• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Produksi 1 Penjadwalan produks

Dalam dokumen 218775078 Skripsi Rifki Adhi Pratama 06 32160 (Halaman 108-117)

TOTAL Jam

5.11 Perencanaan Produksi 1 Penjadwalan produks

Untuk mendukung proses produksi dynamic compression plate, perlu dilakukan penjadwalan produksi agar waktu produksi tidak melebihi dari jam kerja efektif yang ada serta mampu

mencapai target produksi. Digunakan metode Shortest Processing Time (SPT) untuk menentukan penjadwalan produksi atau penugasan kerja pada tiap mesin. Digunakan metode Shortest Processing Time (SPT) dikarenakan:

a. Menghasilkan total waktu penyelesaian seluruh produk yang paling rendah jika dibandingkan dengan metode lain.

b. Setiap jenis produk atau job memiliki due date penyelesaian yang sama, yaitu 6 hari.

Perhitungan penjadwalan dilakukan dalam enam alternatif batch produksi, dengan mengacu pada waktu permesinan dan jumlah mesin. Penentuan jumlah batch didasarkan dari bilangan faktorial dari 20, yang merupakan target produksi setiap jenis produk. Perhitungan penjadwalan produksi terdapat pada Lampiran 8, sedangkan hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5.25.

92

Tabel 5.25 Penjadwalan Produksi

Penjadwalan Total Waktu Penyelesaian Rata-Rata Waktu Tunggu Produk Frekuensi Pemindahan Bahan Grinding Polishing 1 Polishing 2 CNC – Grinder Grinder – Polisher Total

1 batch 141,27 jam 0,78 jam 0,03 jam 0,02 jam 5 12 17 2 batch 110 jam 1,15 jam 0,08 jam 0,05 jam 12 24 36 4 batch 97,26 jam 1,83 jam 0,12 jam 0,21 jam 22 48 70 5 batch 93,61 jam 2,28 jam 0,67 jam 0,34 jam 25 60 85 10 batch 90,07 jam 5,37 jam 0,6 jam 0,17 jam 50 120 170 20 batch* 89,33 jam 8,97 jam 0,39 jam 0,05 jam 100 100 200 * Untuk 1 batch memiliki ukuran lot sejumlah 20 unit produk/jenis/batch.

Untuk 2 batch memiliki ukuran lot sejumlah 10 unit produk/jenis/batch. Untuk 4 batch memiliki ukuran lot sejumlah 5 unit produk/jenis/batch. Untuk 5 batch memiliki ukuran lot sejumlah 4 unit produk/jenis/batch. Untuk 10 batch memiliki ukuran lot sejumlah 2 unit produk/jenis/batch. Untuk 20 batch memiliki ukuran lot sejumlah 1 unit produk/jenis/batch.

Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa penjadwalan dengan 1 batch memiliki total waktu penyelesaian produk yang melebihi jam kerja mesin tersedia, sehingga penjadwalan tersebut tidak dapat digunakan. Semakin banyak batch yang digunakan dalam perhitungan penjadwalan, makin cepat seluruh produk selesai diproduksi.

Selain total waktu penyelesaian produk, juga dapat diketahui waktu tunggu produk dalam proses poduksi dan juga frekuensi pemindahan material dari satu mesin ke mesin berikutnya. Untuk rata-rata waktu tunggu produk dihitung pada proses grinding dan polishing and cleaning, sedangkan pada proses dengan mesin CNC Milling tidak dilakukan perhitungan karena merupakan proses paling awal. Untuk rata-rata waktu tunggu produk pada proses grinding mengalami pertambahan sesuai bertambahnya jumlah batch. Hal tersebut dikarenakan terjadi bottleneck akibat perbedaan jumlah mesin CNC Milling dan mesin gerinda yang cukup signifikan, sehingga produk dari mesin CNC Milling akan menumpuk di mesin gerinda. Makin sering frekuensi kedatangan produk di mesin gerinda, makin banyak produk yang menumpuk, yang mengakibatkan waktu tunggu produk makin tinggi. Untuk waktu tunggu produk pada proses polishing and cleaning tidak sebesar pada proses grinding karena jumlah mesin yang digunakan lebih banyak, yaitu 2 unit.

Peningkatan juga terjadi pada frekuensi pemindahan material antar mesin. Perpindahan material terjadi pada mesin CNC Milling ke mesin gerinda untuk proses grinding, serta dari proses grinding ke proses polishing and cleaning. Makin besar jumlah batch dalam penjadwalan, makin tinggi frekuesi pemindahan material antar mesin karena lot size yang semakin kecil. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penjadwalan dengan 10 batch dan 20 batch memiliki frekuensi pemindahan material yang tinggi, yaitu 170 dan

94

200 kali dalam 6 hari kerja, sehingga dapat dikatakan tidak efektif dan dijadikan prioritas akhir dalam pemilihan penjadwalan.

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan tersebut, penjadwalan yang diusulkan untuk diterapkan adalah penjadwalan dengan 5 batch, dikarenakan memiliki total waktu penyelesaian produk yang lebih kecil dibandingkan dengan penjadwalan 2 dan 4 batch (untuk batch 1 tidak dapat digunakan, sedangkan batch 10 dan 20 menjadi prioritas terakhir). Meskipun frekuensi perpindahan material yang mencapai 85 kali dalam 6 hari, namun waktu yang digunakan terhitung singkat sehingga dapat dikatakan tidak sepadan dengan pengurangan waktu produksi yang melebihi 10 jam antara penjadwalan 2 batch dengan 5 batch. Selain itu, dimensi produk yang kecil tidak terlalu bermasalah pada proses material handling. Penjadwalan 5 batch juga memiliki rata-rata waktu tunggu produk yang besar, sehingga solusi untuk mengurangi rata-rata waktu tunggu, terutama pada proses grinding, adalah dengan menambah jumlah mesin sehingga pendistribusian produk antar proses menjadi lebih lancar dan juga dapat memperpendek total waktu penyelesaian produk.

5.11.2 Kebutuhan tenaga kerja

Untuk memenuhi target produksi tiap minggu dan jam kerja efektif, dalam 1 hari produksi digunakan 3 shift kerja, yang ditampilkan pada Tabel 5.28.

Tabel 5.26 Jadwal Shift Kerja Jadwal shift Jam kerja

I 08.00 – 16.00 II 16.00 – 24.00 II 24.00 – 08.00

Sedangkan kebutuhan tenaga kerja ditampilkan pada Tabel 5.29 Tabel 5.27 Kebutuhan Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Kebutuhan

1 Shift Total

Machining 12 36

Grinding 1 3

Polishing and cleaning 2 6

QC 1

Administrasi 1

Desain 1

Warehousing & Packing 1

Total 49

Untuk karyawan bagian QC, administrasi, desain, warehousing dan packing hanya bekerja selama 1 shift, yaitu pada pukul 8.00 hingga pukul 16.00.

96 BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan pada Bab V, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Proses produksi Dynamic Compression Plate (DCP) terdiri dari 4 tahap, yaitu proses machining, proses cutting, proses grinding, dan proses polishing and cleaning.

2. Mesin yang digunakan dalam proses produksi Dynamic Compression Plate terdiri dari 2 jenis, berupa mesin CNC Milling untuk proses machining dan cutting, mesin gerinda untuk proses grinding dan proses polishing and cleaning. Yang membedakan mesin gerinda pada proses grinding dan proses polishing and cleaning adalah pada proses polishing and cleaning mata pisau mesin gerinda diganti dengan bahan kain untuk menghaluskan produk.

3. Lama waktu proses machining berbanding lurus dengan jumlah lubang pada produk. Untuk lama waktu proses cutting berbanding lurus dengan panjang produk. Sedangkan untuk proses grinding dan polishing lama waktu proses berbanding lurus dengan luas permukaan produk.

4. Dalam satu minggu terdapat 6 hari kerja. Untuk kapasitas produksi Dynamic Compression Plate saat ini adalah 8 unit produk setiap minggunya dengan 8 jam kerja. Sedangkan untuk 14 jam kerja, kapasitas produksi perusahaan adalah 15 unit produk dengan setiap jenis produk diproduksi antara 1 dan 2 unit produk. Kapasitas produksi untuk 24 jam kerja adalah 24 unit produk, dengan jumlah produksi tiap jenis produk antara 2 dan 3 unit produk.

5. Untuk memenuhi target produksi yang diinginkan pemilik industri, sebesar 200 unit produk setiap minggu, diperlukan penyesuaian jumlah mesin dari jumlah yang ada saat ini yaitu 1 unit setiap jenis mesinnya.

Hasil perhitungan menunjukkan jumlah mesin yang diperlukan untuk memenuhi target produksi adalah 12 unit mesin CNC Milling, 1 unit mesin gerinda untuk proses grinding, dan 2 unit mesin gerinda untuk proses polishing and cleaning.

6. Penataan mesin pada proses produksi dynamic compression plate adalah tata letak berdasarkan proses (layout by process) dikarenakan produk yang dihasilkan memiliki banyak varian dan diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil dengan permesinan yang sama.

7. Berdasarkan hasil usulan tata letak, luas area bangunan untuk usulan tata letak kondisi saat ini sebesar 253,6 m2. Sedangkan untuk usulan tata letak kondisi pengembangan memiliki luas area bangunan sebesar 350,8 m2.

8. Penjadwalan produksi menggunakan metode Shortest Processing Time (SPT) karena menghasilkan total waktu penyelesaian seluruh produk yang paling singkat. Selain itu metode SPT sesuai dengan kondisi produksi perusahaan. Penjadwalan dihitung dalam enam alternatif, penjadwalan 1 batch, 2 batch, 4 batch, 5 batch, 10 batch, dan 20 batch. Semakin banyak batch yang digunakan dalam perhitungan penjadwalan, makin cepat seluruh produk selesai diproduksi. Selain total waktu penyelesaian produk, juga dapat diketahui waktu tunggu produk dalam proses poduksi dan juga frekuensi pemindahan material dari satu mesin ke mesin berikutnya. Rata-rata waktu tunggu produk pada proses grinding meningkat sesuai bertambahnya jumlah batch. Peningkatan juga terjadi pada frekuensi perpindahan material antar mesin seiring bertambahnya jumlah batch. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, penjadwalan yang diusulkan untuk diterapkan adalah penjadwalan dengan 5 batch, dengan total waktu penyelesaian produk 93,61 jam. Solusi yang diusulkan untuk mengurangi rata-rata waktu tunggu produk terutama pada proses grinding, adalah dengan menambah jumlah mesin sehingga pendistribusian produk antar proses menjadi

98

lebih lancar dan juga dapat memperpendek total waktu penyelesaian produk.

9. Rancangan tata letak pabrik pembuatan dynamic compression plate (DCP) telah dapat dibuat.

6.2 Saran

1. Untuk kondisi saat ini, perusahaan dapat memilih jam kerja setiap harinya berdasarkan hasil perhitungan kapasitas perusahaan saat ini sesuai target yang diinginkan.

2. Untuk pengembangan pada target produksi yang diharapkan, perlu dipertimbangkan juga mengenai biaya dan kemampuan perusahaan sendiri sehingga nantinya tidak akan memberatkan perusahaan.

3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat disertakan perhitungan biaya dalam pengembangan perusahaan. Selain itu juga dalam penjadwalan dan penentuan kapasitas, dapat mengikutsertakan seluruh jenis produk dynamic compression plate dalam perhitungannya untuk mengetahui pengembangan kapasitas dan penjadwalannya. Selain itu dapat juga dilakukan evaluasi mengenai tata letak produksi dan alternatif pengembangan dan perubahannya.

LAMPIRAN 1

Dalam dokumen 218775078 Skripsi Rifki Adhi Pratama 06 32160 (Halaman 108-117)

Dokumen terkait