BAB 3 Pengumpulan, Penyusunan dan Penetapan Bahan, Data, dan Informasi Dalam
3.3. Perencanaan dan Program Penataan Ruang
Salah satu tugas utama Sekretariat BKPRN adalah mendukung pelaksanaan program kerja Pokja 3 Koordinasi Perencanaan dan Program yang juga berada di bawah wewenang Deputi Bidang Pengembangan Regional.
a. Penerapan Kawasan Aetropolis Bandara Internasional Kertajati
Perda RTRW Provinsi Jawa Barat telah mengamanatkan penyusunan 24 Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Provinsi (KSP), yang salah satunya adalah KSP Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan Kertajati Aerocity yang berada dalam wilayah Kabupaten Majalengka yang merupakan bagian dari Wilayah Pengembangan Ciayumajakuning. Tujuan FGD adalah untuk membahas konsep pengembangan Kawasan Aerotropolis Bandara Internasional Kertajati.
Pengembangan BIJB Kertajati telah sesuai dengan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam RTRWN, Perpres RTR Pulau Jawa-Bali, Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, dan Perda RTRW Kabupaten Majalengka serta sesuai dengan daftar kegiatan strategis RPJMN 2015-2019. Rencana luasan Bandara Kertajati adalah 1.800 Ha dan rencana luasan Kertajati Aerocity/Aerotropolis adalah 3.480 Ha.
Arahan dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat bahwa pengembangan Bandara dan Kawasan Aerotropolis Bandara Kertajati adalah untuk:
1) Pengembangan perekonomian Jawa Barat bagian timur;
2) Menggantikan Bandar Udara Husein Sastranegara untuk penerbangan komersial;
3) Pengembangan infrastruktur udara dan fasilitas pendukung; 4) Pengembangan wilayah regional; dan
5) Integrasi transportasi inter-modes (Toll, jalan kereta api, pelabuhan).
Sampai saat ini, progres pembangunan BIJB Kertajati dengan rencana kegiatan ke depan adalah sebagai berikut:
a. FGD lanjutan untuk kesepakatan delineasi dan input terhadap RDTR Kecamatan Kertajati;
b. Proses RDTR Kecamatan Kertajati;
c. Pembahasan dan Kesepakatan Pola Kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Majalengka; dan
d. Market Sounding BIJB Aerocity serta pendirian BIJB Aerocity.
pengembangan Kawasan Aerotropolis/Aerocity dimulai tahun 2019. Pemerintah daerah juga menyampaikan beberapa tanggapan mengenai perencanaan tata ruang yang harus terintegrasi antara stakeholders terkait agar dapat memberikan manfaat pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Majalengka. Pemerintah daerah juga membutuhkan kepastian mengenai luasan Aerocity yang akan dikembangkan karena terdapat perbedaan luasan antara yang disepakati (3.480 Ha) dengan yang tercantum dalam RDTR (10.000 Ha).
Beberapa poin penting yang disampaikan dalam rapat salah satunya adalah mengenai Konsep Aetropolis/Aerocity yang tidak memiliki definisi khusus, namun pengertiannya adalah menggabungkan economic plan, urban planning, dan airport plan bekerja sama dengan pihak swasta. Kemudian, rencana pengembangan bandara dan kawasan aerotropolis yang saat ini bertabrakan dengan ruas jalan Bantarjati-Sukajaya, Biyawak-Sukamulya, dan Kertajati-Kertasari. Hal tersebut perlu dipikirkan jalan keluarnya, karena merupakan jalur aktivitas utama masyarakat Majalengka. Disamping itu, pemerintah daerah harus segera menyelesaikan penetapan delineasi kawasan dan menyusun perencanaan yang terpadu yang dikoordinatori oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dari sisi pembebasan lahan, dari 10.000 Ha lahan yang diajukan dalam Rancangan RDTR Kertajati, 6.000 ha izinnya dari Pemerintah Kabupaten Majalengka dan 4.000 ha merupakan tanah milik PT. Perhutani, sehingga perlu dipikirkan pembebasan lahannya. Disamping itu, perlu juga dibangun Kampus Politeknik dalam Kawasan Aerotropolis sebagai wadah masyarakat bertransformasi dari bertani dan berkebun menjadi kegiatan industri.
Pada rapat tersebut, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan memberikan masukan sebagai berikut:
a. Perlu melakukan perencanaan terpadu di sekitar kawasan pengembangan kawasan aerotropolis.
b. Rencana pengembangan harus memperhatikan lingkungan sekitar lokasi pembangunan berdekatan dengan TN Gunung Ciremai dan prosentase Kawasan Hutan Konservasi dan Lindung .
c. Penyusunan RDTR Kertajati menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi karena tercantum sebagai Kawasan Strategis Provinsi.
d. Penyusunan Peta RDTR Kertajati harus melalui proses asistensi dan validasi BIG. e. Pengadaan tanah untuk kegiatan ini sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan UU
Berikut ini merupakan Roadmap Pengembangan Aerotropolis Kertajati:
No Instansi Peran/Tindak Lanjut
1 Bappenas Merancang Action Plan
Pembiayaan jalan akses (berstatus non jalannasional) melalui DAK dan peningkatan status jalan
2 Pemerintah Provinsi
Melaksanakan Land Acquisition
Percepatan Penetapan RDTR Kawasan Aerocity Kertajati
Mensinergikan RTRW Provinsi dengan Pengembangan Aerotropolis 3 Pemerintah
Kabupaten/Kota di Kawasan Ciayumajakuning
Penetapan Rencana Peruntukan Kawasan Bandara dan Aerotropolis dalam RTRW
Penyiapan dan Pengamanan Rencana lahan Peruntukan Kawasan Bandara dan Aerotropolis
Mensinergikan RTRW Kab/Kota di kawasan perkotaan CIAYUMAJAKUNING dengan pengembangan Aerotropolis Pembangunan Infrastruktur Pendukung Kawasan
Mempersiapkan peraturan dan perijinan
Mengembangkan potensi daerah. (SDA, Industri, Pariwisata dan Industri Kreatif)
Izin Lingkungan untuk pembangunan akses jalan tol (Kab.Majalengka) 4 Kementerian
Perhubungan
Pembangunan Bandara Kertajati Pembangunan Pelabuhan Patimban
Pembangunan Prasarana multimoda seperti keretaapi bandara 5 PT BIJB Menyusun masterplan Aerocity Kertajati
6 Kementerian Perindustrian
Menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri di wilayah Jawa
7 BUMN Konstruksi Memasukkan Konsep Aerotropolis dan roadmap, Menyusun Action Plan bersama dengan Bappenas
Mengimplementasi pembangunan infrastruktur dan kawasan 8 Perguruan Tinggi Melakukan studi/Kajian/ membantu dalam penyusunan Masterplan 9 Kementerian
PUPR
Membangun jaringan jalan akses penghubung dan di sekitar kawasan Aerotropolis Kertajati
10 Swasta Pembangunan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Bandara Pengembangan Jasa Cargo
Pengembangan Industri Perhotelan, Konvensi Pengembangan Pusat Perdagangan dan Perbelajaan Pengembangan Industri Manufaktur
11 Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Penetapan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi
Pengamanan lahan untuk pembangunan infrastruktur melalui Bank Tanah
Memasukkan rencana Aerotropolis ke dalam RTRWN, RTR Jawa dan Kawasan Perkotaan CIAYUMAJAKUNING
b. Fasilitasi dan Sinkronisasi NSPK Bidang Penataan Ruang dalam Mendukung Penyelesaian Masalah Tata Ruang
Rapat ini diselenggarakan pada tanggal 18 Mei di Kantor Bappeda Provinsi Sumatera Utara untuk membahas perlunya penyusunan NSPK Konflik Penataan Ruang sebagai acuan dalam penyelesaian konflik tata ruang. Dalam rapat terdapat beberapa poin penting dalam pembahasan konflik penataan ruang, yaitu:
Belum adanya penyepakatan substansi i) Penggambaran informasi Rencana Tata Ruang dan Standar Pemakaian Nomenklatur dan ii) Tingkat kedetailan informasi rencana tata ruang. Perbaikan/penyempurnaan panduan penyusunan dokumen RTRW Provinsi/Kabupaten/ Kota perlu dilakukan;
Kualitas Peta dalam RTRW maupun RDTR banyak yang belum sesuai dengan standar BIG. BIG juga memiliki keterbatasan jumlah SDM dalam memberikan asistensi ke daerah. Meskipun demikian BIG telah berupaya mencari solusi dengan membuka jalur asistensi melalui web dan pemberdayaan BKPRD serta PPIDS di daerah untuk membantu proses asistensi peta tata ruang namun;
Integrasi data spasial/peta tata ruang tidak dapat dilakukan, BIG hanya melakukan integrasi pada level hulu (peta dasar) belum sampai pada peta tematik sehingga tumpang tindih informasi spasial pun belum dapat diketahui.
“Fatwa BKPRN” seringkali digunakan untuk menyelesaikan konflik penataan ruang, meskipun belum ada landasan hukum sejauh mana fatwa BKPRN dapat menyelesaikan permasalahan konflik tata ruang;
Penerbitan Permendagri No. 13/2016 tentang Mekanisme Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Daerah sebagai pengganti Permendagri No. 28/2008, yaitu:
- Terdapat klausul yang menyebutkan bahwa PK dan Revisi RTRW dapat dilakukan sebelum 5 tahun jika terdapat kebijakan nasional. Hal ini dikarenakan banyak sekali program dan kegiatan dalam RPJMN 2015-2019 yang belum terakomodir di RTR, sehingga tidak dapat diberikan izin (izin prinsip maupun lokasi) oleh Pemda maupun disusun AMDAL-nya;
- Perda yang proses evaluasinya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sebelum ditetapkan oleh Gubernur hanya untuk Perda Provinsi yang bersifat preventif (RPJPD, RPJMD, APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah);
- Perbaikan database Peraturan Daerah di Kementerian Dalam Negeri dilakukan dengan memberikan nomor Perda sehingga dokumentasi menjadi lebih baik.
Perlu dibedakan antara mekanisme revisi dan mekanisme amandemen (perubahan <20%), sehingga bisa menjadi terobosan percepatan pembangunan; Kriteria kebijakan nasional yang dapat diakomodir dalam proses
revisi/amandemen perlu diperjelas.
Koridor penyelesaian konflik harus diperjelas (penyelesaian di tingkat BKPRD atau di tingkat BKPRN), seringkali konflik yang merupakan ranah kewenangan Pemda dibawa ke level nasional;
Penyepakatan penggunaan azas dominasi (skala peta), karena seringkali multitafsir; dan
Penjelasan kewenangan pengaturan dari fatwa BKPRN. Pada akhir rapat disimpulkan bahwa:
1. NSPK Konflik Penataan Ruang diperlukan untuk memperjelas mekanisme dalam penyelesaian konflik tata ruang. Namun demikian pembahasan yang dilakukan dalam rapat masih sebatas pada perbaikan pengaturan dalam NSPK Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota yang sifatnya justru preventif (bukan untuk Perda RTRW yang telah disahkan);
2. Beberapa hal yang seharusnya masuk ke dalam NSPK Penyelesaian Konflik Tata Ruang yaitu: mekanisme revisi dan amandemen perda RTRW, kriteria kebijakan nasional yang perlu diakomodir, koridor kewenangan penyelesaian konflik (pembagian antara BKPRD dan BKPRN) dan penyepakatan penggunaan azas dominasi.