang tercantum pada tabel 4.1-11 di bawah ini.
Tabel 4.1-11 Pebandingan Nilai Rata-Rata Profil Hemodinamik dan Tekanan Intra Okuler (TIO) antara T-pre dengan T-2, dan T-3 di dalam Kelompok B Karekteristik Selisih Rata- Rata Tpre-T-2 p Selisih Rata- Rata Tpre-T-3 p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 12,4 + 12,18 0,000 11,85 + 12,05 0,001
Tekanan darah diatolik (mmHg) 7,0 + 8,82 0,004 7,95 + 8,63 0,002
MAP (mmHg) 8,80 + 8,95 0,000 9,25 + 8,04 0,000
Laju Nadi (kali/menit) 9,85 + 8,20 0,000 9,15 + 8,97 0,000
Tekanan intra okuler (mmHg) 5,08 + 2,28 0,000 4,74 + 2,31 0,000
Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Wilcoxon signed rank dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T-2: pengukuran 2 menit setelah intubasi; T-3: pengukuran 3 menit setelah intubasi
4.1.9. Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Tekanan Sitolik antar Kelompok
Tabel 4.1-12 Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Tekanan Sitolik antar Kelompok
Waktu Pengukuran Penurunan Rata-Rata (%) p Kelompok A Kelompok B
Tpre – T0 13,67 + 9,86 11,46 + 8,81 0,51 Tpre – T1 12,82 + 8,44 11,45 + 9,74 0,69 Tpre – T2 12,42 + 9,01 9,93 + 9,45 0,37
Tpre – T3 10,5 + 9,40 9,42 + 9,44 0,68
Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T- 0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T1, T2, dan T3: pengukuran menit ke-1,2 dan 3 setelah intubasi
Pada tabel 4.1-12 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata persentase penurunan tekanan sistolik pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata persentase penurunan tekanan sistolik antara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.10.Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Tekanan Diastolik antar Kelompok
Tabel 4.1-13 Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Tekanan Diastolik antar Kelompok
Waktu Pengukuran Penurunan Rata-Rata (%) p Kelompok A Kelompok B
Tpre – T0 16,41 + 10,79 9,72 + 12,32 0,09 Tpre – T1 15,00 + 11,19 10,59 + 10,63 0,13 Tpre – T2 10,95 + 12,73 8,99 + 11,59 0,61 Tpre – T3 12,13 + 11,05 10,10 + 12,01 0,62 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T- 0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T1, T2, dan T3: pengukuran menit ke-1,2 dan 3 setelah intubasi
Pada tabel 4.1-13 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata persentase penurunan tekanan diastolik pada kedua kelompok. Tidak terdapat
perbedaan yang bermakna rata-rata persentase penurunan tekanan diastolik antara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.11.Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan MAP antar Kelompok
Tabel 4.1-14 Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan MAP antar Kelompok
Waktu Pengukuran Penurunan Rata-Rata (%) p Kelompok A Kelompok B
Tpre – T0 15,59 + 9,56 10,76 + 9,47 0,13 Tpre – T1 14,69 + 9,42 11,24 + 8,37 0,22 Tpre – T2 11,75 + 10,26 9,63 + 9,49 0,65 Tpre – T3 11,49 + 9,72 10,11 + 8,51 0,48 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T- 0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T1, T2, dan T3: pengukuran menit ke-1,2 dan 3 setelah intubasi
Pada tabel 4.1-14 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata persentase penurunan MAP pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata persentase penurunan MAP antara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.12.Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Laju Nadi antar Kelompok
Tabel 4.1-15 Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Laju Nadi antar Kelompok
Waktu Pengukuran Penurunan Rata-Rata (%) p Kelompok A Kelompok B
Tpre – T0 8,81 + 6,59 9,46 + 10,31 1,00 Tpre – T1 10,69 + 7,07 11,88 + 10,03 1,00 Tpre – T2 8,59 + 8,24 11,57 + 8,57 0,17 Tpre – T3 9,21 + 6,69 10,59 + 9,63 0,73 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T- 0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T1, T2, dan T3: pengukuran menit ke-1,2 dan 3 setelah intubasi
Pada tabel 4.1-15 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata persentase penurunan laju nadi pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan
yang bermakna rata-rata persentase penurunan laju nadi antara kedua kelompok (p>0,05).
4.1.13.Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Tekanan Intra Okuler (TIO) antar Kelompok
Tabel 4.1-16 Perbandingan Rata-Rata Persentase Penurunan Tekanan Intra Okuler (TIO) antar Kelompok
Waktu Pengukuran Penurunan Rata-Rata (%) p Kelompok A Kelompok B
Tpre – T0 33,82 + 11,52 36,67 + 9,52 0,46 Tpre – T1 33,43 + 10,45 39,31 + 10,14 0,07 Tpre – T2 30,63 + 8,68 35,67 + 12,65 0,06 Tpre – T3 29,24 + 9,72 33,20 + 13,36 0,22 Data disajikan dalam bentuk rata-rata + SD. Analisa data dengan uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05. Tpre:pengukuran sebelum tindakan anestesi; T- 0: pengukuran 1 menit sebelum intubasi; T1, T2, dan T3: pengukuran menit ke-1,2 dan 3 setelah intubasi
Pada tabel 4.1-16 diatas dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata persentase penurunan tekanan intra okuler (TIO) pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata persentase penurunan tekanan intra okuler (TIO) antara kedua kelompok (p>0,05).
Selama pelaksanaan penelitian ini, tidak dijumpai timbulnya efek samping maupun gejala toksisitas dari kedua obat pada seluruh sampel penelitian.
4.2. PEMBAHASAN
Hasil analisis data dengan uji Mann Whitneyterhadap nilai rata-rata profil hemodinamik (tekanan darah sistolik dan diastolik, tekanan arteri rata-rata, laju nadi) dan tekanan intra okuler (TIO) antara kedua kelompok pada seluruh sekuensial waktu pengukuran (tabel 4.1-3 sampai 4.1-7) tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna (p>0,05). Sedangkan hasil analisis data dengan uji Wilcoxon signed rank pada masing-masing kelompok (tabel 4.1-8 sampai 4.1-11) diperoleh adanya penurunan nilai rata-rata profil hemodinamik dan tekanan intra okuler (TIO) yang bermakna (p<0,05), yaitu antara pengukuran pre anestesi (T- pre) dibandingkan dengan T-0, T-1, T-2, dan T-3, baik pada kelompok A maupun kelompok B. Dari hasil tersebut dapat difahami bahwa klonidin 2µg/kg intravena atau lidokain 2% 1.5 mg/kg intravena memiliki kemapuan yang sama dalam menurunkan dan mencegah kenaikan tekanan intra okuler (TIO) serta menumpulkan respon hemodinamik secara bermakna selama tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal.
Laringoskopi dan intubasi endotrakheal, merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pasien-pasien yang menjalani operasi intra okuler dengan anestesi umum untuk menjaga patensi jalan nafas, memberikan akses pembedahan yang lebih baik dan memfasilitasi ventilasi paru untuk mengendalikan PaCO2
Respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi mempunyai efek yang lebih signifikan terhadap peningkatan TIO dari pada akibat
.1,7 Akan tetapi, tindakan intubasi itu sendiri mempunyai efek terhadap terjadinya takikardia, hipertensi, peningkatan TIO, dan tekanan intra kranial.8,9 Keadaan tersebut dapat membahayakan pasien-pasien yang disertai hipertensi dan penyakit kardiovaskuler10, space-occupying lesion (SOL) di intra kranial, glaukoma, dan penetrating eye injury.1,9,11 Setiap faktor yang dapat meningkatkan TIO akan menyebabkan drainase humor aqueous atau pengeluaran humor vitreous melalui luka dan dapat mengakibatkan komplikasi yang serius berupa kerusakan fungsi penglihatan secara permanen.12
pemberian suksinilkolin12-18 Laringoskopi dan intubasi akan menyebabkan kenaikan TIO sebesar 10-20 mmHg5,19. Muntah, batuk dan bucking pada tindakan intubasi endotrakheal menyebabkan peningkatan TIO yang dramatis mencapai 30- 40 mmHg.13,20 Hal ini mungkin berkaitan dengan respon simpatis kardiovaskuler akibat intubasi trakhea.19
Grafik 4.2-1 Grafik Penurunan Tekanan Intra Okuler
Dikatakan bahwa, respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi trakhea mencerminkan suatu peningkatan aktivitas simpatoadrenal akibat stimulasi pada orofaringeal dan laringotrakheal.24,25 Reaksi ini tidak dapat dicegah dengan pemberian premedikasi rutin.26,27 Stimulasi adrenergik dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang berakibat pada peningkatan tekanan vena sentral (hubungannya lebih dekat terhadap kenaikan TIO dari pada terhadap tekanan darah arteri). Stimulasi adrenergik juga meningkatkan tahanan aliran humor aqueous antara bilik depan dan kanal Schlemm’s.29 Di lain pihak, perubahan tekanan vena juga memiliki pengaruh yang besar terhadap TIO. Muntah, batuk, bucking dan maneuver valsava, dapat mengakibatkan
0 2 4 6 8 10 12 14 16 T-pre T-0 T-1 T-2 T-3 T e ka na n int r a o kul e r ( m m H g ) Waktu pengukuran Kelompok A Kelompok B
terbendungnya sistem vena, yang akan mengganggu humor aqueous outflow dan meningkatkan volume darah koroidal.13
Klonidin adalah sautu senyawa imidazole57 agonis α2-adrenergik selektif parsial (α2:α1=220:1) yang bekerja secara sentral, yang dapat digunakan untuk mencegah kenaikan tekanan intra okuler (TIO) akibat tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal, melalui aksinya sebagai obat anti hipertensi. Klonidin dapat menimbulkan hipotensi dan bradikardi melalui sistem saraf pusat. Mekanisme terjadinya efek tersebut mungkin melibatkan inhibisi outflow simpatetik dan potensiasi terhadap aktifitas saraf parasimpatetik. Nukleus traktus solitaries (yang diketahui berfungsi untuk memodulasi kendali otonomik termasuk aktifitas vagal) merupakan lokasi sentral yang penting untuk aksi dari alfa-2 agonis.65 Nukleus lain yang juga terlibat dalam mekanisme ini antara lain lokus seruleus,66 dorsal motor nucleus dari nervus vagus,67,68 dan nukleus retikularis lateralis,69,70 semuanya mungkin juga memediasi terjadinya hipotensi dan atau bradikardi.66 Klonidin menstimulasi neuron inhibitori alfa-2 adrenergik yang berada di pusat vasomotor medulla. Sebagai akibatnya, terjadi penurunan outflow sistem saraf simpatetik dari SSP ke jaringan perifer. Hal ini akan bermanifestasi terjadinya vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah sistemik, laju jantung, dan curah jantung. Reseptor alfa-2
Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amide. Ada dua pendapat kerja lidokain sebagai analgesi, meskipun efek analgesi ini tidak jelas. terdapat pada pembuluh darah memediasi terjadinya vasokonstriksi, sedangkan yang terdapat pada ujung-ujung saraf pada sistem saraf simpatetik perifer dapat menghambat pelepasan norepineprin.58 Di lain pihak, klonidin dapat menurunkan tekanan intra okuler (TIO) melalui efek langsung pada bola mata, pertama melalui efek vasokonstriktor langsung pada pembuluh darah afferen dari prosesus siliaris, yang mana akan berakibat pada berkurangnya produksi humor aqueous. Kedua adalah dengan menambah fasilitas outflow yang disebabkan oleh berkurangnya tonus vasomotor yang dimediasi secara simpatetik pada sistem drainase bola mata.80,81
Mekanisme lidokain sebagai analgesik adalah dengan menghambat suatu enzim yang mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion natrium dan blokade yang bersifat reversible sepanjang
konduksi akson periferal dari serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton pada
tahun 1997 dengan tujuan target analgesik pada dorsal horn medulla spinalis.52
Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat perjalanan ion sodium (Na+) melalui saluran ion selektif Na+ dalam membran saraf (Butterworth dan Stricharrtz 1990). Saluran Na+ sendiri merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na+ oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruhan permeabilitas Na+. Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na+, memperlambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan.52,53
Lidokain telah menjadi obat yang popular untuk menumpulkan respon hemodinamik akibat intubasi endotrakheal. Lidokain intravena ternyata dapat menekan refleks batuk, mencegah peningkatan tekanan intra kranial, dan memiliki efek sebagai anti aritmia jantung. Dosis intravena lidokain terbaik untuk menumpulkan respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal adalah 1,5 mg/kgBB. Sedangkan waktu penyuntikan secara intravena sebelum intubasi bervariasi antara 1-3 menit sebelum intubasi.33
Lidokain bekerja baik di perifer maupun di sistem saraf pusat. Di tingkat perifer, lidokain menghambat transduksi neuronal, menurunakan pelepasan mediator-mediator inflamasi, menghambat migrasi leukosit, dan menekan ekstravasasi albumin. Di tingkat sentral, lidokain mem-blok aktifitas neuronal pada level dorsal horn medulla spinalis, sehingga memodulasi pelepasan neurotransmitter eksitatori. Pemberian lidokain secara sistemik terutama akan bekerja pada hiperaktif neuron, yaitu neuron wide dynamic-range yang dapat
ditemukan pada dorsal horn, yang mengakibatkan terjadinya efek analgesia. Jenis neuron yang tersensitisasi seperti ini sering dijumpai pada keadaan nyeri hiperalgesia. Bukti penting selanjutnya mengenai lokasi sentral tempat bekerjanya lidokain telah ditunjukkan melalui supresi spinal dari aktivitas C-fiber evoked yang kelihatan setelah pemberian lidokain secara sistemik dengan konsentrasi rendah. Nyeri hiperalgesia dapat terjadi setelah tindakan pembedahan, trauma, gangguan metabolik, dan nyeri yang berkaitan dengan sindroma sympathetically maintained pain. Hiperalgesia muncul sebagai suatu keadaan dari suatu proses yang difasilitasi pada level dorsal horn medulla spinalis sebagai akibat stimulasi C-fiber secara terus menerus. Penelitian preklinik dan klinik menunjukkan bahwa obat-obat penghambat pompa natrium seperti lidokain, yang diberikan secara spinal atau sistemik, efektif dalam menghambat nyeri ini. Efek analgesik tersebut dapat dicapai dengan lidokain dosis kecil, yang mana tidak merubah ambang batas nyeri nosiseptif akut atau konduksi aksonal. Aksi anti hiperalgesia dari lidokain sistemik ini sebagian besar berhubungan pada medulla spinalis. Selain itu, di medulla, pemberian lidokain sitemik dapat mem-blok pelepasan substansi P, yang menghambat letupan pada wide dynamic neuron, serta menekan letupan yang diinduksi oleh asam amino glutamate eksitatori. Efek analgesik lidokain juga dihasilkan akibat blokade dari N-methyl-D aspartate (NMDA) dan reseptor neurokinin pada dosis subanestetik.56
Pada penelitian ini diperoleh bahwa pemberian klonidin 2µg/kg intravena atau lidokain 2% 1.5 mg/kg intravena pada saat sebelum dilakukannya tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal dapat menurunkan tekanan intra okuler (TIO) secara bermakna pada 1 menit sebelum serta pada menit pertama, kedua dan ketiga setelah tindakan (tabel 4.1-16). Kedua obat ini juga dapat mencegah kenaikan tekanan intra okuler (TIO) baik pada saat dilakukannya tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal maupun pada menit pertama, kedua dan ketiga setelahnya. Namun demikian, kemampuan untuk menurunkan dan mencegah kenaikan tekanan intra okuler (TIO) dari kedua obat ini secara statistik
tidak memiliki perbedaan yang bermakna, yang artinya bahwa kedua obat ini memiliki kemampuan yang sama, sehingga dapat digunakan secara aman sebagai adjuvan pada saat premedikasi untuk kasus bedah ophthalmic maupun non-
ophthalmic dengan anestesi umum yang memerlukan pengendalian tekanan intra
okuler (TIO) pada saat tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Moeini HA et al (2006)19, yang telah melaporkan hasil peneltiannya mengenai efek lidokain 1,5% 1,5 mg/kg i.v dan sufentanil 0,15 µg/kg i.v dalam mencegah kenaikan tekanan intra okuluer akibat suksinilkolin dan intubasi endotrakhea. Pada akhir penelitiannya disimpulkan bahwa premedikasi dengan lidokain dan sufentanil tidak hanya mencegah kenaikan TIO akibat pemberian suksinilkolin, laringoskopi dan intubasi trakhea, akan tetapi juga menurunkan TIO, sehingga memberikan kondisi yang lebih baik selama pembedahan.
Berbeda halnya dengan hasil penelitian Georgiou M et al (2002)12, yang telah melakukan penelitian tentang sufentanil 0,05 µg/kg i.v atau klonidin 2 µg/kg i.v untuk meredam kenaikan TIO selama RSI. Diakhir peneltian mereka menyimpulkan bahwa sufentanil dapat menghambat kenaikan TIO yang berhubungan dengan pemberian suksinilkolin selama RSI. Dilain pihak, klonidin gagal menunjukkan efek yang sama. Hal ini mungkin disebabkan efek puncak klonidin (tercapai setelah 30-60 menit) yang belum adekuat saat dilakukannya RSI.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN