• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KAWASAN TEPIAN AIR

Dalam dokumen Buku Ajar Ekologi Kawasan Tepian Air (2) (Halaman 119-124)

Materi Pertemuan Minggu VI - VIII

PERENCANAAN KAWASAN TEPIAN AIR

1.Standar –Standar, Peraturan Pemerintah Pada Daerah Aliran Sungai

Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah hujan ke dan au atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

Sempadan sungai atau floodplain terdapat di antara ekosistem sungai dan ekosistem daratan. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai didefinisikan sebagai kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai bahwa fungsi pengaturan sempadan sungai sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Pengertian daerah sempadan sungai menurut kebijakan ini adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai, sedang pengertian bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan kanan palung sungai.

Dalam Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai diungkapkan bahwa daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak

Ekologi Kawasan Tepian Air 120

dibebaskan. Oleh karena itu, pengelolaan sungai mensyaratkan adanya penataan bantaran sungai sebagai dataran banjir.

2. Standar Dan Peraturan Yang Terkait Dengan Pembangunan Di Wilayah Das Dan Pantai

Peraturan perundang-undangan yang terkait dalam perencanaan daerah aliran sungai yang perlu diperhatikan ialah:

1. Kepres 32/1990 tentang pengolahan kawasan lindung

a. Garis sempadan pantai 100 m diukur dari pasang tertinggi.

b. Garis sempadan sungai di luar daerah permukiman minimun 100 meter di kiri-kanan sungai besar, minimum 50 meter di kiri-kanan anak sungai

c. Garis sempadan sungai di daerah permukiman, sempadan sungai cukup untuk membangun jalan inspeksi 10-15 m

2. Berdasarkan Permen PU No. 63/PRT/1993,

a. Sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul, sedangkan sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

b. Sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dihitung dari tepi sungai ditetapkan,

1) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis sempadan minimum 10 m,

2) sungai yang mempunyai kedalaman 3 m – 20 m, garis sempadan minimum 15 m,

3) sungai yang memiliki kedalaman lebih dari 20 m, garis sempadan minimum 30 m.

3. Akses (Ditjen Cipta Karya, 2000)

a. Akses untuk kendaraan berada di antara batas terluar sempadan tepian air.

b. Setiap 300 m ada jalan akses ke tepian air c. Jalan bebas dari parkir roda empat

d. Lebar minimum tiga meter. 4. Peruntukan lahan

a. Peruntukan berdasarkan jenjang

1) Penggunaan dan ketergantungan dengan air (water dependent uses)

2) Ketergantungan dengan adanya air (water related) 3) Tidak tergantung dengan air (independent water uses)

Ekologi Kawasan Tepian Air 121

b. Kemiringan lahan di area publik 0-15%

c. Jarak area terbangun dengan fasum/fasos maksimal 2 km. 5. Bangunan di tepian pantai

a. Kepadatan maksimum 25%

b. Tinggi maksimum 15 m dari muka tanah c. Orientasi menghadap air

d. Bidang bangunan transparan agar dapat memanfaatkan view.

e. Di area sempadan boleh tempat ibadah, toilet umum, pos penjaga pantai, bangunan tempat berteduh tanpa dinding.

f. Di area sempadan hanya taman, ruang publik, tempat bermain dan tempat duduk.

g. Tidak boleh ada pemagaran fisik, boleh pagar alami, tanaman hijau maksimum satu meter.

3. Pengembangan Penataan Dan Perencanaan Wilayah Tepian Air

Konsep Bangunan Sederhana Pada Kawasan Pesisir

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 15/Permen/M/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Nelayan, butir ketiga mengenai ”Perencanaan Kawasan Nelayan”. Perencanaan dalam Penyelenggaran perlu mempertimbangkan:

1. Penataan ruang kawasan nelayan yang memperhatikan dan memberikan karakteristik spesifik bagi desa-desa pantai agar dapat memberikan keseimbangan dan keserasian interaksi dengan kegiatan fungsi kelautan dan perikanan.

2. Pengembangan desain lingkungan dan rumah yang spesifik (tradisional) dan memiliki nilai jual sebagai objek wisata.

Pola dan tata letak tapak perumahan di kawasan pesisir umumnya terbentuk karena adanya penyesuaian dengan kondisi alam.

Perencanaan hendaknya tidak mempertimbangkan aspek kebutuhan fisik rumah bagi masyarakat pesisir, tetapi perlu mempertimbangkan aspek kebutuhan fisik yang terkait kuat dari sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakatnya. Perlu mempertimbangkan proses perencanaan

Ekologi Kawasan Tepian Air 122

untuk meningkatkan peran serta masyarakat, khusus minat masyarakat kelompok sasaran pesisir untuk tetap bersemangat dalam membangun perumahan dan pemukiman. Mempertimbangkan proses perencanaan yang dapat meningkatkan ekonomi keluarga dan kesehatan keluarga.

Kebijakan Penataan Ruang di Wilayah Pesisir

Penataan ruang merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup melalui upaya pengelolaan kawasan. (Menkimpraswil, 2003) menjelaskan pendekatan penataan ruang dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah terdiri atas tiga proses yang saling berkaitan, yakni:

Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah yang merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability).

Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionaliasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri; dan Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat besar serta menyediakan berbagai jasa lingkungan. Penataan ruang di wilayah pesisir menjadi faktor penting dalam pengelolaan wilayah pesisir yang efektif dan efisien.

Pedoman-Pedoman Perencanaan Untuk Pembangunan Di Kawasan Tepian Air (Pantai). (White, 1993; Wrenn, 1983; Sastrawati, 2003; Kumurur, 2001) antara lain :

Ekologi Kawasan Tepian Air 123

a. Untuk bangunan water dependent uses seperti marina, tambatan perahu, dermaga, rekreasi air dapat ditempatkan di daerah sempadan pantai.

b. Bangunan non dependent uses seperti gedung konvensi, mall, pabrik harus ditempatkan di luar sempadan pantai.

c. Sempadan untuk area tepian air diisi dengan green belt mangrove, sebagai open space atau tempat rekreasi.

d. Pada area Sempadan tepian air, bangunan tidak menghalangi pandangan ke laut, titik melampaui 7 m, maksimum dua lantai.

Menurut Siahaan (2008), dasar dari konsep pelestarian dan pengembangan kawasan tepian air adalah upaya pencegahan terjadinya perusakan dan upaya penanganan yang berkelanjutan terhadap bagian kota yang terletak di antara daratan dan perairan. Kawasan tepian air yang dimaksud adalah kawasan yang belum menjadi area terbangun. Landasan desain pelestarian dan pengembangan kawasan tepian air, dengan cara membagi kawasan kedalam dua bagian yaitu:

1) Kajian karakteristik global kawasan tepian air dengan kriteria obyek kajian mengacu pada kawasan yang terletak di tepi air, tepi sungai, tepi kanal, maupun tepi laut, dan

2). Kajian desain kawasan tepian air secara sintesa. Untuk mengetahui temuan kajian skema hasil analisis dikelompokkan dalam suatu kesamaan sifat.

Karakteristik global kawasan diketahui dengan melakukan perbandingan dengan kawasan tertentu, yaitu desain konservasi, preservasi, redevelopment, dan desain development.

Ekologi Kawasan Tepian Air 124

Dalam dokumen Buku Ajar Ekologi Kawasan Tepian Air (2) (Halaman 119-124)