• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbuatan-Perbuatan Hukum yang dapat Melahirkan Perusahaan Grup Legitimasi peraturan perundang-undangan untuk membentuk suatu

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP (HOLDING COMPANY)

D. Perbuatan-Perbuatan Hukum yang dapat Melahirkan Perusahaan Grup Legitimasi peraturan perundang-undangan untuk membentuk suatu

mekanisme perusahaan grup adalah dapat dilakukan dengan cara melakukan pendirian perseroan oleh perseroan lain, pembentukan perusahaan grup melalui pengambil alihan dan pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan.83 Hal-hal tersebut akan lebih jelas jika diuraikan seperti berikut:

1. Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain. Menurut penjelasan pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 telah memberikan suatu legitimasi bagi suatu perseroan untuk mendirikan perusahaan baru.84 Hal tersebut dapat dilakukan karena undang-undang memberikan hak kepada subjek hukum minimal dua orang untuk dapat melakukan perbuatan hukum membentuk suatu perusahaan berbadan hukum peerseroan, subjek hukum menurut undang-undang tersebut adalah orang perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing (naturlijke person) atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing (recht person). Memori penjelasan pasal 7 ayat 1 UUPT no.40 tahun 2007 memang tidak menyatakan secara eksplisit mengenai implikasi yuridis pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain, tetapi memori penjelasan ini telah memberikan legitimasi bagi suatu badan hukum untuk

82

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.70

83

Suryani Bhekti. 215 Tanya Jawab Perseroan Terbatas.Lascar Aksara. h.122

84

Bunyi pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas:

“Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”

mendirikan perseroan lain.85 Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain dapat menimbulkan keterkaitan antara induk dengan anak perusahaan sehingga dapat membentuk konstruksi perusahaan grup. Hal inilah yang dijadikan landasan bagi para pelaku usaha yang ingin mengekspansikan bisnisnya melalui konstruksi perusahaan grup. Maka, dengan adanya pembentukan perseroan baru yang dibentuk oleh suatu perseroan berbadan hukum, secara hukum akan melahirkan suatu perseroan baru yang akan memungkinkan dijadikan sebagai anak perusahaan oleh perseroan yang membentuknya.

2. Pengambilalihan atau akuisisi. Cara yang kedua bagi pelaku usaha yang ingin melakukan pengembangan bisnisnya melalui konstruksi perusahaan grup adalah dengan melakukan akuisisi. Definisi Akuisisi di dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas diatur oleh pasal 1 angka 11 juncto pasal 1 ayat 3 peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1998 yaitu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pengambilalihan atau yang biasa disebut dengan akuisisi menurut pasal 125 ayat 3 UUPT 40 Tahun 2007 akan mengakibatkan secara hukum adanya peralihan pengendalian oleh pihak yang mengambil alih perseroan, atau pihak yang mengakuisisi, dan perseroan yang di ambil alih sahamnya tidak menjadi bubar dan tetap eksis seperti

85

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.111

sediakala.86 Pasal 125 ayat 1, menjelaskan pengambilalihan saham dapat dilakukan terhadap saham yang telah dikeluarkan, ataupun jenis saham yang baru akan dikeluarkan perseroan (saham portefel). Berarti menurut hukum, saham perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan atau disetor, tetapi dapat juga terhadap saham yang baru akan dikeluarkan atau saham portefel. Pihak yang dapat mengambil alih adalah bisa melalui direksi perseroan yang mewakili perseroan ataupun langsung dari pemegang saham hal tersebut diatur oleh pasal 125 ayat 2 UUPT 2007.87 Pengambil alihan perseroan oleh perseroan harus berdasarkan keputusan RUPS dan harus dilakukan dengan ketentuan kuorum yang telah diakomodir oleh pasal 89 UUPT 2007. Tanpa keputusan RUPS, pengambilalihan yang dilakukan direksi adalah cacat hukum dan dikategorikan perbuatan ultra vires.88 Lain hal apabila pengambilalihan dilakukan oleh orang perseorangan atau pemegang saham, maka keharusan mendapatkan persetujuan dari RUPS tidak dibutuhkan. Tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.89 Dalam hal pengambilalihan baik melalui badan hukum maupun orang perseorangan tetap harus memperhatikan kepentingan para pihak yang berkepentingan dan pihak tersebut dapat mengajukan keberatan apabila

86

Munir Fuady. Hukum Tentang Akuisisi,Take Over Dan Lbo. (Bandung: Citra Ditya Bakti.2001) h.5

87

Bunyi pasal 125 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :

“Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.” 88

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.511

89

haknya dicederai oleh perbuatan hukum pengambilalihan tersebut dan perseroan yang ingin melakukan pengambilalihan wajib menyelesaikan keberatan-keberatan tersebut sebelum berlangsungnya pengambilalihan apabila penyelesaian tersebut belum diselesaikan maka proses pengambilalihan belum dapat dilaksanakan hal tersebut diatur dalam ketentuan pasal 127 ayat 7 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Akuisisi dapat terjadi dalam keseluruhan ataupun secara sebagian, akuisisi secara keseluruhan terjadi jika yang mengambil alih adalah seluruh saham dari perusahaan yang diambil alih tersebut, sedangkan disebut akuisisi biasa jika mengambil alih lebih dari 50% kepemilikan saham.90

3. Mekanisme pembentukan perusahaan grup terakhir adalah melalui pemisahan. Definisi pemisahan diatur oleh pasal 1 angka 12 UUPT 2007.91 Ketentuan dalam pasal tersebut tidak secara eksplisit menjelaskan bahwa pemisahan perseroan dapat berimplikasi pada pembentukan perusahaan grup ataupun timbulnya pengendalian satu perseroan terhadap perseroan lain, tetapi materi ini memberikan legitimasi bagi pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan satu perseroan menjadi dua atau lebih perseroan.92 Pemisahan akan mengakibatkan seluruh aktiva maupun pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu atau lebih perseroan lainnya. Dari rumusan

90

Gunawan Widjaja. Merger Dalam Perspektif Monopoli. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada.2002) h.52-53

91

Bunyi pasal 1 angka 12 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas:

“Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha

yang mengakibatkan seluruh aktiva d an pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1

(satu) Perseroan atau lebih” 92

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.112

tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi objek pemisahan adalah pemisahan usahanya. 93 cara pemisahan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemisahan murni dan pemisahan tidak murni. Pemisahan murni diatur oleh ketentuan pasal 135 ayat 2 bahwa pemisahan murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan tersebut beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih yang menerima peralihan, dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum. Sedangkan pemisahan tidak murni diatur oleh pasal 135 ayat 3 yakni, pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.

Memori penjelasan mengenai pembentukan perseroan baru, pengambilaihan atau akuisisi serta pemisahan menunjukan bahwa UUPT 2007 telah memberikan legitimasi kepada munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup.Konstruksi perusahaan grup tidak mungkin ada apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan legitimasi terhadap realitas kelembagaan perusahaan grup tersebut. 94 Namun keberadaan legitimasi tersebut sebenarnya adalah bertentangan dengan konsepsi dasar perseroan terbatas sebagai badan hukum mandiri. Dan legitimasi tersebut yang melandaskan perseroan memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain menjadi alasan keberadaan bagi

93

Gatot Supramono. Hukum Perseroan Terbatas. ( Jakarta: Djambatan.2009) h.254

94

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.112-113

timbulnya relasi pengendalian induk perusahaan terhadap anak perusahaan dan hal tersebut memungkinkan anak perusahaan akan kehilangan kemandirian karena adanya kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan.95 Secara umum pengaturan mengenai pengendalian pada suatu perseroan diartikulasikan melalui kepemilikan atas mayoritas saham yang dikeluarkan oleh pemegang saham pengendali, kepemilikan atas mayoritas hak bersuara, hak untuk menentukan komposisi dewan direksi, dan hak untuk mengarahkan proses pengambilan keputusan anak perusahaan yang mandiri.96

95

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.113

96

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.114

BAB III

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007