BAB IV LAPORAN KASUS
D. Perencanaan
Berdasarkan masalah keperawatan pertama pada klien dengan nyeri akut, maka penulisan membuat rencana tindakan keperawatan dengan tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan nyeri akut berkurang. Dengan kriteria hasil nyeri terkontrol pada skala 2-3, tidak ada nyeri saat mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV dalam batas normal TD : 110/70-120/80 mmHg, Nadi : 60-100x/menit, Pernafasan : 16-24x/menit.
Rencana keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal adalah sebagai berikut, lakukan pengkajian nyeri sebelum tindakan dan sesudah tindakan (guided imagery) dengan rasional informasi akan memberikan data dasar untuk menentukan pilihan keefektifan intervensi. Ajarkan tentang guided imagery (sesuai jurnal) dengan rasional mengalihkan nyeri. Kolaborasi dengan dokter saat pemberian analgentik dengan rasional untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat secara segera. Monitor vital sign dengan rasional perubahan TTV merupakan indikator nyeri. Memberikan posisi semi flower dengan rasional untuk memberikan kenyamanan untuk pasien.
Berdasarkan masalah keperawatan kedua pada klien hambatan mobilitas fisik, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi. Dengan kriteria hasil
dapat memindahkan atau menggerakkan tanggannya dan pergelangan tangannya sedikit-sedikit, gerakan otot tangan kiri 4-5.
Rencana keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot adalah sebagai berikut. Kaji kemampuan pasien dalam mobilitas dengan rasional mengidentifikasi kekuatan otot atau kelemahan dan memberi informasi tentang pemulihan. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dengan rasional untuk mengetahui terapi yang tepat untuk pasien untuk mempercepat pemulihan. Lakukan latihan ROM aktif dan pasif dengan rasional melenturkan otot agar tidak kaku dan merangsang kontraksi otot. Intruksikan pasien dan keluarga bagaiman acara melakukan ROM dengan rasional supaya keluarga dapat belajar mandiri untuk mempercepat peningkatan kakuatan otot.
Berdasarkan masalah keperawatan ketiga pada klien kerusakan integritas kulit, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Dengan kriteria hasil mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi.
Rencana keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor adalah sebagai berikut. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dengan rasional untuk meminimalisir terjadinya infeksi. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang
ditutup dengan jahitan dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan luka insisi. Intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah dirumah dengan rasional agar luka tetap bersih. Kolaborasikan dengan dokter saat pemberian antiseptik dengan rasional agar tidak terjadi infeksi luka.
E. Implementasi
Pada hari selasa tanggal 12 Januari 2016 pukul 16:10 WIB, dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:15 WIB, mengajarkan teknikguided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 16:25 WIB, melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapiguided imagery dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 4 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:35 WIB, kolaborasi dengan dokter saat pemberian obat klien merespon mengatakan injeksi (kerorolac, ranitidin, cefitri). Injeksi masuk melalui
selang intra vena, jam 16:45 WIB, memonitor TD, nadi, suhu, RR klien merespon mengatakan mau diperiksa. Pasien terlihat rileks TD 120/80 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC, jam 16:50 WIB, memberikan posisi semi flower dan klien merespon mengatakan mau diberikan posisi semi flower. Pasien tampak rileks.
Setelah itu jam 17:00 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu dengan menkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic, jam 17:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan sebelah kiri, jam 17:20 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 17:30 WIB, konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan keluarga klien merespon mensetujui untuk dilakukan terapi. Pasien mengatakan siap kapan saja dilakukan terapinya.
Setelah itu jam 17:40 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu dengan jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dan klien merespon mengatakan siap menjaga kebersihan di area luka. Pasien tampak menjaga
kebersihan di area luka, jam 17:50 WIB, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan dan klien merespon mengatakan mau dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus, jam 18:00 WIB, intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham, jam 18:10 WIB, kolaborasi dengan dokter saat permberian antiseptik dan klien merespon mengatakan mau direikan obat. Pasien tampak senang
Hari rabu tanggal 13 Januari 2016 jam 09:30 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:35 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 09:45 WIB, melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:50
WIB, memberikan posisi semi flower dan klien merespon mau diberikan posisi semi flower. Pasien tampak rileks.
Setelah itu jam 10:00 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic, jam 10:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan sebelah kiri, jam 10:20 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 10:30 WIB, memonitor TD, nadi, suhu, RR dan klien merespon mengatakan mau diperiksa. Pasien tampak rileks TD 110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC.
Setelah itu jam 10:40 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu dengan membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan dan klien merespon mengatakan mau dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus, jam 10:50 WIB, intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.
Jam 14:15 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 14:20 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 14:30 WIB, melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapi guided imagery dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan.
Hari kamis tanggal 14 Januari 2016 jam 07:30 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 07:35 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 07:45 WIB, melakukan pengkajian
nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan.
Setelah itu jam 07:55 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Pasien tampak mulai mampu melakukan ambulasi dikit demi sedikit, jam 08:05 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan sebelah kiri, jam 08:15 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 08:25 WIB intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.
F. Evaluasi
Hasil evaluasi hari pertama diagnosa pertama, tanggal 12 Januari 2016 dilakukan pada jam 18:30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 130/80 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, berikan posisi semi flower, kolaborasi dengan dokter(pemberian obat).
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 18:45 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 19:00 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan, monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu
membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter saat pemberian antiseptik.
Hasil evaluasi hari kedua diagnosa pertama, tanggal 13 Januari 2016 dilakukan pada jam 11:00 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, berikan posisi semi flower, kolaborasi dengan dokter(pemberian obat).
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 11:15 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 11:30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan, monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter saat pemberian antiseptik.
Hasil evaluasi hari ketiga diagnosa pertama, tanggal 14 Januari 2016 dilakukan pada jam 08:35 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri skala nyeri turun menjadi 1. Respon Objektif pasien tampak rileks dan tenang. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan intervensi.
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 08:50 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisamasalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan, ajarkan pasien dalam ambulasi, ajarkan ROM aktif atau pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 09:05 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan, ajarkan monitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah.
63 BAB V PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang pemberian guided imagery terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post Oprasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di RSUD salatiga . di samping itu penulis akan membahas tentang factor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antar teori dengan kenyataan yang meliputi pengkajian , diagnose keperaatan , intervensi, implementasi, dan intervensi
A. Pengkajian
Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 15:00 WIB didapatkan Ny.S mengalami post ORIF fraktur radius sinistra 1/3 distal. Menurut teori Brunner dan Suddart (2002) dalam Yunuzul (2014), salah satu penatalaksanaan bedah ortopedi pada pasien fraktur adalah ORIF (Open Reduktion and Internal Fixation). ORIF diartikan sebagai stabilisasi tulang patah yang telah direksi dengan sekrub, plat, paku dan pin logam.
Dalam mengkaji karakteristik nyeri ini adapun teori yang digunakan penulis yaitu P (provocate) mengacu pada penyebab nyeri, Q (quality) menjelaskan standart nyeri, R (region) mengacu pada daerah nyeri, S (scale) menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 4-6 menunjukkan nyeri sedang,
untuk skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri 10 menunjukkan nyeri paling hebat, T (time) menjelaskan waktu terjadinya nyeri (Noor, 2014).
Fraktur radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada kondisi klinik bisa berupa fraktur terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur radius tertutup yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Noor, 2014).
Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny.S didapat keluhan utama nyeri pada post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal dengan skala nyeri 6, pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi dan bertambah nyeri saat bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pasien tampak meringis kesakitan saat dikaji. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitikus, pembengkakan lokal dan perubahan warna. Agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal). Menurut Helmi (2013), mendefinisikan nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi alami dari cidera atau trauma yang akan berkuarang secara bertahap seiring waktu, karena nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama rawat inap di rumah sakit dan stress.
Penulis menggunakan skala numerik dimana dalam teori dijelaskan skala penilaian numerik (NRS) lebih digunakan sebagai pangganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10cm (Andarmayo, 2013).
Pengkajian pada pola kesehatan fungsional menurut Gordon. Pola aktivitas latihan selama sakit, klien melakukan aktivitas seperti makan, minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, dibantu orang lain dengan nilai 2 kecuali berpindah pasien bisa sendiri dengan nilai 1. Menurut Ignativicius, Donna D, (2006) dalam Wahid (2013), penurunan aktivitas dan latihan pada pasien fraktur karena adanya nyeri dan keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Pengkajian pada pola istirahat tidur, klien mengatakan ada gangguan istirahat tidur karena nyeri setelah operasi, klien tampak meringis kesakitan. Menurut Lukman dan Ningsih (2009), adanya kesulitan dalam istirahat tidur akibat dari nyeri. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan klien (Wahid, 2013).
Pengkajian pola kognitif perseptual, klien mengatakan tidak ada gangguan penginderaan dan komunikasi, klien mengalami gangguan kenyamanan atau nyeri. Klien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, klien tampak meringis kesakitan. Menurut Ignativicius, Donna D (2006) dalam wahid (2013), bahwa pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktr,
sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. Pada teori dibuktikan salah satu akspresi wajah dari nyeri yaitu adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengidikasikan nyeri meliputi ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretakkan gigi, memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok (Perry & Potter, 2006).
Hasil pengkajian pada pola persepsi dan konsep diri dan pada ideal diri Ny.S mengungkapkan keluh kesahnya di RSUD Salatiga karena Ny.S ingin mendapatkan dukungan dan solusi yang baik buat sakitnya. Hal ini dibuktikan dalam teori bahwa untuk membantu klien mencapai kembali kontrol dan mencapai rasa makna diri dibutuhkan pentingnya dorongan dan pendekatan yang positif pada klien (Brunner dan Suddart, 2002).
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan 20x/menit. Pada klien pasca operasi tanda-tanda vital mengalami ketidak normalan karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk (Muttaqin, 2008). Peningkatan tekanan darah dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan atau terkait dengan penyakit klien. Nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien. Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap nyeri dan dalam upaya meningkatkan suplai oksigen dalam darah. Hal ini dikarenakan nyeri menimbulkan peningkatan penggunaan oksigen, sehingga
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan untuk memenhi kebutuhan tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot kiri 3, ROM terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri aktif, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat.
Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang