• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asas Kemanfaatan Hukum Holding Company Di Bidang Penyiaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asas Kemanfaatan Hukum Holding Company Di Bidang Penyiaran"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ASAS KEMANFAATAN HUKUM HOLDING COMPANY

DI BIDANG PENYIARAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Rizky Hariyo Wibowo 1110048000043

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ASAS KEMANFAATAN HUKUM HOLDING COMPANY

DI BIDANG PENYIARAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Rizky Hariyo Wibowo 1110048000043

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Djawahir Hejazziey, S.H,M.A, M.H Ahmad Bahtiar, M.Hum. NIP.195510151979031002 NIP. 197601182009121002

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 5 Mei 2014

(4)
(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ... 9

E. Kerangka Konseptual ... 11

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP A. Pengertian Perusahaan Grup ... 17

B. Status Kemandirian Badan Hukum ... 24

C. Alasan Pembentukan Perusahaan Grup ... 32

(6)

BAB III TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TERHADAP PERUSAHAAN GRUP

A. Hubungan Hukum Perusahaan Induk Dengan Anak Perusahaa ... 41 B. Tanggung Jawab Holding Terhadap Pihak Ketiga ... 46 C. Tanggung Jawab Holding Karena Doktrin Piercing The

Corporate Veil ... 51

BAB IV ANALISIS YURIDIS HOLDING COMPANY

A. Bagaimana Asas Kemanfaatan Hukum Memandang Legitimasi Terbentuknya Perusahaan Grup Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ... 57 B. Bagaimana Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Konstruksi

Perusahaan Grup Terhadap Pelaku Usaha Penyiaran Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 .... 65 C. Analisa Penulis ... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 74

(7)

ABSTRAK

Perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada suatu pimpinan induk perusahaan sebagai pimpinan sentral. Pengaturan perusahaan grup di Indonesia tidak diatur secara definitif melainkan hanya secara eksplisit yang dapat dilakukan melalui proses akuisisi badan hukum, pemisahan badan hukum dan pembentukan badan hukum baru, namun keberadaan bentuk usaha dengan konstruksi perusahaan grup menimbulkan pertentangan dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dimana didalam undang-undang tersebut menegasikan keberadaan suatu konstruksi perusahaan grup karena menganut prinsip perseroan tunggal. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah asas kemanfaatan hukum memandang legitimasi terbentuknya perusahaan grup (Holding Company) yang bergerak di bidang penyiaran.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum serta jurnal hukum. Selanjutnya bahan-bahan tadi dianalisis dengan diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan.

Hasil penelitian menemukan bahwa terciptanya model usaha dengan konstruksi perusahaan grup merupakan akibat perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat, oleh sebab itu perusahaan grup dianggap sebagai cara yang paling efisien untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan cepat. hal ini didasari dengan tujuan seseorang melakukan usaha dengan membentuk perseroan yakni untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun bukan berarti hal tersebut dapat dijadikan sebagai alasan pembenar untuk melakukan usaha dengan mencederai hak orang lain. Hal ini yang dikhawatirkan bagi terbentuknya konstruksi perusahaan grup. Sampai saat ini di Indonesia belum terdapat regulasi yang secara khusus mengatur keberadaan perusahaan grup. dimana didalam undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas justru menegasikan keberadaan perusahaan grup dikarenakan prinsip perseroan di Indonesia menganut asas perseroan tunggal. Oleh sebab itu konstruksi perusahaan grup yang terindikasi dapat menciptakan usaha yang bersifat monopoli pada dasarnya adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur didalam pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata, yakni sebab yang halal. Kata kunci : Holding Company, Asas Kemanfaatan Hukum, Penyiaran

Daftar pustaka : Dari Tahun 1979 Sampai 2012

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan keberadaan hukum, bukan hanya untuk membahas mengenai keadilan dankepastian hukum saja sebagai pesan lahirnya hukum, melainkan juga membahas mengenai kemanfaatan.1Perumusan sebuah undang-undang diharapkan adanya sebuah manfaat yang dapat diterima masyarakat dari adanya hukum itu sendiri yakni memiliki kewibawaaan dan nondiskriminatif, hal itu bertujuan memberikan kesejahteraan bagi sebesar-besarnya masyarakat secara umum.Keterkaitan antara etika hukum dan moral penting untuk dibahas dalam memaknai tujuan hukum itu sendiri, yang antara lain telah disinggung diatas yaitu mengenai aspek kemanfaatan.Asas kemanfaatan didalam tujuan hukum diamanatkan kepada seluruh undang-undang, termasuk undang-undang yang mengatur etika dalam berniaga maupun bisnis.Salah satu permasalahan terkait etika dalam berbisnis yakni mengenaiholding company dibidang penyiaran. Permasalahan tersebutpada dasarnya timbul akibat persyaratan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang mengharuskan sebuah badan hukum didirikan oleh dua orang atau lebih baik orang perseorangan maupun badan hukum berdasarkan perjanjian. Mungkin hal

1

(9)

tersebut bukanlah sebuah masalah apabila subjek hukumnya adalah orang (naturlijke person). Namun akan timbul masalah apabila subjek hukum tersebut

merupakan sebuah badan hukum (recht person), maka hal tersebut akan dapat melahirkan konstruksi perusahaan grup yang dikhawatirkan dapat melahirkan monopoli, termasuk apabila badan hukum tersebut bergerak dibidang penyiaran. Selain itu permasalahan yang lain adalah setelah adanya putusan atas permohonanjudicial review terkait undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran oleh Mahkamah Konstitusi dengan Perkara Nomor 78/PUU-IX/2011yang pada pokoknya tujuan judicial review tersebut adalah untuk menguji substansi yang terkandung pada pasal 18 ayat 12 dan pasal 34 ayat 43 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran (yang selanjutnya akan disebut Undang-undang penyiaran) terkait tidak diaturnya secara defintif mengenai pembatasan terhadap pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta (yang selanjutnya akan disebut dengan LPS) yang dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam hal ini adalah pengusaha dibidang penyiaran, dalam melanggengkan usahanya dengan tidak memperhatikan kepentingan masyarakat umum dan dikhawatirkan akan menghalalkan para pengusaha untuk melakukan monopoli dibidang penyiaran.4 Yakni dengan cara melakukan pembentukan suatu anak perusahaan sebagai usaha pengembangan usahanya melalui konstruksi perusahaan grup. Salah satu

2

Bunyi Pasal 18 ayat 1 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran :” Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau

satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi”; 3

Bunyi Pasal 34 ayat 4 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran : “Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain”;

4

(10)

kemungkinan dari adanya perusahaan grup dibidang penyiaran adalah dapat menimbulkan penguasaan pasar yang sifatnya monopolistik dan tentu akan berdampak pada kerugian-kerugian baik materil maupun immaterial kepada masyarakat, Sebagai contoh kerugian materil adalah pengusaha akan leluasa mengatur kekuatan pasar yang berimbas kepada control of power dalam penyiaran yang dapat membuat ketergantungan masyarakat kepada produk yang disiarkan oleh lembaga penyiaran swasta miliknya hal itu otomatis pengusaha dapat melakukan kontrol terhadap harga. Contoh kerugian immaterial yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah pengusaha dapat melakukan propaganda yang bersifat politis oleh lembaga penyiaran swasta miliknya sehingga dapat mengarahkan opini publik kepada sesuatu yang sifatnya tidak terpuji dan menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Tujuan seseorang melakukan kegiatan bisnis adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar seseorang dapat menghalalkan segala cara demi mendapatkan profit yang besar. Untuk mendapatkan keuntungan yang besar para penanam modal mengembangkan usahanya dalam bentuk perseroan terbatas, selain karena berbentuk badan hukum, kontinuitas perseroan terbatas juga tidak tergantung pada pribadi para pemilik melainkan oleh modal, serta pemisahan tanggung jawab (limited liability) antara pemilik perusahaan dengan perusahaan itu sendiri.5Selain itu dapat memberikan rasa aman dan memberikan kepastian hukum dalam hal perlindungan hukum bagi si penanam modal selain memberikan

5

(11)

kemudahan untuk keluar dan masuk dari kepemilikan suatu perseroan terbatas maka bentuk perseroan terbatas sering disebut mesin uap kapitalisme.6 Namun, karena prinsip pertanggung jawaban yang terbatas itulah banyak perseroan yang memanfaatkan celah tersebut sebagai ruang pengembangan usahanya melalui pembuatan anak perusahaan (subsidiary) sebagai penggerak roda usaha perusahaan holding. Namun, karena terdapatnya prinsip separate legal entity perusahaan induk dapat membela dirinya tidak terlibat atas segala kerugian yang timbul akibat kelalaian anak perusahaannya, karena induk perusahaan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum anak perusahaan yang berbentuk badan hukum mandiri.7Realita bisnis perusahaan grup ini mengindikasikan bahwa tergabungnya anak perusahaan pada perusahaan grup merupakan strategi perusahaan grup untuk menciptakan sinergi kegiatan usaha anak-anak perusahaan.8Secara proporsional hal ini dirasa tidak mencerminkan rasa adil karena segala keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan anak dapat juga menjadi keuntungan bagi perusahaan holding.Namun, ketika perusahaan anak mengalami kerugian,perusahaan induk dapat saja menolak untuk ikut bertanggung jawab dengan alasan kedua perusahaan tersebut adalah entitas yang terpisah, Hal tersebut bertentangan dari konsepsi keadilan menurut pemikiran filosof Yunani, Phytagoras.Ia berpendapat, keadilan adalah persamaan perlakuan (equality) yang dimanifestasikan melalui konsep “balas dendam”, yang berarti bahwa keadilan

6

Chatamarrasjid Ais.Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Actual Hukum Perusahaan. (Bandung : Citra Aditya Bakti,2004) h.3

7

Sulistyowati.aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia.( Jakarta: Erlangga. 2010) h.4

8

(12)

memberikan hal yang sama kepada prestasi yang sama.9Tentunya hal tersebut memunculkan sikap oportunis perusahaan induk melalui pengalihan risiko kepada anak perusahaan.Karena pada dasarnya perseroan berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas menganut prinsip kemandirian. Artinyadireksi dalam suatu perseroan melaksanakan usahanya tidak dapat dipengaruhi atau diintervensi pihak luar selain karena kepentingan para stakeholdersnyadan para pemegang saham tidak dapat mencampuri kepengurusan

direksi karena fungsi dari pemegang saham hanyalah memberikan modalnya kepada perseroan berdasarkan prinsip kepercayaan (fiduciary duty) untuk dikelola oleh direksi berdasarkan prinsip business the judgment rule Direksi bertanggung jawab kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) didalam sebuah perseroan untuk melaksanakan fungsi dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Hak tersebut diberikan secara limitatif kepada seorang direksi karena dalam hukum perseroan tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup vis-à-vis badan hukum lainnya.10Dalam hal perusahaan grup terkadang tidak ada pemisahan yang jelas, bagaimana perbedaan dan pemisahan mengenai asset,pertanggung jawaban dan eksistensi ekonomi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak.Kemandirian yuridis anak perusahaan tidaklah menghalangi kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan.Sebaliknya, pengendalian induk perusahaan tidak menghapuskan

9

Munir fuady . Dinamika Teori Hukum. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2007) h.82

10

(13)

kemandirian yuridis status badan hukum anak perusahaan.11 Keberadaan holding company sendiri di dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan

terbatas tidak dijelaskan secara jelas seperti apa konsep holding company yang dikehendaki. Namun, secara eksplisit keberadaan holding company dapat dilakukan dengan cara melakukan pengambilalihan saham (akuisisi) maupun dengan cara membentuk perseroan baru. Pengambilalihan (akuisisi) menurut pasal 125 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dapat dilakukan oleh orang perseorangan maupun badan hukum. Dengan peristiwa tersebut, maka seluruh pengendalian perusahaan berpindah kepada pihak yang mengakuisisi.Ketentuan tersebut menjadi legitimasi dan celah atas keberadaan prinsip kemandirian perusahaan untuk disiasati oleh para pelaku usaha dalam membentuk perusahaan berdasarkan payung hukum (umbrella up) perusahaan grup atau holding company.

Hal tersebut bukan tidak akan menimbulkan masalah, meskipun secara legalitas kehadiran perusahaan grup ditengah-tengah realitas bisnis yang ada tetap memiliki payung hukum, tetapi belum tentu memberikan manfaat dikalangan masyarakat umum. Justru yang dikhawatirkan adalah ketika legitimasi tersebut disalah gunakan bagi yang memiliki kepentingan sehingga berdampak kurang baik terhadap masyarakat luas ataupun pihak-pihak lain yang berhubungan atau memiliki kepentingan dengan perusahaan grup.Gustav Radbuch mengatakanbahwa hukum yang baik adalah yang memiliki substansi hukum yang

11

(14)

memenuhi keadilan,kemanfaatan, dan kepastian hukum 12 . Artinya dalam pembuatan hukum harus dapat terpenuhi unsur keadilan dimana seluruh masyarakat memiliki hak yang sama dihadapan hukum untuk tidak diperlakukan tidak adil. Hukum harus memiliki kepastian agar hukum memiliki kewibawaan serta memiliki manfaat karena hukum semata-mata bertujuan memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat.

Oleh karena itu, penulis tertarik membahas topik terkait eksistensi perusahaan grup dibidang penyiaran ditinjau dari prinsip kemanfaatan hukum

dalam penelitian berjudul “ASAS KEMANFAATAN HUKUM HOLDING

COMPANY DI BIDANG PENYIARAN”

B. Pembatasan dan perumusan masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum perseroan terbatas dan juga perusahaan grup maka penelitian ini difokuskan mengkaji tentang asas kemanfaatan hukum holding company dibidang penyiaran. Yakni bagaimana asas kemanfaatan hukum memandanglegitimasi yang diberikan oleh undang-undang perseroan terbatas dan juga undang-undang tentang penyiaran yang dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan konstruksi perusahaan grup .

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

12

(15)

a. Bagaimana asas kemanfaatan hukum memandang legitimasi terbentuknya perusahaan grup khususnya penyiaran ditinjau dari undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas?

b. Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan konstruksi perusahaan grup terhadap pelaku usaha penyiaran dikaitkan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1999 anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentangapakah yang dimaksud dengan perusahaan grup menurut undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan mengetahui bagaimana pola pertanggung jawaban holding company berdasarkan asas kemanfaatan hukum. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui apakah konstruksi perusahaan grup khususnya di bidangpenyiaran dapat memberikan manfaat kepada masyarakat

b. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum yang timbul apabila sebuah perjanjian antar perusahaan yang membentuk perusahaan grup terindikasi dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

(16)

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan perusahaan grup (holding company)dan melihat efektivitas adanya konstruksi perusahaan grup di

Indonesia terkait apakah keberadaan perusahaan grup dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaku usaha dan masyarakat yang hendak melakukan hubungan usaha atau menanamkan modalnya pada suatu perseroan untuk lebih cerdas dalam memahami realita yang terjadi dalam praktik dan bagaimana regulasi yang ada mengatur tentang keberadaan perusahaan grup dalam melakukan kegiatan usahanya.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan penelitian ini berjudul “ Tinjauan Yuridis Penggabungan Induk Perusahaan (Holding Company) Dengan Anak Perusahaan (Subsidiary) Menurut Undang-Undang Nomor 40 Taun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Kasus Penggabungan PT. ABC dengan PT.GBC,PT.DBC,PT.WBC, dan PT.RDC)” Penelitian ini disusun oleh Eddie

(17)

PT WBC, PT RDC selaku anak perusahaannya. Penelitian ini lebih mengkaji bagaimana UUPT 2007 memandang penggabungan induk dengan anak perusahaan dalam hal penggabungan perusahaan (restructuritation company/merger), karena jika ditelaah pengertian penggabungan perusahaan

berdasarkan UUPT 2007 hanya mengatur secara umum mengenai penggabungan, tidak mengatur secara khusus penggabungan antara perusahaan induk dengan anak perusahaan. Dalam penelitian tersebut lebih menekankan mengenai penggabungan perusahaan dalam hal ini induk dengan anak perusahaan.

Adapun penelitian lain yang berjudul “ Prinsip Kemandirian Perseroan Terbatas Dikaitkan Dengan Peranan Dan Kedudukan Holding Company” penelitian ini ditulis oleh riyanto prabowo mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia pada tahun 2005. Dalam penelitian ini lebih menekankan mengenai status perseroan terbatas dalam UUPT 1995 yang menekankan pada prinsip kemandirian daripada sebuah perseroan terbatas, yang mana disebutkan dalam salah satu pasalnya mengenai separate legal entity antara pemegang saham dengan perseroan yang diwakili oleh direksi. Oleh sebab itu penelitian ini mengkaji bagaimana undang-undang perseroan terbatas memandang hak antara induk kepada anak perusahaan dalam hal prinsip kemandirian perusahaan grup..

(18)

terbentuknya holding company melalui restrukturisasi perusahaan seperti akuisisi,pemisahan dan merger terhadap pertanggung jawaban hukum kepada masyarakat luas apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik oleh induk perusahaannya ataupun oleh anak perusahaan.

E. Kerangka konseptual

Holding company merupakan suatu tatanan diantara sejumlah

perseroan-perseroan yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri,tapi sebenarnya semaunya merupakan satu kesatuan ekonomis.13

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan maupun penegakan hukum, oleh sebab itu pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.14

Akuisisi adalah salah satu cara untuk menjadi perusahaan grup yakni dengan cara pengambilalihan saham dan pengalihan pengendalian kepada pihak yang melakukan akuisisi, dan perusahaan yang di akuisisi berubah menjadi anak perusahaan (subsidiary).

Konstruksi perusahaan grup menurut Emmy Pangaribuan adalah suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dari anak perusahaan.15

13

Suryani Bhekti. 215 Tanya Jawab Perseroan Terbatas. (Lascar Aksara) h.5

14

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2010) h.161

15

(19)

Kegiatan Monopoli adalah kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merupakan satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu yang memiliki posisi dominan sehingga dapat mempengaruhi serta menentukan kestabilan harga suatu barang dan jasa dan diidentifikasi dapat mematikan usaha pelaku usaha lain yang tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha karena adanya pemblokiran pasar oleh pelaku usaha yang melakukan monopoli.

Perseroan berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas menganut prinsip kemandirian, artinya direksi dalam suatu perseroan melaksanakan usahanya tidak dapat dipengaruhi atau diintervensi pihak luar selain karena kepentingan para stakeholdersnya,dan para pemegang saham tidak dapat mencampuri kepengurusan direksi karena fungsi dari pemegang saham hanyalah memberikan modalnya kepada perseroan berdasarkan prinsip kepercayaan (fiduciary duty) untuk dikelola oleh direksi berdasarkan prinsip business the judgment rule.

F. Metode Penelitian 1. Tipe penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.16

16

(20)

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.17

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti

aturan-aturan terkait status perusahaan grup dalam UUPT No.40 Tahun 2007.Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami konsep hubungan antara perusahaan grup dengan anak perusahaan.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

17

(21)

pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim18. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Undang-Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal dan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

b. Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.

18

(22)

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan.Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi19. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui bagaimana suatu perusahaan grup menjalankan aktivitas usahanya melalui perantara anak perusahaan.

G. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, memuat Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB IITinjauan Umum Perusahaan grup (holding company), pada bab ini penulis membahasPengertian perusahaan grup (holding company), syarat suatu

19

(23)

perusahaan dapat mendirikan anak perusahaan (subsidiary),hubungan hukum antara perusahaan induk (holding company) dengan anak perusahaan (subsidiary).

BAB IIIPeraturan mengenai tanggung jawab perseroan terhadap pihak ketiga , pada bab ini penulis membahas tentang bagaimana undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengatur tanggung jawab perusahaan induk yang melakukan intervensi terhadap anak perusahaan, sanksi bagi perusahaan induk yang melakukan ultra vires, dan tanggung jawab direksi dalam penyelesaian sengketa akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh perusahaan induk maupun anak perusahaan.

BAB IVAsas kemanfaatan hukum dalam pertanggung jawaban holding company. pada bab ini penulis membahas bagaimanakah esensi daripadaundang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, daripada undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Apakah telah cukup memberikan manfaat bagi terciptanya kondisi hukum yang kondusif dalah hal pemberian tanggung jawab dalam konstruksi perusahaan grup

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP (HOLDING COMPANY)

A. Pengertian Perusahaan grup

Perkembangan bisnis di Indonesia sudah sangat berkembang pesat bukan hanya dari segi jenis usaha melainkan juga metode pengembangannya. Salah satu caranya adalah dengan membentuk suatu mekanisme perusahaan yang membawahi perusahaan lain sebagai anak usahanya. Secara yuridis keberadaan perusahaan grup di Indonesia tidak diatur secara komprehensif. Tidak ada pengaturan yang jelas dalam suatu regulasi perundang-undangan di Indonesia yang membahas secara definitif apa yang dimaksud dengan perusahaan grup dan bagaimana cara kerja serta hal-hal lain yang selayaknya di atur secara jelas sebagai bentuk perlindungan terhadap pihak-pihak yang terkait dan demi menjaga kepastian hukum di Indonesia. Tetapi merupakan kebutuhan pula agar bisnis yang telah dipecah-pecah tersebut, yang masing masing akan menjadi Perseroan Terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam bentuk-bentuk dan batas-batas tertentu.20Di Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup, kerangka pengaturan terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.Artinya pengaturan mengenai perseroan

20

(25)

yang tergabung dalam konstruksi perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan.21 Di mana dalam hukum perseroan hanya mengatur hubungan hukum antara induk dan anak perusahaan sebagai dua entitas hukum yang mandiri, karena dalam hukum perseroan terdapat karakteristik yang membedakan perseroan sebagai badan hukum dengan perusahaan yang tidak berbadan hukum, dan salah satu karakteristik tersebut adalah terdapatnya karakter kemandirian dari perusahaan yang berbadan hukum dimana terdapat entitas yang terpisah antara perusahaan dengan pemiliknya yaitu pemegang saham (separate legal entity) dengan demikian secara umum eksistensi dan validitasnya tidak terancam oleh kematian, kepailitan, penggantian atau pengunduran diri individu pemegang saham.22 Yang berarti tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah penyertaan modal yang disertakannya kepada perseroan dan tidak bertanggung jawab terhadap utang perseroan (limited liability).23 Namun, hal itu tidak berlaku apabila dengan itikad buruk pemegang saham bersangkutan tanpa itikad baik memperalat perseroan untuk kepentingan pribadi melakukan perbuatan yang dapat merugikan perusahaan maka pemegang saham tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi akibat perbuatan yang ditimbulkannya.

21

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.19

22

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.57

23

(26)

Pada masa sekarang, banyak perseroan yang memanfaatkan prinsip tanggung jawab terbatas tersebut. Dalam dalam rangka memanfaatkan limited liability, sebuah perseroan dapat mendirikan “perseroan anak“

untuk menjalankan usaha “perseroan induk”.24 Oleh sebab itu ada

beberapa pandangan mengenai pengakuan yuridis perusahaan grup, yakni pengakuan yuridis tidak diperlukan karena dengan pengakuan yuridis perusahaan kelompok akan menghilangkan prinsip kemandirian perseroan.25Namun, demikian keberadaan perusahaan grup di Indonesia sudah banyak terjadi dalam praktik, sehingga keberadaan perusahaan grup sudah bukan menjadi hal yang asing dalam praktik bisnis di Indonesia. Yang menjadi legitimasi peraturan perundang-undangan terhadap munculnya perusahaan grup adalah dengan diizinkannya suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain,pengambil alihan saham pada pearseroan lain, maupun pemisahan usaha sehingga berimplikasi lahirnya keeterkaitan induk dan anak perusahaan.26 Pengaturan tersebut diatur dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (selanjutnya disebut UUPT 2007),27 dimana dalam klausulnya terdapat hak konstitusional baik bagi orang perseorangan (naturlijke person) maupun

24

M Yahya harahap.Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.49

25

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.19

26

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.21

27

Pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :

(27)

badan hukum (recht person) untuk mendirikan sebuah perusahaan baru dengan syarat di dirikan oleh minimal dua orang. Alasan mengapa UUPT menetapkan jumlah minimum subjek hukum Perseroan dalam membentuk perseroan minimal dua orang adalah karena perseroan lahir dari sebuah perjanjian yang bersifat “kontraktual” yakni suatu perseroan lahir karena

perjanjian, hal tersebut diatur dalam pasal 1 ayat (1) UUPT 2007.28Legitimasi atas hak mendirikan perseroan itu lah yang menjadikan suatu badan hukum perseroan merasa mendapat pengakuan secara hukum atas lahirnya konstruksi perusahaan grup di Indonesia.

Komplikasi permasalahan dalam perusahaan grup bersumber dari dimasukannya konsepsi pengendalian induk terhadap anak perusahaan ke dalam ranah hukum perseroan sehingga menimbulkan kontradiksi dengan prinsip kemandirian perusahaan induk dan anak perusahaan.29 Pengakuan induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri tersebut yang dapat menyebabkan baik antara perusahaan induk maupun anak perusahaan dapat melakukan perbuatan hukum sendiri sebagaimana perusahaan berbadan hukum yang memiliki asas keterbatasan tanggung jawab (limited liability). Sedangkan fakta pengendalian induk dan anak perusahaan dari realitas bisnis perusahaan grup dikelola sebagai kesatuan

28

Pasal 1 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang - undang ini serta peraturan pelaksanaannya”

29

(28)

ekonomi. 30 Hal tersebutlah yang seharusnya diperhatikan bagaimana kedudukan anak perusahaan apakah merupakan suatu badan hukum mandiri atau tunduk dibawah penguasaan induk perusahaan sehingga tidak terjadi dualisme status daripada anak perusahaan tersebut yang dapat menyebabkan tidak terciptanya asas kepastian hukum yang dapat menyebabkan regulasi peraturan perundang-undangan tersebut menjadi tidak efektif. Emmy Pangaribuan berpendapat bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada suatu pimpinan induk perusahaan sebagai pimpinan sentral. 31 Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaannya, yakni investment holding company, dan operating holding company.32yang menurut penjelasannya investment holding company hanya sebatas menanamkan sahamnya pada suatu perusahaan tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional, sedangkan operating holding company yaitu induk perusahaan menjalankan kegiatan

usaha atau mengendalikan anak perusahaan.33 Namun, UUPT No.40 tahun 2007 tidak menghendaki adanya investment holding company, karena

30

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.21

31

Emmy Pangaribuan.Perusahaan Kelompok. (Yogyakarta: Seri Hukum Dagang Fak.Hukum Universitas Gadjah Mada.1994) h.5

32

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.25

33

(29)

menurut penjelasan pasal 2 undang-undang tersebut menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang - undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Oleh sebab itu, suatu perseroan tidak dapat menjadikan penyertaan sahamnya di perseroan lain sebagai bentuk kegiatan usaha perseroan tersebut dan tidak diperkenankan dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Namun, sebelum lahirnya undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, pengaturan mengenai hukum perseroan diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas, di mana dalam undang-undang tersebut lebih banyak menyinggung mengenai perusahaan grup dibandingkan undang-undang perseroan terbatas tahun 2007, yakni tercantum dalam pasal 29 UUPT No. 1 tahun 1995.34 Memori penjelasan pasal tersebut menunjukan bahwa pengaturan mengenai keterkaitan antara perusahaan induk dengan anak perusahaan dalam UUPT No.1 tahun 1995 sebagai hubungan khusus diantara dua perseroan .35 jika dikaji secara komprehensif UUPT No.40 tahun 2007 bukan hanya memberikan legalitas terbentuknya perusahaan grup melalui mekanisme akuisisi, pemisahan dan pembentukan perseroan baru, namun UUPT 40 tahun 2007 juga

34Pasal 29 UUPT No.1 Tahun 1995 : “perusahaan anak adalah perseroan yang mempunyai

hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang dapat terjadi karena : a. lebih dari 50% sahamnya dimiliki oleh induk perusahaan. B. lebih dari 50% suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya.C.control atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaan.

35

(30)

melahirkan peraturan yang sifatnya bertentangan dengan konsep perusahaan grup seperti disebutkan di awal pembahasan. Di mana terdapat pelarangan melakukan cross holding atau kepemilikan silang yang terdapat pada pasal 36 ayat 1 UUPT 40 tahun 2007, yang menyatakan bahwa Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Jika diartikan adalah perusahaan induk yang menanamkan sahamnya pada perusahaan anak tidak boleh mengeluarkan suaranya pada pengambilan suara di dalam rapat umum pemegang saham karena saham tersebut dikategorikan sebagai saham dengan tanpa hak suara.Kecuali saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum,hibah, dan hibah wasiat.36itu pun dalam jangka waktu satu tahun saham tersebut harus dilepas kepada pihak yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan agar saham tersebut tidak kadaluarsa dan dapat memberikan keuntungan kepada perseroan.37Otomatis dengan mekanisme seperti itu menunjukan bahwa undang-undang perseroan terbatas di Indonesia berpedoman kepada prinsip kemandirian perseroan karena tidak menghendaki adanya intervensi daripada pihak luar menyangkut suatu kedaulatan badan hukum

36

Pasal 36 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :

“Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku

terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah,atau

hibah wasiat” 37

Pasal 36 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak di larang

(31)

perseroan.Dan hal ini dipertegas didalam pasal 86 ayat 2 huruf a, pasal 86 ayat 2 huruf b, pasal 86 ayat 2 huruf c undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, yang mana di dalam ketentuan pasal tersebut melarang adanya pemberian suara dalam mekanisme pengambilan suara pada forum RUPS apabila suara tersebut dihasilkan oleh pemegang saham yang terafiliasi oleh perusahaan tersebut yang dikhawatirkan akan melahirkan konflik kepentingan (conflict of interest).38Oleh sebab itu, saham tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai sarana memberikan suaradalam forum RUPS seperti yang di tegaskan di dalam ketentuan pasal 84 ayat 1 UUPT No.40 tahun 2007.39

B. Status Kemandirian Perusahaan Berbadan Hukum

Kerangka pengaturan perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan hukum perseroan.Sesuai dengan peruntukannya sebagai perseroan tunggal, hukum perseroan tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup vis-à-vis badan hukum lainnya.40Terhadap induk dan anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri, berlaku prinsip hukum yang menjadi pondasi dasar perseroan terbatas yang meliputi pengesahan badan hukum, status badan hukum perseroan sebagai subjek

38

Pasal 84 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “ Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a.saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;

b.saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau

c.saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau

tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.” 39

Pasal 84 ayat 1 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “Setiap

saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.” 40

(32)

hukum mandiri.41 Dengan status PT sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memberlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri.42Segala perbuatan hukum yang dilakukan dalam rangka kerjasama dalam perseroan itu dipandang semata-mata sebagai perbuatan hukum badan hukum itu sendiri.43Artinya setelah PT berdiri, berlaku teori “institusional” yakni para pemegang saham harus tunduk kepada perseroan sebagai badan hukum.44Dengan kata lain setelah perseroan menjadi badan hukum status para pendiri berubah menjadi pemegang saham, yang satu tidak dapat menuntut yang lain dan yang dapat dituntut dalam hal ini adalah PT melalui pengurus.45Dengan begitu tanggung jawab pemegang saham hanya terbatas kepada modal yang dimilikinya, serta pemegang saham tidak berhak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perseroan melebihi dari modal yang dimilikinya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan atas harta pribadi si pemegang saham.Karena perseroan sebagai badan hukum maka perseroan dapat mempunyai harta kekayaan serta hak dan kewajiban

41

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.98

42

I.G. Rai.Widjaya Hukum Perusahaan Dan Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaan Di Bidang Usaha. (Jakarta: Kesaint Blanc. 2000) h.131

43

Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. (Bandung: Citra Aditya Bakti.1996) h.30-31

44

Sentosa Sembiring. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan. (Bandung: Cv Nuansa Aulia.2012) h.9

45

(33)

sendiri terlepas dari harta para pesero atau pemegang saham.46 Jadi, apabila perseroan mengalami kebangkrutan, tidak akan mempengaruhi harta kekayaan pemegang saham.47Ini dikenal dengan sebutan corporate personality, yang esensinya adalah suatu perusahaan mempunyai

personalitas atau kepribadian berbeda dari orang yang menciptakannya.48 Hal tersebut dapat diartikan bahwasanya PT akan selalu berdiri sampai waktu yang ditetapkan habis tanpa memperdulikan organ perusahaannya masih sama atau telah berganti. Perseroan sebagai makhluk atau subjek hukum artificial disahkan oleh Negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba (invicible and intangible) tetapi eksistensinya riil ada sebagai subjek hukum yang terpisah dan bebas dari pemiliknya untuk melakukan perbuatan hukum.49Utang perseroan menjadi tanggung jawab dan kewajiban perseroan dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai badan hukum atau entitas yang terpisah dan independen dari tanggung jawab pemegang saham.50 Berbagai teori telah muncul mengenai konsep personalitas perseroan sebagai badan hukum antara lain ;

1. Teori Fiksi (Fictitious Theory). Pokok-pokok yang dikemukakan dalam teori ini adalah :

46

Wirijono Prodjodikoro. Hukum Perkumpulan,Perseroan Dan Koperasi Di Indonesia. (Jakarta: Dian Rakyat) h.2

47

Rudhi Prasetya Dan Emmy Yuhassarie.Posiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah Kepailitan Dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya.Perseroan Terbatas Dan Good Governance. (Jakarta:PPH.2006) h.141

48

I.G. Rai. Widjaya Hukum Perusahaan Dan Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaan Di Bidang Usaha. (Jakarta: Kesaint Blanc. 2000) h.131

49

M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.37

50

(34)

Perseroan merupakan organisme yang mempunyai identitas hukum terpisah dari pemiliknya, oleh karena itu perseroan adalah badan hukum buatan melalui proses hukum. Dan pada dasarnya bersifat fiktif serta kelahirannya semata-mata melalui “persetujuan” pemerintah.51Dapat dikatakan bahwa dalam teori ini menjelaskan bahwa perseroan lahir secara hukum dan dijadikan simbol terhadap kumpulan pemegang saham dan organ perseroan lainnya yang memiliki kepentingan dari kelahiran perseroan.

2. Teori Realistik (Realistic Theorie) ini merupakan teori personalitas selain teori fiksi, dalam teori ini menjelaskan bahwa :

Perseroan sebagai grup atau kelompok dimana kegaitan dan aktifitas kelompok itu “diakui hukum terpisah” dari kegiatan dan aktivitas

individu kelompok yang terlibat dalam perseroan, dengan demikian jumlah peserta terpisah dari komponen (aggregate distinct or separate from component).Dimana hukum mengakui adanya perbedaan dan

pemisahan personalitas perseroan terbatas.52

3. Teori kontrak (contract theorie), teori ini menjelaskan bahwa perseroan sebagai badan hukum dianggap merupakan ontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi dan antara anggota-anggota perseroan ,yakni para pemegang saham dengan pemerintah pada segi lain.53 Hal tersebut diatur dalam pasal 1 angka 1 juncto pasal 7 ayat 1

51

M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.54

52

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.56

53

(35)

dan ayat 3 UUPT no.40 tahun 2007. Menurut pasal ini perseroan didirikan oleh para pemegang saham berdasarkan perjanjian yang terdiri sekurang-kurangnya 2 orang atau lebih. Dan agar perseroan sah dikatakan berbadan hukum apabila telah mendapatkan legitimasi pengesahan oleh pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (MENKUMHAM). Sebab seperti halnya personalitas manusia, perseroan sebagai badan hukum juga mempunyai maksud, tujuan, dan kehendak sama seperti halnya manusia. 54 Latar belakang penerapan prinsip kemandirian suatu perseroan meliputi kerangka pengaturan relasi internal dan eksternal yaitu,55 hubungan internal perseroan menyangkut distribusi kekuasaan dari pihak-pihak yang memegang kekuasaan pengambilan keputusan dalam perseroan. Perseroan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan yang bertindak sebagai badan hukum mandiri.56 Hubungan eksternal perseroan menyangkut distribusi tanggung jawab hukum pihak-pihak yang menjalankan tanggung jawab atas konsekuensi perbuatan hukum perseroan. Perseroan merupakan subjek hukum yang memiliki tanggung jawab hukum atas segala risiko dan biaya yang timbul dari kegiatan bisnisnya, sedangkan pemegang saham dijamin

54

Agus Budiarto..Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan. 2002. h.27

55

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.99

56

(36)

oleh limited liability.57 Pengesahan status badan hukum memberikan legalitas hukum kepada perseroan untuk dapat bertindak secara mandiri. Penjabaran tersebut menunjukan bahwa prinsip hukum mengenai kemandirian dan tanggung jawab perseroan dapat berjalan dengan baik ketika badan usaha dikelola dan dijalankan melalui bentuk perseroan tunggal.58

Senada dari pembahasan di atas, undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbats memberikan ciri adanya personalitas perseroan sebagai badan hukum. Ciri-ciri pokok personalitas perseroan tersebut adalah59:

a. Perseroan diperlakukan sebagai wujud yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya.60 Hal tersebut dijelaskan dalam pasal 3 ayat 1 UUPT 2007.61 Bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang ditanamkannya dalam perseroan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan atas utang perseroan melebihi modalnya. b. Dapat menggugat dan digugat atas nama perseroan itu sendiri. Hal ini

diatur oleh pasal 98 ayat 1 UUPT 2007 yang isinya dapat didefinisikan bahwa perseroan dapat menggugat wanprestasi atau PMH terhadap

57

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h. 99-100

58

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.100

59

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.57

60

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.57

61

Bunyi pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas

“Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat

atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang

(37)

pihak ketiga, begitu juga sebaliknya, ia dapat digugat oleh pihak ketiga dengan hal yang sama yang dilakukan oleh perseroan.62

c. Perseroan dapat memperoleh ,menguasai, dan mengalihkan miliknya atas namanya sendiri. Perseroan dapat memiliki asset dari hasil keuntungan perusahaan. Menguasai dan memindahkan asset itu sesuai dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang dan anggaran dasar.63

d. Tanggung jawab pemegang saham , terbatas sebesar nilai sahamnya.64 Hal ini dijelaskan dalam pasal 3 ayat 1 UUPT 2007 yang menegaskan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sesuai dengan besaran modalnya dan tidak dapat dipertanggung jawabkan atas utang perseroan terhadap harta pribadi pemegang saham.

e. Pemegang saham, tidak mengurus perseroan kecuali dia dipilih sebagai anggota direksi. Hal ini dijelaskan didalam pasal 92 ayat 1 UUPT 2007 yang menegaskan bahwa organ perseroan yang menjalankan perusahaan adalah anggota direksi untuk kepentingan perseroan, dan selanjutnya pasal 94 ayat 1 menjelaskan bahwa anggota direksi diangkat oleh RUPS.65 Hal ini menerangkan bahwa selain direksi maka pemegang saham tidak dapat ikut mencampuri urusan dalam pengurusan perseroan, karena tugas tersebut secara konstitusional diberikan hak hanya kepada seorang direksi yang telah diangkat oleh

62

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.58

63

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.58

64

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.59

65

(38)

RUPS. Dan direksi bertanggung jawab kepada perseroan atas semua perbuatan yang dilakukan oleh direksi dalam hal pengurusan perseroan.

f. Melakukan kegiatan terus menerus sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar.66 Hal ini diatur oleh pasal 6 UUPT 2007 yang menyebutkan bahwa jangka waktu berdirinya perseroan dapat didirikan untuk jangka waktu terbatas maupun tidak terbatas sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan. Dan perseroan menjalankan kegiatan dan usahanya sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasar.

Penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa hukum perseroan menerapkan prinsip mengenai kemandirian badan hukum mandiri.Setiap perseroan memiliki hak dan kewajiban mandiri, asset dan utang sendiri dan limited liability yang tidak menanggung pinjaman perseroan dan pengembalian kredit perseroan di luar modal yang disetor.67 Hukum perseroan menggunakan prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis anak perusahaan atau perusahaan afiliasi ketika keseluruhan perseroan dimiliki oleh perseroan lain dan terintegrasi menjadi jaringan multi bisnis yang kompleks. 68 Berdasarkan pendekatan diatas hukum perseroan

66

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.60

67

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.100

68

(39)

tidakmembedakan pengaturan mengenai adanya pemisahan tegas antara perseroan dan pemegang saham dengan pemisahan antara induk dan anak perusahaan.69

C. Alasan-Alasan Pembentukan Perusahaan Grup

Pengembangan bisnis melalui mekanisme perusahaan grup kini telah semakin berkembang secara pesat.Perusahaan grup dianggap sebagai bentuk usaha yang paling mampu memenuhi kebutuhan kegiatan usaha berskala besar dan memiliki lini usaha yang terdiversifikasi.70Konstruksi perusahaan grup juga memudahkan perusahaan yang bersangkutan untuk mengatasi berbagai permasalahan menyangkut operasional perusahaan yang berada pada wilayah yurisdiksi berbeda. 71 Pembentukan atau pengembangan perusahaan grup merupakan strategi pertumbuhan eksternal untuk mengakomodasi ekspansi bisnis ataupun memperoleh posisi strategis di pasar dengan melakukan baik integrasi vertikal/horizontal maupun diversifikasi usaha kerja sama dengan perusahaan lain atau mengalokasikan sebagain kegiatan usaha ke perusahaan lain.72 Pembentukan atau pengembangan perusahaan grup merupakan bagian strategi pertumbuhan perusahaan secara eksternal melalui integrasi dan diversifikasi, sebagaimana proses berikut ini.73

69

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.100

70

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.64

71

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.64

72

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.71

(40)

1. Integrasi vertikal, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali terhadap input dan output, ataupun keduanya, nelalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruhan proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi.74 Integrasi horizontal, yaitu perluasan operasi usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara menggabungkan suatu perusahaan degan perusahaan lain dalam industri yang sama. Praktik integrasi horizontal dilakukan dengan cara melakukan akuisisi.75

2. Diversifikasi, yaitu usaha perusahaan untuk memperluas operasional dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang berbeda dengan pasar yang berbeda.76

Secara umum ada dua alasan utama pembentukan atau pengembangan perusahaan grup.

1. Perintah peraturan perundang-undangan, berimplikasi kepada terbentuknya perusahaan grup biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelolaan kekayaan Negara/daerah dari badan usaha milik Negara/daerah.77 Peraturan perundang-undangan ini memuat ketentuan yang didorong oleh kepentingan

74

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.71

75

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.72

76

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.72

77

(41)

bisnis dari penyertaan modal pemerintah serta meningkatkan efisiensi ataupun daya saing badan usaha yang bersangkutan.78

2. Respons pelaku usaha terhadap escape claused dalam peraturan perundang-undangan.79 Peraturan perundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral yang hanya mengatur sektor usaha atau industri terkecil saja, pembentukannya disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada suatu sector usaha atau industri. Untuk menghindari pembatasan didalam ketentuan peraturan perundang-undangan.80

Selain dua hal tersebut, yang mendorong pembentukan perusahaan grup adalah bagian strategi perusahaan grup untuk memperoleh manfaat ekonomi atas pembentukan atau pengembangan perusahaan grup. 81Dengan adanya anak perusahaan diharapkan ekspansi perusahaan holding mencapai hasil yang maksimal sebagai tujuan utama dari para pelaku usaha yakni mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.Oleh sebab itu, pembentukan holding company ini dimaksudkan agar adanya control system oleh induk kepada anak perusahaan agar anak perusahaan dapat memaksimalkan usahanya.Alasan ekonomi pembentukan perusahaan grup tidak dapat dilepaskan dari kepentingan bisnis ataupun strategi korporasi terhadap bidang usaha yang dimasuki perusahaan grup yang

78

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.64

79

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.65

80

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.65

81

(42)

bersangkutan, terutama dalam mendukung penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan.82

D. Perbuatan-Perbuatan Hukum yang dapat Melahirkan Perusahaan Grup Legitimasi peraturan perundang-undangan untuk membentuk suatu mekanisme perusahaan grup adalah dapat dilakukan dengan cara melakukan pendirian perseroan oleh perseroan lain, pembentukan perusahaan grup melalui pengambil alihan dan pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan.83 Hal-hal tersebut akan lebih jelas jika diuraikan seperti berikut:

1. Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain. Menurut penjelasan pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 telah memberikan suatu legitimasi bagi suatu perseroan untuk mendirikan perusahaan baru.84 Hal tersebut dapat dilakukan karena undang-undang memberikan hak kepada subjek hukum minimal dua orang untuk dapat melakukan perbuatan hukum membentuk suatu perusahaan berbadan hukum peerseroan, subjek hukum menurut undang-undang tersebut adalah orang perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing (naturlijke person) atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing (recht person). Memori penjelasan pasal 7 ayat 1 UUPT no.40 tahun 2007 memang tidak menyatakan secara eksplisit mengenai implikasi yuridis pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain, tetapi memori penjelasan ini telah memberikan legitimasi bagi suatu badan hukum untuk

82

Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.70

83

Suryani Bhekti. 215 Tanya Jawab Perseroan Terbatas.Lascar Aksara. h.122

84

Bunyi pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas:

(43)

mendirikan perseroan lain.85 Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain dapat menimbulkan keterkaitan antara induk dengan anak perusahaan sehingga dapat membentuk konstruksi perusahaan grup. Hal inilah yang dijadikan landasan bagi para pelaku usaha yang ingin mengekspansikan bisnisnya melalui konstruksi perusahaan grup. Maka, dengan adanya pembentukan perseroan baru yang dibentuk oleh suatu perseroan berbadan hukum, secara hukum akan melahirkan suatu perseroan baru yang akan memungkinkan dijadikan sebagai anak perusahaan oleh perseroan yang membentuknya.

2. Pengambilalihan atau akuisisi. Cara yang kedua bagi pelaku usaha yang ingin melakukan pengembangan bisnisnya melalui konstruksi perusahaan grup adalah dengan melakukan akuisisi. Definisi Akuisisi di dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas diatur oleh pasal 1 angka 11 juncto pasal 1 ayat 3 peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1998 yaitu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pengambilalihan atau yang biasa disebut dengan akuisisi menurut pasal 125 ayat 3 UUPT 40 Tahun 2007 akan mengakibatkan secara hukum adanya peralihan pengendalian oleh pihak yang mengambil alih perseroan, atau pihak yang mengakuisisi, dan perseroan yang di ambil alih sahamnya tidak menjadi bubar dan tetap eksis seperti

85

(44)

sediakala.86 Pasal 125 ayat 1, menjelaskan pengambilalihan saham dapat dilakukan terhadap saham yang telah dikeluarkan, ataupun jenis saham yang baru akan dikeluarkan perseroan (saham portefel). Berarti menurut hukum, saham perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan atau disetor, tetapi dapat juga terhadap saham yang baru akan dikeluarkan atau saham portefel. Pihak yang dapat mengambil alih adalah bisa melalui direksi perseroan yang mewakili perseroan ataupun langsung dari pemegang saham hal tersebut diatur oleh pasal 125 ayat 2 UUPT 2007.87 Pengambil alihan perseroan oleh perseroan harus berdasarkan keputusan RUPS dan harus dilakukan dengan ketentuan kuorum yang telah diakomodir oleh pasal 89 UUPT 2007. Tanpa keputusan RUPS, pengambilalihan yang dilakukan direksi adalah cacat hukum dan dikategorikan perbuatan ultra vires.88 Lain hal apabila pengambilalihan dilakukan oleh orang perseorangan atau pemegang saham, maka keharusan mendapatkan persetujuan dari RUPS tidak dibutuhkan. Tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.89 Dalam hal pengambilalihan baik melalui badan hukum maupun orang perseorangan tetap harus memperhatikan kepentingan para pihak yang berkepentingan dan pihak tersebut dapat mengajukan keberatan apabila

86

Munir Fuady. Hukum Tentang Akuisisi,Take Over Dan Lbo. (Bandung: Citra Ditya Bakti.2001) h.5

87

Bunyi pasal 125 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :

“Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.” 88

M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.511

89

(45)

haknya dicederai oleh perbuatan hukum pengambilalihan tersebut dan perseroan yang ingin melakukan pengambilalihan wajib menyelesaikan keberatan-keberatan tersebut sebelum berlangsungnya pengambilalihan apabila penyelesaian tersebut belum diselesaikan maka proses pengambilalihan belum dapat dilaksanakan hal tersebut diatur dalam ketentuan pasal 127 ayat 7 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Akuisisi dapat terjadi dalam keseluruhan ataupun secara sebagian, akuisisi secara keseluruhan terjadi jika yang mengambil alih adalah seluruh saham dari perusahaan yang diambil alih tersebut, sedangkan disebut akuisisi biasa jika mengambil alih lebih dari 50% kepemilikan saham.90

3. Mekanisme pembentukan perusahaan grup terakhir adalah melalui pemisahan. Definisi pemisahan diatur oleh pasal 1 angka 12 UUPT 2007.91 Ketentuan dalam pasal tersebut tidak secara eksplisit menjelaskan bahwa pemisahan perseroan dapat berimplikasi pada pembentukan perusahaan grup ataupun timbulnya pengendalian satu perseroan terhadap perseroan lain, tetapi materi ini memberikan legitimasi bagi pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan satu perseroan menjadi dua atau lebih perseroan.92 Pemisahan akan mengakibatkan seluruh aktiva maupun pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu atau lebih perseroan lainnya. Dari rumusan

90

Gunawan Widjaja. Merger Dalam Perspektif Monopoli. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada.2002) h.52-53

91

Bunyi pasal 1 angka 12 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas:

“Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha

yang mengakibatkan seluruh aktiva d an pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1

(satu) Perseroan atau lebih” 92

(46)

tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi objek pemisahan adalah pemisahan usahanya. 93 cara pemisahan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemisahan murni dan pemisahan tidak murni. Pemisahan murni diatur oleh ketentuan pasal 135 ayat 2 bahwa pemisahan murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan tersebut beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih yang menerima peralihan, dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum. Sedangkan pemisahan tidak murni diatur oleh pasal 135 ayat 3 yakni, pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.

Memori penjelasan mengenai pembentukan perseroan baru, pengambilaihan atau akuisisi serta pemisahan menunjukan bahwa UUPT 2007 telah memberikan legitimasi kepada munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup.Konstruksi perusahaan grup tidak mungkin ada apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan legitimasi terhadap realitas kelembagaan perusahaan grup tersebut. 94 Namun keberadaan legitimasi tersebut sebenarnya adalah bertentangan dengan konsepsi dasar perseroan terbatas sebagai badan hukum mandiri. Dan legitimasi tersebut yang melandaskan perseroan memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain menjadi alasan keberadaan bagi

93

Gatot Supramono. Hukum Perseroan Terbatas. ( Jakarta: Djambatan.2009) h.254

94

(47)

timbulnya relasi pengendalian induk perusahaan terhadap anak perusahaan dan hal tersebut memungkinkan anak perusahaan akan kehilangan kemandirian karena adanya kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan.95 Secara umum pengaturan mengenai pengendalian pada suatu perseroan diartikulasikan melalui kepemilikan atas mayoritas saham yang dikeluarkan oleh pemegang saham pengendali, kepemilikan atas mayoritas hak bersuara, hak untuk menentukan komposisi dewan direksi, dan hak untuk mengarahkan proses pengambilan keputusan anak perusahaan yang mandiri.96

95

Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.113

96

(48)

BAB III

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TERHADAP PERUSAHAAN GRUP

A. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Induk dengan Anak Perusahaan

Pada dasarnya undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, sebagai landasan aturan main daripada bentuk badan hukum perseroan terbatas tidak mengatur secara jelas mengenai hubungan hukum yang terikat antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Namun pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh motif mencapai keunggulan yang kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendaya

Referensi

Dokumen terkait