• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA

B. Perbuatan Yang Termasuk Tindak Pidana Terhadap Satwa Liar

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pada dasarnya tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Dengan demikian, dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana.37

35Ibid., hal.49. 36

Ibid., hal.50-51.

37 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

hukum pidana Indonesia seperti 38

Setelah mengetahui istilah tindak pidana dan pengertiannya, maka untuk melihat apa itu tindak pidana perlu juga dipahami tentang unsur tindak pidana itu sendiri. Pemahaman ini sangat penting karena akan diketahui apa isi dari pengertian tindak pidana. Menurut

Komariah E. Sapardjaja mengatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan si pelaku bersalah melaukan perbuatan itu. Di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati tidak dijelaskan secara terperinci yang dimaksud dengan tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi.

39

Lamintang secara umum unsur-unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Rumusan mengenai perbuatan pidana yang dilarang dalam tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi pada dasarnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya-upaya untuk pelestarian dan perlindungan satwa-satwa liar yang dilindungi yaitu Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu dalam ketentuan ;

Tabel 1

Tindak Pidana Satwa yang Dilindungi Terkait Langsung Dengan

Satwa

Terkait Dengan Ekosistem atau Habitat Satwa

- Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya40

(2) Setiap orang dilarang untuk ;

a. Menangkap, melukai,

membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,

mengangkut, dan

memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. Menyimpan, memiliki,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. Memperniagakan,

menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang- barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. Mengambil, merusak,

memusnahkan,

- Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya41

(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam.

;

- Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.

(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

40Ibid., hal.290. 41

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta : Kementerian LHK, 2015,,

memperniagakan,

menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

Dari tabel 1 diatas dijelaskan bahwa yang menjadi Objek tindak pidana yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah Satwa Liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis Pengawetan Satwa dan Tumbuhan. Jenis kejahatan yang dimuat di dalam undang- undang tersebut adalah kejahatan terhadap satwa liar itu sendiri dan kejahatan terhadap habitat satwa liar tersebut. Tindak pidana terhadap satwa yang dilindungi itu sendiri dimuat di dalam Pasal 21 ayat (2) yang mempunyai unsur-unsur delik antara lain ;

1. Menangkap, melukai membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Secara jelas telah diuraikan kepemilikan, memusnahkan, pemeliharaan, pengangkutan, dan perdagangan terhadap satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup merupakan suatu tindak pidana kejahatan. 2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan

satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Tidak hanya memperniagakan satwa dalam keadaan hidup yang merupakan kejahatan terdahap satwa yang dilindungi tetapi juga meliputi perdagangan terhadap satwa yang dilndungi dalam keadaan mati.

3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan para pelaku baik ekspor impor maupun perdagangan satwa yang dilindungi di wilayah yurisdiksi Inonesia sendiri.

4. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana ini merupakan kejahatan perdagangan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi. Sehingga jelas bahwa seluruh bagian tubuh atau anggota tubuh dari satwa yang dilindungi tersebut tidak dapat dimiliki, diperdagangkan, disimpan, atau dikeluarkan dari suatu tempat di Indonesia atau ke luar Indonesia.

5. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan mengambil atau sarang satwa yang dilindungi. Tindak pidana ini terkait dengan melakukan pengambilan, pemusnahan, kegiatan menimpan atau memiliki telur atau sarang satwa yang dilindungi. Seperti mengambil atau memperniagakan telur penyu.

Larangan pada Pasal 21 ayat (2) di atas tidak berlaku untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis satwa. Termasuk dalam penyelamatan adalah pemberian atau penukaran jenis satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin pemerintah. Sedangkan tindak pidana yang

ditujukan terhadap habitat satwa yang dilindungi tercantum di dalam Pasal 19 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada Pasal 19 dan Pasal 33 tindak pidana yang dilarang adalah perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, perburuan satwa yang berada dalam kawasan dan memasukkan jenis-jenis satwa yang bukan asli dari suatu kawasan yang ada di Indonesia sehingga berakibat terjadinya perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam itu sendiri.

Subjek tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tersebut sebagaimana disebutkan di atas hanya ditujukan kepada orang perorangan atau manusia. Hal itu terlihat pada ketentuan pidananya yang hanya menyebutkan “setiap orang” di dalam pasal tersebut di atas. Namun melihat perkembangan sekarang ini para pelaku tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi juga telah berkembang, antara lain diakukan juga oleh badan hukum. Hal tersebut menunjukkan kelemahan dari undang-undang tersebut yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan peristiwa hukum yang terjadi di tengah masyarakat.

Pelaku yang terdapat dalam ketentuan pasal 21 ayat (2) tersebut di atas antara lain :

a. Pemilik satwa langka yang dilindungi b. Pedagang satwa langka yang dilindungi

c. Eksportir (Individu) satwa langka yang dilindungi d. Importir (Individu) Satwa langka yang dilindungi

C. Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi Sebagai Salah Satu Tindak

Dokumen terkait