• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kebijakan dividen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu lembaga pengawas industri jasa keuangan terpercaya mendefinisikan dividen sebagai bagian dari laba bersih sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang ditetapkan untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan atas kepemilikan saham. Hanafi (2004) menyatakan bahwa dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Besarnya dividen yang dibagikan tergantung dengan kebijakan masing-masing perusahaan.

Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan perusahaan yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama dimana dalam kebijakan dividen ditentukan jumlah alokasi laba yang dapat dibagikan dalam bentuk dividen dengan jumlah alokasi laba yang dapat ditahan perusahaan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Semakin besar laba yang ditahan, semakin kecil laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Brigham dan Houston (2011) menyatakan bahwa ketika memutuskan seberapa besar jumlah kas yang akan

(2)

commit to user

didistribusikan, manajer keuangan harus selalu ingat bahwa tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham, sehingga sebagian besar sasaran rasio pembayaran (target payout ratio), yang didefinisikan sebagai presentase laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai, seharusnya didasarkan atas preferensi investor atas dividen versus keuntungan modal.

2.1.2. Agency Theory

Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan terpisah dengan kekayaan pemilik modal, juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan, melainkan direksi dan dewan komisaris-lah yang bertanggung jawab.

Agency Theory yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan antara fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan membentuk sebuah hubungan keagenan, yaitu hubungan seorang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan kepentingan principal, dengan memberikan beberapa wewenang pengambil keputusan kepada agent. Sebagai akibatnya, hubungan keagenan tersebut dapat

(3)

commit to user

menimbulkan konflik antara manajemen dengan para pemegang saham yang disebut dengan agency conflict.

Lebih lanjut, Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan agency conflict ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent.

Hal ini terjadi karena manajer berusaha untuk mengutamakan kepentingan pribadinya yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dimana kepentingan manajer dapat menambah biaya perusahaan yang mengurangi keuntungan perusahaan. Menurunnya keuntungan perusahaan menyebabkan penerimaan pemegang saham juga menurun. Dengan demikian, agency conflict dapat dikurangi jika pemegang saham dan pihak manajamen mempunyai tujuan yang sama. Brealey et al. (2012) berpendapat bahwa ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan agar pemegang saham dan pihak manajemen bekerja bersamaan menuju satu tujuan yang sama. Kebijakan yang tersebut antara lain:

1. Legal and Regulatory Requirements (legalitas dan prasarat dari regulator)

2. Pengawasan manajemen melalui board of directors

Pengawasan dari pihak yang independen atau tidak terafiliasi dengan perusahaan.

3. Blockholders

(4)

commit to user 4. Pengawasan khusus

Contohnya seperti pengawasan khusus dari analis sekuritas para pemegang saham yang berkepentingan untuk menentukan buy, hold, or sell saham perusahaan.

5. Kebijakan terkait dengan rencana kompensassi

Membuat rencana insentif yang menarik bagi manajemen, seperti opsi saham untuk manajemen.

6. Takeovers (pengambilalihan)

7. Shareholder Pressure (tekanan dari pemegang saham)

Pemegang saham dapat mengganti anggota dewan komisaris jika anggota dewan komisaris tidak cukup agresif dalam mengawasi tugas manajemen.

Sedangkan menurut Darman (2008) agency conflict dapat dikurangi dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan- kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Namun, mekanisme tersebut dapat menimbulkan biaya-biaya yang disebut dengan agency cost.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi agency cost adalah dengan pembayaran dividen yang dapat menjadi bonding bagi manajemen.

Kebijakan dividen ada dalam perusahaan untuk menjaga agar agency cost berada dalam titik terendah (Easterbrook, 1984). Kebijakan dividen dapat mengurangi dana internal yang tersedia untuk manajemen. Dengan berkurangnya dana internal perusahaan, manajemen akan mencari alternatif

(5)

commit to user

lain untuk mendanai investasi perusahaan. Alternatif pendanaan lain tersebut adalah dengan meminjam dana dari pihak ketiga. Pembayaran dividen yang lebih besar akan memperbesar kesempatan untuk mendapatkan dana tambahan dari sumber eksternal (Crutchley dan Hansen, 1989).

2.1.3. Board structure

Ada dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda berkenaan dengan bentuk dewan dalam sebuah perusahaan, yaitu anglo-saxon dan kontinental eropa. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan Inggris serta negara-negara lain yang menganut sistem hukum anglo-saxon mempunyai sistem satu tingkat atau one tier system dimana dewan pengawas dan dewan pengelola disatukan dalam wadah yang disebut board of directors. Sedangkan perusahaan-perusahaan di negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda dan Denmark, termasuk juga Indonesia dan negara-negara lain yang menganut sistem hukum kontinental eropa mempunyai sistem dua tingkat atau two tier system (FCGI, 2005).

Dewan pengawas dan dewan pengelola dalam one tier board system disatukan dalam wadah yang disebut board of directors. Perusahaan yang menganut one tier system hanya mempunyai dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (executive directors) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (Non-Executive Directors) (FCGI, 2005).

(6)

commit to user

Gambar 2.1 Struktur One Tier Board System

Sumber: Forum for Corporate Governance in Indonesia (2005)

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjelaskan bahwa perusahaan yang menganut sistem two tier mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi).

General Meeting of Shareholders (RUPS)

Board of Director

Executive Director (Senior Management)

Non-Executive Director (Part Time Independent Member)

(7)

commit to user

Gambar 2.2 Struktur Two Tier Board System

Sumber: Forum for Corporate Governance in Indonesia (2005)

Dalam model two tier board system, RUPS merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para pemegang saham untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen. Dewan komisaris membawahi langsung dewan direksi yang memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan dewan direksi dalam menjalankan perusahaan.

Jika dilihat dari kedua model yang ada, Indonesia menganut model two tier board system, namun pada struktur model di Indonesia terdapat perbedaan dalam kedudukan dewan komisaris yang tidak secara langsung membawahi dewan direksi. Hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa

General Meeting of Shareholders (RUPS)

Board of Commissioners

Board of Directors

(8)

commit to user

anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dipilih dan bertanggungjawab kepada RUPS.

Gambar 2.3 Struktur Two Tier Board System di Indonesia

Sumber: Forum for Corporate Governance in Indonesia (2005)

Dewan direksi mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem ini, anggota dewan direksi diawasi oleh badan pengawas (dewan komisaris). Dewan direksi mewajibkan untuk memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang dajukan oleh dewan komisaris. Dalam hal ini, dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalan transaksi dengan pihak ketiga (FCGI, 2005).

General Meeting of Shareholders (RUPS)

Board of Commissioners

Board of Directors Supervision

(9)

commit to user a. Komisaris Independen

Brealey et al. (2012) menyatakan bahwa salah satu mekanisme untuk mengurangi agency conflict adalah dengan pengawasan oleh board of directors. Pemegang saham dapat membentuk dewan komisaris untuk memastikan bahwa manajer bertindak sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Dewan komisaris dapat dibentuk untuk mengawasi perilaku manajer karena seringkali para pemegang saham tidak memiliki waktu untuk terus mengawasai para pemegang saham. Di Indonesia, melalui Undang- Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mensyaratkan tiga organ penting yang harus ada dalam perusahaan. Tiga organ yang dimaksud adalah direksi yang bertugas untuk melakukan pengurusan perseroan, komisaris untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dan RUPS yang merupakan organ tertinggi dalam perusahaan.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), dalam prakteknya dewan komisaris tidak dapat menjalankan perannya dalam mengawasi dewan direksi dan juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain kepentingan pemegang saham mayoritas. Hal ini disebabkan karena dewan komisaris tidak dapat menunjukkan independensinya.

Atas dasar tersebut, Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 120 (1) mewajibkan untuk mengangkat komisaris independen dalam perusahaan. Komisaris independen adalah

(10)

commit to user

anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan publik yang tidak memiliki hubungan kepengurusan, kepemilikan saham, hubungan afiliasi maupun hubungan usaha dengan anggota dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan publik tersebut (Bapepam, 2012).

Bursa Efek Indonesia selaku otoritas yang mengatur bursa menerbitkan peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat dalam Lampiran I Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01- 2014 yang mewajibkan memiliki komisaris independen paling sedikit 30%

dari jumlah seluruh anggota dewan komisaris. Selain peraturan tersebut, terdapat beberapa peraturan lain yang bertujuan untuk mengefektifkan kinerja komisaris independen dalam melakukan pengawasan, antara lain:

1) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga Keuangan Nomor Kep-179/BL/2008 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan menyebutkan bahwa maksimal masa jabatan anggota komisaris adalah lima tahun dalam satu periode.

2) Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat dalam Lampiran I Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01-2014 menyebutkan

(11)

commit to user

bahwa masa jabatan komisaris independen maksimal dua periode berturut-turut.

3) Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Nomor IX.I.6 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik menyebutkan bahwa komisaris independen dapat merangkap jabatan maksimal lima komite baik pada perusahaan publik yang bersangkutan, anak perusahaan, grup perusahaan maupun perusahaan lain.

b. Direktur independen

Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa dewan direksi juga merupakan salah satu organ penting yang harus ada dalam perusahaan selain dewan komisaris. Dewan direksi mempunyai wewenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Isu mengenai perlunya direktur independen muncul ketika adanya wacana pembaharuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang- Undang Pasar Modal. Isu ini muncul untuk menjamin perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas (bukan pemegang saham pengendali) agar tercermin adanya wakil-wakil mereka yang duduk sebagai direksi. Selain itu di dunia international, isu mengenai perlunya direktur independen muncul

(12)

commit to user

karena banyaknya kasus yang terjadi akibat kelemahan kontrol sistem pengelolaan perusahaan yang buruk (Nasution, 2003).

Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat dalam Lampiran I Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01-2014 menyebutkan bahwa direktur independen berjumlah minimal satu orang dari jajaran anggota dewan direksi yang dapat dipilih terlebih dahulu melalui RUPS.

Direktur independen wajib memenuhi persayaratan sebagai berikut:

1) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan paling paling kurang selama enam bulan sebelum penunjukan sebagai direktur independen.

2) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan komisaris atau direksi lainnya dari calon perusahaan tercatat.

3) Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain.

4) Tidak menjadi organ dalam pada lembaga atau profesi penunjang pasar modal yang jasanya digunakan oleh perusahaan tercatat selama enam bulan sebelum penunjukan sebagai direktur.

Seperti halnya komisaris independen, jabatan direktur independen juga diatur dalam beberapa peraturan lain, yaitu dalam Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat dalam Lampiran I

(13)

commit to user

Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01- 2014 yang menyatakan bahwa masa jabatan direktur independen maksimal dua periode berturut-turut dan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga Keuangan Nomor Kep-179/BL/2008 tentang Pokok- Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan yang menyatakan bahwa maksimal masa jabatan anggota direksi adalah lima tahun.

2.2. Kerangka Teoritis

Gambar 2.4 Kerangka Teoritis

 Karakteristik Komisaris Independen

 Proporsi Komisaris Independen

 Kesibukan Komisaris Independen

 Masa Jabatan Komisaris Independen

 Keberadaan Komisaris Independen Asing

 Karakteristik Direktur Independen

 Proporsi Direktur Independen

 Kesibukan Direktur Independen

 Masa Jabatan Direktur Independen

 Keberadaan Direktur Independen Asing

Kebijakan Dividen Variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Kontrol

 ROA (Return on Asset)

 Ukuran Perusahaan (Size)

 Leverage

 Growth

(14)

commit to user 2.3. Pengembangan Hipotesis

2.3.1. Hubungan Proporsi Komisaris Independen dan Direktur Independen dengan Kebijakan Dividen

Komisaris independen berada dalam posisi penting dalam pengambilan keputusan dan meminimalkan konflik yang terjadi antara pemegang saham dan manajemen. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komisaris independen mempunyai insentif yang kuat untuk melakukan penilaian secara independen dan bebas dari pengaruh manajemen.

DeAngelo (2004) menjelaskan bahwa semakin besar dana yang tersimpan di perusahaan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang. Kehadiran komisaris independen dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh manajemen (Sharma, 2011). Semakin besar proporsi komisaris independen akan meningkatkan pengawasan dalam perusahaan. Ketatnya pengawasan yang dilakukan dapat berakibat tertutupnya celah bagi manajer untuk melakukan manipulasi kebijakan dividen.

Penelitian Sharma (2011) tentang komisaris independen dan kecenderungan untuk membayar dividen, menemukan bahwa adanya komisaris independen dalam dewan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan. Selain itu, Setia-Atmaja (2010) juga menemukan bahwa komisaris independen memiliki dampak positif pada kebijakan dividen.

Banyaknya komisaris independen menyebabkan tingginya dividend payout

(15)

commit to user

ratio. Hal ini menekankan pentingnya peran komisaris independen dalam mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Penelitian yang dilakukan Yarram dan Dollery (2015) menunjukkan hal yang serupa dimana komisaris independen memiliki pengaruh positif terhadap pembayaran dividen dalam perusahaan di Australia. Hasil ini menyiratkan bahwa anggota komisaris independen memainkan peran dalam tata kelola dengan mendorong perusahaan untuk membayar dividen.

Penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2011), Setia-Atmaja (2010), dan Yarram dan Dollery (2015) merupakan penelitian yang dilakukan di negara yang menganut one tier system dimana dewan komisaris dan dewan direksi disatukan dalam wadah yang disebut dengan board of directors.

Sementara di Indonesia menganut two tier system yang memisahkan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan perusahaan.

Berdasarkan dari uraian hasil penelitian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

H1a: Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

H1b: Proporsi direktur independen berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

(16)

commit to user

2.3.2. Hubungan Kesibukan Komisaris Independen dan Direktur Independen dengan Kebijakan Dividen

Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pengawasan melalui komisaris independen berbanding lurus dengan jumlah permintaan komisaris independen. Sedangkan jumlah komisaris independen yang tersedia tidak sebanyak dengan jumlah permintaannya, sehingga tidak jarang seorang komisaris independen menjabat posisi sebagai dewan komisaris dan dewan direksi di empat perusahaan sekaligus secara bersamaan. Belum ada aturan yang mengatur tentang berapa maksimal jumlah jabatan yang harus dipegang oleh komisaris independen dari regulator seperti Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam). Bapepam hanya mengatur tentang jumlah rapat yg harus dihadiri oleh seorang komisaris independen.

Sharma (2011) menemukan bahwa kesibukan komisaris independen mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan. Sharma (2011) menjelaskan bahwa untuk menjalankan pengawasan yang efektif diperlukan komitmen waktu dan sumber daya dari komisaris, dan komisaris yang terlalu sibuk tidak akan dapat menjalankan pengawasan secara efektif.

Komisaris yang menduduki jabatan di beberapa perusahaan akan terus mengalamin pelemahan dalam hal pengawasan, karena konsentrasi seorang komisaris akan terbelah. Pendapat ini sesuai yang dikemukakan oleh Fich dan Shivdasani (2006) bahwa perusahaan yang memiliki komisaris independen dengan jabatan di lebih dari tiga perusahaan berhubungan dengan pelaksanaan

(17)

commit to user

corporate governance yang lemah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat market-to-book ratio yang lebih rendah, profitabilitas yang lebih rendah yang ditunjukkan dengan return on assets (ROA), tingkat perputaran aset dan operating return on sales.

Penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2011) dan Fich dan Shivdasani (2006) merupakan penelitian yang dilakukan di negara yang menganut one tier system dimana dewan komisaris dan dewan direksi disatukan dalam wadah yang disebut dengan board of directors. Sementara di Indonesia menganut two tier system yang memisahkan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan perusahaan.

Berdasarkan dari uraian hasil penelitian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

H2a: Kesibukan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

H2b: Kesibukan direktur independen berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

2.3.3. Hubungan Masa Jabatan Komisaris Independen dan Direktur Independen dengan Kebijakan Dividen

Harris dan Helfat (2007) menyatakan bahwa salah satu aspek penting yang berpengaruh terhadap keputusan dewan komisaris adalah internal social capital anggota dewan komisaris. Internal social capital mengacu pada

(18)

commit to user

hubungan diantara para pelaku dalam suatu kelompok (network). Harris dan Helfat (2007) meneliti peningkatan hubungan antar anggota dewan komisaris dalam waktu ke waktu. Semakin dekat hubungan, akan semakin meningkatkan tingkat afiliasi diantara anggota dewan komisaris. Salah satu implikasinya adalah melemahnya tanggungjawab untuk mendisiplinkan manajer dimana komisaris independen dengan masa jabatan yang lama cenderung membiarkan manajer dalam bertindak dan pengambilan keputusan.

Vafeas (2003) menemukan bahwa komisaris independen dengan masa jabatan 15 tahun atau lebih, cenderung mengkompromikan kepentingan pemegang saham dengan memberikan kompensasi terhadap CEO yang lebih besar dari yang sudah ditentukan.

Hamzah dan Zulkafli (2014) menemukan bahwa board tenure mempunyai hubungan negatif dengan dividen. Lamanya masa jabatan dewan berhubungan dengan tingkat dividen yang rendah. Hasil ini mungkin merupakan indikasi bahwa anggota dewan dengan masa kerja yang lebih lama memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan karena adanya hubungan yang semakin kuat dengan manajemen. Hal ini membuat peran pemantauan menjadi kurang efektif.

Dalam Peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat dalam Lampiran I Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01-2014 diatur bahwa masa jabatan

(19)

commit to user

komisaris independen dan direktur independen maksimal dua periode berturut-turut dan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga Keuangan Nomor Kep-179/BL/2008 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan diatur bahwa maksimal masa jabatan anggota dewan komisaris dan direksi adalah lima tahun. Artinya, maksimal masa jabatan komisaris independen dan direktur independen adalah sepuluh tahun berturut- turut.

Penelitian yang dilakukan oleh Harris dan Helfat (2007) dan Hamzah dan Zulkafli (2014) merupakan penelitian yang dilakukan di negara yang menganut one tier system dimana dewan komisaris dan dewan direksi disatukan dalam wadah yang disebut dengan board of directors. Sementara di Indonesia menganut two tier system yang memisahkan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan perusahaan.

Berdasarkan dari uraian hasil penelitian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

H3a: Masa jabatan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

H3b: Masa jabatan direktur independen berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

(20)

commit to user

2.3.4. Hubungan Keberadaan Komisaris Independen Asing dan Direktur Independen Asing dengan Kebijakan Dividen

Keberadaan dewan komisaris asing menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan proses globalisasi dan pertukaran informasi dalam skala internasional. Selain itu, dapat membantu meyakinkan investor asing bahwa perusahaan dikelola secara profesional (Oxelheim dan Randøy, 2003) dan dapat mewakili peran pengawasan investor asing terhadap perusahaan (Ararat et al., 2010). Keuntungan lain jika terdapat dewan komisaris berkebangsaan asing adalah (1) adanya pengalamana industri yang lebih luas dan (2) dengan latar belakang yang berbeda, dewan komisaris asing dapat menambah pengalaman yang lebih beragam dan berharga yang tidak dimiliki oleh dewan komisaris domestik (Oxelheim dan Randøy, 2003).

Ujunwa (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara keberadaan anggota dewan komisaris asing terhadap kinerja perusahaan di Nigeria. Ararat et al. (2010) juga menemukan hasil yang sama dimana keberadaan dewan komisaris asing mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dewan komisaris asing membawa pandangan dan opini yang beragam, bahasa, keyakinan, perbedaan pemikiran, dan pengalaman profesional yang berbeda antar satu negara dengan negara lain.

Sejak munculnya era globalisasi, jumlah anggota dewan asing di Indonesia mengalami peningkatan. Keberadaan anggota dewan asing

(21)

commit to user

ditemukan di perusahaan besar seperti PT. Astra International Tbk yang setidaknya mempunyai dua anggota dewan asing yang menjabat sebagai komisaris independen, bahkan komisaris independen pada PT. Matahari Department Store Tbk seluruhnya berasal dari warga negara asing.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pengawasan dewan komisaris akan semakin baik jika terdapat komisaris independen dalam dewan. Jadi dapat dihubungkan bahwa peran pengawasan terhadap investor asing akan semakin baik jika terdapat komisaris independen asing dalam anggota dewan asing. Dalam beberapa literatur juga dijelaskan bahwa kinerja perusahaan berhubungan dengan dividen perusahan. Dividen akan dibagikan jika kinerja perusahaan baik dan menghasilkan laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Ararat et al. (2010), Oxelheim dan Randøy (2003), dan Ujunwa (2012) merupakan penelitian yang dilakukan di negara yang menganut one tier system dimana dewan komisaris dan dewan direksi disatukan dalam wadah yang disebut dengan board of directors.

Sementara di Indonesia menganut two tier system yang memisahkan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan perusahaan.

(22)

commit to user

Berdasarkan dari uraian hasil penelitian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

H4a: Keberadaan komisaris independen asing berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

H4b: Keberadaan direktur independen asing berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

2.4. Variabel Kontrol 2.4.1. ROA (Return on Asset)

ROA (Return on Asset) merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang digunakan dalam kegiatan operasinya. Hanafi (2004) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang baik akan meningkatkan pembayaran dividen.

Jensen dan Zorn (1992) dan Fama dan French (2001) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara profitabilitas dengan kebijakan dividen.

2.4.2. Ukuran Perusahaan (Size)

Farinha (2002) menyatakan bahwa ukuran perusahaan (size) merupakan faktor penting yang berhubungan dengan penerbitan saham. Smith dan Watts (1992) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dividend payout ratio. Perusahaan besar mempunyai akses ke pasar modal yang lebih besar seharusnya membayar dividen yang lebih tinggi kepada para pemegang saham.

(23)

commit to user 2.4.3. Leverage

Leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. Salah satu rasio yang digunakan dalam mengukur leverage adalah DAR (Debt to Asset Ratio), DAR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan utang) terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Al-Malkawi (2007) menemukan bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pembayaran dividen. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rozeff (1982) yang menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung memiliki rasio pembayaran yang rendah guna mengurangi biaya transaksi terkait dengan pembiayaan eksternal.

2.4.4. Growth

Tingkat pertumbuhan perusahaan (growth) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai pertumbuhan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana, maka perusahaan akan lebih senang untuk menahan labanya daripada membayarkannya sebagai dividen kepada para pemagang saham. Suharli dan Harahap (2004) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan (growth) mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberdayaan Karyawan,

Berdasarkan uraian diatas maka kami mengadakan program pelatihan pembuatan minuman instan dari bahan dasar serbuk jahe merah, dan membagikan produk hasil

Sehingga untuk penelitian ini menggunakan algoritma SVM sebagai metode untuk pengklasifikasian serta beberapa fitur lain yang lebih dominan dalam mewakili suatu

“ PEMBUATAN CETAKAN UNTUK WAX PATTERN PADA INVESTMENT CASTING SUDU RUNNER TURBIN FRANCIS” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana

Seluruh Dosen pengajar dan Staf akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai ilmu, dukungan serta bantuan selama

Sebelum memasuki ruang pasien, perlu dilakukan (1) preparation (persiapan), dan (2) briefing (penjelasan singkat) antara supervisor klinik dengan mahasiswa. Hal ini

1 Tenggarong Seberang dalam hal bertindak untuk dan atas nama Rumah Sakit Umum Daerah AM Parikersit Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara yang untuk selanjutnya

Dari penelitian yang diperoleh, terlihat bahwa faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi seseorang dalam memilih Instagram adalah tampilan, kemudahan registrasi