• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Di Indonesia, umumnya peternak memelihara itik untuk produksi telur saja, sebab daging itik belum banyak permintaannya oleh masyarakat. Oleh sebab itu peternak baru menjual ternak itiknya setelah produksi telurnya mulai menurun, yang disebut sebagai itik afkir. Meskipun saat ini terdapat upaya untuk memperkenalkan daging itik melalui pengembangan itik-itik yang berpotensi penghasil daging, seperti itik peking, mandalung (tik-tok), namun konsumennya masih terbatas, belum begitu merakyat. Salah satu kendala mengapa daging itik begitu lambat diterima oleh konsumen, karena banyak konsumen tidak menyukai bau daging itik. Menurut mereka daging itik memiliki bau amis atau anyir, tidak seperti daging ayam.

Indonesia memiliki banyak galur itik. Nama-nama galur itik tersebut umumnya sesuai dengan tempat dimana galur tersebut dikembangbiakkan. Galur-galur itik tersebut antara lain, galur itik alabio berasal dari Kalimantan, dan galur itik cihateup dari Jawa Barat, yakni dari Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Kedua galur itik tersebut berbadan besar, sesuai dengan salah satu ciri itik penghasil daging yang baik. Itik cihateup dapat dibedakan dengan itik alabio selain dari warna bulu, juga dari bentuk postur tubuh. Itik cihateup memiliki postur tubuh yang hampir tegak pada saat berdiri atau berjalan. Penyebab bau amis (off-odor) pada daging itik diakibatkan oleh beberapa faktor, dua diantaranya yaitu faktor spesies ternak (genetik) dan faktor pakan (Sink 1979; Heath dan Reineccius 1986). Pada penelitian ini, faktor-faktor berpengaruh terhadap bau daging itik yang dipelajari yaitu untuk faktor genetik adalah galur ternak; sedangkan faktor pakan adalah jenis lemak pakan. Galur ternak itik yang diteliti, yaitu galur itik alabio dan galur itik cihateup. Jenis lemak yang diteliti yaitu lemak sapi, minyak kedelai, dan minyak kelapa. Kedua faktor tersebut (galur ternak dan jenis lemak) diduga tidak saja mempengaruhi kualitas bau pada daging itik, akan tetapi dapat pula mempengaruhi performa ternak.

Oleh sebab itu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kedua faktor tersebut, maka sebelum sampai pada pengkajian intensitas dan karakteristik off- odor pada daging itik yang dilakukan melalui pengujian sensori, penelitian ini

terlebih dahulu menganalisis performa ternak yang mencakup konsumsi ransum, konversi ransum, bobot badan, pertumbuhan dan kualitas karkas.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bagian IPT Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB. Lama penelitian empat bulan yakni dari Agustus hingga Desember 2004.

Ternak Percobaan

Sebanyak 80 ekor meri (anak itik umur sehari) jantan yang terbagi atas 40 ekor meri alabio, dan 40 ekor meri cihateup, digunakan dalam penelitian ini. Meri alabio diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi; sedangkan, meri cihateup diperoleh dari Laboratorium Ternak unggas Fakultas Peternakan, IPB.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam percobaan faktorial dua faktor, dan dirancang berdasarkan metode rancangan acak lengkap. Sebagai faktor dalam percobaan ini adalah perbedaan galur itik dan jenis lemak yang dipakai sebagai bahan pakan dalam ransum. Galur ternak itik, sebagai faktor pertama, terdiri atas dua macam galur, yakni galur cihateup dan galur alabio. Faktor kedua terdiri atas empat level atau empat jenis pemberian lemak, yakni tanpa lemak (Ko, kontrol), lemak jenuh yang bersumber dari minyak kelapa (MKp) dan lemak sapi (LS), serta lemak tidak jenuh yang bersumber dari minyak kedelai (MKd). Setiap kombinasi perlakuan memiliki lima ulangan; dan, setiap ulangannya terdiri atas dua ekor ternak dari galur yang sama.

Sebelum ditempatkan ke dalam kandang perlakuan, ternak dipelihara dalam kandang brooder selama dua minggu dengan pemberian ransum komersil ayam pedaging yang secara bertahap digantikan dengan ransum starter perlakuan. Sesudah masa brooding, ternak-ternak secara acak ditempatkan pada kandang berbentuk kotak (boks) yang disekat dalam petak-petak. Setiap petak kandang berisi dua ekor ternak dari galur yang sama. Ukuran petak kandang (cage) 50 x 50 x 75 cm. Kandang terbuat dari bahan kayu, dan dilengkapi dengan lampu listrik untuk penerangan pada malam hari. Pada saat

penempatan ke dalam kandang-kandang percobaan, ternak ditimbang dan diberi nomor sayap.

Ransum Percobaan

Ternak diberi ransum yang disusun berdasarkan standar NRC (1994) dengan memperhatikan kebutuhan ternak menurut periode pertumbuhan, yaitu periode starter/grower (awal pertumbuhan) dan finisher (akhir pertumbuhan). Komposisi bahan pakan dari masing-masing perlakuan penggunaan lemak dan minyak disajikan pada Tabel 4. Ransum untuk masing-masing perlakuan tersebut disusun secara iso-kalori dan iso-nitrogenus. Protein untuk ransum starter 20% dan finisher 16%. Kandungan energi metabolis (EM) untuk kedua ransum yaitu 3000 kkal/kg. Kandungan protein dan energi ransum perlakuan disajikan dalam Tabel 5. Komposisi nutrisi mineral dan vitamin dari ransum perlakuan disenaraikan dalam Tabel 6; sedangkan komposisi asam-asam lemaknya disenaraikan dalam Tabel 7.

Pemberian ransum perlakuan dalam masa periode awal pertumbuhan (starter-grower) mulai dari umur dua sampai lima minggu. Setelah itu dilanjutkan dengan ransum periode akhir pertumbuhan (finisher) dari umur lima sampai sepuluh minggu. Pemberian ransum dalam bentuk tepung (all mash) dan air minum ad libitum. Komposisi bahan dan nilai nutrisi pakan disajikan pada Tabel 4. Pada fase awal pertumbuhan (starter), ternak-ternak percobaan diberi ransum sebanyak 50 gram/hari/ekor pada saat umur ternak kurang dari satu minggu, kemudian pada umur minggu kedua, ransum diberikan sebanyak 100 – 125 gram/hari/ekor. Pemberian ransum 2 – 3 kali per hari. Pengukuran sisa ransum dilakukan setiap pagi, bersamaan dengan pembersihan kandang. Masa pemeliharaan starter selama lima minggu. Pada umur pemeliharaan empat minggu, secara bertahap ransum starter digantikan dengan ransum akhir pertumbuhan (finisher). Secara penuh ransum finisher mulai diberikan pada umur pemeliharaan ternak lima minggu. Prosedur pemberian dan pengukuran sisa ransum dilakukan sebagaimana pada prosedur pemeliharaan ternak periode starter. Pemberian ransum sebanyak 150 – 200 gram/hari/ekor.

Penimbangan ternak untuk masing-masing individu dilaksanakan setiap minggu pada hari dan waktu yang sama sampai pada akhir masa penelitian. Pemotongan ternak dilaksanakan saat periode pemeliharaan 10 minggu, atau umur ternak 12 minggu. Prosedur pemotongan dikondisikan agar ternak tidak mengalami stres yang berlebihan.

Tabel 4 Susunan bahan pakan ransum percobaan masing-masing perlakuan*

Ransum pertumbuhan awal Ransum pertumbuhan akhir Bahan makanan (%)

Ko LS MKd MKp Ko LS MKd MKp Jagung kuning 11.67 10.00 10.00 10.00 34.80 15.00 15.00 15.00

Tepung tapioka 31.20 10.22 5.00 7.05 15.00 11.52 7.00 7.00

Lemak sapi (tallow) 0.00 7.50 0.00 0.00 0.00 7.50 0.00 0.00 Minyak kedelai 0.00 0.00 7.50 0.00 0.00 0.00 7.50 0.00 Minyak kelapa 0.00 0.00 0.00 7.50 0.00 0.00 0.00 7.50

CGM (corn gluten meal) 10.00 9.50 7.92 8.64 7.50 5.00 5.00 5.00

Bkl.kacang kedelai 23.30 18.33 18.07 18.26 9.51 11.85 9.70 9.71

Tepung gandum 10.00 15.46 11.48 8.68 17.46 12.63 5.83 7.55

Pollard gandum 10.00 25.11 36.00 36.00 11.93 32.87 46.03 44.27

Garam dapur (NaCl) 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25

Dikalsium fosfat (DCP) 1.50 1.50 1.50 1.50 1.25 1.25 1.25 1.25 Tepung kapur 0.30 0.51 0.53 0.52 0.58 0.51 0.77 0.78 DL-metionina 0.07 0.06 0.08 0.08 0.06 0.09 0.10 0.10 L-lisina 0.56 0.40 0.50 0.37 0.23 0.11 0.13 0.14 L-treonina 0.13 0.14 0.16 0.14 0.41 0.41 0.42 0.42 L-triptofan 0.02 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.02 0.03 Vitamin Mix 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 Mineral Mix 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 TOTAL (%) 100 100 100 100 100 100 100 100

*Disusun berdasarkan pada Bahan Kering 90% menurut NRC (1994). Ko: Kontrol, LS: lemak sapi, MKd: minyak kedelai; MKp: minyak kelapa

Tabel 5 Komposisi nutrisi ransum percobaan1

Ransum pertumbuhan awal Ransum pertumbuhan akhir Komposisi nutrisi Ko LS MKd MKp Ko LS MKd MKp Energi Metabolis, (kkal/kg) 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 Protein Kasar (%) 20.00 20.02 20.01 20.01 16.03 16.02 16.02 16.03 Serat Kasar (%) 4.47 5.22 6.08 6.08 4.01 5.45 6.35 6.21 Lemak Kasar (%) 1.76 9.52 9.80 9.79 2.38 9.86 10.18 10.14 Abu (%) 2.51 3.10 3.58 3.57 2.15 3.03 3.53 3.46 ADF (%) 3.88 5.60 6.72 6.70 4.15 5.96 7.31 7.14 Kalsium (Ca, %) 0.65 0.67 0.68 0.68 0.61 0.61 0.70 0.71 Pospor (P, % tersedia) 0.44 0.44 0.44 0.45 0.37 0.38 0.39 0.39 1

Hasil kandungan nutrisi diperoleh berdasarkan perhitungan.

Ko: kontrol, LS: lemak sapi, MKd: minyak kedelai, MKp: minyak kelapa, ADF: acid detergent fiber

Tabel 6 Komposisi nutrisi mineral dan vitamin ransum percobaan1

Ransum pertumbuhan awal Ransum pertumbuhan akhir Komposisi nutrisi Ko LS MKd MKp Ko LS MKd MKp Na (%) 0.23 0.28 0.32 0.32 0.20 0.29 0.34 0.33 Cl (%) 0.18 0.19 0.20 0.20 0.19 0.19 0.20 0.20 Zn (mg/kg) 30.00 45.83 55.48 54.68 31.00 49.53 60.24 59.01 Fe (mg/kg) 85.11 89.94 89.42 91.24 73.81 70.77 74.67 74.19 Se (mg/kg) 0.26 0.33 0.34 0.34 0.25 0.29 0.31 0.31 Lisina (%) 1.29 1.12 1.22 1.12 0.72 0.71 0.71 0.71 Metionina (%) 0.43 0.41 0.42 0.42 0.35 0.35 0.36 0.36 Metionina +Cys (%) 0.77 0.77 0.76 0.77 0.65 0.63 0.62 0.63 Arginina (%) 1.17 1.22 1.27 1.27 0.89 1.02 1.05 1.04 Treonina (%) 0.82 0.81 0.82 0.81 0.90 0.90 0.90 0.90 Triptofan (%) 0.26 0.26 0.26 0.26 0.18 0.20 0.21 0.22 Riboflavin (mg/kg) 2.83 5.22 6.92 6.90 3.07 6.23 8.25 7.98 Vitamin E (mg/kg) 10.00 12.25 13.90 13.77 14.27 13.59 15.78 15.57 Karoten (mg/kg) 1.89 1.77 1.51 1.62 1.88 1.12 1.11 1.11 1

Data diperoleh melalui perhitungan.

Tabel 7 Komposisi asam-asam lemak ransum percobaan1

Ransum pertumbuhan awal Ransum pertumbuhan akhir Ko LS MKd MKp Ko LS MKd MKp Asam lemak --- % --- Laurat (C12:0) - - - 3.55 - - - 3.55 Miristat (C14:0) - - 0.01 1.25 - - 0.01 1.25 Palmitat (C16:0) 0.29 2.31 1.19 0.99 0.43 2.33 1.22 1.03 Stearat (C18:0) 0.03 1.73 0.31 0.34 0.05 1.73 0.33 0.34 Total ALJ 0.32 4.04 1.51 6.13 0.48 4.06 1.56 6.17 Palmitoleat (C16:1) 0.01 0.33 0.03 0.01 0.01 0.33 0.02 0.01 Oleat (C18:1) 0.33 3.19 2.15 0.79 0.61 3.24 2.21 0.85 Total ALTJT 0.34 3.52 2.18 0.80 0.62 3.57 2.23 0.86 Linoleat (C18:2) 0.69 0.93 4.89 1.21 1.11 1.05 5.03 1.35 Linolenat (C18:3) 0.05 0.09 0.59 0.07 0.07 0.10 0.59 0.08 Total ALTJG 0.74 1.02 5.48 1.28 1.18 1.15 5.62 1.43

Total asam lemak 1.40 8.58 9.17 8.21 2.28 8.78 9.41 8.46

1

Data diperoleh melalui perhitungan,

Ko: kontrol, LS: lemak sapi, MKd: minyak kedelai, MKp: minyak kelapa, ALJ = Asam lemak jenuh, ALTJT: Asam lemak tidak jenuh tunggal, ALTJG: Asam lemak tidak jenuh ganda

Tabel 8 Komposisi asam-asam lemak bahan pakan sumber lemak

Komposisi Asam Lemak

Lemak sapi (%) Minyak kelapa(%) Minyak kedelai (%)

Jenis asam lemak

A3 B4 A3 B4 C5 B4 Laurat (C12:0) 0.51 - 48.98 47.40 - - Miristat (C14:0) 5.35 3.30 17.19 18.00 - - Palmitat (C16:0) 22.66 26.20 8.15 8.00 12.00 11.5 Stearat (C18:0) 27.94 22.40 2.29 2.80 3.40 4.3 Arakidat (C20:0) - - - - 0.20 - Total ALJ1 56.46 51.90 76.61 76.20 15.60 15.8 Palmitoleat (C16:1) 2.03 - - - 0.50 - Oleat (C18:1) 34.18 45.30 5.66 5.60 23.00 27.3 Linoleat (C18:2) 0.85 1.60 1.66 1.60 52.30 49.7 Linolenat (C18:3) 0.43 0.50 - - 8.60 6.9 Arakidonat (C20:4) - - - Total ALTJ2 37.49 47.40 7.32 7.20 84.40 83.9 Rasio ALTJ / ALJ 0.66 0.91 0.09 0.09 5.41 5.31

1

ALJ: asam lemak jenuh; 2ALTJ: asam lemak tidak jenuh.

3

Hasil analisis Laboratorium Kimia Pangan, Fateta IPB.

4

Menurut Leeson dan Summers (2001). Nutrition of the Chicken.

5

Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang ditetapkan untuk mengukur performa ternak coba terdiri atas: bobot badan awal, bobot badan akhir (bobot potong), pertambahan bobot badan (laju pertumbuhan), konsumsi ransum, konversi ransum, bobot karkas, bobot dan persentase komponen karkas, persentase bobot hati, persentase bobot lemak abdomen, dan persentase bobot tunggir.

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan untuk mengolah data pertumbuhan dan produksi ternak yaitu menggunakan prosedur ANOVA dengan pola Two Ways dan General Linear Model (GLM). Sebelum melaksanakan Analisis Sidik Ragam, data yang akan dianalisis terlebih dahulu diuji sebaran normalnya dengan uji Bartlett, dan diukur pula koefisien keragamannya. Pada beberapa data tertentu, terutama yang menggunakan perhitungan persentase, dilakukan transformasi sebelum pelaksanaan analisis ragam. Semua pekerjaan analisis ini menggunakan Software Minitab Release 14.1 for Windows. Beberapa hasil perhitungan analisis ragam dan analisis statistik lainnya yang dilakukan dengan komputerisasi disajikan pada bagian lampiran.

Hasil dan Pembahasan

Performa Ternak Itik

Untuk melihat pengaruh galur ternak dan sumber lemak, telah dilakukan pengamatan terhadap, konsumsi, konversi ransum, dan pertumbuhan. Hasil- hasil yang diperoleh dilaporkan sebagai berikut:

a. Konsumsi dan Konversi Ransum

Data konsumsi dan konversi ransum pengaruh galur ternak dan jenis lemak pakan disenaraikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Konsumsi kumulatif 10 minggu dan konversi ransum ternak-ternak percobaan yang dipengaruhi oleh galur ternak dan jenis lemak pakan

Galur ternak Variabel Ransum1

Alabio Cihateup Rataan

Ko 9309.0 ± 21.9 444440403 9 4 8960.0 ± 11.2 9134.5 ± 184.7a LS 9249.0 ± 81.9 8854.5 ± 96.8 9051.8 ± 224.5a MKd 9091.0 ± 112.8 8793.5 ± 42.9 8942.3 ± 176.2b Konsumsi (gram/ekor) MKp 9138.0 ± 29.5 8680.0 ± 141.5 8909.0 ± 259.9b Rataan 9196.8 ± 110.7** 8822.0 ± 131.9 Ko 8.88 ± 0.53 8.92 ± 1.25 8.90 ± 0.90a LS 7.75 ± 0.30 7.90 ± 0.49 7.82 ± 0.39b MKd 8.12 ± 0.72 9.17 ± 0.21 8.65 ± 0.74a Konversi ransum MKp 8.37 ± 0.26 8.87 ± 0.32 8.62 ± 0.42a Rataan 8.28 ± 0.62

*

8.71 ± 0.88 1

Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa.

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom untuk setiap variabel penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata pada P < 0.05.

** Berbeda sangat nyata pada P < 0.01.

Analisis ragam memperlihatkan bahwa faktor galur dan jenis lemak tidak saling berinteraksi dalam memberi pengaruh terhadap konsumsi dan konversi ransum. Perbedaan galur ternak mempunyai pengaruh yang sangat signifikan (P < 0.01) terhadap konsumsi. Itik alabio mempunyai total konsumsi ransum selama periode penelitian lebih tinggi (9196.8 gram) daripada itik cihateup (8822.0 gram).

Selain dipengaruhi oleh galur ternak, tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh jenis lemak pakan yang diberikan dalam ransum. Ransum yang

menggunakan lemak sapi (LS), kecuali dengan kontrol, lebih banyak dikonsumsi (P < 0.05) dibandingkan dengan yang menggunakan minyak kedelai (MKd) ataupun minyak kelapa (MKp). Respon ini berbeda pada ayam broiler seperti yang diperlihatkan dalam penelitian Azman et al. (2004), yang melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan konsumsi pada ternak ayam broiler yang diberi lemak sapi dan minyak kedelai, namun konsumsi ransum dari kedua perlakuan tersebut lebih tinggi (P < 0.05) apabila dibandingkan konsumsi ransum dari perlakuan dengan lemak ayam. Tingginya konsumsi pada ransum berlemak sapi dan kontrol diduga dipengaruhi oleh tekstur ransum dari kedua ransum tersebut yang terlihat lebih renyah (crumble) dan kering dibandingkan dengan tekstur dari ransum yang diberi minyak kelapa dan kedelai yang tampak sedikit lebih berminyak. Tekstur ransum yang lebih renyah pada ransum yang menggunakan lemak sapi maupun ransum kontrol, menjadi penyebab meningkatnya palatabilitas ransum-ransum tersebut.

Rendahnya konsumsi pada ternak-ternak itik yang diberi minyak kedelai ataupun minyak kelapa, diduga karena pengaruh kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum-ransum tersebut. Ransum yang mengandung minyak kedelai dan kelapa memiliki serat kasar yang lebih tinggi daripada ransum kontrol maupun lemak sapi (Tabel 5). Walaupun kandungan serat kasar ransum percobaan masih dalam kisaran rekomendasi NRC, namun tampaknya dalam penelitian ini perbedaan sebesar 1 – 1.6% berpengaruh terhadap konsumsi. Pengaruh meningkatnya kandungan serat kasar terhadap penurunan konsumsi ransum juga diperlihatkan dalam penelitian Loan (2003) dan Uchegbu et al. (2004).

Pada data konversi ransum terlihat bahwa perbedaan galur ternak tidak mempengaruhi kemampuan mengkonversi ransum. Namun demikian, pemberian jenis lemak yang berbeda menghasilkan perbedaan yang nyata (P < 0.05) dalam konversi ransum. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari ketiga jenis lemak yang dipakai, pemberian lemak sapi memperbaiki nilai konversi ransum.

b. Pertumbuhan

Hasil penelitian terhadap variabel pertumbuhan ternak-ternak percobaan disajikan pada Tabel 10. Data pertumbuhan diukur berdasarkan pertambahan bobot badan, PBB, yang merupakan selisih antara bobot badan ternak pada

akhir percobaan (BBt, umur ternak 12 minggu) dan bobot badan ternak pada awal percobaan (BBo, umur ternak 2 minggu).

Tabel 10 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan pada bobot badan awal pemeliharaan antara itik galur alabio dan cihateup. Itik-itik alabio pada awal pemberian perlakuan berumur dua minggu telah memiliki BBo yang lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan dengan BBo itik cihateup.

Tabel 10 Rataan bobot badan awal, bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan ternak percobaan selama 10 minggu

Galur ternak Variabel1 Ransum2

Alabio Cihateup Rataan

Ko 262.4 ± 26.4 216.4 ± 42.4 LS 268.4 ± 41.4 220.4 ± 12.6 MKd 255.0 ± 50.5 225.2 ± 69.2 BBo (gram/ ekor) MKp 262.5 ± 44.5 222.4 ± 36.6 Rataan 262.5 ± 44.5* 221.1 ± 41.4 Ko 1315.6 ± 48.4 1236.0 ± 68.8 1275.8 ± 70.0b LS 1470.0 ± 80.3 1353.4 ± 49.6 1411.7 ± 88.0a MKd 1391.2 ± 48.8 1182.8 ± 53.9 1287.0 ± 120.1b BBt (gram/ ekor) MKp 1351.4 ± 45.0 1207.4 ± 54.6 1279.4 ± 89.4b Rataan 1382.1 ± 79.0** 1244.9 ± 85.2 Ko 1053.2 ± 44.9 1019.6 ± 103.7 1036.4 ± 77.4b LS 1201.6 ± 74.0 1133.0 ± 52.5 1167.3 ± 70.5a MKd 1136.2 ± 91.3 957.6 ± 83.9 1046.9 ± 125.3b PBB (gram/ ekor) MKp 1087.0 ± 40.4 985.0 ± 33.4 1036.0 ± 64.1b Rataan 119.5 ± 83.4** 1023.8 ± 96.2 1

BBo: bobot badan awal, BBt: bobot badan akhir, PBB: pertambahan bobot badan.

2

Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa.

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom untuk setiap variabel penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata pada P < 0.05.

* Berbeda nyata pada taraf 5%, ** Berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Hasil analisis ragam terhadap BBt dan PBB menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perbedaan galur dan jenis lemak. Pengaruh terhadap performa pertumbuhan yang diperlihatkan oleh analisis ini adalah sebagai pengaruh utama dari masing-masing faktor perlakuan. Kedua faktor perlakuan

itu sangat nyata (P < 0.01) berpengaruh baik dalam mempengaruhi BBt maupun PBB. Pada faktor galur, terlihat bahwa BBt dan PBB itik alabio lebih besar daripada itik cihateup. Perbedaan BBt dan PBB antara itik alabio dan itik cihateup juga didukung oleh data lapangan hasil survei Hardjosworo (1985) yang melaporkan bahwa itik-itik alabio memiliki bobot badan yang lebih besar daripada bobot badan itik-itik lokal yang berasal dari Jawa. Hal ini menunjukkan pula bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan konsep pertumbuhan ternak yang menyatakan bahwa, perbedaan spesies ternak yang ditentukan oleh sifat-sifat genetikanya sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dari masing-masing jenis ternak tersebut (Lawrence dan Fowler 1997).

Penggunaan lemak sapi (LS) dalam pakan menghasilkan bobot badan akhir dan pertumbuhan ternak yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penggunaan minyak kelapa (MKp), minyak kedelai (MKd), ataupun yang tanpa penggunaan lemak/minyak (kontrol, Ko). Meskipun tingkat konsumsi ransum kontrol dan lemak sapi tidak berbeda, akan tetapi pertumbuhan lebih tinggi dicapai oleh ternak yang diberi lemak sapi, hal ini disebabkan ransum kontrol sumber energinya lebih utama berasal dari karbohidrat, sedangkan ransum lemak sapi, sumber energinya dari lemak. Produksi energi tubuh yang berasal dari lemak tentu lebih banyak daripada bilamana berasal dari karbohidrat atau protein. Hasil yang dicapai oleh penelitian ini dengan menggunakan ternak itik, sejalan dengan penelitian lain yang menggunakan ternak kalkun, tetapi berbeda dengan yang menggunakan ternak ayam.

Penelitian oleh Mossab et al. (2000) melaporkan bahwa ada pengaruh antara perbedaan spesies ternak dan jenis lemak pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan ternak. Ternak kalkun lebih mudah memanfaatkan asam-asam lemak jenuh yang berasal dari lemak sapi, sedangkan ternak ayam lebih baik dalam menggunakan asam-asam lemak tidak jenuh yang bersumber dari minyak kedelai. Hasil ini ditunjukkan dengan performa pertumbuhan yang berbeda antara kalkun dan ayam broiler pada umur yang sama. Kalkun yang diberi lemak sapi lebih tinggi bobot badannya dibandingkan dengan kalkun yang diberi minyak kedelai; sebaliknya, ayam broiler lebih cepat pertumbuhannya bilamana diberikan ransum yang disuplementasikan dengan minyak kedelai.

Kemampuan ayam broiler dalam memanfaatkan minyak kedelai juga diperlihatkan dalam penelitian Azman et al. (2004) yang melaporkan bahwa bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan ayam-ayam broiler yang diberi

minyak kedelai lebih tinggi daripada yang diberi lemak sapi. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan ternak yang diberi perlakuan ransum lemak ayam, bobot badan dan pertumbuhan ayam broiler yang diberi ransum lemak sapi lebih tinggi (P < 0.01). Penelitian yang dilakukan oleh Sanz et al. (2000) yang juga menggunakan lemak sapi dan ayam broiler menyatakan bahwa ternak ayam yang diberi perlakuan ransum lemak sapi dalam masa pemeliharaan 21 sampai dengan 44 hari, mencapai bobot akhir yang tidak berbeda dengan bobot akhir dari yang diberi ransum minyak bunga matahari.

Rangkuman dari berbagai penelitian yang telah dikemukakan ini menunjukkan bahwa dalam merespon terhadap pemberian suatu jenis lemak pakan tertentu, apakah itu lemak jenuh atau lemak tidak jenuh, ternak-ternak unggas dari spesies yang berbeda akan memberi respon yang berbeda pula. Akan tetapi apabila hendak dibandingkan dengan ternak unggas yang lain, ternak itik memiliki kemampuan yang mirip dengan ternak kalkun dalam merespon ransum yang mengandung lemak sapi.

Kualitas Karkas dan Komponennya

Pengaruh perlakuan terhadap kualitas produksi yang mencakup bobot karkas dan komponennya disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut ini. Komponen karkas yang dipelajari dalam penelitian ini meliputi persentase bobot dada, bobot paha, dan bobot sayap yang dihitung terhadap bobot karkas.

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara jenis lemak dan galur ternak terhadap bobot karkas maupun persentase bobot karkas. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa itik alabio memiliki karkas yang lebih besar (P < 0.01) daripada karkas itik cihateup. Respon terhadap perlakuan ransum menunjukkan bahwa, kedua galur ternak menghasilkan bobot karkas dan persentasenya yang tinggi bilamana ransumnya diberi lemak sapi dibandingkan dengan apabila diberi minyak kedelai ataupun minyak kelapa. Persentase karkas dari kedua jenis ternak mencapai 67 persen dengan diberikannya ransum berlemak sapi; sedangkan, perlakuan lainnya hanya berkisar 62 – 63 persen. Tingginya persentase karkas dari ternak yang diberi lemak sapi, terkait pula dengan tingginya bobot potong yang dicapai oleh ternak- ternak yang diberi ransum berlemak sapi tersebut.

Tabel 11 Perbedaan galur dan jenis lemak pakan terhadap produksi karkas ternak-ternak percobaan setelah masa penelitian 10 minggu

Galur ternak Variabel Ransum1

Alabio Cihateup Rataan Ko 875.5 ± 82.8 708.9 ± 87.5 792.2 ± 119.0b LS 1048.8 ± 141.7 842.0 ± 54.9 945.4 ± 148.8a MKd 962.2 ± 62.7 688.0 ± 75.4 825.1 ± 158.6b Bobot karkas (gram) MKp 948.6 ± 71.5 692.2 ± 71.7 820.4 ± 151.1b Rataan 828.8 ± 89.7** 732.8 ± 72.4 Ko 68.3 ± 0.6 56.3 ± 4.2 62.3 ± 6.9b LS 73.2 ± 2.7 61.0 ± 2.9 67.1 ± 6.9a MKd 67.8 ± 1.6 56.2 ± 2.9 62.0 ± 6.5b Persentase karkas2 (%) MKp 68.7 ± 1.5 57.6 ± 1.4 63.1 ± 6.0b Rataan 69.5 ± 2,7* 57.8 ± 2.9 1

Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa.

2

Relatif terhadap bobot potong ternak pada periode akhir percobaan.

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata pada P < 0.05.

* Berbeda nyata pada taraf 5%, ** Berbeda sangat nyata pada taraf 1%. KK (koefisien keragaman) bobot karkas = 17.93%, KK %-karkas = 10.51%.

Pengukuran terhadap persentase bobot komponen-komponen karkas yang terdiri atas persentase bobot dada, bobot paha, dan bobot sayap disenaraikan dalam Tabel 12.

Hasil yang tercantum dalam Tabel 12 memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara itik alabio dan itik cihateup dalam hal persentase bobot dada. Pemberian lemak sapi menyebabkan menurunnya persentase bobot dada, hal ini diduga bahwa pemberian lemak sapi meningkatkan bobot komponen lain dari komponen karkas, yang menyebabkan bobot karkas meningkat. Sebaliknya, perkembangan bobot dada sendiri relatif konstan dan tidak ikut meningkat dengan pemberian lemak sapi.

Tabel 12 Persentase komponen karkas berdasarkan perbedaan galur ternak dan lemak pakan setelah masa penelitian 10 minggu

Galur ternak Variabel1 Ransum2

Alabio Cihateup Rataan Ko 25.67 ± 1.51 31.42 ± 1.68 28.55 ± 3.39a LS 24.85 ± 5.16 24.19 ± 2.76 24.52 ± 3.91b MKd 28.29 ± 1.49 27.86 ± 2.09 28.07 ± 1.73a Persentase bobot dada (%) MKp 27.03 ± 1.78 26.18 ± 2.88 26.61 ± 2.30ab Rataan 26.46 ± 3.00 27.41 ± 3.50 Ko 21.33 ± 1.55 28.15 ± 3.71 24.74 ± 4.51a LS 19.08 ±1.91 23.62 ± 1.65 21.35 ± 2.93b MKd 19.74 ± 0.37 24.68 ± 1.54 22.21 ± 2.81b Persentase bobot paha (%) MKp 20.55 ± 1.39 26.54 ± 3.12 23.55 ± 3.89ab Rataan 20.18 ± 1.57 25.75 ± 3.05** Ko 14.42 ± 1.04 17.53 ± 0.78 15.97 ± 1.85 LS 14.33 ± 1.07 16.26 ± 2.60 15.29 ± 2.14 MKd 14.15 ± 1.02 17.92 ± 0.82 16.04 ± 2.17 Persentase bobot sayap (%) MKp 13.76 ± 1.35 17.43 ± 1.05 15.60 ± 2.25 Rataan 14.17 ± 1.07 17.29 ± 1.53** 1)

Relatif terhadap bobot karkas. Analisis ragamnya dilakukan dengan menggunakan data transformasi akar kuadrat

2)

Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa.

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom untuk masing-masing variabel penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata pada P < 0.05.

** Berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Persentase paha dipengaruhi faktor galur ternak dan lemak pakan. Proporsi paha pada itik cihateup terhadap tubuhnya lebih besar (P < 0.01) dibandingkan dengan pada itik alabio. Sebagaimana pengaruhnya terhadap persentase dada, pemberian lemak sapi juga mempengaruhi persentase bobot paha. Peningkatan bobot karkas yang signifikan dengan pemberian lemak sapi, menunjukkan bahwa terdapat komponen lain pada karkas diluar paha yang mengalami perkembangan yang lebih cepat dengan pemberian lemak sapi. Selain itu, persentase bobot paha dan sayap yang lebih tinggi pada itik cihateup daripada itik alabio, dapat dinyatakan pula bahwa terdapat kecenderungan bahwa pertumbuhan itik cihateup lebih proporsional ke arah perkembangan otot paha dan sayap.

Pengaruh galur dan jenis lemak pakan terhadap persentase bobot hati, lemak abdomen, dan tunggir disajikan pada Tabel 13. Hasil analisis ragam untuk bobot hati, lemak abdomen, dan tunggir menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan galur ternak dan jenis lemak pakan terhadap

Dokumen terkait