• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Penegakan hukum pidana harus lebih di optimalkan dalam praktinya ketika telah terjadi tindak pidana perdagangan satwa liar sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah dalam hal melakukan pencegahan dan pemberian efek jera bagi para pelaku tindak pidana satwa liar yang dilindungi.

2. Kordinasi antara pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus lebih dtiingkatkan seperti antara penyidik Polri atau penyidik PPNS Kehutanan dengan Kejaksaan dalam hal penanganan perkara tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi.

3. Pengetahuan terkait jenis satwa liar yang dilindungi dan peran satwa tersebut bagi ekosistem haruslah lebih ditingkatkan oleh aparat penegak hukum. Karena hal tersebut akan lebih membantu para penegak hukum untuk lebih berpikir rasional mengenai dampak yang timbul apabila tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi terus dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut.

4. Perlunya revisi terhadap ketentuan pidana di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dalam hal penegakan hukum pidana bagi para pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi agar lebih menimbulkan efek jera pagi para pelaku tersebut.

5. Penggunaan Undang-Undang lain dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi perlu dilakukan melihat perkembangan dewasa ini, seperti misalnya cara transaksi yang dilakukan oleh penjual melalui media sosial. Kegiatan tersebut juga dapat dikenakan dengan undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik.

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN

1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi

Kegiatan perdagangan terhadap satwa liar yang dilindungi tidak terlepas dari adanya faktor yang mempengaruhi pelaku tindak pidana melakukan kegiatan tersebut, beberapa faktor yang penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi adalah sebagai berikut ;

1. Faktor Ekonomi

Di Asia Tenggara banyak spesis satwa liar yang diburu sehingga mengakibatkan satwa tersebut hampir punah. perburuan yang dilakukan para pelaku kejahatan terhadap satwa tersebut di dorong oleh adanya permintaan pasar untuk mengkonsumsi daging satwa liar tersebut. Akses pasar adalah faktor kunci dalam mendapatkan nilai ekonomi dari produk-produk satwa liar, termasuk daging satwa liar tersebut. Pendapatan dari perburuan dan perdagangan satwa liar ini, meskipun banyak diabaikan dalam statistik perdagangan nasional resmi dipercaya memainkan peran penting dalam ekonomi di banyak negara.30

Salah satu sumber permintaan utama produk satwa liar adalah industri pengobatan tradisional Tiongkok. Praktik ini berakar dari 3.000 tahun silam. Namun

popularitasnya meningkat beberapa tahun terakhir seiring dengan perbaikan tingkat ekonomi yang dialami oleh Tiongkok dan negara-negara yang memanfaatkan pengobatan Tiongkok. Namun demikian sumber permintaan lain juga mendorong perdagangan satwa atau bagian-bagian tubuh satwa untuk dimanfaatkan sebagai satwa peliharaan, pernak-pernik, cendera mata.31

2. Maraknya Komunitas Pecinta Satwa

Bermunculan komunitas satwa di berbagai daerah di Indonesia yang mengatasnamakan penyelamatan menjadi pemicu tingginya angka perburuan di Indonesia. Komunitas satwa tersebu memberikan kesempatan kepada para pecinta satwa untuk menjadi anggota, misal komunitas para pecinta elang. Keanggotaan komunitas tersebut mewajibkan setiap anggotanya untuk memiliki minimal satu ekor jenis satwa, maka dapat dibayangkan beberapa ekor satwa liar yang dilindungi yang ada dalam komunitas tersebut. Di komunitas tersebut kerap kali juga ditemukan satwa liar dilindungi hasil perburuan yang langsung diambil dari alam, kemudian dibesarkan oleh komunitas tersebut agar dapat dilatih untuk melakukan atraksi satwa.32

Maraknya komunitas-komunitas yang mengaku sebagai pecinta satwa kebanyakan adalah mereka yang dari kalangan orang muda seperti pelajar SMA (Sekolah Menengah Atas) dan Mahasiswa. Telah terjadi perubahan kolektor satwa cenderung usia 40 tahun keatas, orang tua atau pensiunan karena mereka tidak

Proyek Perubahan Untuk Keadilan (Changes For Justice) Kejahatan Terhadap Satwa Liar Di Indonesia : Penilaian Cepat Terhadap Pengetahuan, Tren, dan Prioritas Saat ini, diakses pada 8 Oktober 2016

32

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Panduan Penanganan Perkara Terkait Satwa Liar, Jakarta : Kejaksaan Agung RI,

mempunyai aktivitas. Pada kenyataannya fenomena dewasa ini menunjukkan bahwa banyak anak muda dengan bangganya membawa satwa liar dilindungi seperti kukang ke tempat-tempat umum atau tempat para komunitas tersebut melakukan perkumpulan.33 Masyarakat yang menyebut dirinya pecinta satwa liar namun memelihara, justru tidak memahami aturan kepemilikan satwa tersebut. Para pecinta satwa mengaku menangkarkan satwa yang dimilikinya, faktanya satwa liar yang mereka miliki atau pelihara kebanyakan diperoleh dari pasar gelap atau para pemburu saat satwa tersebut masih bayi.34

3. Pemanfaatan Satwa Liar Mengatasnamakan Adat Isriadat atau Upacara Kegamaan

Menyediakan daging satwa liar dalam berbagai pesta atau upacara seringkali menjadi bagian erat adat istiadat atau budaya masyarakat tertentu. Contohnya dalah budaya dalam masyarakat Hindu Bali yang menggunakan daging penyu dalam upacara keagamaan. Penyu dengan berbagai jenisnya termasuk dalam satwa liar yang dilindungi (CITES Appendix I). Ironisnya, kerap kali alasan untuk upacara adat atau ritual keagamaan ditunggangi sebagai alasan pembenar dalam memperdagangkan satwa penyu, karena sebenarnya sebagian besar perdagangan penyu adalah untuk kepentingan komersil, bukan untuk kepentingan adat atau agama. Fakta membuktikan bahwa penyu-penyu tersebut

dimanfaatkan untuk sate penyu yang kemudian dijual bebas setiap hari di Benoa, Denpasar, Serangan dan Gianyar.35

4. Penggunaan Satwa sebagai Salah Satu Bahan Obat-Obatan Tradisional

Bagian-bagian tubuh satwa liar dipercaya oleh sebagian masyarakat memiliki khasiat-khasiat tertent. Contohnya adalah Beruang Madu, menurut para pembuat obat-obatan tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine, TCM) empedu Beruang Madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dan cakar Beruang Madu dapat menjadi obat kuat bagi kaum laki-laki. Contoh selanjutnya adalah Trenggiling yang dipercaya dapat menyembuhkan banyak penyakit, mulai dari sakit jantung, stroke, paru-paru hinga masalah kulit. Penggunaan bagian-bagian tubuh satwa tersebut menyebakan angka perburuan di habitat meningkat yang juga mempengaruhi tingkat perdagangannya.36

B. Perbuatan Yang Termasuk Tindak Pidana Terhadap Satwa Liar Yang Dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pada dasarnya tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Dengan demikian, dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana.37

35Ibid., hal.49. 36

Ibid., hal.50-51.

37 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

hukum pidana Indonesia seperti 38

Setelah mengetahui istilah tindak pidana dan pengertiannya, maka untuk melihat apa itu tindak pidana perlu juga dipahami tentang unsur tindak pidana itu sendiri. Pemahaman ini sangat penting karena akan diketahui apa isi dari pengertian tindak pidana. Menurut

Komariah E. Sapardjaja mengatakan tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan si pelaku bersalah melaukan perbuatan itu. Di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati tidak dijelaskan secara terperinci yang dimaksud dengan tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi.

39

Lamintang secara umum unsur-unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Rumusan mengenai perbuatan pidana yang dilarang dalam tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi pada dasarnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya-upaya untuk pelestarian dan perlindungan satwa-satwa liar yang dilindungi yaitu Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu dalam ketentuan ;

Tabel 1

Tindak Pidana Satwa yang Dilindungi Terkait Langsung Dengan

Satwa

Terkait Dengan Ekosistem atau Habitat Satwa

- Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya40

(2) Setiap orang dilarang untuk ;

a. Menangkap, melukai,

membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,

mengangkut, dan

memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. Menyimpan, memiliki,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. Memperniagakan,

menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang- barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. Mengambil, merusak,

memusnahkan,

- Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya41

(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam.

;

- Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.

(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

40Ibid., hal.290. 41

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta : Kementerian LHK, 2015,,

memperniagakan,

menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

Dari tabel 1 diatas dijelaskan bahwa yang menjadi Objek tindak pidana yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah Satwa Liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis Pengawetan Satwa dan Tumbuhan. Jenis kejahatan yang dimuat di dalam undang- undang tersebut adalah kejahatan terhadap satwa liar itu sendiri dan kejahatan terhadap habitat satwa liar tersebut. Tindak pidana terhadap satwa yang dilindungi itu sendiri dimuat di dalam Pasal 21 ayat (2) yang mempunyai unsur-unsur delik antara lain ;

1. Menangkap, melukai membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Secara jelas telah diuraikan kepemilikan, memusnahkan, pemeliharaan, pengangkutan, dan perdagangan terhadap satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup merupakan suatu tindak pidana kejahatan. 2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan

satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Tidak hanya memperniagakan satwa dalam keadaan hidup yang merupakan kejahatan terdahap satwa yang dilindungi tetapi juga meliputi perdagangan terhadap satwa yang dilndungi dalam keadaan mati.

3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan para pelaku baik ekspor impor maupun perdagangan satwa yang dilindungi di wilayah yurisdiksi Inonesia sendiri.

4. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Tindak pidana ini merupakan kejahatan perdagangan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi. Sehingga jelas bahwa seluruh bagian tubuh atau anggota tubuh dari satwa yang dilindungi tersebut tidak dapat dimiliki, diperdagangkan, disimpan, atau dikeluarkan dari suatu tempat di Indonesia atau ke luar Indonesia.

5. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan mengambil atau sarang satwa yang dilindungi. Tindak pidana ini terkait dengan melakukan pengambilan, pemusnahan, kegiatan menimpan atau memiliki telur atau sarang satwa yang dilindungi. Seperti mengambil atau memperniagakan telur penyu.

Larangan pada Pasal 21 ayat (2) di atas tidak berlaku untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis satwa. Termasuk dalam penyelamatan adalah pemberian atau penukaran jenis satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin pemerintah. Sedangkan tindak pidana yang

ditujukan terhadap habitat satwa yang dilindungi tercantum di dalam Pasal 19 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada Pasal 19 dan Pasal 33 tindak pidana yang dilarang adalah perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, perburuan satwa yang berada dalam kawasan dan memasukkan jenis-jenis satwa yang bukan asli dari suatu kawasan yang ada di Indonesia sehingga berakibat terjadinya perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam itu sendiri.

Subjek tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tersebut sebagaimana disebutkan di atas hanya ditujukan kepada orang perorangan atau manusia. Hal itu terlihat pada ketentuan pidananya yang hanya menyebutkan “setiap orang” di dalam pasal tersebut di atas. Namun melihat perkembangan sekarang ini para pelaku tindak pidana terhadap satwa liar yang dilindungi juga telah berkembang, antara lain diakukan juga oleh badan hukum. Hal tersebut menunjukkan kelemahan dari undang-undang tersebut yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan peristiwa hukum yang terjadi di tengah masyarakat.

Pelaku yang terdapat dalam ketentuan pasal 21 ayat (2) tersebut di atas antara lain :

a. Pemilik satwa langka yang dilindungi b. Pedagang satwa langka yang dilindungi

c. Eksportir (Individu) satwa langka yang dilindungi d. Importir (Individu) Satwa langka yang dilindungi

C. Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi Sebagai Salah Satu Tindak Pidana Terhadap satwa Liar Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya

1. Modus Operandi Tindak Pidana yang Dilakukan Pelaku Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi

Modus oprandi tindak pidana terkait satwa liar merupakan cara atau metode yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana perdaganagn satwa liar yang dilindungi melakukan kejahatan, termasuk upaya mengelabui aparat penegak hukum dalam meloloskan perdagangan satwa liar yang dilindungi42

a. Jual beli Online (e-comemerce) dan media sosial

.

Perdagangan satwa liar berkembang mengikuti tren pada saat ini. Modus lain yang patut diwaspadai terkait perdagangan satwa liar adalah media online berbasis internet. Bahkan sistem jual beli putus juga dipakai untuk menyulitkan petugas Kepolisian maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam.43

42Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia,

Op. Cit., hal.47.

Pola perdagangan tidak melulu dilakukan melalui proses jual beli konvensional, kini perdagangan satwa juga memanfaatkan dunia maya. Sejumlah situs internet dijadikan tempat berdagang satwa liar. Modus jual beli seperti ini disukai oleh para penjual karena mereka dapat lebih mudah memasarkan satwa, daya jangkau konsumen yang luas dan memungkinkan tertangkap yang lebih sulit. Komunikasi para penjual dan calon pembeli dilakukan melalui sarana telekomunikasi, seperti telepon, pesan singkat (SMS), Blackberry Mesengger (BBM), chat di meda sosial

seperti Facebook. Setelah persetujuan antara penjual dan pembeli terjadi, pembayaran dilakukan dengan sistem transfer perbankan atau pembayaran lunas pada saat barang diantar. Barang (keseluruhan ataupun sebagian dari satwa) akan dikirimkan melalui kurir, atau pengiriman dilakukan ke alamat pembeli melalui jasa ekspedisi yang sering tersedia di sarana transportasi umum seperti bis malam antar provinsi.44Adanya internet membuat para pedagang dapat meminimalkan pengeluaran mereka dalam menjual satwa.mereka dapat berjualan dari rumah dab berhubungan dengan calon pembeli lewat internet. Internet jugalah yang sebenarnya terlibat dalam mempromosikan satwa liar segingga semakin banyak orang yang tertarik untuk membeli, contohnya seperti ketika ada seseorang yang mengunggah video kukangnya yang lucu di channel Youtube.45 Perdagangan satwa liar yang berstatus langka kini semakin mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. Diduga, satwa-satwa yang berstatus endemik dari berbagai pulau di Indonesia kini sudah semakin mudah menyebar ke berbagai negara seluruh dunia. Penyebaran satwa liar tersebut terjadi melalui jaringan sosial media yang semakin masif perkembangannya dalam 10 tahun terakhir ini. Fakta tersebut kini sudah semakin mengkhawatirkan, karena kekuatan sosial media dewasa ini sudah diakui sangat besar oleh semua kalangan di dunia.46

Dalam perdagangan online satwa liar biasanya para pelaku membuat grup komunikasi pedagang dalam sosial media seperti Facebook dilengkapi dengan

44

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Op. Cit., hal.52.

diakses

tanggal 6 September 2016 pukul 06.41 Wib

sarana transaksi bersama atau sering disebut rekber (rekening bersama) supaya lebih aman. Cara kerjanya rekber menjadi pihak ketiga dalam tranksaksi, menjembatani pedagang dan pembeli. Kala pedagang dan pembeli sepakat, pembeli mengirimkan uang kepada rekber dan penjual mengirimkan satwa kepada pembeli. Jika pembeli sudah menerima satwa dan sesuai spesifikasi, pembeli akan melakukan konfirmasi kepada rekber. Rekber akan melakukan pengiriman kepada rekening penjual. Dalam grup pedagang online ini biasa ada jasa pengiriman satwa khusus.47 Sejak Tahun 2011-2015 telah terindentifikasi 52 kasus perdagangan secara online.48

b. Menggunakan Kurir Lanjut Usia dan Anak-anak

Perdagangan satwa liar, baik yang dilakukan melalui e-commerce atau perdagangan konvensional menggunakan jasa kurir untuk mengantarkan satwa yang diperjualbelikan ke tangan pembelinya. Untuk mengecoh dan menimbulkan rasa iba, seringkali penjual menggunakan jasa kurir yang sudah lanjut usia atau anak-anak untuk mengantar satwa liar dilindungi. Kurir yang sudah lanjut usia atau anak-anak untuk mengantarkan barang tersebut kepada si pembeli di suatu tempat dengan memberikan upah secukupnya.49

pukul 18.40 Wib

48 Wild Crime Unit-Wildlife Conservation Society Indonesia Program, Data Kasus

Kejahatan atas Satwa, 2015.

c. Pemalsuan jenis satwa dalam dokumen SATSDN/LN (Surat Angkut Tumbuhan/ Satwa Dalam Negeri atau Luar Negeri)

Modus yang biasa terjadi adalah adanya perbedaan antara jenis satwa yang tertulis dalam dokumen dengan jenis satwa yang diangkut. Biasanya jenis satwa yang tertulis adalah jenis satwa yang tidak dlindungi dan satwa yang diangkut adalah jenis satwa yang dilindungi. Berikut adalah gambar pemberitaan di media terkait modus pemalsuan surat angkut.50 Seperti yang terjadi di Tanjung Perak Surabaya, Petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai menggalkan penyelundupan tiga kontainer berisi tanaman dan satwa liar yang dilindungi. Tiga kontainer itu berisi Tanduk Rusa asal Papua (Cervus Timorensis) sebanyak 200 Kg tersimpan dalam 5 karton seberat masing-masing 40 kg. Tanduk rusa itu disembunyikan bercampur dengan 234 karung berisi daun cincau kering. Modus dilakukan dengan dengan menggunakan dokumen Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri (SATS-LN) yang tidak sesuai dengan peruntukan. Serta tidak memberitahukan jenis barang sebenarnya dimana dalam dokumen pengiriman hanya tertulis daun cincau kering.51

d. Mencampurkan dengan Spesies Yang Mirip

Agar satwa liar yang diperdagangkan dapat dikirimkan pada sang pembeli, seringkali pelaku mencampurkan spesies yang mirip antar spesies yang mirip antara spesies yang dilindungi dengan yang tidak dilindungi. Contonhya adalah jual beli daging Trenggiling. Dimana yang sudah dibersihkan dan dikemas bersama-sama dengan daging ikan dengan tujuan untuk mengelabui pemeriksa

50

Ibid., hal.54.

barang dan Bea Cukai. Modus ini juga sering digunakan padajenis burung, biasanya si penjual mencampur antar jenis burung yang dilindungi didalam sangkar burung bersama-sama jenis burung yang tidak dilindungi.52

e. Keterlibatan Lembaga Konsevasi/Penangkaran

Lembaga konservasi atau penagkaran merupakan institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan konservasi, mengembangbiakkan dan/atau menyelamatkan dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis satwa. Namun sayangnya, institusi ini justru diduga memperjualbelikan satwa liar dilindungi yang berada dibawah penguasaannya. Di Lembaga Konservasi, biasanya satwa yang diperjual belikan adalah satwa yang baru lahir, bayi satwa tersebut dilaporkan mati, atau tidak melaporkan jumlah bayi satwa yang sebenarnya, bayi satwa tersebut diperjual belikan. Sedangkan di Lembaga Penagkaran Satwa, biasanya dalam hal penyediaan induk satwa yang akan dikembangbiakkan, asal induk penangkaran tidak diperoleh melalui prosedur resmi. Selain itu mereka juga melakukan klaim sebagai hasil penangakaran padahal satwa tersebut diambil langsung dari habitatnya.53

f. Dengan Menggunakan Ambulance

Modus yang terbaru yang digunakan para pelaku perdagangan satwa liar yang dilindungi adalah dengan menggunakan ambulance sebagai transportasi pengiriman satwa. Ambulance dipilih karena aman dan kecilnya kemungkinan dilakukannya pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. Kasus ini telah terjadi di Jawa Timur, bahkan pengiriman satwa ke Tanjung Perak, Surabaya, Malang, dan

52

Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Op. Cit., hal.57.

Probolinggo. Ambulance dengan sangat mudah akan membantu pelaku pengiriman satwa liar yang dilindungi karena sesuai Pasal 134 dan Pasal 135 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai prioritas dan hak kedaraan gawat darurat saat lalu lintas. Sehingga apabila satwa liar yang dilindungi diangkut menggunakan ambulance kecil kemungkinan akan diberhentikan oleh

Dokumen terkait