• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIDANA DAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

C. Perbuatan Berlanjut (Voortgezzete Handeling)

Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.47

Mengenai perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 yang rumusannya adalah sebagai berikut :

1. jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voorgezette bandeling), maka hanya diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

2. demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang yang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.

3. Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana ersebut dalam Pasal 362, 378, dan 406.

Perbuatan di sini adalah berupa perbuatan yang melahirkan tindak pidana, bukan semata-mata perbuatan jasmani atau juga bukan perbuatan yang menjadi unsur tindak pidana. Pengertian ini lebih sesuai dengan keterangan kalimat di belakangnya yang berbunyi “meskipun masing-masing merupakan pelanggraan

maupun kejahatan”. Tidaklah mempunyai arti apa-apa jika perbuatan di situ diartikan sebagai perbuatan jasmani belaka, apabila dari wujud perbuatan jasmani

itu tidak mewujudkan suatu kejahatan maupun pelanggaran, dan pengertian ini lebih sesuai dengan syarat kedua dari perbuatan berlanjut, yang dibelakang akan dijelaskan.

Bila dilihat dari bunyi pasal di atas, dapat dipahami bahwa perbuatan berlanjut di sini, yaitu adanya suatu perbuatan pidana sejenis yang dilakukan berulang kali oleh si pelaku atau bisa merupakan suatu perbuatan yang mirip atau dapat dikategorikan masuk dalam kategori perbuatan tersebut. Misalnya saja seperti, korupsi dengan grativikasi dan juga penyuapan merupakan perbuatan pidana yang termasuk ke dalam suatu golongan pidana, sehingga apabila melakukan dua diantaranya dapat dikatakan berkelanjutan.

Mengenai unsur kedua, yaitu antara perbuatan yang satu dengan perbuatan yang lain harus ada hubungan yang sedemikian rupa tidak ada keterangan lebih lanjut dalam undang-undang. Namun, demikian ada sedikit keterangan di dalam Memorie van Toelichting (MvT) WvS Belanda mengenai pembentukan pasal ini

yaitu : “bahwa berbagai perilaku harus merupakan pelaksanaan satu keputusan

yang terlarang, dan bahwa suatu kejahatan yang berlanjut itu hanya dapat terjadi

dari sekumpulan tindak pidana yang sejenis.”

Para ahli dan demikian juga dalam praktik oleh berbagai putusan Hoge Raad menarik kesimpulan tentang 3 (tiga) syarat adanya voortgezette handeling

yang harus dipenuhi, yang sekaligus juga menggambarkan tentang “ada hubungan” sebagai ciri pokok dari perbuatan berlanjut itu, ialah :48

1. harus adanya satu keputusan kehendak (wilsbesluit) si pembuat;

48

2. tindak pidana-tindak pidana dilakukan itu haruslah sejenis;

3. jarak waktu antara melakukan tindak pidana yang saru dengan yang berikutnya (berurutan) tidak boleh terlalu lama.

Mengenai yang pertama, yaitu adanya suatu keputusan kehendak (Wilbesluit). Dalam hal perbuatan berlanjut, keadaan batin kelalaian tidaklah mungkin, berhubung karena syarat pertama perbuatan ialah adanya satu keputusan kehendak, satu keputusan kehendak mana ditujukan pada suatu tindak pidana, dan bukan sekedar pada perbuatan, oleh sebab itu itu pastilah perbuatan yang wujud nyatanya berupa suatu tindak pidana itu dilakukan dengan kesengajaan.49

Dengan adanya satu kehendak untuk melakukan tindak pidana, karena telah sekali direalisasikan dalam suatu perbuatan pidana, maka di lain hari juga terdapat niat dari si pelaku apabila terdapat kesempatan-kesempatan yang ada. Dengan kata lain, niat yang terbentuk yang ditujukan untuk melakukan satu tindak pidana sekaligus juga terbentuk niat yang ditujukan untuk melakukannya lagi pada kesempatan yang lain.

Kedua, Agar tidak menimbulkan persoalan-persoalan maka syarat kedua yaitu Tindak Pidana yang sejenis haruslah terpenuhi. Sebagaimana yang ditulis oleh Lamintang50 “perilaku-perilaku yang menyebabkan telah terjadinya tindak

pidana yang sejenis”. Menggunakan istilah perbuatan dalam syarat kedua masih

dapat menimbulkan persoalan, tetapi dengan menyebut tindak pidana sudahlah jelas bahwa yang harus berulang kali itu adalah tindak pidana, bukan perbuatan semata.

Ketiga ialah jarak waktu antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang berikutnya tidak boleh terlalu lama.Maksudnya ialah, bahwa perbuatan berlanjut ini boleh saja berlangsung sampai dengan bertahun-tahun lamanya, tetapi jarak antara satu dengan yang berikutnya tidaklah boleh terlalu lama temponya51. Jika waktu itu telah terlalu lama akan terdapat kesulitan untuk mencari suatu hubungan antara tindak pidana yang dilakukan itu dengan tindak pidana (sejenis) sebelumnya, dan ini artinya jika waktu itu sudah sekian lamanya maka tidak lagi menggambarkan suatu kelanjutan atau berlanjut. Hal tersebut akan berubah maknanya yang semulanya bisa merupakan perbuatan berkelanjutan akan tetapi karena jarak dengan perbuatan pidana pertama dengan seterusnya yang terlalu jauh maka dikategorikan sebagai suatu perbuatan berulang.

Di dalam putusan kasasi tanggal 5 Maret 1963 No. 162 K/Kr./196252, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutuskan antara lain :

“penghinaan-penghinaan ringan yang telah dilakukan terhadap lima orang pada hari-hari yang berlainan, tidaklah mungkin didasarkan pada satu keputusan kehendak (wilsbesluit), maka perbuatan itu tidak dapat dipandang sebagai satu perbuatan daan tidak dapat semua perkaranya itu

diberikan satu putusan.”

Sedangkan di dalam putusan kasasinya tanggal 28 April 1964 No. 156/K/Kr./196353, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah emmutuskan anatar lain :

51 Adami Chazawi, Ibid, halaman 136

52 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Op.Cit, halaman 709

“masalah tindakan yang berlanjut atau voortgezette handeling itu hanyalah mengenai masalah pejatuhan hukuman (straftoemeting) dan tidak mengenai

pembatasan dari tuntutan”.

Menurut Profesor van Bemmelen,54 untuk menetukan apakah beberapa perilaku itu dapat dianggap sebagai satu tindakan berlanjut atau bukan, biasanya tidak begitu mudah, oleh karena semua perilaku itu biasanya juga terdiri dari sejumlah besar tindakan kecil.

Di dalam memori penjelasan mengenai pembentukan Pasal 64 ayat 1 KUHP itu antara lain telah dikatakan, bahwa suatu voortgezet misdrijf itu hanya dapat terjadi apabila di situ terdapat sekumpulan tindak pidana yang sejenis. Tindakan-tindakan ysng telah dilakukan oleh orang itu telah memenuhi kriteria seperti yang pernah dikemukakan di atas, yakni :55

a. bahwa perbuatan berulang kali mengambil sejumlah kecil batu dengan mempergunakan sebuah gerobak dorong itu merupakan pelaksanaan keputusannya yang terlarang menurut undang-undang;

b. bahwa perbuatan-perbuatan orang tersebut telah menghasilkan beberapa tindak pidana ysng sejenis, yaitu tindak-tindak pidaan pencurian;

c. bahwa antara perbuatannya yang satu dengan perbuatannya yang lain tidak diputuskan suatu jangka waktu yang relatif cukup lama.

B. Tindak Pidana Bersama-sama dan Berkelanjutan di Dalam Tindak