• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM

Perdagangan Komoditas Pangan Strategis Provinsi Sumatera Utara

BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM

PEMBAYARAN

Stabilitas keuangan pada triwulan IV 2015 di Sumatera Utara tetap terjaga, meski terdapat

tendensi peningkatan risiko likuiditas. Kinerja kredit masih meningkat, meski DPK dan aset cenderung

melambat terkait dengan kondisi ekonomi yang belum pulih. Risiko masih terjaga dibawah level indikatif. Aktivitas transaksi masyarakat secara tunai maupun non tunai juga masih baik, sejalan dengan aktivitas transaksi menjelang Natal dan Tahun Baru.

3.1 Ringkasan Umum

Dibanding tahun 2014, kinerja perbankan Sumatera Utara di penghujung 2015 membaik, khususnya kredit. Pertumbuhan kredit mengalami peningkatan

meski aset dan DPK yang cenderung melambat. Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat dengan Non Performing Loan (NPL) masih dibawah level indikatif 5 persen meski cenderung meningkat sejak awal 2015.

Kinerja kredit ke sektor korporasi dan UMKM

meningkat, sementara kredit rumah tangga

melambat. Pertumbuhan kredit yang cukup baik

terjadi di ketiga sektor utama. Sementara itu, akselerasi kredit UMKM ditopang performa kredit ke kategori perdagangan, di tengah tertekannya kredit ke kategori pertanian. Di sisi lain, tekanan kinerja terjadi di semua jenis kredit Rumah Tangga, baik KPR, KKB maupun kredit multiguna. Hal tersebut sejalan dengan Konsumsi masyarakat yang melambat dibanding tahun sebelumnya.

Terbatasnya kinerja perbankan khususnya dana pihak ketiga sejalan dengan pertumbuhan transaksi tunai maupun non tunai. Hal tersebut terutama tercermin

dari meningkatnya transaksi kliring secara nominal namun menurun secara volume dan penurunan perputaran uang (inflow-outflow) di masyarakat ditengah mulai membaiknya kinerja perekonomian Sumut.

3.2 Analisis Perbankan Daerah

Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan Di tengah melambatnya ekonomi 2015 dibanding tahun lalu, kinerja aset perbankan juga cenderung melambat. Aset total perbankan Sumatera Utara

tercatat melambat dari 8,43% pada 2014 menjadi 5,68% pada akhir 2015 (Grafik 3.1). Ekspektasi pelaku ekonomi akan melambatnya perekonomian di sepanjang 2015 turut mempengaruhi keputusan menajemen perbankan untuk tidak terlalu ekspansif

dalam menyalurkan kredit. Kondisi tersebut membuat aset perbankan di Sumatera Utara masih melanjutkan tren perlambatan sejak akhir 2011. Pertumbuhan (yoy) aset pada akhir 2011-2013 secara berturut-turut adalah 19,7%, 16,0%, dan 15,7%.

Di sisi lain, setelah mengalami perlambatan aset yang cukup dramatis selama 4 tahun terakhir, aset perbankan syariah pada akhir 2015 justru mencatatkan pertumbuhan yang meningkat dibanding tahun lalu. Membaiknya pertumbuhan aset perbankan syariah Sumatera Utara tersebut didorong oleh adanya penambahan modal yang siginifikan oleh 2 pemain utama perbankan syariah seiring rencana konsolidasi kedua bank tersebut.

Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Sejalan dengan perlambatan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh melambat. Hingga akhir tahun

2015, posisi DPK di Perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp185,6 triliun, tumbuh 3,4% (Grafik 3.2). Perlambatan pertumbuhan DPK terjadi baik di perbankan konvensional maupun syariah.

Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK Perlambatan DPK terutama dipengaruhi oleh melambatnya giro dan deposito. Di tengah ekpektasi

masyarakat yang tidak terlalu optimis seiring dengan menurunnya daya beli, preferensi masyarakat cenderung memilih produk simpanan tak berjangka yang bisa diambil sewaktu-waktu. Hal ini terbukti dengan terakselerasinya produk Tabungan sejalan dengan melambatnya pertumbuhan deposito. Selain itu, menurunnya suku bunga deposito juga menekan

minat masyarakat untuk menempatkan dana dalam bentuk deposito. Sementara itu, perlambatan yang cukup dalam untuk giro ditengarai dipengaruhi oleh suku bunga yang terus menurun.

Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK

Grafik 3.5 Perkembangan Kredit

Posisi kredit11 di akhir tahun 2015 justru

menunjukkan sedikit peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Kredit perbankan tumbuh 7,44%, sedikit

lebih tinggi dibanding tahun 2014 yang tumbuh 6,97%. Hal tersebut dikarenakan secara umum perbankan dalam menyalurkan kredit cenderung prosiklikal mengikuti siklus ekonomi. Ekspektasi perlambatan ekonomi biasanya diikuti dengan perlambatan penyaluran kredit, dan sebaliknya. Stabilnya penyaluran kredit juga terjadi pada level nasional (Grafik 3.6).

11

Konsep penyaluran KREDIT dibagi menjadi dua: (1) lokasi bank dan (2) lokasi proyek. Poin (1) mengacu pada data penyaluran kredit oleh Bank yang ada di Sumut sementara poin (2) mengacu pada kredit yang tersalur dari Bank daerah manapun untuk

proyek/usaha yang berlokasi di Sumut. Dalam buku ini, poin (1)

digunakan untuk mengases kinerja perbankan, sementara poin (2) untuk mengases PDRB serta ketahanan korporasi, UMKM dan rumah tangga. Angka nominal kredit antara dua konsep tersebut jumlahnya sangat mungkin berbeda.

Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional Akselerasi pertumbuhan kredit terjadi pada kredit investasi dan modal kerja, sementara kredit konsumsi justru melambat. Dengan porsi hingga 50% dari total

kredit, kredit modal kerja pada akhir 2015 tumbuh mencapai 9,46% (yoy). Senada dengan hal itu, kredit investasi juga tumbuh meningkat seiring terakselerasinya Investasi dalam PDRB Sumatera Utara. Meski demikian, perlambatan yang cukup dalam pada Konsumsi dalam PDRB Sumatera Utara turut mempengaruhi perlambatan penyaluran kredit Konsumsi pada posisi akhir 2015.

Grafik 3.7 Perkembangan Kredit

Peningkatan pertumbuhan kredit didukung oleh turunnya suku bunga kredit, meski masih terbatas.

Seiring menurunnya cost of funds berupa penurunan suku bunga deposito, suku bunga kredit juga mengalami penurunan. Namun penurunan suku bunga kredit masih terbatas dan hanya terjadi di kredit modal kerja, sementara suku bunga kredit investasi relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, suku bunga kredit konsumsi justru melonjak tajam, yang berdampak pada perlambatan kredit konsumsi di akhir tahun 2015 (Grafik 3.8). Masih tertahannya penurunan suku bunga kredit ini diduga karena masih belum efisiennya operasional perbankan.

Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit

Akselerasi kredit di tengah tekanan DPK

menyebabkan meningkatnya risiko likuiditas

perbankan di tahun 2015. Hal tersebut tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Sumatera

Utara yang meningkat dari 93,01% menjadi 96,61% terutama terjadi pada Perbankan konvensional (Grafik 3.9). Namun, pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibanding pembiayaan di perbankan syariah menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) turun dari 104,99% menjadi 97,85%.

Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan

Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF)

Pada triwulan IV 2015, risiko perbankan

menunjukkan peningkatan, meski masih di bawah level indikatif. Non Performing Loans (NPL) yang

meski masih dibawah batas aman 5%, namun cenderung meningkat. Sementara itu, Non

Performing Financing (NPF) perbankan syariah juga

masih tinggi diatas 8%, meski mulai ada indikasi perbaikan (Grafik 3.10).

3.3 Ketahanan Sektor Korporasi dan UMKM Kredit perbankan yang tersalur untuk sektor korporasi12 di Sumatera Utara pada akhir 2015 sebesar Rp173,6 triliun. Kredit korporasi di Sumut

tumbuh akseleratif dari 9,89% (yoy) pada akhir 2014 menjadi 12,95% (yoy) (Grafik 3.11). Hal tersebut sejalan dengan masih stabilnya pertumbuhan kredit secara nasional.

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi terjadi di ketiga sektor utama di Sumatera Utara. Kredit

korporasi di Sumut sebagian besar (84%) tersalur ke tiga kategori utama, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran (PBE, 34%), industri pengolahan (30%), dan pertanian (20%). Akselerasi kredit perbankan kepada industri pengolahan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan PDRB sektor tersebut. Sementara itu, di tengah melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan, kredit kepada sektor tersebut justru tumbuh meningkat. Hal tersebut diperkirakan akan meningkatkan kinerja sektor tersebut pada triwulan mendatang. Hal sebaliknya justru terjadi pada kredit ke sektor pertanian yang relatif tertekan di saat pertumbuhannya terakselerasi cukup signifikan.

Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi

12

Meski demikian, perlu diwaspadai adanya tren kenaikan NPL sejak awal 2015, meski cenderung menurun di akhir 2015. Kenaikan NPL13 dibanding akhir 2014 terjadi di ketiga sektor utama Sumut (Grafik 3.12). Meski demikian, angka NPL masih dibawah batas aman 5%.

Sementara itu, kredit pada usaha berskala UMKM relatif melambat. Kredit UMKM tumbuh 9,56% (yoy),

melambat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 15,62% (yoy). Deselerasi tersebut terjadi pada semua level, baik mikro, kecil maupun menengah (Grafik 3.13).

Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut Deselerasi kredit perdagangan, yang menguasai 53% dari total kredit kepada UMKM, mempengaruhi perlambatan kredit UMKM. Kredit perdagangan

tumbuh 11,04% (yoy), melambat dibanding tahun lalu yang mencapai 13,01% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi terutama untuk level usaha kecil dan menengah. Sejalan dengan itu, sektor pertanian yang menguasai 19% dari total kredit UMKM, juga melambat, dari 27,57% menjadi 10,34%. Perlambatan kredit kepada pelaku UMKM perlu dicermati, agar tidak berlanjut dan menggerus pangsa kredit kepada UMKM.

Kualitas kredit UMKM masih perlu diperbaiki. Hal ini

tercermin dari NPL yang masih diatas 5%, dengan kecenderungan meningkat dibanding tahun 2014. Kenaikan NPL kredit UMKM tersebut terjadi di ketiga sektor utama serta di semua jenis UMKM, kecuali kredit mikro yang relatif membaik (Grafik 3.14).

13

NPL dalam laporan ini adalah NPL gross, yang menunjukkan persentase kredit kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan) dan 5 (macet) terhadap total outstanding kredit

Grafik 3.14 Perkembangan NPL Kredit UMKM 3.4 Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Pada triwulan IV 2-15, rumah tangga di Sumut

cenderung meningkatkan porsi konsumsi.

Sementara itu, alokasi penghasilan untuk pinjaman dan tabungan menurun. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen14 di akhir periode triwulan III dan IV 2015 (Grafik 3.15). Meningkatnya konsumsi sesuai dengan polanya berkenaan dengan hari Natal dan Tahun Baru.

Grafik 3.15 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut

Posisi kredit perbankan kepada sektor rumah tangga di Sumut hingga akhir tahun 2015 tercatat sebesar Rp42,8 triliun. Kredit tersebut didominasi oleh kredit

multiguna, kredit pemilikan rumah (KPR), serta kredit kendaraan bermotor (KKB) dengan porsi masing-masing sebesar 45%, 33%, dan 12%. Kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,46% (yoy), melambat dibanding tahun lalu yang mencapai 8,72% (yoy) (Grafik 3.17). Perlambatan tersebut terjadi sejalan dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi baik nasional maupun Sumatera Utara.

14

Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilakukan oleh KPw BI Sumut untuk melihat keyakinan & ekspektasi konsumen terhadap perekonomian.

Grafik 3.16 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Semua jenis kredit konsumsi mengalami tekanan pertumbuhan. Kredit multiguna melambat cukup

dalam. Sementara itu kredit perumahan rakyat (KPR) melambat terbatas. Di sisi lain, kredit kendaraan bermotor (KKB) posisi akhir tahun 2015 justru terkontraksi.

Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan LTV untuk mengelola pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih sehat. Di tahun 2015, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to

Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan

Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan baru tersebut meliputi kenaikan 10% rasio LTV untuk kredit properti semua tipe rumah serta penurunan 5% uang muka kredit kendaraan bermotor.

Relaksasi kebijakan LTV tersebut belum memberikan dampak yang signifikan, khususnya dampak penurunan 5% uang muka kredit kendaraan bermotor terhadap pertumbuhan KKB hingga penghujung 2015. Hal ini diduga seiring dengan dampak depresiasi nilai tukar terhadap harga kendaraan bermotor yang mengakibatkan menurunnya penjualan ritel kendaraan bermotor domestik.

Grafik 3.17 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga

Perlambatan kredit konsumsi diiringi dengan kenaikan risiko kredit. Hal ini tercermin dari NPL,

yang meski masih dibawah batas aman 5%, namun cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terjadi baik di KKB maupun KPR, sementara NPL kredit multiguna relatif stabil. Hal ini diduga terkait dengan masih berlanjutnya penurunan harga komoditas yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.

3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran 3.5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai

Di sisi lain, transaksi kliring melalui SKNBI15 nominalnya tercatat sebesar Rp46,65 triliun atau meningkat 13,83% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, sejalan dengan aktivitas perdagangan sesuai dengan polanya. Namun secara volume,

transaksi kliring hanya mencapai 1,1 juta lembar atau melambat -37,02% (yoy), terkontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 12,06% (yoy) (Grafik 3.20). Secara kuartalan, nominal maupun volume kliring meningkat, masing-masing 14,04% (qtq) dan 2,04% (qtq). Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015 yang mulai membaik, namun secara keseluruhan tahun melambat dibandingkan tahun 2014.

Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi Kliring

15

SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta)

3.5.2 Kinerja Sistem Pembayaran Tunai

Perkembangan aliran uang kartal di Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 mengalami

net outflow16 sebesar Rp2,5 triliun (Grafik 3.21),

berbeda dibanding triwulan sebelumnya dengan posisi net inflow Rp1,5 triliun. Posisi net outflow tersebut terjadi di wilayah kerja KPw BI Pematang Siantar dan KPw BI Sibolga, masing-masing sebesar Rp1,8 triliun dan Rp1,4 triliun. Di sisi lain, net inflow justru terjadi di wilayah kerja KPw BI Sumut yang berkedudukan di Medan sebesar Rp793 miliar.

Grafik 3.19 Perkembangan Uang Kartal di Sumut

Fenomena tingginya aliran masuk dari wilayah sekitar menuju Medan tersebut diduga karena meningkatnya aktivitas penukaran uang menjelang hari Natal dan Tahun Baru.

16

Net outflow mencerminkan jumlah uang masuk (inflow) lebih

banyak dibanding uang keluar (outflow) ke kantor BI. Perhitungan

inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank

di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.

Grafik 3.20 Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut

Di tengah total uang beredar17 yang menurun dari Rp17,9 triliun menjadi Rp14,7 triliun, temuan uang

rupiah tidak asli juga menurun, dari 1.002 lembar

pada triwulan sebelumnya menjadi 999 lembar (Grafik 3.22). Penurunan terjadi karena Bank Indonesia terus meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian, dan senantiasa melakukan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) guna mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu.

Dokumen terkait