• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Masalah Keperawatan

Dalam dokumen PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY (Halaman 78-86)

BAB IV LAPORAN KASUS

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radis sinistra 1/3 distal). Nyeri akut adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual,

potensial, atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Assosiation For The Study Of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diatasi atau diprediksi dan berlangsung kurang 6 bulan (Walkinson, 2009-2011).

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) karena pasien post operasi hari ke 1 dengan keluhan utama nyeri. Data subjektif yang didapatkan nyeri karena post operasi dan bertambah nyeri saat bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul kurang lebih 5-10 menit.

Data objektif pasien tampak kesakitan saat dikaji, keadaan umum composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali permenit, suhu 36,2 derajat celcius, pernafasan 20 kali permenit. Dalam teori, nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain) awitan tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Walkinson, 2011). Sesuai dengan teori, batasan karakteristik nyeri secara subjektif diungkapkan klien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara objektif diungkapkan klien dengan gerakan menghindari nyeri, perubahan autonommik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi sampai kaku), respon-respon autonomik (misalnya diaforasisi,

tekanan darah, pernafasan atau perubahan nadi), perubahan nafsu makan, perilaku ekspresif (misalnya : kegelisahan, merintih menangis, kewaspadaan berlebih, peka terhadap rangsang dan menarik nafas panjang), gangguan tidur (mata terlihat sayu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai) (Walkinson, 2011).

Menurut teori, respon individu terhadap nyeri ditunjukan dengan adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai (Potter dan Perry, 2006). Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) dalam teori Noor (2014), menjelaskan bahwa trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada tulang otot, dan sendi dapat mengakibatkan nyeri berat, khususnya selama beberapa hari pertama pasca operasi.

Diagnosa keperawatan kedua yang penulis angkat adalah hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada bagian ekstremitas didapatkan ekstremitas kiri atas, (dari siku sampai pergelangan tangan), terdapat fraktur radius sinistra 1/3 distal, terpasang elastik bandage akral teraba hangat, kekuatan otot 3. Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena dapat segera atau sekunder akibat pembengkakan atau nyeri (Lukman dan Ningsing, 2009).

Diagnosa keperawatan ketiga yang penulis angkat adalah kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor. Data subjektif yang didapatkan pasien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Data objektif dipergelangan tangan pasien terlihat terdapat jahitan luka post operasi dan ditutup dengan balutan elastic.

C. Perencanaan

Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervensiaon Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification). Menurut Darmawan (2012), Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana keperawatan dapat diselesaikan dengan Spesifik (jelas atau khusus), Measurable (dapat diukur), Achivable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria waktu).

Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal, penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil, pasien melaporkan nyeri berkurang kepada perawat, mempertahankan tingkat nyeri berkurang menjadi 2 keadaan umum baik, ekspresi wajah rileks.

Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) adalah, Observasi nyeri secara komprehensif dan lokasi, karakteristik, durasi

frekuensi, intensitas dan faktor preptasinya. Hal ini sesuai dengan teori Brunner dan Suddart (2002), yang menyatakan deskripsi verbal tentang nyeri, individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara antara lain : intensitas, karakteristik, faktor-faktor yang meredakan nyeri, efek nyeri terhadap aktivitas, dan kekhawatiran individu tentang nyeri.

Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari pada nyeri dengan pengalihan atau pengendalian faktor lingkungan (suhu, ruangan, cahaya) beri teknik guided imagery untuk mengurangi rasa nyeri. Hal ini sesuai dengan teori (tamsuri, 2006) yang menyatakan bahwa salah satu strategi pelaksanaan nyeri nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara teknik guided imagery pada pasien post operasi.

Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil dan pastikan pemberian analgesik. Hal ini disesuaikan dengan pendapat prasetyo (2010) yang menyatakan bahwa mengenai nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah monitor tanda-tanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda-tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital meliputi, suhu, tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, pernafasan dan tekanan

darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh. Adanya perubahan vital misalnya suhu tubuh menunjukkan perubahan sistem kardoivaskuler, frekuensi pernafasan menunjukan fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005).

Intervensi kelima yang dirumuskan penulis adalah berikan posisi semi flower. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri, kenyamanan dengan cara yang kosistensi pada pengalaman subjektif klien, kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry, 2006).

Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil, pasien mampu menggerakan pergelangan tangannya, melakukan aktivitas secara mandiri, kekuatan otot meningkat menjadi 4-5.

Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan mobilitas yang berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah kaji kemampuan pasien dalam mobilitas. Hal ini menurut teori Potter dan Perry (2006), bahwa pengkajian mobilitas klien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh.

Intervensi kedua yang dirumusakn penulis adalah konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Menurut Potter dan Perry (2006), latihan terapeutik diresepkan oleh dokter dan dilakukan dengan bantuan dan panduan ahli terapi fisik atau perawat.

Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah lakukan ROM aktif dan pasif. Menurut Muttaqin (2012), latihan ROM bertujuan untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM. Menurut teori Potter dan Perry (2006), orang yang depresi, khawatir atau cemas, sering tidak tahan melakukan aktivitas. Klien depresi biasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi. Klien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar dalam kekuatan dan kecemasan, jadi mereka mengalami keletihan secara fisik dan emosi.

Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil, pasien mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi.

Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor kulit adalah jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. Menurut teori Yudhityarasati, 2007 untuk meminimalkan terjadinya infeksi yaitu berikut

tanda tanda infeksi : dolor (rasa sakit), rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), fungsiolaesa.

Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan. Hal ini menurut teori Potter (2006), menjelaskan bahwa luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan.Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan.Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah. Hal ini menurut teori Potter (2006), mengungkapkan bahwa cara menjaga luka agar

tetap bersih dan kering yaitu pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh (periulkus) disekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka tetap lembab.

Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah kolaborasikan dengan dokter saat pemberian antiseptik. Menurut teori Yusuf (2009), dalam pemberian obat ada beberapa macam jenis golongan obat yaitu obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.Steroid :akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

Dalam dokumen PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY (Halaman 78-86)

Dokumen terkait