• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender

BAB 2 PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER

2.2 Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender

Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) merupakan serangkaian cara sistematis untuk mengintegrasikan perspektif gender di dalam proses perencanaan dan penganggaran, meliputi pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki (KPPPA, 2010: 4). PPRG dilakukan untuk menjamin keadilan dan kesetaraan gender bagi laki-laki dan perempuan dalam aspek akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan.

Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender bukanlah proses yang terpisah dari sistem perencanaan dan penganggaran yang ada, tetapi lebih merupakan instrumen untuk meningkatkan kualitas dokumen perencanaan dan penganggaran. Hal penting dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan adalah mewajibkan penggunaan analisis gender dalam menyusun kebijakan strategis dan kebijakan operasional (KPPPA, 2010:1). Dokumen kebijakan pembangunan meliputi RPJPN, RPJMN, Renstra K/L, RKP, Renja K/L yang dioperasionalkan melalui RKA K/L dan DIPA. Dokumen kebijakan tersebut menjadi dasar/payung penyusunan program dan kegiatan yang responsif gender.

Pelaksanaan PPRG di K/L mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran secara nasional.

Siklus dimulai dengan penyusunan Renja K/L di November-Desember tahun sebelumnya - April, dan dilanjutkan dengan diterimanya pagu indikatif, dan berakhir setelah keluarnya DIPA di Agustus-Desember tahun yang sama.

Penyusunan PPRG mempunyai tujuan untuk:

1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pengambil keputusan tentang pentingnya isu gender dalam kebijakan pembangunan dan pentingnya upaya untuk mempercepat terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender sesuai dengan tugas dan fungsi K/L.

2. Memastikan bahwa alokasi anggaran pembangunan dan belanja negara/pengeluaran pembangunan akan menjamin adanya manfaat yang adil bagi kesejahteraan laki-laki dan perempuan.

3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran, serta membangun transparansi anggaran dan akuntabilitas pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan.

4. Membantu mengurangi kesenjangan gender dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan atau laki-laki dalam pembangunan.

5. Meningkatkan partisipasi masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dalam penyusunan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

6. Menjamin agar kebutuhan dan aspirasi laki-laki dan perempuan dari berbagai kelompok sosial (berbagai jenis kelamin, usia, ras, suku, dan lokasi) dapat diakomodasikan ke dalam belanja/pengeluaran (lihat KPPPA, 2010:9).

Di dalam siklus pembangunan yang utuh, PPRG secara otomatis juga akan mencakup aspek pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi yang akan dilaporkan di dalam sistem pemantauan dan evaluasi. PPRG tidak berarti bahwa aspek gender hanya akan ada di tahapan perencanaan dan penganggaran saja tetapi harus dimaknai sebagai satu siklus pembangunan yang utuh. Integrasi perspektif gender di setiap tahapan pembangunan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sebagai berikut:

1. Tahap analisis situasi, yaitu dengan mengidentifikasi perbedaan potensi dan kebutuhan, akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat sumber daya pembangunan pada laki-laki dan perempuan dengan menggunakan data-data gender. Dilakukan eksplorasi norma gender, relasi gender, dan berbagai bentuk ketidaksetaraan antar kelompok, serta pengaruh dan dampaknya terhadap kebijakan/program pembangunan.

2. Tahap perencanaan dan penganggaran, yaitu dengan memperhatikan aspek gender di dalam perumusan setiap kebijakan/program/kegiatan.

3. Tahap pelaksanaan kegiatan, yaitu dengan memperhatikan partisipasi laki-laki dan perempuan secara bermakna dan seimbang atau dengan berpihak pada salah satu kelompok yang lebih membutuhkan (afirmasi).

4. Tahap pemantauan dan evaluasi, yaitu dengan menggunakan berbagai indikator yang sensitif gender, data terpilah gender, dan menganalisis dampak/manfaat kebijakan/program terhadap laki-laki dan perempuan.

5. Tahap pelaporan. Aspek gender juga dapat menjadi bagian dari pelaporan sebagai bentuk akuntabilitas kinerja, yaitu dengan melaporkan besaran ARG dan menunjukkan temuan dan praktek baik/buruk terkait PUG melalui PPRG. Upaya ini juga menjadi marketing strategy dalam mempromosikan kesetaraan gender dan mendorong sektor lain untuk melaksanakan PUG melalui PPRG.

Perencanaan responsif gender akan menghasilkan Anggaran Responsif Gender (ARG), di mana kebijakan pengalokasian anggaran disusun untuk mengakomodasi kebutuhan yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. ARG dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

1. Anggaran khusus target gender adalah anggaran yang bersifat afirmatif, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok yang lebih tertinggal dibandingkan kelompok lainnya berdasarkan hasil analisis gender. Contoh anggaran khusus target gender antara lain:

a. Anggaran pendidikan politik bagi perempuan;

b. Anggaran pemberdayaan ekonomi perempuan;

c. Anggaran pelibatan laki-laki dalam pencegahan KDRT; dan d. Anggaran peningkatan kesertaan KB pria.

2. Anggaran kesetaraan gender adalah anggaran untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan gender. Melalui analisis gender dapat diketahui adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan serta adanya kesenjangan relasi antara laki-laki

dan perempuan dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap sumber daya pembangunan. Contoh anggaran kesetaraan gender antara lain:

a. Anggaran pembangunan infrastruktur yang didesain responsif terhadap kebutuhan laki-laki dan perempuan;

b. Anggaran penanganan pengungsi korban bencana yang dialokasikan dengan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan. Perempuan memiliki kebutuhan spesifik, khususnya terkait kesehatan reproduksi yang seringkali terabaikan dalam penanganan bencana. Tempat penampungan pengungsi dan hunian sementara yang dibangun dengan mengakomodasi kebutuhan khusus perempuan, misalnya tersedia ruang berganti pakaian, menyusui, dan sarana MCK dan air bersih; dan

c. Anggaran penyediaan sarana produksi pertanian yang aman dan ramah bagi perempuan; dan

d. Anggaran peningkatan kapasitas pelaku industrial terkait kesetaraan di tempat kerja.

3. Anggaran pelembagaan PUG adalah anggaran yang bersifat enabler, ditujukan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan PUG dan menginternalisasi PUG di dalam proses bisnis K/L. Dalam hal ini K/L dapat mengalokasikan anggaran khusus. Contoh anggaran pelembagaan PUG antara lain:

a. Anggaran sosialisasi dan advokasi PUG di K/L;

b. Anggaran penyusunan data terpilah gender;

c. Anggaran koordinasi PUG dan PPRG;

d. Anggaran pelatihan PUG dan PPRG; dan

e. Anggaran penyusunan kebijakan/peraturan untuk mendukung pelaksanaan PUG di internal K/L.

ARG bekerja dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan dan laki-laki, dan kemudian menganalisa apakah alokasi anggaran tersebut telah menjawab kebutuhan perempuan dan kebutuhan laki-laki secara seimbang. Oleh karena itu ARG melekat pada struktur anggaran (program, kegiatan, dan output/suboutput) yang ada dalam RKA-KL. Sebuah output yang dihasilkan oleh kegiatan akan mendukung pencapaian outcome (hasil) program, hanya saja muatan subtansi/materi output yang dihasilkan tersebut dilihat dengan sudut pandang gender.

ARG berfokus pada bagaimana anggaran keseluruhan dapat memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan

1. ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan 2. ARG bukan berarti alokasi anggaran 50% laki-laki dan 50% perempuan 3. ARG tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk

perempuan

4. ARG tidak berarti hanya terdapat pada kegiatan khusus pemberdayaan perempuan

5. Tidak harus semua kegiatan dikoreksi agar menjadi responsif gender, namun ada juga kegiatan yang netral gender

Dokumen terkait