• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. Percobaan Media Aklimatisas

Kondisi Umum

Media tanam yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu untuk menghilangkan patogen yang terbawa media sehingga kondisi media seragam steril. Malaupun demikian, pertumbuhan tunas saat aklimatisasi secara umum menunjukkan perkembangan yang kurang baik. Kemungkinan faktor utama yang menyebabkan yaitu suhu tinggi di tempat percobaan. Keadaan panas menyebabkan media tanam kering dengan cepat. Penyiraman yang dilakukan dua kali sehari tidak dapat mempertahankan semua tanaman. Hal ini kemungkinan akibat dari berbedanya kemampuan mengikat air.

Keberhasilan tanaman beradaptasi juga dipengaruhi oleh ketersediaan hara yang dapat diambil oleh tanaman. Pemberian pupuk pada anggrek dengan cara disemprot lebih efektif daripada disiramkan ke media atau akar. Hal ini diutarakan oleh Tisdale (1985) bahwa pemberian pupuk melalui daun memberikan pengaruh lebih cepat pada tanaman. Walaupun demikian, fungsi akar anggrek lebih digunakan sebagai penopang, juga dapat berperan dalam penyerapan hara di media walaupun kurang efektif.

Keunggulan pemakaian pupuk daun dibandingkan pupuk akar yaitu: mensuplai hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara oleh tanaman lebih cepat, pemberiannya dapat merata, konsentrasi mudah diatur, mengandung hara mikro dan struktur tanah (media) tetap baik (Lingga dan Marsono, 2001).

Tingkat keberhasilan hidup tunas selama 12 minggu pengamatan mencapai 85% dari seluruh satuan percobaan yang ditanam (400 tunas). Kondisi tanaman berdaun hijau kekuningan, sebagian kering kemudian gugur. Pertumbuhan yang kurang baik disebabkan oleh serangan cendawan. Dugaan ini diketahui dari tanda yang dapat dilihat yaitu berwarna putih tepung dan hitam pada media dan pangkal tunas. Berdasarkan literatur, tanda ini kemungkinan bagian dari organ Fusarium

spp. Fusarium menginfeksi melalui akar-akar dan berkembang dalam pembuluh kayu. Fusarium oxysporum mempunyai banyak forma speciales (f. Sp.) menyebabkan penyakit layu fusarium pada bermacam tanaman pertanian.

29

(Semangun, 2004). Tanaman yang terdapat tanda tersebut perkembangannya menjadi turun seperti kurang vigor dan senesen dengan cepat. Fusarium oxysporum tumbuh optimum in vitro pada suhu 25-30ºC. Pada suhu yang tinggi umumnya tanaman mengalami cekaman dan lebih rentan terhadap F. oxysporum

(Wiyono, 2007). Fusarium menyerang akar dengan cepat dan menimbulkan infeksi bermacam-macam (Cook and Baker, 1974). Anggrek.org. (2005), menambahkan bahwa patogen menginfeksi tanaman melalui akar atau masuk melalui luka pada akar rimpang yang baru saja dipotong, menyebabkan batang dan daun berkerut. Bagian atas media tampak merana seperti kekurangan air, menguning, dengan daun-daun yang keriput, umbi semu menjadi kurus, kadang- kadang agak terpilin. Perakaran busuk, pembusukan pada akar dapat meluas ke atas, sampai ke pangkal batang.

Perkembangan cendawan yang cepat kemungkinan disebabkan karena suhu dan kelembapan yang optimum bagi perkembangan cendawan. Selain itu, kondisi tanaman yang tidak sehat dipengaruhi pula oleh cuaca / iklim lingkungan sehingga mudah terserang penyakit seperti pernyataan Wiyono (2007), bahwa perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika iklim. Sehingga pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, antraknosa cabai dan sebagainya. Faktor-faktor iklim berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang. Tanaman vanili yang mengalami cekaman karena terlalu banyak cahaya akan rentan terhadap penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Fusarium.

Penyemprotan fungisida Dithane M-45 3 g/l yang dilakukan dua minggu sekali tidak dapat menghambat perkembangan penyakit ini karena fusarium hidup dalam jaringan tanaman (sistemik). Menurut Ploetz (1998), bahwa fusarium tidak dapat dikendalikan dengan fungisida, sekalisaja tanah terinfeksi maka beberapa tahun tidak dapat dinetralkan dengan fumigasi dan eradikasi.

Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam terhadap peubah yang diamati (Tabel 5), perlakuan media aklimatisasi menunjukkan bahwa jumlah daun dan tinggi tunas menunjukkan pengaruh sangat nyata pada akhir pengamatan. Namun, perlakuan media aklimatisasi menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang dan lebar daun.

30

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Jumlah Daun, Tinggi Tunas, Panjang Daun, dan Lebar Daun Anggrek Dendrobium selama Aklimatisasi

Peubah MST Perlakuan KK(%) Jumlah Dauna) 2 tn 10.14 4 ** 12.18 6 ** 14.43 8 ** 14.95 10 ** 16.56 12 ** 17.87 Tinggi Tunas 12 ** 12.7 Panjang Daun 12 tn 24.44 Lebar Daun 12 tn 24.42

Ket: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P>0,05) * = berbeda nyata pada taraf 5% (P<0,05) ** = sangat berbeda nyata pada taraf 1% (P<0,01)

a) Data hasil transformasi (x+0.5)1/2

Persentase Hidup

Persentase tunas yang dapat bertahan hidup terbanyak pada 10 MST dihasilkan dari A3 (serbuk pakis) dengan nilai 100% kemudian menurun pada akhir pengamatan (12 MST) hingga 98%. Persentase hidup yang baik selanjutnya didapat dari M4 (cocopeat) dengan nilai 96%. Sedangkan pada M2 (Sphagnum moss) dan M1 (Arang sekam) masing-masing memiliki nilai 80% dan 66%.

Media M3 dan M4 dapat mempertahankan persentse hidup lebih baik daripada A1 dan A2. Persentase hidup tunas kemungkinan dipengaruhi oleh kemampuan media memegang air. Evaporasi arang sekam kemungkinan lebih besar dari media lain diketahui dari pengeringan yang lebih cepat. Sedangkan kemampuan pegang air pada Sphagnum moss sangat besar, dengan demikian evaporsi menjadi lebih rendah dan mengakibatkan media lebih lembab. Keadaan ini kemungkinan mengakibatkan kerusakan karena persediaan oksigen di dalam media yang sedikit. Media yang terlalu kuat memegang air dapat mengurangi udara dalam media dan persediaan O2 menjadi minim sehingga menimbulkan busuk akar (Sutiyoso, 1997). Selain itu, kerusakan akar mengakibatkan akar tidak dapat menopang tunas dengan baik sehingga tunas menjadi rebah. Cocopeat

dimungkinkan memiliki kemampuan penguapan yang lebih baik dibandingkan

Sphagnum moss walaupun kemampuan menyerap airnya juga tinggi, kemungkinan ini diketahui dari permukaan media yang lebih kering dibanding

31

sphagnum moss yang masih basah. Yanti (2007), menyatakan bahwa penggunaan media yang menyimpan banyak air pada daerah dengan kelembapan udara tinggi tidak dianjurkan. Sifatnya yang selalu basah mengundang penyakit busuk akar dan busuk tunas anakan.

Akar tanaman anggrek berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi akar lekat dan akar udara. Akar lekat berfungsi untuk melekatkan/menguatkan tubuh tanaman pada media, sedangkan akar udara berfungsi untuk mengambil air dan unsur hara dari lingkungan tempat tumbuhnya (Gunadi, 1977). Kerusakan akar dapat mengganggu fungsi akar dalam menyerap unsur hara dan air, terutama pada pembibitan yang biasa menggunakan media remah seperti serbuk pakis dan cacahan kaliandra. Penetrasi akar ke dalam media remah ketika pembibitan menjadi tidak baik seperti pernyataan Lakitan (2004), bahwa wilayah eksplorasi akar memungkinkan kontak dengan air dan unsur hara. Eksplorasi akar memegang peranan penting karena pot yang digunakan ketika pembibitan berukuran kecil, sehingga media yang tertampung sedikit pula. Akar akan menembus ke dalam media untuk mencari air. Sedangkan penyerapan air dan unsur hara dilakukan oleh bulu-bulu akar.

Serbuk pakis menunjukkan persentase hidup tunas paling tinggi. Hal ini dimungkinkan karena daya pegang air yang lebih baik dibandingkan arang sekam dan evaporasi yang lebih tinggi dibanding sphagnum moss. Keadaan ini menyerupai cocopeat yaitu permukaan atas media yang lebih kering daripada bagian bawah sehingga tidak menyebabkan kerusakan akar yang terlalu parah seperti sphagnum moss. Berdasarkan pengamatan visual, serbuk pakis paling sedikit ditumbuhi cendawan dibanding media lain.

Jumlah Daun

Hasil percobaan pada tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan sangat nyata mempengaruhi jumlah daun dimulai pada 4 MST hingga akhir pengamatan. Rataan jumlah daun terbanyak diperoleh dari perlakuan serbuk pakis (2,3 helai) hingga akhir pengamatan walaupun tidak berbeda nyata dengan cocopeat.

Kerusakan akar kemungkinan mempengaruhi jumlah daun pada media perlakuan sphagnum moss sehingga lebih rendah dibandingkan serbuk pakis dan cocopeat. Kerusakan akar tersebut tidak mendukung tanaman untuk menyerap

32

hara seperti pernyataan Gunadi (1977) bahwa salah satu fungsi akar anggrek yaitu menyerap unsur hara dan air. Selain itu, kerusakan akar juga menyebabkan tanaman menjadi rebah sehingga daun menyentuh media. Keadaan ini mengakibatkan daun mudah terserang penyakit kemudian menjadi busuk dan mati. Tanaman yang terinfeksi Fusarium berakibat akar rusak dan pangkal batang busuk sehingga mudah rebah (Semangun, 2004).

Jumlah daun pada arang sekam menjadi semakin sedikit karena sifat media yang cepat kering. Hal ini dimungkinkan karena fungsi akar sebagai alat penyerap hara dan air, seperti pernyataan Gunadi (1977), untuk mensuplai kebutuhan tidak berfungsi maksimal. Media yang kering karena penguapan akibat suhu tinggi dapat mengakibatkan pembentukan daun menjadi terhambat. Lakitan (1996), mengungkapkan kadar air kurang dari 90% menyebabkan pembesaran sel daun terhambat dan akan berhenti apabila kadar air mencapai 70-75%.

Tabel 6. Pengaruh Komposisi Media Aklimatisasi Terhadap Rataan Jumlah Daun Anggrek Dendrobium selama 12 MST

MST

Media* 4 6 8 10 12

A1 1.96b 1.79b 1.72b 1.66c 1.62c

A2 2.08a 2.08a 2.06a 2.01b 2.02b

A3 2.13a 2.17a 2.17a 2.21a 2.30a

A4 2.13a 2.11a 2.11a 2.14ab 2.18ab

Ket: Rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan α=0,05.

MST: Minggu Setelah Tanam * = Data hasil transformasi (x+0,5)1/2

Arang sekam (A1), Sphagnum moss (A2), Serbuk pakis (A3), Cocopeat (A4)

Tinggi Tunas, Panjang Daun, dan Lebar Daun

Hasil percobaan pada tabel 7 menunjukkan bahwa tinggi tunas tertinggi didapat dari serbuk pakis (M3) dengan rataan 13,14 mm tetapi perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan cocopeat (M4) dengan rataan 12.50 mm. Sedangkan media yang menghasilkan tanaman dengan tinggi terendah dihasilkan dari arang sekam (M1) dengan rataan 10.18 mm dan tidak berbeda nyata dengan Sphagnum moss (M2) dengan rataan 10.75 mm. Pertumbuhan tinggi tanaman dimungkinkan karena pengaruh serapan air dan hara, baik melalui daun maupun akar. Selain itu,

33

faktor serangan penyakit juga mempengaruhi yaitu mengakibatkan metabolisme menjadi terganggu. Wiyono (2007), menyatakan bahwa penyakit tanaman menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi.

Perlakuan masing-masing media pada akhir pengamatan (12 MST) berpengaruh tidak nyata terhadap panjang dan lebar daun dengan rataan tertinggi 41,95 mm diperoleh dari Sphagnum moss dan 10,74 mm dari serbuk pakis.

Tabel 7. Pengaruh Komposisi Media Aklimatisasi Terhadap Rataan Tinggi Tunas, Panjang Daun, dan Lebar Daun Anggrek Dendrobium pada 12 MST

Media Tinggi Tunas

(mm) Panjang Daun (mm) Lebar Daun (mm) A1 10.18b 40.91a 9.52b A2 10.75b 41.95a 10.55ab

A3 13.14a 40.57a 10.74a

A4 12.50a 40.29a 10.27ab

Ket: Rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan α=0,05.

MST: Minggu Setelah Tanam

Arang sekam (A1), Sphagnum moss (A2), Serbuk pakis (A3), Cocopeat (A4)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 8. Keragaan Akhir Pengamatan Media Aklimatisasi pada Minggu ke-12: Arang sekam (a), Sphagnum moss (b), Serbuk pakis (c), Cocopeat (d).

Gambar 9 memperlihatkan keragaan tanaman hasil aklimatisasi pada akhir pengamatan (12 MST). Bibit pada arang sekam dan sphagnum moss terlihat

34

kurang vigor dan banyak bibit yang gugur daun. Sedangkan pada serbuk pakis dan sphagnum moss pertumbuhan bibit terlihat baik ditandai dengan tanaman yang vigor dan daun berwarna hijau.

Gambar 9. Keragaan Tunas Anggrek Dendrobium Akhir Aklimatisasi pada 12 MST pada Berbagai Media Aklimatisasi.

Gambar 10 menunjukkan keragaan bibit pada akhir pengamatan aklimatisasi (12 MST) yang diambil secara acak. Bibit yang ditanam pada media arang sekam terlihat kurang baik pertumbuhannya dibandingkan bibit pada media lain. Jumlah daun tidak banyak dikarenakan gugur daun, kurang vigor dan akarnya tidak sehat karena penyakit. Bibit yang baik diperoleh dari media tanam serbuk pakis, dan hasil bibit yang mendekati bibit pada serbuk pakis yaitu

Dokumen terkait