• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP HOLDING COMPANY DAN ANAK PERUSAHAAN. A. Pengaturan Hukum Perusahaan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP HOLDING COMPANY DAN ANAK PERUSAHAAN. A. Pengaturan Hukum Perusahaan di Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HOLDING COMPANY DAN ANAK PERUSAHAAN

A. Pengaturan Hukum Perusahaan di Indonesia

Perusahaan merupakan pengertian ekonomis yang banyak dipakai dalam kegiatan usaha dan pekerjaan kehidupan sehari-hari. Istilah perusahaan baru timbul kemudian, dimana sebelumnya lazim disebut dengan perdagangan, sehingga pada saat itu timbulah istilah hukum dagang. Hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.29

Perkembangan dunia perdagangan menyebabkan berkembangnya pula pengertian perusahaan yang menyangkut bentuk usaha dan bidang kegiatan usahanya. Dalam perkembangan ini munculah apa yang disebut hukum perusahaan. Pengaturan dari hukum perusahaan ini diatur dalam Kitab Undang Hukum Perdata (selanjutnya dapat disebut KUHPerdata), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya dapat disebut KUHD) dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hukum perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang seluk-beluk perusahan yang berkaitan dengan bentuk hukum perusahaan.30 Atau dengan kata lain, hukum perusahaan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur

29

Chatamarrasjid. Menyingkap Tabir Perseroan. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 48.

30 Soedargo S. Gautama, Komala Lumanau, Liz Asnahwati. Ikhtisar Hukum Perseroan

(2)

mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha.31 Hukum perusahaan merupakan ketentuan khusus yang bersumber dari beberapa bab dalam KUHPerdata dan KUHD merupakan sumber perikatan (kodifikasi) ditambah dengan peraturan perundangan lainnya yang mengatur tentang perusahaan, yaitu hukum tertulis yang belum dikodifikasi yang diatur di luar KUHD dan KUHPerdata.32

Pada awalnya ketentuan mengenai perseoran terbatas diatur dalam Pasal 36-56 KUHD yaitu kodifikasi hukum dagang, spesialis dari KUHPerdata yang mulai berlaku sejak tahun 1847 dan kemudian tetap mempunyai daya berlaku melalui Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut “UUD 1945”) sampai dengan saat mulai berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya dapat disebut “UUPT 1995”).

Berbeda dengan firma (Fa) ataupun persekutuan komanditer (CV), yang hingga kini pengaturan serta praktiknya tetap bersumber, baik pada KUHD maupun KUHPerdata mengenai hukum perusahaan tidak lagi dipergunakan KUHD. Setelah era KUHD, semula berlaku UUPT, yang disahkan pada 7 Maret 1995 dan mulai berlaku pada 7 Maret 1996, dimana ditentukan bahwa peraturan yang ada sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi dan dengan adanya kesatuan

31

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hlm. 31.

32 Undang-undang PT. Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-undang

BUMN, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang perbankan, Undang-undang Usaha Perasuransian, Undang-undang Kepailitan dan sebagainya.

(3)

dan kepastian hukum mengenai perusahaan yang dapat melindungi kepentingan pemegang saham, kepentingan umum dan kepentingan perusahaan itu sendiri.33

Pengaturan hukum perusahaan dalam KUHPerdata sebagian besar terletak pada Buku III tentang Perikatan. Masuknya hukum perusahaan ke dalam hukum perikatan, karena hukum perusahaan mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul dari lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya: jual beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, firma (Fa), persekutuan komanditer (CV), PT dan sebagainya.34

Beberapa ketentuan yang berlaku dalam hukum perusahaan merupakan peraturan-perauran hukum yang masih baru. Ketentuan tersebut merupakan ketentuan khusus terhadap ketentuan KUHD yang bersifat umum, sebagaimana kedudukan hukum perdata (KUHPerdata) yang bersifat lex generalis, demikian pula hukum perusahaan merupakan hukum khusus terhadap hukum dagang. Bentuk dalam Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata. Firma (Fa) dan persekutuan komanditer (CV) diatur dalam KUHD, PT diatur dalam UUPT, koperasi diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Yayasan diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003. Perusahaan berbentuk Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut “BUMN”) diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003. Firma (Fa) dan persekutuan komanditer CV adalah bukan badan hukum, sedangkan PT, Koperasi, Yayasan dan BUMN (Perum dan Persero) adalah badan hukum.

33

Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 3.

34 C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum

(4)

Berdasarkan KUHD terdapat beberapa jenis perseroan yang ada, yaitu firma (Fa), diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD; persukutuan komanditer (CV), diatur dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD. Sementara itu pengaturan PT yang pada awalnya terdapat dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD telah dihapus karena dalam perkembangannya ketentuan-ketentuan dalam KUHD tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat, terutama dalam era globalisasi seperti saat ini.35

Selain pengaturan dalam KUHPerdata dan KUHD, hukum perusahaan juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan hukum perusahaan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan usaha bisnisnya yaitu sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan; dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.36

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan dan menjadi pula sumber hukum antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, berikut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan

35 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 36. 36

(5)

Kegiatan di Bidang Pasal Modal serta Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, berikut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Saham

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.37 Pengaturan hukum perusahaan di atas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang saling berkaitan dalam penerapannya. Pengaturan yang ada dalam KUHPerdata adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan dalam KUHD bersifat khusus sehingga dalam hubungan ini berlaku asas “lex specialis

derogate legi generali” yaitu hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan

hukum yang bersifat umum, dengan demikian berarti jika KUHD telah mengatur secara khusus ketentuan tentang perusahaan, maka ketentuan dalam KUHPerdata

37

(6)

tidak berlaku lagi, tapi bila dalam KUHD belum diatur maka ketentuan tentang perusahaan tersebut tunduk kepada aturan KUHPerdata.38

Demikian pula halnya dengan peraturan-peraturan lainnya tentang hukum perusahaan yang ada di luar KUHPerdata dan KUHD. Peraturan-peraturan tersebut bersifat khusus yang mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha perusahaan sehingga apabila telah diatur dalam peraturan-peraturan yang bersifat khusus tersebut, maka ketentuan dalam KUHPerdata dan KUHD tidak berlaku lagi.39

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.40

Menurut Kurniawan, hukum perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha.41 Bentuk usaha adalah organisasi atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha yang disebut bentuk hukum perusahaan. Dalam terminologi Inggris, bentuk usaha atau bentuk hukum perusahaan disebut company atau corporation. Bentuk hukum perusahaan diatur/diakui oleh undang-undang, baik yang bersifat perseorangan,

38 R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan.

(Jakarta : Rajawali Pers, 2007), hlm. 8.

39 Handri Raharjo, op.cit, hlm 40. 40

Indonesia (Dokumen Perusahaan, Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan, UU No. 8 Tahun 1997, LN Tahun 1997 Nomor 18, TLN Nomor 3674.

41 Kurniawan, Hukum Perusahaan : Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan

(7)

persekutuan orang atau persekutuan modal, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum.42 Bentuk hukum perusahaan dapat diketahui melalui anggaran dasar perusahaan yang disusun oleh pengusaha, yang dituangkan dalam akta pendirian perusahaan yang dibuat di muka notaris.43 Kemudian jenis usaha merupakan kegiatan yang meliputi bidang perindustrian, perdagangan, pertanian, ekstratif, jasa serta pembiayaan.44

B. Dasar Hukum Holding Company di Indoensia

Holding company atau disebut juga perusahaan induk dalam bahasa

Indonesia adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain, dan dapat mengendalikan semua jalannya proses usaha tersebut pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market

value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan. Perusahaan induk sering juga

disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company. Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu perusahaan induk memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat berbeda-beda.45

Menurut Munir Fuady perusahaan holding sering juga disebut dengan

holding company, parent company, atau controlling company. Munir Fuady

42 Tuti Rastuti, op.cit, hlm 11.

43 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

2010), hlm. 84.

44

Tuti Rastuti, op.cit, hlm. 11.

(8)

mengartikan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.46 Holding company ialah suatu badan usha yang didirikan dengan tujuan untuk menguasai sebagian besar saham dari badan usaha yang akan dipengaruhinya.47

Sehubungan dengan belum lengkapnya ketentuan hukum di Indonesia yang mengatur holding company, maka untuk dapat mencari dasar hukumnya dapat ditemukan tersirat di dalam KUHPerdata dan KUHD. Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam KUHD, namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun penjelasan resmi tentang perusahaan.

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal48

Undang-undang ini mengartikan mengenai pengertian afiliasi, yaitu pada Pasal 1 butir 1 dimana salah satu hubungan yang dianggap sebagai afiliasi adalah hubungan antara dua perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama, hubungan antara perusahaan dari pihak, baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut, hubungan antara dua perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, serta hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

46 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1999), hlm. 84.

47

Komaruddin, Ekonomi Perusahaan dan Manajemen, (Bandung: Alumni, 2009), hlm. 161.

48 Indonesia (Pasar Modal), Undang-Undang Tentang Pasar Modal, UU No.8 Tahun

(9)

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat49

Holding company dan tidak terdapat ketentuan yang mengatur secara

khusus mengenai holding company di Indonesia. Muncul keraguan bahwa “pelaku usaha” yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam Pasal 1 angka 5 yang merumuskan definisi pelaku usaha yaitu “setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”, termasuk pula holding company atau tidak.50

Apabila dikatakan bahwa holding company termasuk dalam konteks pengertian “pelaku usaha” dalam undang-undang tersebut maka holding company di Indonesia haruslah memenuhi unsur-unsur pelaku usaha dan bila dipandang bahwa holding company sebagai pemegang saham dalam perseroan maka harus turut pula bertanggungjawab atas perbuatan anak perusahaanya sesuai dengan ketentuan dalam UUPT.51

49 Indonesia (Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat),

Undang-undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.5 Tahun 1999, LN Nomor 33 Tahun 1999, TLN Nomor 3817.

50 Pocut Eliza, Analisis Dan Evaluasi Hukum Mengenai Peningkatan Peran Badan Usaha

Milik Negara Sebagai Agen Pembangunan Di Bidang Pangan, Infrastruktur dan Perumahan,

(Jakarta ; Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2016), hlm. 85.

51

Ery Maha Putra, I Dewa Made Suartha & I Made Dedy Priyanto, Tanggung Jawab

Holding Company (Induk Perusahaan) Terhadap anak Perusahaan Dalam Larangan Praktek

Monopoli Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Jurnal Hukum Bisnis Vo.2 No.6 tahun 2013.

(10)

Bila pelaku usaha terbukti melakukan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai komisi yang mengawasi pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut memiliki kewewenangan untuk mejatuhkan sanksi berupa tindakan adiministratif terhadap pelaku usaha. Tindakan administratif tersebut sanksi atas perbuatan melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terdiri atas dua pidana pokok yang diatur dalam Pasal 48 dan pidana tambahan dalam Pasal 49.52

Holding company dalam kedudukan sebagai pelaku usaha dapat dituntut

untuk untuk memenuhi kewajiban sebagai pelaku usaha di Indonesia dengan konsekuensi yuridis yang diatur dalam undang-undang dan bertanggungjawab atas perbuatan anak perusahaannya yang melakukan perbuatan praktek monopoli lewat pertanggungjawaban renteng.53

3. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)54

Setiap orang juga dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (yang selanjutnya disebut “UU Kepailtan dan PKPU”). Debitur secara terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit,

52 Arifin Ma’ruf, Pelanggaran Persaingan Usaha dan Problematika Eksekusi Atas Putusan

KPPU, Supremasi Hukum Vol. 5, No. 2, Desember 2016, hlm.104.

53

Munir Fuady, op.cit, hlm. 93.

54 Indonesia (Kepailitan dan PKPU), Undang-undang Tentang Kepailitan dan Pengurus

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), UU No.37 Tahun 2004, LN Nomor 131 Tahun 2004, TLN Nomor 4443.

(11)

baik debitur perorangan maupun badan hukum. Menurut Imran Nating, pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain:55

a. Orang perorangan yakni baik laki-laki maupun, menjalankan perusahaan atau tidak, yang telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitur perorangan yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.

b. Harta peninggalan (warisan) yakni harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. Dengan demikian, debitur yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditor yang mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris.

c. Perkumpulan perseroan (holding company) yakni UU Kepailtan dan PKPU tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding

company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu

dokumen yang sama. Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

55

(12)

d. Penjamin (guarantor) yakni penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya.

e. Perkumpulan bukan badan hukum yakni perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antara anggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara lain Maatscappen (persekutuan perdata), persekutuan firma, dan persekutuan komanditer. f. Bank yakni UU Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank

dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit.

g. Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian yakni sebagaimana bank, UU Kepailitan dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya. 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas dalam terminologi hukum Belanda dikenal dengan sebutan naamloze vennootschap (NV). Berasal dari kata “namaloze” dan “vennotschap”. “namaloze” diartikan sebagai tanpa nama atau namnya hilang. Sedangkan “vennorschap” diartikan sebagai persekutuan. Dengan demikian, “namaloze vennotschap” diartikan sebagai persekutuan atau perusahaan tanpa nama atau perusahaan yang tidak memakai nama sekutunya pada nama

(13)

perusahaannya. Makna dari naamloze ini untuk membedakan dengan perusahaan yang memunculkan nama sekutu pada nama perusahaannya.56 Pada hukum perusahaan Inggris, PT dikenal dengan istilah limited company. Company memberikan makna bahwa lembaga usaha yang dilaksanakan atau diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan.57

Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yang pertama kata “perseroan” dan kedua kata ‘terbatas”. Kedua kata tersebut memiliki maksud tersendiri, kata “perseroan” merujuk pada modal PT yang terdiri dari saham-saham. Sedangkan kata “terbatas” merujuk maksud pada tanggungjawab setiap pemegang saham yang terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya.58

Sebenarnya apa yang diatur dalam UUPT bukanlah hal yang baru. UUPT ini merupakan revisi dari UUPT lama.59 Berdasarkan Pasal 1 UUPT pengertian perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.60

Pasal 2 UUPT mengatur bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Berdasarkan

56 Tuti Rastuti, op.cit, hlm 114.

57 Kurniawan, Hukum Perusahaan : Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan

Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2014), hlm. 57.

58

Ramlan, Hukum Dagang, (Malang : Setara Press, 2016), hlm. 51.

59 Rudhy Prasetya, Teori & Praktek Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014),

hlm. 1.

60

(14)

ketentuan Pasal 2 UUPT ini, setiap perusahaan wajib memiliki kegiatan usaha tertentu, sehingga model investment holding company melalui kepemilikan saham atau investasi di perusahaan lain tidak dapat dianggap sebagai bentuk usaha.61

C. Hubungan Hukum antara Holding Company dan Anak Perusahaan

Pada dasarnya UUPT sebagai landasan aturan main daripada bentuk badan hukum perseroan terbatas tidak mengatur secara jelas mengenai hubungan hukum yang terikat antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Namun pertumbuhan pesat jumlah perusahaan di Indonesia dipengaruhi oleh motif mencapai keunggulan yang kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk menyalahgunakan dana-dana yang telah dikumpulkan ataupun perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya

holding company tersebut.62

Holding company merupakan suatu induk perusahaan yang bertujuan

untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Biasanya, suatu holding company memiliki banyak anak perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang bisnis yang berbeda-beda.63

Keberadaan holding company sendiri di Indonesia, tidak mendapatkan legitimasi yang utuh perihal status dan kedudukan antara induk dengan anak perusahaan, hal ini dikarenakan tidak adanya definisi secara jelas mengenai

61

Ibid, Pasal 2.

62 Sri Rejeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : Mandar Maju,

2000), hlm. 89.

63

(15)

holding company dan tidak adanya konkret yang mengatur dengan tegas mengenai

hak dan kewajiban antara induk perusahaan dengan anak perusahaan.

Hubungan hukum yang terjadi pada holding company adalah hubungan yang timbul akibat adanya suatu ikatan berdasarkan kepemilikan saham. Hal ini menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang satu sama lain harus saling mematuhinya. Hak dan kewajiban yang ada di dalamnya dapat melahirkan tanggung jawab yang lebih dominan dipegang oleh perusahaan holding sebagai pemilik saham. Tanggung jawab tersebut berlaku sebatas berapa besar saham yang dimiliki oleh holding company.64

Hak dan kewajiban holding company dan anak secara hukum terletak pada sisi sebagai pemegang saham dan disisi lain sebagai suatu badan hukum dalam menajalankan kegiatan usahanya, dalam hal ini disebut PT. Secara hukum hak dan kewajiban masing masing adalah terletak daripada dimana posisi masing-masing ini berada. Apabila disoroti oleh hukum karena berlandaskan pada prinsip perseroan tunggal tidak ada problem didalamnya, namun apabila dicermati secara ekonomi ternyata induk dan anak perusahaan ini memiliki hubungan. Hubungan keduanya inilah yang dikhawatirkan akan menjadi problem kedepannya. Dengan begitu maka hukum mengambil peranan penting untuk merumuskan konsep dalam mencegah terjadinya problem dalam menajalan kegiatan usahanya dengan melihat relitas bisnis yang terjadi.65

64 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan Kelompok (Group Company/Concern),

Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum (Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 1994), hlm. 39.

65

(16)

Realitas yang terjadi bahwa induk mempunyai peran atau dalam hal ini hak dan kewajibannya dengan pedekatan hukum perseroan.66 Prinsip hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT, bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.67

Hak dan kewajiban holding company dan anak secara hukum terletak pada sisi sebagai pemegang saham dan disisi lain sebagai suatu badan hukum dalam menajalankan kegiatan usahanya, dalam hal ini disebut PT. Secara hukum hak dan kewajiban masing masing adalah terletak daripada dimana posisi masing-masing ini berada. Apabila disoroti oleh hukum karena berlandaskan pada prinsip perseroan tunggal tidak ada problem didalamnya, namun apabila dicermati secara ekonomi ternyata induk dan anak perusahaan ini memiliki hubungan. Hubungan keduanya inilah yang dikhawatirkan akan menjadi problem kedepannya. Dengan begitu maka hukum mengambil peranan penting untuk merumuskan konsep dalam mencegah terjadinya problem dalam menajalan kegiatan usahanya dengan melihat relitas bisnis yang terjadi.68

Pasal 3 ayat (1) UUPT dapat disimpulkan memuat dua prinsip hukum pada induk dan anak perusahaan yaitu :69

1. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan. Prinsip hukum ini menegaskan

66 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan. (Salatiga : Penerbit Griya Media, 2011), hlm. 74. 67

,Indonesia (Perseroan Terbatas), op.cit, Pasal 3.

68

Tri Budiyono,op.cit, hlm. 74.

(17)

perseroan sebagai badan hukum. Schilfgaarde menegaskan rechtpersoons

betekent dragger van rechten en plichten atau badan hukum merupakan

penyandang hak dan kewajiban. Sebagai badan hukum perseroan meiliki kemandirian yuridis yang terlepas dari orang-perorangan yang berada dalam perseroan tersebut atau personan in standi.

2. Pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Prinsip hukum ini dikenal dengan limited

liability. Induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan

memperoleh perlndungan atas belakunya prinsip hukum limited liability sehingga tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimilki.

Tergabungnya anak perusahaan dalam suatu perusahaan induk tidaklah menghapuskan status badan hukum anak-anak perusahaan. Induk sebagai pemegang saham anak perushaan, tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum anak perusahaan dan tidak beratanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimiliki. Pengesahan status badan hukum anak perusahaan memberikan manfaat keapda induk perusahaan berupa berlakunya prinsip hukum perseroan sebagai badan hukum dan limited liability. Pada prinsipnya, anak perusahaan tidaklah harus berbentuk perseroan. Akan tetapi induk perusahaan tidak akan memperoleh manfaat dari berlakuknya prinsip hukum limited

liability.70

70

(18)

Memori penjelasan Pasal 29 UUPT telah memuat pengertian anak perusahaan. Anak perusahan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena :

1. Lebih dari 40% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya.

2. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya dan/atau

3. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentikan sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.71

Hubungan antara holding company dan anak perusahaan, antara lain : 1. Holding company dan anak perusahaan mempunyai pengurus, komisaris,

atau pegawai yang sama.

2. Anak perusahaan mempunyai modal yang sangat kecil.

3. Holding company membayar gaji, upah, kerugian dan ekspenses lainnya dari anak perusahaan.

4. Holding company memiliki seluruh atau hampir seluruh saham anak perusahaan.

5. Holding company membiayai anak perusahaan.

6. Anak perusahaan mempunyai bisnis hanya dengan holding company. 7. Anak perusahaan tidak mempunyai aset lain kecuali aset yang dialihkan

dari holding company.

71

(19)

8. Holding company menggunakan aset anak perusahaan seperti asetnya sendiri

9. Pihak ekskutif anak perusahaan lebih memperhatikan kepentingan holding

company daripada kepentingan anak perusahaan.

Anak perusahaan pada umumnya berbentuk perseroan terbatas, merupakan suatu badan hukum (legal entity) yang memiliki kedudukan mandiri dan terpisah dengan badan hukum lainnya. Anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri sebagai badan hukum, serta memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pemegang sahamnya. Tidak terkecuali dalam hal ini apakah pemegang sahamnya tersebut adalah holding company atau tidak.72 Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam bab ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan induk yang sering disebut sebagai holding

company, parent company, atau controlling companny memilik banyak perusahaan anak yang bergerak dalam bidang bisnis yang beragam sedangkan perusahaan-perusahaan yang manajemen dan operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai perusahaan anak

(subsidiary company. Hubungan antara keduanya disebut sebagai hubungan

affiliasi dimana perusahaan anak merupakan unit perusahaan yang terpisah dan mandiri secara yuridis dari perusahaan induk. Selain itu, dengan adanya perusahaan anak, jika terjadi sesuatu terhadap usaha yang dijalankan oleh anak perusahaan, holding company hanya bertanggungjawab sebatas saham yang

72

(20)

dimilikinya dalam anak perusahaan, karena keduanya adalah entitas yang terpisah

(separate entity).

Setiap badan hukum berbentuk perseroan akan mengacu kepada UUPT sebaga landasan hukum dimana berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UUPT dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum holding company dan anak perusahaan masing-masing merupakan badan hukum dengan kemandirian yuridis dimana

holding company bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih

perusahaan lain (dalam hal ini anak perusahaan) dan dapat mengendalikan semua jalannya proses usaha pada setiap badan usaha yang telah dikuasai sahamnya. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau keuntungan berdasarkan target bisnis perusahaan, namun, tergabungnya anak perusahaan dalam suatu holding

company tidaklah menghapuskan status badan hukum anak-anak perusahaan. Holding company atau induk perusahaan sebagai pemegang saham anak

perusahaan memperoleh perlndungan atas belakunya prinsip hukum limited

liability sehingga holding company sebagai pemegang saham anak perushaan,

tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum anak perusahaan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimiliki.

Referensi

Dokumen terkait

disimpulkan sebagai perusahaan group belum diatur secara lebih spesifik. Tindakan hukum anak perusahaan yang sebenarnya didominasi oleh Holding acapkali menanggung

anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan publik yang tidak memiliki hubungan kepengurusan, kepemilikan saham, hubungan afiliasi maupun hubungan usaha

Holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Contoh

”Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja perusahaan dan ukuran perusahaan pada return saham perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek

Zimmerer (dalam Saiman, 2009) merumuskan manfaat berwirausaha adalah sebagai berikut; 1) memberikan peluang dan kebebasan untuk mengendalikan nasib sendiri. Memiliki usaha

Yang dimaksud dengan pihak yang dirugikan disini adalah para Stakeholders, termasuk kreditor dan para pemegang saham yang secara individual merasa dirugikan oleh tindakan,

426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi serta sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia