• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema 1. Sistem Peradilan di Indonesia 43

E. Perceraian dan Akibat Hukumnya

Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 yang menyebutkan : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : (a) Perkawinan, (b) Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan (c) Wakaf dan sadaqah. Ayat (2) bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan pada Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.

Untuk lebih rincinya lagi tentang kewenangan Peradilan Agama dalam bidang perkawinan dapat dilihat pada penjelasan Pasal 49 ayat (2) sebagai berikut :

1. Izin beristri lebih dari seorang

2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

3. Dispensasi kawin 4. Pencegahan perkawinan

5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah 6. Pembatalan perkawinan

7. Gugatan kelalaian atau kewajiban suami atau istri 8. Perceraian karena talak

9. Gugatan perceraian

10.Penyelesaian harta bersama 11.Mengenai penguasaan anak-anak

12.Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tak memenuhinya

13.Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentu suatu kewajiban bagi bekas istri.

14.Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak 15.Putusan pencabutan kekuasaan orang tua 16.Pencabutan kekuasaan wali

17.Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut.

18.Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orangtuanya padahal tidak ada penunjukkan wali oleh orangtuanya.

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

19.Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya.

20.Penetapan asal usul seorang anak

21.Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran

22.Persyaratan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.

Khusus dalam perkara sengketa harta bersama penegasan kewenangan bagi Peradilan Agama disebutkan dalam Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.

Dalam membahas penyelesaian terhadap harta bersama maka sangat erat kaitannya dengan masalah perceraian, oleh karena itu maka dianggap perlu untuk menjelaskan masalah perceraian dan akibat hukumnya.

Penyebab putusnya perkawinan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 jo Pasal 113 Kompilasi Huku m Islam (KHI) dinyatakan : Perkawinan dapat putus karena (a) kematian, (b) perceraian, dan (c) atas putusan pengadilan.

Putusnya perkawinan karena kematian, hal ini merupakan ketentuan Yang Maha Kuasa terhadap manusia. Apabila salah satu pihak meninggal dunia atau mati

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

baik suami ataupun istri, maka secara langsung terjadilah pemutusan hubungan perkawinan.

Putusnya perkawinan karena perceraian, menurut Undang-undang dikenal ada 2 (dua) cara, yaitu :

1. Cerai Talak 2. Cerai Gugat

Cerai Talak adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami, sedang cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan.

M.Yahya Harahap menyatakan : Pasal 37 butir (1) telah menetapkan secara permanen bahwa perkara cerai gugat yang bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat adalah istri, pada pihak lain suami ditempatkan sebagai pihak tergugat. Dengan demikian masing-masing telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya cerai talak dan jalur istri melalui upaya cerai gugat.44

44

M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1990), hlm.252.

Dengan ketentuan di atas, telah dibuka kemungkinan kepada masing-masing pihak (suami dan istri) untuk melakukan perceraian melalui jalur dan bentuk perceraian, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Dibukanya kebolehan cerai gugat salah satu tujuannya untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan pihak suami dari dominasi hak talak dan untuk menetralisir terwujudnya kerukunan dan keharmonisan rumah tangga dan tentunya bukan untuk membuka jalan yang lebih luas melakukan perceraian.

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Ahmad Rofiq menyatakan : karena itu isyarat tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian, merupakan alternatif terakhir sebagai pintu darurat yang ditempuh, manakala bahtera rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya.45

1. Terjadinya nusyuz dari pihak istri

Apabila dilihat penyebab terjadinya perceraian dalam kehidupan berumah tangga maka setidaknya ada 4 (empat) kemungkinan yaitu :

Petunjuk Al-Qur’an mengatasi istri nusyuz (Surat An Nisa ayat 34)

2. Terjadinya nusyuz dari pihak suami (lihat Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 128)

3. Terjadinya syiqaq yaitu perselisihan atau percekcokan antara suami dan istri.

Al Qur’an memberi jalan keluar untuk mendamaikan dengan mengangkat hakim (atbitrator)

4. Penyebab lainnya yaitu :

a. Ha’ adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh orang Arab di zaman Jahiliyah. Mengila’ istri ialah seorang suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istrinya.

b. Zihar adalah suami menyerupakan istrinya dengan ibunya dengan mengatakan kepada istri “engkau serupa dengan punggung (belakang) ibunya”.

c. Li’an yaitu suami bersumpah empat kali dengan nama Allah bahwa ia menuduh benar (istrinya berbuat) zina dan pada kali yang kelima ia menyatakan bahwa ia sanggup menerima laknat Allah apabila tuduhannya tidak benar.

d. Riddah, semua ulama sepakat bahwa riddah atau murtad (keluar dari Agama Islam) seorang suami istri menyebabkan putusnya ikatan perkawinan.

e. Fasakh, adalah semacam perceraian dengan keputusan hakim atas permintaan pihak istri.46

45

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta,.Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.169. 46

Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985), hlm.52-54

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Selanjutnya dalam hukum positif di Indonesia alasan perceraian dapat dilihat dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan yang menjadi alasan-alasan terjadinya perceraian adalah : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi atau lain

sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) bulan berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan sebagai suami/istri.

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

7. Suami melarang taklek talak

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Selanjutnya T.Yafizham mengatakan bahwa perkawinan dapat putus karena : 1. Kematian salah satu pihak

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

b. Fasakh c. Khuluk d. Syiqaq e. ILA’ f. Li’an g. Riddah.47

1. Perceraian yang diakui keabsahannya adalah perceraian yang dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang.

Apabila salah satu alasan perceraian tersebut di atas diajukan ke pengadilan agama maka proses perceraian dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diadakan perdamaian, apabila perdamaian tidak dapat dilaksanakan maka proses perceraian dilakukan.

Keabsahan suatu perceraian sehingga perceraian tersebut mempunyai akibat hukum adalah dilaksanakan di depan sidang pengadilan. Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak diakui keabsahannya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang Perkawinan Pasal 39 ayat (1) dinyatakan : “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang setelah pengadilan yang bersengketa berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.

Dari ketentuan pasal tersebut di atas, ditentukan beberapa rumus tentang terjadinya suatu perceraian yaitu :

2. Pengadilan haruslah selalu berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak (suami istri) pada setiap memulai persidangan

47

T.Yafizham, Persentuhan Hukum di Indonesia dengan Hukum Perkawinan Islam, (Medan,.Mustika, 1977), hlm.10

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Pasal ini memberikan kewenangan kepada hakim yang memeriksa gugatan perceraian untuk berusaha mendamaikan pada sidang pemeriksaan.

Pasal 39 ayat (1) ini dipertegas lagi dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 ayat (1) dan (2) bahwa selama perkara belum diputuskan usaha perdamaian dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan, apabila tercapai perdamaian, maka alasan-alasan gugat yang telah dijadikan perdamaian tidak dapat dijadikan lagi sebagai alasan untuk mengajukan gugatan perceraian baik alasan itu merupakan alasan yang tegas menjadi dasar gugat ataupun alasan-alasan yang tidak tegas, tetapi alasan-alasan itu sebelum dicapai perdamaian telah diketahui penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.

Hal ini sejalan dengan Pasal 83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa “Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai.

Apabila kedua belah pihak suami istri tidak dapat didamaikan maka pemeriksaan terhadap proses perceraian dilaksanakan.

Pasal 131 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam berbunyi : Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam berumah tangga. Pengadilan agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami istri mengikrarkan talaknya.

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Jika yang akan melakukan perceraian seorang Pegawai Negeri Sipil persyaratan untuk bercerai lebih dipersulit lagi yaitu sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Demikian juga halnya bagi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, maka harus berdasarkan Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata tanggal 3 Januari 1980 Nomor Keputusan/01/1/1980 tentang Peraturan Perkawinan, Perceraian dan Ruju’ Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal (3) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 berbunyi :

1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.

2. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam butir (1) harus mengajukan secara tertulis.

3. Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuannya adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya.

Semua ketentuan ini dimaksudkan untuk mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini mengingat akibat yang akan timbul dari perceraian sangat mempengaruhi

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

kedua belah pihak baik istri maupun suami, terutama kepada anak-anak mereka. Pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak menjadi labil karena mereka akan kehilangan kasih sayang kedua belah pihak, dan pemeliharaan yang hanya dilakukan oleh salah satu seorang dari orang tua tidak akan sempurna sebagaimana mereka dipelihara kedua orang tuanya.

Kasus perceraian yang diajukan dan telah diproses di Pengadilan Agama Medan dalam kurun waktu Tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Kasus Perceraian pada Pengadilan Agama Medan Tahun 2005 sampai dengan 2009

No Tahun Kasus Jumlah

Cerai Gugat Cerai Talak

1 2005 225 93 318 2 2006 220 90 310 3 2007 205 101 306 4 2008 236 97 333 5 2009 314 124 438 Jumlah 1200 505 1705

Sumber Data : Kantor Pengadilan Agama Medan Tahun 2009 (diolah)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada Pengadilan Agama Medan dalam 5 (lima) tahun terakhir, tercatat kasus perceraian sejumlah 1705 kasus dengan rincian sebagai berikut : cerai gugat sebanyak 1200 kasus (70,38%) sedangkan

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

permohonan cerai/talak sebanyak 505 kasus (29,61%). Selama 5 (lima) tahun tentang kasus perceraian terlihat interval turun naik, yaitu tahun yang relatif banyak terjadi perceraian pada tahun 2009 sejumlah 438 kasus (25,69%), tahun 2008 sebanyak 333 kasus (19,53%), tahun 2005 sebanyak 318 kassu (18,65%), tahun 2006 sebanyak 310 kasus (18,18%) dan tahun 2007 sebanyak 306 kasus (17,95%).

Kasus cerai gugat lebih tinggi frekuensinya dari cerai talak dan mempunyai frekuensi yang berbeda-beda pada setiap tahunnya dan yang paling banyak terjadi cerai gugat adalah tahun 2009 dengan jumlah 314 kasus (26,17%). Kasus cerai talak (permohonan cerai talak) juga mempunyai frekuensi yang berbeda pada setiap tahunnya, dan tahun yang relatif banyak terjadi pada tahun 2005 sebanyak 124 kasus (24,55%).

Perceraian antara suami istri baik cerai gugat ataupun cerai talak haruslah dengan mengajukan alasan yang telah ditetapkan oleh ketentuan hukum yang berlaku seperti disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 29 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Indonesia.

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (1) menyatakan : Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Di Pengadilan Agama Medan para pihak mengajukan kasus cerai talak maupun kasus cerai gugat dilengkapi dengan alasan-alasan perceraian. Alasan yang

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

diajukan sebagai dasar terjadinya perceraian pada 5 (lima) tahun terakhir ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Tabel 4. Alasan Terjadinya Perceraian pada Pengadilan Agama Medan

No Tahun

Alasan Poligami Cemburu Ekonomi

Tidak tanggung jawab Peng- aniayaan Cacat badan Pihak ketiga Tidak Harmonis Jlh 1 2005 5 20 175 25 5 33 55 318 2 2006 1 5 25 42 30 2 35 170 310 3 2007 3 30 50 24 3 71 125 306 4 2008 7 4 40 47 25 4 40 166 333 5 2009 5 50 40 23 5 156 159 438 Jumlah 8 22 165 354 127 19 335 675 1705

Sumber Data : Kantor Pengadilan Agama Medan Tahun 2009

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagai alasan terjadinya perceraian pada Pengadilan Agama Medan ada 8 (delapan) macam yaitu :

1. Poligami sebanyak 8 kasus (0,46%) 2. Cemburu sebanyak 22 kasus (1,29%) 3. Ekonomi sebanyak 165 kasus (9,67%)

4. Tidak Tanggung jawab sebanyak 354 kasus (20,76%) 5. Penganiayaan sebanyak 127 kasus (7,44%)

6. Cacat badan/biologis sebanyak 19 kasus (1,11%) 7. Gangguan pihak ketiga sebanyak 335 kasus (19,64%) 8. Tidak ada keharmonisan sebanyak 675 kasus (39,58%)

Apabila diperinci kasus dengan latar belakang alasan-alasan perceraian, maka dijumpai beberapa alasan “tidak harmonis” dengan jumlah kasus 675 kasus (39,58%).

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Alasan ini mungkin juga mengacu kepada apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pada Pasal 19 poin (f) berbunyi : Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Selanjutnya alasan “tidak tanggung jawab dengan jumlah kasus 354 kasus (20,76%). Tidak tanggung jawab ini terjadi karena pihak suami tidak melaksanakan tugasnya (kewajibannya) dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Apabila terjadi perceraian maka akan menimbulkan akibat hukum terhadap anak, istri dan harta kekayaan yang diperoleh semasa dalam perkawinan.

Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa :

1. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anaknya, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusannya.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

Pada Pasal 37 dinyatakan bahwa : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Dari uraian kedua pasal di atas dapat diketahui bahwa akibat hukum perceraian menyangkut anak dalam urusan pemeliharaan dan biaya hidup, pendidikan dan urusan terhadap mantan istri dan juga terhadap harta bersama.

Selanjutnya pada Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dinyatakan bahwa : Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

1. Anak yang belum memayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :

a. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu b. Ayah

c. Wanita-wanita dari garis lurus ke atas dari ayah d. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

e. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu f. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah

2. Anak yang sudah memayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya.

3. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009.

4. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c) dan (d).

6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut Pada Pasal 157 Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi :

Harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 96, 97 Kompilasi Huku m Islam ( KHI.)

Pasal 158 Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi :

Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat : a. Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al-dukhul b. Perceraian itu atas kehendak suami

Pasal 159 berbunyi :

Mut’ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat pada 158