• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Gambaran Umum Proses Seleksi Saham Syariah

1. Perekonomian Dunia

Perkembangan ekonomi global pada tahun 2011 diwarnai oleh peningkatan ketidakpastian yang muncul akibat berlarutnya penyelesaian krisis utang dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan ekonomi di negara maju. Di AS, sejumlah indikator menunjukkan proses pemulihan ekonomi tidak sekuat yang diperkirakan. Sementara itu di Eropa, berlarut-larutnya penanganan krisis utang semakin memperburuk kondisi sektor keuangan dan pemulihan ekonomi di kawasan itu. Meningkatnya ketidakpastian di dua kawasan negara maju tersebut telah memicu gejolak di pasar keuangan global dan ditambah dengan terjadinya bencana alam di Jepang dan krisis geopolitik di kawasan Timur Tengah, memperlemah proses pemulihan ekonomi global tahun 2011.

Pada awal tahun, optimisme mengenai semakin baiknya proses pemulihan ekonomi global sangatlah tinggi. Pada Januari 2011, IMF merevisi ke atas angka perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun 2011 menjadi 4,4%, setelah pada Oktober 2010 diperkirakan mencapai 4,2%. Perkiraan pertumbuhan yang berada di atas rata-rata historisnya tersebut menunjukkan adanya harapan mengenai percepatan proses pemulihan ekonomi global pada waktu itu. Namun, memasuki semester II tahun 2011, pesimisme pemulihan global mulai muncul seiring dengan meningkatnya ketidakpastian akibat penanganan krisis utang di Eropa yang berlarut-larut dan terhambatnya pemulihan ekonomi AS. Pada Oktober 2011 IMF merevisi ke bawah angka perkiraan pertumbuhan

global tahun 2011 menjadi hanya 4%, kembali tumbuh di bawah level normalnya.

Gejolak di pasar keuangan tidak hanya terjadi di negara maju, namun juga berdampak langsung ke pasar keuangan di negara-negara emerging markets. Memburuknya sentimen negatif di pasar keuangan global semakin mendorong investor global melakukan pelepasan investasi pada surat utang pemerintah negara maju (proses deleveraging), terutama negara- negara yang mengalami krisis. Pada saat bersamaan, tingginya ketidakpastian dan persepsi risiko juga mendorong investor global melakukan pengalihan investasi ke instrumen keuangan yang dianggap lebih aman dan likuid (flight to quality), seperti surat utang pemerintah dan mata uang dolar AS. Melalui dua proses yang bersamaan ini, krisis di negara maju telah mengakibatkan keketatan likuditas dan jatuhnya harga aset-aset keuangan global. Pasar keuangan di negara- negara emerging markets juga tidak terlepas dari imbas gejolak di pasar keuangan negara maju tersebut. Proses deleveraging dan perilaku flight to quality juga mendorong investor global melikuidasi dan menarik kembali sebagian dananya yang ditanamkan di emerging markets untuk menjaga likuiditasnya ataupun karena meningkatnya persepsi risiko global. Pembalikan arus modal asing tersebut telah menimbulkan jatuhnya harga saham dan obligasi serta memberikan tekanan pelemahan terhadap nilai tukar di negara-negara emerging markets, khususnya pada semester

II-2011. Memburuknya kondisi pasar keuangan global tercermin pada penurunan harga aset keuangan dengan volatilitas yang cukup tinggi.34

Grafik 4.1 Perubahan Indeks Harga Saham 2011

Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2011 Grafik 4.2 Volatilitas Pasar Keuangan Global

Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2011

34

Pasar keuangan global menunjukkan pemulihan sepanjang tahun 2012 yang ditunjukkan oleh kembali meningkatnya harga aset keuangan. Sebagian besar negara baik negara-negara maju maupun negara- negara emerging market, mengalami kenaikan harga saham dan obligasi. Namun, dalam perkembangannya kenaikan harga aset keuangan tersebut tidak terjadi secara terus menerus sepanjang tahun. Dalam beberapa periode, terutama di triwulan II 2012, harga aset keuangan sempat mengalami koreksi tajam, sejalan dengan memburuknya persepsi risiko dan sentimen pasar. Meskipun risiko pasar keuangan global masih tinggi, perkembangan harga aset sepanjang tahun relatif lebih stabil yang tercermin pada turunnya volatilitas harga.

Peningkatan kinerja pasar keuangan global terutama didukung oleh pertumbuhan harga aset di negara- negara berkembang. Kinerja positif pasar keuangan negara-negara berkembang sejalan dengan fundamental ekonomi yang lebih solid. Sementara itu, pertumbuhan harga aset keuangan yang tinggi di negara-negara maju di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih rentan, ditopang oleh besarnya likuiditas terkait berbagai kebijakan quantitative easing bank sentral di negara-negara maju. Kebijakan quantitative easing tersebut selain meredakan tekanan likuiditas juga meningkatkan kepercayaan pelaku pasar dan investor serta menurunkan tingkat risiko. Kondisi tersebut mendorong pembelian aset- aset keuangan, termasuk aset yang lebih berisiko seperti saham. Bahkan, besarnya likuiditas yang dikeluarkan bank sentral di negara-negara maju

tercermin pada ekspansi neraca masing-masing bank sentral, juga mengalir ke pasar keuangan negara berkembang. Pada tahun 2012, aset the Fed meningkat sekitar 42%, aset ECB meningkat 10,9%, sementara aset BOJ meningkat 9,3% .

Perkembangan di bursa saham global tidak terlepas dari pergerakan indikator risiko di pasar keuangan global. Penurunan tingkat risiko dan membaiknya risk appetite investor global terindikasi pada tren penurunan credit default swap (CDS) dan volatilitas harga di pasar keuangan global. Perkembangan serupa juga terjadi di pasar obligasi yang tercermin dari pergerakan imbal hasil baik obligasi negara-negara emerging market maupun obligasi negara-negara maju, termasuk negara- negara yang terkena krisis utang. Selain itu, tingkat likuiditas pasar keuangan global juga membaik yang diindikasikan oleh penurunan selisih suku bunga LIBOR terhadap overnight index swap (OIS), meski demikian, selisih suku bunga tertinggi dan terendah dari 16 bank Eropa, sebagai gambaran counterparty risk’, mengalami peningkatan.

Solidnya pasar keuangan global dan meningkatnya toleransi terhadap tingkat risiko mendorong investor membeli aset-aset keuangan negara-negara emerging market. Bursa saham di negara-negara emerging market Asia mencatat net foreign buy pada triwulan I 2012. Sejalan dengan derasnya aliran modal masuk tersebut, nilai tukar negara-negara

emerging market Asia secara umum cenderung menguat terhadap dolar AS

35

.

Pasar keuangan global tahun 2013 masih diliputi ketidakpastian seiring pengaruh beralihnya arus modal dunia dari negara-negara EM ke negara-negara maju. Ketidakpastian terutama dirasakan sampai dengan triwulan III 2013 yang dipicu oleh belum jelasnya prospek ekonomi Kawasan Eropa dan rencana tapering off the Fed. Pada periode ini, kinerja pasar keuangan, terutama di negara-negara EM, berada dalam tren menurun dipengaruhi aliran keluar modal asing di negara-negara EM. Pada triwulan IV 2013, perbaikan kinerja pasar keuangan mulai terlihat terutama ditopang oleh kenaikan harga aset di bursa saham negara-negara maju. Sebaliknya, indeks komposit bursa saham negara-negara EM di Asia masih menurun akibat sentimen negatif tapering off yang mendorong terjadinya aliran keluar modal dari negara-negara EM. Sementara itu, imbal hasil obligasi sebagian besar negara mengalami kenaikan, termasuk United States Treasury (UST) bill (10 tahun/ 10Y) seiring dengan perilaku menghindari risiko (risk off) para investor global yang lebih memilih memegang uang tunai menyusul ketidakpastian rencana pengurangan stimulus moneter tersebut.

Ketidakpastian di pasar keuangan global tercermin pada kinerja pasar modal. Pada semester I 2013, kinerja pasar modal global menurun akibat sentimen negatif terhadap beberapa hal seperti downgrade credit

35

rating negara Inggris, krisis di Siprus, kekhawatiran pemilu Italia, belum terselesaikannya kompromi politik terkait debt ceiling dan automatic spending cut (sequester) di AS, serta spekulasi tapering off. Penurunan kinerja terlihat di Eropa sebagaimana tercermin dari menurunnya kinerja bursa saham, melebarnya yield spread government bond, dan meningkatnya Credit Default Swap (CDS) sovereign negara Eropa. Di Asia, penurunan kinerja ditandai dengan koreksi di bursa saham sebagaimana menurunnya Morgan Stanley Composite Index (MCSI) negara-negara EM Asia, meningkatnya CDS sovereign dan Emerging Markets Bond Index Global (EMBIG), serta melemahnya indeks mata uang regional Asia (Asia Dollar Index) terhadap dolar AS.

Kinerja pasar modal sempat membaik pada semester II 2013, meskipun secara umum masih turun. Perbaikan tersebut terjadi pada awal semester II 2013 yang merupakan sentimen positif terhadap kebijakan terkait stimulus moneter (quantitative easing/ QE) dari BOJ, tercapainya resolusi krisis di Siprus, pernyataan Bernanke terkait penundaan tapering off dan komitmen ECB untuk menjaga level suku bunga tetap rendah. Namun demikian, bursa saham global kembali terkoreksi secara tajam dipicu rilis data ekonomi dunia yang di bawah perkiraan dan belum adanya kejelasan bentuk reformasi struktural yang diusung dalam program kerja Abenomics.

Perbaikan kondisi pasar tenaga kerja dan ekspektasi berlanjutnya pemulihan ekonomi AS tidak mendapat respons positif dari pelaku pasar,

tertutup oleh rencana tapering off the Fed yang dikhawatirkan akan mengurangi ekses likuiditas global. Risiko di pasar keuangan global yang meningkat tercermin dari meningkatnya volatilitas disertai dengan koreksi tajam bursa saham Nikkei, bursa saham negara-negara EM Asia, bursa saham Eropa, dan bursa saham Amerika. Koreksi tajam di bursa saham dipercepat oleh spekulasi tapering off yang akan dilakukan lebih awal sehingga mendorong aksi jual investor global di pasar keuangan negara-negara EM. Aksi ini pada gilirannya memberi tekanan depresiasi terhadap mata uang negara-negara EM Asia (Asia Dollar Index), termasuk Indonesia.

Pada akhir tahun 2013, tekanan di pasar keuangan Asia mereda. Hal ini seiring dengan perkembangan positif pada sektor manufaktur China yang menjadi landasan bagi perkembangan bursa saham global. Selain itu, bursa saham Asia kembali mencatat net inflow dari nonresiden dan yield spread obligasi negara EM dengan US Treasury telah kembali menyempit sejalan dengan berakhirnya partial shutdown oleh pemerintah AS. Perkembangan tersebut telah memberikan daya dorong bagi penguatan mata uang negara-negara Asia terhadap dolar AS meski dengan volatilitas yang meningkat pada akhir 2013.36

2. Perekonomian Indonesia

Dokumen terkait